Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS II

“ KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA MULTI TRAUMA ”

DOSEN PENGAMPU
Ns. Mashudi M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8


Nofridawati PO.71.20.1.15.136
Syahrul Ramadan PO.71.20.1.15.145
Dita Ramadhaniati PO.71.20.1.15.128

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI DIV JURUSAN KEPERAWATAN
TINGKAT 4 SEMESTER GANJIL
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma adalah penyebab kematian utama pada manusia antara usia 1-44 tahun. Pada
kelompok usia yang lebih tua, penyebab kematian ini hanya dilampauii oleh kanker dan
penyakit kardiovaskuler. Bagaimanapun kerugian akibat trauma dalam hal kehilangan
kesempatan hidup produktif, melebihi kerugian yang ditimbulkan oleh kanker dan
penyakit kardiovaskuler. Sebagai penyebab utama kematian dan kecacatan, trauma telah
menjadi masalah kesehatan dan social yang signifikan. Multi trauma adalah Keadaan
yang di sebabkan oleh luka atau cedera defenisi ini memberikaan gambaran superficial
dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga mempunyai dampak psikologis dan social.
Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan
hilangnya produktif seseorang. Berdasarkan mekanismenya, terdapat trauma tumpul
yang biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor dan trauma tajam
biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan.
Orang yang mengalami cedera berat harus dikaji dengan cepat dan efisien. Kriteria dan
protokol untuk memudahkan pengkajian awal, intervensi, dan triage untuk korban trauma
telah dikembangkan oleh American College of Surgeons, Committee on Trauma.
Kemajuan dalam bidang perawatan pasien trauma telah dicapai dalam beberapa decade
terakhir. Perkembangan pusat-pusat pelayanan trauma telah menurunkan mortalitas dan
morbiditas diantara korban kecelakaan.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengerti dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan,
penatalaksanaan, dan penanganan klien dengan Multi Trauma.
b. Tujuan Khusus
 Mengetahui definisi Multi Trauma
 Mengetahui etiologi Multi Trauma
 Mengetahui patofisiologi dan WOC dari Multi Trauma
 Menyebutkan manifestasi klinis Multi Trauma
 Mengetahui klasifikasi Multi Trauma
 Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Multi Trauma
 Mengetahui penatalaksanaan klien dengan Multi Trauma
 Mengetahui komplikasi Multi Trauma
 Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Multi Trauma
C. MANFAAT
 Mendapatkan pengetahuan tentang Multi Trauma
 Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang Multi Trauma
 Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Multi Trauma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera
definisi ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera,
trauma juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya trauma
adalah kejadian yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan hilangnya produktif
seseorang. Informasi tentang pola atau mekanisme terjadinya cedera seringkali
akan sangat terbantu dalam mendiagnosa kemungkinan gangguan yang
diakibatkan. Trauma tumpul terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor ( KKB)
dan jatuh, sedangkan trauma tusuk (penetrasi) seringkali diakibatkan oleh luka
tembak atau luka tikam. Umumnya, makin besar kecepatan yang terlibat dalam
suatu kecelakaan, akan makin besar cedera yang terjadi, misalnya : KKB
kecelakaan tinggi, peluru dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang sangat
tinggi (Hudak,Carolyn).

2. ETIOLOGI
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.
Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam
kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa
yang cedera ,dan bagaimana derajat kerusakannya, perlu diketahui biomekanik
terutama cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan,
perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam , benda tumpul,
peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia . Akibat cedera ini dapat menyebabkan
cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.

3. PATOFISIOLOGI DAN WOC


Respon metabolik pada trauma dapat dibagi dalam tiga fase :
1. Fase pertama berlangsung beberapa jam setelah terjadinya trauma. Dalam fase
ini akan terjadi kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan hiperglikemia.
2. Pada fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen yang
negative, hiperglikemia, dan produksi panas. Fase ini yang terjadi setelah
tercapainya perfusi jaringan dengan baik dapat berlangsung dari beberapa hari
sampai beberapa minggu, tergantung beratnya trauma, keadaan kesehatan sebelum
terjadi trauma, dan tindakan pertolongan medisnya.
3. Pada fase ketiga terjadi anabolisme yaitu penumpukan kembali protein dan
lemak badan yang terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Rasa
nyeri hilang dan oksigenasi jaringan secar keseluruhan sudah teratasi. Fase ini
merupakan proses yang lama tetapi progresif dan biasanya lebih lama dari fase
katabolisme karena isintesis protein hanya bisa mencapai 35 gr /hari.
4. MANIFESTASI KLINIS
1) Laserasi, memar,ekimosis
2) Hipotensi
3) Tidak adanya bising usus
4) Hemoperitoneum
5) Mual dan muntah
6) Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,
biasanya pada arteri karotis)
7) Nyeri
8) Pendarahan
9) Penurunan kesadaran
10) Sesak
11) Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13) Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada
perdarahan retroperitoneal
14) Tanda Coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada
fraktur pelvis
15) Tanda Balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri
atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe (Scheets, 2002 : 277-
278)

5. KLASIFIKASI TRAUMA
Berdasarkan Hudak Carolyn bahwa klasifikasi dari multi trauma adalah
sebagai berikut :
1) Trauma Tumpul
Pada kecelakaan kendaraan mobil, badan kendaraan memberikan
sebagian perlindungan dan menyerap energi dari hasil benturan tabrakan.
Pengendara atau penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengman,
bagaimanapun akan terlempar dari mobil dan dampaknya mendapat cedera
tambahan. Pengendara sepeda motor mempunyai perlindungan yang minimal
dan seringkali akan menderita cedera yang lebih parah apabila terlempar dari
motor.
Tipe kedua trauma tumpul termasuk kompresi yang disebabkan oleh
kekuatan tabrakan berat. Pada kasus demikian, jantung dapat terhimpit
diantara sternum dan tulang belakang. Hepar, limpa, dan pancreas juga sering
tertekan terhadap tulang belakang. Cedera karena benturan seringkali
menyebabkan kerusakan internal dengan sedikit tanda-tanda trauma eksternal.
2) Trauma Penetrasi
Luka tembak berkaitan dengan derajat kerusakan yang lebih tinggi dari
luka-luka tikaman. Peluru dapat menyebakan lubang di sekitar jaringan dan
dapat terpecah atau merubah arah dalam tubuh, mengakibatkan peningkatan
cedera. Perdarahan internal, perforasi organ, dan fraktur kesemuanya dapat
disebabkan oleh cedera penetrasi. Dengan menggunakan keterampilan
pengkajian yang baik dan kewaspadaan pada mekanisne terjadinya cederam,
perawat unit perawatan kritis dapat membantu dalam mengidentifikasi cedera
yang tidak didiagnosa di unit kegawatdaruratan.
3) Trauma Torakik
Kurang lebih 25% dari kematian karena trauma adalah karena cedera
torakik. Banyak cedera toraks yang secara potensial mengancam jiwa,
misalnya tension atau pneumotoraks terbuka, hemotoraks massif, iga
melayang (flail chest) dan tamponade jantung, dapat ditangani secara cepat
dan mudah, seringkali tanpa operasi besar. Jika tidak ditangani, maka akan
mengancam jiwa. Cedera pada paru dan iga.
4) Cedera pada Jantung
5) Trauma Abdomen
6) Rongga abdomen
Memuat baik organ yang padat maupun yang berongga. Trauma tumpul
kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang serius organ-organ padat
dan trauma penetrasi sebagian besar melukai organ-organ berongga.
Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur pada
kapsula dan parenkim organ padat, sementara organ berongga dapat kolaps
dan menyerap energi benturan. Bagaimana pun usus yang menempati
sebagian besar rongga abdomen, rentan untuk mengalami oleh trauma
penetrasi. Secara umum, organ-organ padat berespons terhadap trauma
dengan perdarahan. Organ-organ berongga pecah dan mengeluarkan isinya
dan ke dalam rongga peritoneal, menyebabkan peradangan dan infeksi.
7) Trauma Pelvik
8) Trauma pada Ekstremitas
9) Cedera vascular
Cedera vaskular Cedera vaskular seringkali mengakibatkan perdarahan
atau trombosis pembuluh. Cedera vaskular biasanya disebabkan oleh trauma
penetrasi, dan kurang sering karena fraktur. Ultrasonografi doppler seing
digunakan untuk mendiagnosa cedera vaskular perifer. Angiogram juga dapat
digunakan untuk menetukan tempat cedera dan mengidentifikasi fistula
arteriovenosa, psudoaneurisme, dan penutupan intima. Dilakukan perbaikan
pembedahan primer atau tandur vaskular. Segera setelah periode
pascaoperasi, terdapat resiko perdarahan berlanjut atau oklusi trombotik dari
pembuluh keduannya mengharuskan kembali kekamar operasi.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Trauma Tumpul
a. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna
merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk
perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh team bedah untuk
pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang
abnormal,terutama bila dijumpai :
a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan
obat-obatan.
b) Perubahan sensasi trauma spinal.
c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.
d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas.
e) Diperkirakan akan ada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu
yang agak lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal, pemeriksaan
X-Ray yang lama misalnya Angiografi.
f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma
usus.
b. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum.
c. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang
mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk
mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di diagnosa
dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL.

2) Trauma Tajam
a. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan
struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun
thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan
CT scan.
b. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL
pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik
(kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang
tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL
maupun laroskopi diagnostik.
c. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau
triple contrast pada cedera flank maupun punggung.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan secara sistematis sangat penting dalam penatalaksanaan pasien
dengan trauma. Perawatan penting yang menjadi prioritas adalah mempertahankan
jalan napas, memastikan pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol
pendarahan. Kematian akibat trauma memiliki pola distribusi trimodal.
The Trauma Nursing Core Course (TNCC) dan Advanced Trauma Life
Support (ATLS) menggunakan pendekatan primary dan secondary survey sebagai
berikut :
1. Survei Primer (Primary Survey)
Pada survei primer terdapat proses penilaian, intervensi, dan evaluasi yang
berkelanjutan. Komponen survei primer adalah sebagai berikut :
A : Airway (jalan napas)
B : Breathing (pernapasan)
C : Circulation (sirkulasi)
D : Disability (defisit neurologis)
E : Exposure and environmental control (pemaparan dan kontrol lingkungan)
2. Survei Sekunder (Secondary Survey)
Setelah dilakukan survei primer dan masalah yang terkait dengan jalan napas,
pernapasan, sirkulasi, dan status kesadaran telah selesai dilakukan tindakan,
maka tahapan selanjutnya adalah survei sekunder. Pada survei sekunder
pemeriksaan lengkap mulai dari head to toe. Mnemonic yang digunakan untuk
mengingat survei sekunder ialah huruf F ke I.
F : Full Set of Vital Signs, Five Interventions, and Facilitation of Family
Presence (Tanda-tanda vital, 5 intervensi, dan memfasilitasi kehadiran
keluarga)
Full Set of Vital Signs (TTV)
Tanda-tanda vital ini menjadi dasar untuk penilaian selanjutnya. Pasien yang
kemungkinan mengalami trauma dada harus dicatat denyut nadi radial dan
apikalnya; nilai tekanan darah pada kedua lengan. Termasuk suhu dan saturasi
oksigen sebaiknya dilengkapi pada tahap ini, jika belum dilakukan.
Five Interventions (5 Intervensi)
Lima intervensi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pemasangan monitor jantung.
b. Pasang nasogastrik tube atau orogastrik tube (jika ada indikasi).
c. Pasang folley kateter (jika ada indikasi).
d. Pemeriksaan laboratorium meliputi: darah lengkap, kimia darah, urinalysis,
urine, kadar ethanol, toxicologic screens (urine, serum), clotting studies
(prothrombin time, activated partial thromboplastin time, fibrinogen, D dimer)
untuk pasien dengan yang mengalami gangguan koagulopati.
e. Pasang oksimetri.
Facilitation of Family Presence (Memfasilitasi Kehadiran Keluarga)
G : Give Comfort Measures (Memberikan Kenyamanan)
H : History and Head-to-Toe Examination
I : Inspect the Posterior Surfaces (Periksa Permukaan Bagian Belakang)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airway (jalan nafas)
Pemeriksaan jalan napas pada pasien multi trauma merupakan prioritas
utama. Usaha untuk kelancaran jalan nafas harus di lakukan dengan cara clin
lift atau jaw thrust secara manual untuk membuka jalan nafas.
b. Breathing (dan ventilasi)
Semua penderita trauma harus mendapat suplai oksigen yang tinggi kecuali
jika terdapat kontrindikasi terhadap tindakkan ini. Bantuan ventilasi harus
dimulai jika usaha pernapasan inadekuat.
c. Circrulation (sirkulasi)
Jika ada gangguan sirkulasi segera tanggani dengan pemasangan IV line. Dan
tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi,mencatat irama dan ritmenya.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS,dan
ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.

Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan Fisik

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi, spasium ketiga.
2) Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan trauma pulmonal,
komplikasi pernapasan (mis, ARDS), nyeri.
3) Kerusakan integritas jaringan ; yang berhubungan dengan trauma,
pembedahan, prosedur-prosedur invasif, imobilitas.
4) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan ; yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung, penurunan oksigenasi, penurunan
pertukaran gas.
5) Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan dengan trauma, prosedur
invasif.
6) Resiko tinggi terhadap ansietas : yang berhubungan dengan penyakit kritis,
ketakutan akan kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan
sosial, ketidakmampuan yang permanen.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Kriteria hasil/ tujuan- Intervensi keperawatan
tujuan pasien
Defisit volume cairan yang Mempertahankan 1. Penggantian volume
berhubungan dengan keseimbangan cairan yang sesuai instruksi
hemoragi, spasium ketiga. optimal. kristaloid atau koloid.
2. Pertahankan potensi
aliran IV : aliran
sentral lebih baik.
3. Pantau TD, FJ setiap
jam atau sesuai
instruksi.
4. Pantau haluaran urine
setiap jam
5. Kaji parameter
hemodinamik :
TDKP, TVS, curah
jantung,
6. Ukur berat badan
setiap hari.
7. Berikan oksigen
sesuai kebutuhan.
8. Pantau elektrolit,
HSD , faktor-faktor
koagulasi.
9. Kaji tipe dan jumlah
drainase : tandai
balutan jika ada
indikasi.
10. Jika ada indikasi :
siapkan dan pastikan
fungsi peralatan
autotransfusi.
11. Siapkan untuk
pembedahan, sesuai
dengan keperluan.

Kerusakan pertukaran gas : Mempertahnkan oksigenasi 1. Kaji bunyi paru,


yang berhubungan dengan yang adekuat dan pernapasan, suhu
trauma pulmonal, keseimbangan asam-basa tubuh, sensorium,
komplikasi pernapasan (mis, normal. TVS, gas-gas darah
ARDS), nyeri. venous arterial dan
campuran.
2. Berikan oksigen
sesuai dengan
keperluan.
3. Bebalik, batuk, napas
dalam jika pasien
tidak pada ventilasi
mekanis.
4. Pertimbangkan
tempat tidur rotasi.
5. Pertahankan ventilasi
mekanis, sesuai
pesanan.
6. Suksion, lavage
trakeal sesuai
keperluan.
7. Bantu untuk
radiografi,
bronkoskopi, sesuai
keperluan.
8. Dapatkan spesimen
kultur, sesuai
pesanan.
9. Berikan mukolitik,
bronkodilator, sesuai
permintaan.
10. Lakukan fisioterapi
dada, drainase
postural jika tidak
ada kontraindikasi.
11. Tingkatkan kontrol
nyeri, kaji
keefektifannya.
12. Bantu saat klien
menjalani blok
interkostal atau
analgesia epidural.
13. Sedasi sesuai
permintaan, untuk
meminimalkan
kebutuhan oksigen.
14. Pertahankan dan
bantu pasien dengan
pemasangan selang
dada.
15. Siapkan untuk
trakeostomi jika
diperlukanuntuk
ventilasi jangka
panjang.

Kerusakan integritas Mempertahankan oksigenasi 1. Kaji penyembuhan


jaringan ; yang berhubungan yang adekuat dan luka, kulit, dan
dengan trauma, keseimbangan asam-basa integritas jaringan.
pembedahahn, prusedur- normal. 2. Putar, ubah posisi
prosedur invasif, imobilitas. setiap 2 jam.
3. Pertimbangkan
penggunaan tempat
tidur dengan kasur
berisi udara.
4. Ganti pembalut,
sesuai perintah.
5. Lindungi kulit dari
drainase yang
mengiritasi.
6. Pantau cairan aspirasi
lambung terhadap
keasaman atau
perdarahan.
7. Berikan antasid,
antagonis histamin,
sesuai perintah.
8. Tingkatkan nutrisi
yang adekuat.

Resiko tinggi terhadap Mempertahankan fungsi 1. Kaji fungsi organ :


perubahan perfusi jaringan; organ yang adekuat tanda-tanda vital,
yang berhubungan dengan haluaran urine,
penurunan curah jantung, sensorium, curah
penurunan oksigenasi, jantung, indeks
penurunan pertukaran gas. jantung.
2. Pantau gas-gas darah
arteri dan vena
campuran,
pengiriman oksigen,
konsumsi oksigen,
pemirauan.
3. Pantau BUN ,
kreatinin, bilirubin,
dan uji fungsi hepar.
4. Kaji terhadap ikterik.
5. Siapkan untuk
dialisis jika
diperlukan.
6. Berikan agen-agen
inotropik, sesuai
perintah.
7. Pertahankan
keseimbangan cairan
yang optimal.
8. Sedasikan pasien,
sesuai perintah, untuk
menurunkan
kebutuhan metabolik.

Resiko tinggi terhadap Pasien tidak menunjukkan 1. Kaji tanda-tanda


infeksi : yang berhubungan tanda atau gejala-gejala vital, suhu, luka-luka,
dengan trauma, prosedur infeksi. letak IV, letak drain.
invasif. 2. Pantau SDP
3. Dapatkan biakan
sesuai perintah.
4. Berikan antibiotik
sesuai perintah.
5. Ganti balutan, sesuai
perintah atau
perprotokol.
6. Bantu dengan
perubahan saluran
IV.
7. Pertahankan potensi
drain.
8. Kaji jumlah dan tipe
drainase.
9. Pantau hemodinamik
terhadap tanda-tanda
syok septik : TD,
Curahj jantung,
tahanan vaskular
sistemik.
10. Pertahankan
keseimbangan cairan
yang adekuat,
haluaran urine,
nutrisi.
11. Siapkan untuk
pemeriksaan
diagnostik,
pembedahan sesuai
keperluan.

Resiko tinggi terhadap Pasien akan 1. Berikan lingkungan


ansietas : yang berhubungan menegekspresikan ansietas yang mendorong
dengan penyakit kritis, kepada narasumber yang suasana diskusi
ketakutan akan kematian sesuai. terbuka tentang isu-
atau kecacatan, perubahan isu emosional.
peran dalam lingkungan 2. Kerahkan sistem
sosial, ketidakmampuan pendukung pasien
yang permanen. serta libatkan
sumber-sumber ini
dengan cara yang
sesuai.
3. Berikan waktu
kepada pasien untuk
mengekspresikan
dirinya.
4. Identifikasi sumber-
sumber rumah sakit
yang mungkin untuk
dukungan
pasien/keluarganya.
5. Anjurkan komunikasi
terbuka antara
keluarga pasien
dengan perawat
tentang isu-isu
emosional.
6. Validasikan
pengetahuan dasar
pasien dan keluarga
tentang penyakit
kritis.
7. Libatkan sistem
pendukung religius
dengan cara yang
sesuai.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera definisi ini
memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga
mempunyai dampak psikologis dan social. Trauma dapat disebabkan oleh benda
tajam, benda tumpul, atau peluru. Akibat cedera ini dapat menyebabkan cedera
muskuloskeletal dan kerusakan organ. Trauma terjadi dalam 3 fase : Fase pertama
berlangsung beberapa jam setelah terjadinya trauma. Dalam fase ini akan terjadi
kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan hiperglikemia. Pada fase kedua
terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen yang negative,
hiperglikemia, dan produksi panas. Pada fase ketiga terjadi anabolisme yaitu
penumpukan kembali protein dan lemak badan yang terjadi setelah kekurangan cairan
dan infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang dan oksigenasi jaringan secar keseluruhan sudah
teratasi. Penilaian awal pasien trauma terdiri atas survei primer dan survei sekunder.

B. SARAN
Yang harus dilakukan perawat terlebih dahulu saat menangani pasien multi trauma
yaitu mempertahankan jalan napas, memastikan pertukaran udara secara efektif, dan
mengontrol pendarahan. Perawat harus melakukan pendekatan primary dan secondary
survey. Pendekatan ini berfokus pada pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam
pertama setelah terjadinya trauma. Dalam pendekatan primary, perawat melakukan
Airway (jalan napas), Breathing (pernapasan), Circulation (sirkulasi), Disability
(defisit neurologis), dan Exposure and environmental control (pemaparan dan kontrol
lingkungan).
DAFTAR PUSTAKA

 Kartikawati, Dewi. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta : Salemba Medika

 Hudak,Carolyn.2010. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Edisi 6,Vol 2. Jakarta


: EGC

 Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai