Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MULTIPEL TRAUMA

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Stelamaris Gimbo (201901160)

Sylvia Anggraini (201901164)


Henry March Nugraha B (201901137)
Jhon Adrianto (201901169)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN WIDYA NUSANTARA


PALU PROGRAM STUDI NERS

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
pertolongan dan pimpinanNnya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas
Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul “Multipel Trauma”, tepat pada
waktunya.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan
dan kami menerima dengan baik semua saran dan kritikan demi perbaikan
penulisan makalah ini.
Kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan dibidang
pendidikan khususnya di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya
Nusantara Palu.

Palu, 15 September 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................i


KATA PENGANTAR .................................................................................ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................4
B. Tujuan...............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Dfinisi...............................................................................................6
B. Penyebab...........................................................................................6
C. Komponen Trauma...........................................................................8
D. Patologi.............................................................................................9
E. Jenis Truma.......................................................................................9
F. Komplikasi .....................................................................................11
G. Pemeriksaan Penunjang..................................................................12
H. Patofisiologi....................................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian......................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan ..................................................................17
C. Intervensi........................................................................................17
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................21
B. Saran.................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma saat ini merupakan penyebab kematian paling sering di
empat dekade pertama kehidupan dan masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama di setiap negara (Gad,2012). Data WHO (World
Health Organization) menyebutkan sebanyak 5,6 juta orang meninggal
dan sekitar 1,3 juta orang mengalami cacat fisik akibat kecelakaan lalu
lintas di seluruh dunia selama tahun 2011. Data dari kepolisian Republik
Indonesia tahun 2010 menyebutkan pada tahun 2009 terjadi 57.726 kasus
kecelakaan di jalan raya dengan korban terbanyak berusia 15-55 tahun.
Risalah tertua tentang trauma terdapat pada “Edwin Smith Papyrus” yang
ditulis antara 3000 sampai 1600 SM, sedangkan kata “trauma” pertama
kali dipakai pada Zaman kerajaan Mesir dan mencapai puncaknya pada
3500 SM. Pada masa awal ilmu kedikteran Cina (2600 SM) telah mulai
dikembangkan teknik debrideman yang masih dipakai sampai pada masa
kini.
Perkembangan penanggulangan trauma dalam ilmu bedah modern
dimulai oleh Ambroise Pare (1545) yang melarang memasukan obat-
obatan kedalam luka dan membiaran penyembuhan secara alami; hal ini
diungkapkannya dalam kata-katanya, “I dressed him, and God healed
him” dan secondary healing. Ilmu ini berkembang sejalan dengan
terjadinya berbagai peperangan, mulai dari zaman Napoleon sampai ke
Perang Teluk dan Perang Afganistan. Pada akhirnya ini, konsep ATLS
(advence trauma life support) dalam pertempuran mulai diterapkan dan
pengetahuan tentang trauma sampai ke tingkat seluler sedah lebih
dipahami sehingga kematian akibat trauma dapat ditekan.

4
Trauma merupakan penyebab kematian utama pada keolompok
umur dibawah 35 tahun. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab
kematian nomor empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun,
merupakan penyebab kematian utama.

B. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca khususnya
mahasiswa/i keperawatan dapat mengetahui konsep dan asuhan
keperawatan mengenai Trauma.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera.
Definisi ini memberikan gambaran superfisial dari respons fisik terhadap
cedera. Trauma juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada
kenyataannya, trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan dapat
menyebabkan hilangnya priduktivitas seseorang. Trauma lebih kompleks
dari sekedar suatu cedera (R.Sjamsuhidajat, dkk, 121, 2016).
Trauma di denifisikan sebagai cedera pada jaringan dan organ
manusia karna adanya pemindahan energi dari lingkungan. Pada masa lalu,
istilah trauma di kaitkan dengan istilah kecelakaan. Kecelakaan berarti
cedera yang terjadi tanpa maksud, dampak kejadian yang tidak di sangka-
sangka. Trauma yang disengaja dan tidak disengaja meliputi berbagai
cedera akibat tabrakan kendaraan bermotor, cedera pejalan kaki, luka
tembak, jatuh, kekerasan terhadap orang lain.
Trauma biasanya terjadi secara mendadak, memberikan sedikit
waktu bagi pasien dan keluarga untuk menyiapkan kosekuensinya.
Perawat memberikan hubungan yang penting antara asuhan fisik dan
psikologis bagi pasien serta keluarga yang mengalami cedera. Dalam
merawat pasien yang mengalami trauma, perawat tidak hanya harus
mempertimbangankan cedera fisik sebelumnya. Tetapi juga akibat jangka
panjangnya, termasuk rehabilitasi. Trauma dapat mengubah kehidupan
pasien yang sebelumnya, secara potensial memengaruhi kemandirian,
mobilitas, pemikiran kognitif, dan penampilan (LeMone, Priscilla, 293-
294, 2016).
B. Penyebab
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau
peluru. Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat
dikelompokkan dalam kategori luka tembus. Untuk mengetahuibagian

6
tubuh yang terkena, organ apa yang cedera, dan bagian derajat
kerusakannya, perlu diketahui biomekanik trauma.
Cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan,
perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda
tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia. Akibat cedera ini dapat
berupa memar, luka jaringan lunak, cedera muskuloskeletal, dan kerusakan
organ.
1. Trauma Tumpul
a. Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas
pada permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau
laserasi jaringan atau organ dibawahnya. Trauma tumpul dapat
berupa benturan benda tumpul, perlambatan (deselerasi), dan
kompresi.
b. Cedera perlambatan sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas
karena setelah tabrakan badan masih melaju dan kemudian tertahan
suatu benda keras sedangakan bagian tubuh yang relatif tidak
terpancang bergerak terus dan menyebabkan terjadinya robekan
pada hilus organ tersebut. Organ yang mungkin robek itu adalah
aorta,jantung, pangkal bronkus utama, kaki ginjal, dan tampuk
limpa.
c. Cedera kompresi terjadi bila orang tertimbun reruntuhan atau
longsoran yang menimbulkan tekanan secara tiba-tiba pada rongga
dada.
d. Cedera ledak adalah luka atau kerusakan jaringan akibat ledakan
granat, bom, atau ledakan dalam air. Kerusakan jaringan dapat
disebabkan oleh pecahan logam atau energi yang ditimbulkan oleh
ledakan.
2. Kecelakaan Lalu Lintas
Korban kecelakaan lalu lintas dapat diduga jenis cederanya dengan
meneliti riwayat trauma dengan cermat. Pengemudi yang tidak

7
memakai sabuk pengaman dapat mengalami lima fase pergerakan bila
terjadi tabrakan dari depan.
Kejadian yang sama terjadi juga pada penumpang yang duduk
disebelah pengemudi. Hanya disini tidak ada kemudi sehingga muka
terbentur pada dasbor dulu sebelum mengenai kaca depan dan tidak
cedera di dinding depan toraks. Trauma pada pengemudi maupun
penumpang dapat dihindarkan kalau sabuk pengaman diapai dengan
baik sehingga angka mortalitas diturunkan dengan 50%.
Trauma pada pengendara sepeda motor atau sepeda juga khas.
Sekitar 60-70% korban menderita cedera pada daerah tibia karna
bamper motor tingginya sama dengan tungkai bawah. Selain itu juga
korban akan terlempar kejalan atau keatas dan kepala membentur
bagian atas kaca mobil sehingga terjadi hiperekstensi kepala dengan
cedera otak dan cedera tulang leher. Harus juga diangat kemudian
terjadinya cedera perut pada pengemudi motor; dalam hal ini usus
terjepit diantara setang setir dan tulang belakang, namun pada
pemeriksaan fisik hanya ada jejas pada baju dan kulit perut.
Pembonceng akan mengalami hal yang sama kecuali cedera kemudian
sepeda motor.
3. Trauma Majemuk
Hampir semua trauma merupakan trauma majemuk. Yang penting
menentukan berapa organ dan sistem tubuh yang cedera. Oleh karena
itu, penting untuk membedakan cedera berat, yaitu yang mengenai satu
atau lebih daerah tubuh (kepala, leher, toraks, vertebra, abdomen,
pelvis dan tungkai); dan cedera kritis, yaitu cedera yang menyebabkan
kegagalan satu atau lebih sistem tubuh (saraf, pernapasan,
kardiovaskuler, hati, ginjal, dan pankreas) (R.Sjamsuhidajat, dkk, 124-
126, 2016).
C. Komponen Trauma
Trauma terjadi akibat pertukaran energi yang abnormal antara
pejamu dan mekanisme dalam lingkungan predisposisi. Pejamu adalah

8
individu atau kelompok yang beresiko cedera. Berbagai faktor
memengaruhi kemungkinan cedera pejamu : usia, jenis kelamin, ras, status
ekonomi, penyakit yang di derita sebelumnya, dan penggunaan zat seperti
obat jalanan dan alkohol.
Senapan merupakan sumber cedera mekanik lainnya. Trauma
akibat luka tembak semakin meningkat selama 20 tahun terakhir dan tetap
menjadi alasan utama masuk UGD dan trauma utam, terutama di kota
besar.
Komponen akhir trauma adalah lingkungan. Misalnya, jalan jadi
licin setelah turun salju merupakan lingkungan fisik yang dapat
menyebabkan cedera. Pekerjaan merupakan faktor lingkungan yang
penting utnuk di pertimbangkan misalnya polisi, pemadam kebakaran,
atlet profesional, pengemudi mobil sewaan, pengemudi taksi. Lingkungan
sosial juga mempengaruhi resiko cedera, seperti adanya geng dan
kekerasan di lingkungan tetangga (LeMone, Priscilla, 294, 2016).
D. Patologi
1. Respons Metabolik pada Trauma
Respon metabolik pada trauma dapat dibagi dalam tiga fase. Fase
pertama berlangsung beberapa jam setelah terjadi trauma. Dalam fase
ini terjadi kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan
hiperglikemia.
Pada fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang
nitrogen yang negatif, hiperglikemia, dan produksi panas. Fase yang
terjadi setelah pemulihan perfusi jaringan ini dapat berlangsung dari
beberapa hari sampai bebrapa minggu, tergantung beratnya trauma
keadaan kesehatan sebelum terjadi trauma, dan tindakan pertolongan
medis.
Pada fase ketiga terjadi anabolisme, yaitu penumpukan kembali
protein dan lemak badan yang terjadi setelah kekurangan cairan dan
infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang dan oksigenasi janringan secara
keseluruhan sudah teratasi. Fase ini merupakan proses yang lama dari

9
fase katabolisme karena sintesis protein hanya bisa mencapai 35
gr/hari.
2. Kegagalan Fungsi Membran Sel
Pada penderita trauma berat terjadi dilatasi arteriol dan sfingter
prakapiler dengan sfingter pascakapiler tetap berkonstriksi sehingga
tekanan hidrostatik kapiler meningkat. Air, kaluim, dan klorida
berpindah dari intravaskuler ke rongga interstisial. Proses ini terbatas
karena meningkatnya tekanan osmotik akibat keluarnya cairan akan
menghambat kehilangan cairan lebih lanjut.
3. Gangguan Integritas Endotel Pembuluh Darah
Trauma dan sepsis mengakibatkan terjadinya koagulasi dan
inflamasi yang mengganggu keutuhan endotel pembuluh darah.
Mikroagregasi trombosit dan leukosit di pembuluh jaringan yang luka
atau terinfeksi dapat menjadi emboli dalam paru dan menyumbat
pembuluh darah kapiler. Gumpalan agregat tersebut melepaskan
bermacam zat toksik yang merusak endotel atau menyebabkan
vasodilatasi di daerah emboli paru dengan akibat terjadi ekstravasasi
air, kalium, klorida, dan protein ke dalam rongga interstisial. Udem
pada paru ini menimbulkan gangguan pernapasan.
4. Kelainan Sistem Imunologi
Menurunnya daya tahan tubuh sering terjadi pada penderita
trauma, sepsis, malnutrisi, dan usia lanjut. Pemeriksaan imunologis
yang sering dilakukan adalah hitung jumlah limfosit dan penentuan
imunitas seluler (cell mediated immunity).
5. Koagulasi Intravaskular Menyeluruh
Disseminated intravascular coagulation (DIC) sering terjadi pada
penderita dengan trauma berat dan sepsis. Koagulasi pada DIC ini
terjadi difus ditubuh sehingga menghabiskan faktor pembekuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan yang difus pula. Terjadi
koagulasi berlebihan juga dapat merusak jaringan di sekitar pembuluh
tersebut (R.Sjamsuhidajat, dkk, 123-124, 2016).

10
E. Jenis Trauma
Trauma minor menyebabkan cedera bagian tunggal atau sistem
tubuh dan biasanya di tangani di klinik atau UGD rumah sakit. Fraktur
klavikula, luka bakar derajat dua kecil, dan laserasi yang memerlukan
jahitan merupakan contoh trauma minor. Trauma mayor atau multipel
melibatkan cedera sistem tunggal yang serius (seperti amputasi tunggal
akibat kejadia traumatik) atau cedera sistem multipel. Trauma multipel
sering terjadi sebagai akibat dari tabrakan kendaraan bermotor.
Trauma lebih lanjut lagi diklarifikasikan sebagai luka tumpul atau
tusuk. Trauma akibat benda tumpul terjadi ketika tidak terdapat hubungan
akibat kerusakan jaringan dan lingkungan luar. Dorongan yang kasar
sering menyebabkan cedera multipel yang dapat memengaruhi kepala,
medula spinalis, tulang, toraks dan abdomen.
Trauma tusuk terjadi akibat benda asing memasuki tubuh sehingga
menyebabkan kerusakan pada struktur tubuh. Truktur tubuh yang biasanya
terkena meliputi otak, paru, jantung, hati, ginjal, usus dan sistem vaskular.
Contoh trauma tusuk adalah luka tembak atau luka tikaman.
Jenis trauma lain meliputi cedera inhalasi akibat gas, rokok, atau
uap, cedera luka bakar atau beku dan cedera letupan akibat ledakan.
Trauma akibat cedera letupan melputi edema parudan hemoragi, kerusakan
pada organ abdomen, lukan bakar, cedera tusuk, dan reptur membran
timpani ((LeMone, Priscilla, 295, 2016).
F. Komplikasi
1. Penyebab kematian dini (dalam 72 jam)
Hemoragi dan cedera kepala
Hemoragi dan cedera kepala adalah penyebab utama kematian dini
setelah trauma multiple. Untuk mencegah kehabisan darah, maka
perdarahan harus dikendalikan. Ini dapat diselesaikan dengan operasi
ligasi ( pengikatan ) dan pembungkusan, dan embolisasi dengan
angiografi. Hemoragi berkelanjutan memerlukan tranfusi multiple,
sehingga meningkatkan kecenderungan terjadinya ARDS dan DIC.

11
Hemoragi berkepanjangan mengarah pada syok hipovolemik dan
akhirnya terjadi penurunan perfusi organ.
2. Penyebab Lambat Kematian ( Setelah 3 Hari )
Sepsis
Sepsis adalah komplikasi yang sering terjadi pada trauma multiple.
Pelepasan toksin menyebabkan dilatasi pembuluh, yang mengarah
pada penggumpalan venosa yang mengakibatkan penurunan arus balik
vena. Pada mulannya, curah jantung mengikat untuk mengimbangi
penurunan tekanan vaskular sistemik. Akhirnya, mekanisme
kompensasi terlampaui dan curah jantung menurun sejalan dengan
tekanan darah dan perfusi.
Sumber infektif harus ditemukan dan di basmi. Diberikan
antibiotik, dilakukan pemeriksaan kultur, mulai dilakukan pemeriksaan
radiologok, operasi eksplorasi sering dilakukan. Abses intra abdomen
merupakan penyebab sepsis paling sering . Sebagaian abses dapat
keluarkan perkuatan, sedangkan yang lainnya memerlukan
pembedahan. Setelah pembedahan drainase abses abdomen, insisi di
biarkan terbuka, dengan drainase terpasang, untuk memungkinkan
penyembuhan dan menghindari kekambuhan .sumber – sumber infeksi
lainnya yang perlu diperhatikan adalah selang invasif, saluran kemih,
dan paru – paru. Di perkirakan bahwa pemberian nutrisi yang dini
dapat menurunkan perkembangan sepsis dan gagal organ multipel.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
a. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
b. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax
AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan
multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang,
setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat
adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar
lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi

12
petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas
menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak
memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas
umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan
hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat
untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun
untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien
yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk
maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya
peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto
abdomen tidur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT
d. Koagulasi : PT,PTT
4. MRI
5. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatic
6. CT Scan
7. Radiograf dada  mengindikasikan peningkatan
diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur  tulang rusuk VIII-
X.
8. Scan limfa
9. Ultrasonogram
10. Peningkatan serum atau amylase urine
11. Peningkatan glucose serum
12. Peningkatan lipase serum
13. DPL (+) untuk amylase

13
14. Peningkatan WBC
15. Peningkatan amylase serum
16. Elektrolit serum
17. AGD

14
H. Patofisiologi
I. Terkena benda tajam:
Jatuh, pukulan benda Defisiensi pengetahuan
pisau, peluru, ledakan,
tumpul,kompresi, dll dll

Gaya predisposisi Ketahanan jaringan


tidak mampu Trauma abdomen
trauma >elastisitas &
viskositas mengkompensasi

Nyeri tekan, spontan, Trauma tajam Trauma tumpul


lepas

Kompensasi organ abdomen


Nyeri

Perdarahan intra
Kerusakan organ Kerusakan jaringan
abdomen
abdomen kulit

Penurunan hitung sel darah


Tindakan operasi merah & iritasi

Ansietas resiko infeksi Syok hemoragik

Merangsang free nerve Luka terbuka Kerusakan integrutas


ending kulit
Peningkatan resiko
Nyeri Resiko infeksi
invasi bakteri patogen

Perdarahan masif Perdarahan

Kehilangan cairan fisiologis Penurunan aliran balik vena


tubuh

Pe ↓ isi sekuncup Pe ↓ suplai O2 ke


Syok hipovolemik
jantung jaringan

Pe ↓ aliran darah ke otak Hipoksia

Penurunan kesadaran Ketidakefektifan pola


nafas
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dasar Pemeriksaan fisik 'head to toe' harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan {bradipneu, takhipneu), pola
napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll),
3. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera
makan.
Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,perubahan
status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan

16
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Obyektif: Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif: Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Data Obyektif: Dislokasi gangg kognitif.Gangguan rentang gerak

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka
penetrasi abdomen
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan
5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
(Doenges, 2000)

C. Intervensi
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi

17
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
e. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka
penetrasi abdomen. (Doenges, 2000)
Tujuan : Nyeri Teratasi
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien

b. Beri posisi semi fowler.


R/mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan
perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasmi
e. Manajeman lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi
resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
R/suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi

18
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan
Tujuan: ansietas teratasi
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini
b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi
ansietas
Intervensi:
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan
yang berhasil pada waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan
rasa takut dan berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi
masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan
mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stress
R/lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam
menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien
5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
(Doenges, 2000)
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :

19
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan lien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
R/membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau
cedera definisi ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik
terhadap cedera, trauma juga mempunyai dampak psikologis dan social.
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.
Akibat cedera ini dapat menyebabkan cedera muskuloskeletal dan
kerusakan organ. Trauma terjadi dalam 3 fase : Fase pertama berlangsung
beberapa jam setelah terjadinya trauma. Dalam fase ini akan terjadi
kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan hiperglikemia. Pada
fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen yang
negative, hiperglikemia, dan produksi panas. Pada fase ketiga terjadi
anabolisme yaitu penumpukan kembali protein dan lemak badan yang
terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang
dan oksigenasi jaringan secar keseluruhan sudah teratasi.
B. Saran
Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam
mempelajari tentang Asuhan Keperawatan Trauma. Dan harapan penulis
makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi
semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang
sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di
kemudian hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

R.Sjamsuhidajat, dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC

Musliha. 2014. Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. Medical Book

Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA. Jogjakarta. Mediaction Publishing

Lemone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Ed 5.Vol 1.
Jakarta. EGC

Kartikawati, Dewi. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta. Salemba Medika

22

Anda mungkin juga menyukai