Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

MULTI TRAUMA

DISUSUN OLEH :

1. Rafli (201801008)

2. Syarmila (201801009)

3. Ulfa Adistiasari (201801010)

STIKES BATARA GURU SOROAKA

S1 KEPERAWATAN

T/A 2021-202
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB 1...........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. Latar belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB 2...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
A. Definisi Multi Trauma......................................................................................................................5
B. Etiologi.............................................................................................................................................5
C. Patofisiologi.....................................................................................................................................5
D. Manifestasi klinis.............................................................................................................................6
E. Klasifikasi Trauma............................................................................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang..................................................................................................................7
G. Penatalaksanaan Multi Trauma.......................................................................................................8
BAB 3.........................................................................................................................................................14
ASUHAN KEPERAWATAN MULTI TRAUMA................................................................................................14
A. PENGKAJIAN..................................................................................................................................14
B. DIAGNOSA.....................................................................................................................................16
C. INTERVENSI....................................................................................................................................16
D. IMPLEMENTASI..............................................................................................................................17
E. EVALUASI.......................................................................................................................................18
BAB 4.........................................................................................................................................................20
PENUTUP...................................................................................................................................................20
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................20
B. SARAN............................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................21
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Trauma adalah penyebab kematian utama pada manusia antara usia 1-44 tahun. Multi
trauma adalah Keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera defenisi ini memberikaan
gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga mempunyai dampak
psikologis dan social. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistic dan
dapat menyebabkan hilangnya produktif seseorang. Berdasarkan mekanismenya, terdapat
trauma tumpul yang biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor dan trauma
tajam biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan.
Orang yang mengalami cedera berat harus dikaji dengan cepat dan efisien. Kriteria dan
protocol untuk memudahkan pengkajian awal, intervensi, dan triage untuk korban trauma
telah dikembangkan oleh American College of Surgeons, Committee on Trauma. Penanganan
secara sistematis sangat penting dalam penatalaksanaan pasien dengan trauma. Perawatan
penting yang menjadi prioritas adalah mempertahankan jalan napas, memastikan pertukaran
udara secara efektif, dan mengontrol pendarahan.

B. Rumusan masalah
“Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan, Penatalaksanaan, dan Penanganan pada
Pasien Multi Trauma?”

C. Tujuan
1. Mahasiswa mengerti dan memahami definisi dari multi trauma.
2. Mahasiswa mengerti dan memahami etiologi multi trauma.
3. Mahasiswa mengerti dan memahami Patofisiologi multi trauma.
4. Mahasiswa mengerti dan memahami manifestasi klinis multi trauma.
5. Mahasiswa mengerti dan memahami Klasifikasi dari multi trauma.
6. Mahasiswa mengerti dan memahami komplikasi multi trauma.
7. Mahasiswa mengerti dan memahami pemeriksaan multi trauma.
8. Mahasiswa mengerti dan memahami penilaian multi trauma.
9. Mahasiswa mengerti dan memahami penanganan multi trauma.
10. Mahasiswa mengerti dan memahami askep pada Multi trauma.
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Definisi Multi Trauma
Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera definisi ini
memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga mempunyai
dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistic
dan dapat menyebabkan hilangnya produktif seseorang. Informasi tentang pola atau mekanisme
terjadinya cedera seringkali akan sangat terbantu dalam mendiagnosa kemungkinan gangguan
yang diakibatkan. Trauma tumpul terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor ( KKB) dan jatuh,
sedangkan trauma tusuk (penetrasi) seringkali diakibatkan oleh luka tembak atau luka tikam.
Umumnya, makin besar kecepatan yang terlibat dalam suatu kecelakaan, akan makin besar cedera
yang terjadi, misalnya : KKB kecelakaan tinggi, peluru dengan kecepatan tinggi, jatuh dari
tempat yang sangat tinggi (Hudak,carolyn 1996).

B. Etiologi
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru. Luka tusuk dan
luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam kategori luka tembus. Untuk
mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa yang cedera ,dan bagaimana derajat
kerusakannya, perlu diketahui biomekanik terutama cedera pada trauma dapat terjadi akibat
tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam ,
benda tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia . Akibat cedera ini dapat menyebabkan
cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.

C. Patofisiologi
Respon metabolik pada trauma dapat dibagi dalam tiga fase :
1. Fase pertama berlangsung beberapa jam setelah terjadinya trauma. Dalam fase ini akan terjadi
kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan hiperglikemia.
2. Pada fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen yang negative,
hiperglikemia, dan produksi panas. Fase ini yang terjadi setelah tercapainya perfusi jaringan
dengan baik dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung
beratnya trauma, keadaan kesehatan sebelum terjadi trauma, dan tindakan pertolongan
medisnya.
3. Pada fase ketiga terjadi anabolisme yaitu penumpukan kembali protein dan lemak badan yang
terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang dan oksigenasi
jaringan secar keseluruhan sudah teratasi. Fase ini merupakan proses yang lama tetapi
progresif dan biasanya lebih lama dari fase katabolisme karena isintesis protein hanya bisa
mencapai 35 gr /hari.

D. Manifestasi klinis
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Tidak adanya bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah
6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pada arteri
karotis)
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa. Tanda ini
ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal
14. anda Coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis
15. Tanda Balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika
dilakukan perkusi pada hematoma limfe

E. Klasifikasi Trauma
Berdasarkan Hudak Carolyn 1996:517-534 bahwa klasifikasi dari multi trauma adalah
sebagai berikut :
16. Trauma Tumpul
17. Trauma Penetrasi
18. Trauma Torakik
19. Cedera pada Jantung
20. Trauma Abdomen
21. Trauma Pelvik
22. Trauma pada Ekstremitas
23. Cedera vascular
24. Pemeriksaan Diagnostik

 Trauma Tumpul
a. Diagnostik Peritoneal Lavage
b. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
c. Computed Tomography (CT)
 Trauma Tajam
a. Cedera thorax bagian bawah
b. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL pada luka tusuk
abdomen depan.
c. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple contrast pada
cedera flank maupun punggung.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
a. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul.
b. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga
posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya
udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang
kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan
X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera
thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak
bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk
dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya normal,
pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat
memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto
abdomen tidur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT
d. Koagulasi : PT,PTT
4. MRI
5. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatic
6. CT Scan
7. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax atau
fraktur tulang rusuk VIII-X.
8. Scan limfa
9. Ultrasonogram
10. Peningkatan serum atau amylase urine
11. Peningkatan glucose serum
12. Peningkatan lipase serum
13. DPL (+) untuk amylase
14. Peningkatan WBC
15. Peningkatan amylase serum
16. Elektrolit serum
17. AGD (ENA,2000:49-55)

G. Penatalaksanaan Multi Trauma


Penanganan secara sistematis sangat penting dalam penatalaksanaan pasien dengan trauma.
Perawatan penting yang menjadi prioritas adalah mempertahankan jalan napas, memastikan
pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol pendarahan.
The Trauma Nursing Core Course (TNCC) dan Advanced Trauma Life Support (ATLS)
menggunakan pendekatan primary dan secondary survey. Pendekatan ini berfokus pada
pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam pertama setelah terjadinya trauma. The Trauma
Nursing Core Course (TNCC) dan Advanced Trauma Life Support (ATLS) menggunakan
pendekatan primary dan secondary survey sebagai berikut :
a. Survei Primer (Primary Survey)
Penilaian awal pasien trauma terdiri atas survei primer dan survei sekunder. Pendekatan
ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyediakan metode perawatan individu yang
mengalami multiple trauma secara konsisten dan menjaga tim agar tetap terfokus pada
prioritas perawatan. Masalah-masalah yang mengancam nyawa terkait jalan napas,
pernapasan, sirkulasi, dan status kesadaran pasien diidentifikasi, dievaluasi, serta dilakukan
tindakan dalam hitungan menit sejak datang di unit gawat darurat. Kemungkinan kondisi
mengancam nyawa seperti pneumothoraks, hemotoraks, flail chest, dan pendarahan dapat
dideteksi melalui survei primer. Ketika kondisi yang mengancam nyawa telah diketahui,
maka dapat segera dilakukan intervensi yang sesuai dengan masalah/ kondisi pasien. Pada
survei primer terdapat proses penilaian, intervensi, dan evaluasi yang berkelanjutan.
Komponen survei primer adalah sebagai berikut :
1) A : Airway (Jalan Napas)
Penilaian jalan napas merupakan langkah pertama pada penanganan pasien trauma.
Penilaian jalan napas dilakukan bersamaan dengan menstabilkan leher. Tahan kepala dan
leher pada posisi netral dengan tetap mempertahankan leher dengan menggunakan
servical collar dan meletakkan pasien pada long spine board. Dengarkan suara spontan
yang menandakan pergerakan udara melalui pita suara. Jika tidak ada suara, buka jalan
napas pasien menggunakan chin-lift atau manuver modified jaw-thrust. Periksa orofaring,
jalan napas mungkin terhalang sebagian atau sepenuhnya oleh cairan (darah, saliva,
muntahan) atau serpihan kecil seperti gigi, makanan, atau benda asing. Intervensi sesuai
dengan kebutuhan (suctioning, reposisi) dan kemudian evaluasi kepatenan jalan napas.
Alat-alat untuk mempertahankan jalan napas seperti nasofaring, orofaring, LMA, pipa
trakea, Combitute, atau cricothyrotomy mungkin dibutuhkan untuk membuat dan
mempertahankan kepatenan jalan napas.
2) B : Breathing (Pernapasan)
Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma sering terjadi kegagalan
pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat dari kondisi serius pada status neurologis
pasien. Untuk menilai pernapasan, perhatikan proses respirasi spontan dan catat
kecepatan, kedalaman, serta usaha melakukannya. Periksa dada untuk mengetahui
penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding dada secara
simetris saat respirasi. Selain itu, periksa juga toraks. Pada kasus cedera tertentu misalnya
luka terbuka, flail chest dapat dilihat dengan mudah. Lakukan auskultasi suara
pernapasan bila didapatkan adanya kondisi serius dari pasien. Selalu diasumsikan bahwa
pasien yang tidak tenang atau tidak dapat bekerja sama berada dalam kondisi hipoksia
sampai terbukti sebaliknya.Intervensi selama proses perawatan meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a) Oksigen tambahan untuk semua pasien. Bagi pasien dengan volume tidal yang
cukup, gunakan non-rebreather mask dengan reservoir 10-12 l/menit.
b) Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan. Gunakan bag-valve-mask
untuk mendorong tekanan positif oksigen pada pasien saat kondisi respirasi tidak
efektif. Pertahankan jalan napas efektif dengan intubasi trakea jika diperlukan dan
siapkan ventilator mekanis.
c) Pertahankan posisi pipa trakea. Begitu pasien terintubasi, pastikan posisi pipa benar;
verifikasi ulang bila dibutuhkan. Perhatikan gerakan simetris naik turunnya dinding
dada, auskultasi daerah perut kemudian paru-paru dan perhatikan saturasi oksigen
melalui pulseoximeter.
d) Bila didapatkan trauma toraks, maka perlu tindakan yang serius. Tutup luka dada
selama proses pengisapan, turunkan tekanan pneumotoraks, stabilisasi bagian-bagian
yang flail, dan masukkan pipa dada.
e) Perlu dilakukan penilaian ulang status pernapasan pasien yang meliputi pengukuran
saturasi oksigen dan udara dalam darah (arterial blood gase).

3) C : Circulation (Sirkulasi)
Penilaian primer mengenai status sirkulasi pasien trauma mencakup evaluasi
adanya pendarahan, denyut nadi, dan perfusi.
a) Pendarahan
Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang masif dan tekan langsung
daerah tersebut. Jika memungkinkan, naikkan daerah yang mengalami pendarahan
sampai di atas ketinggian jantung. Kehilangan darah dalam jumlah besar dapat terjadi
di dalam tubuh.
b) Denyut nadi
Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada tidaknya nadi, kualitas, laju, dan
ritme. Denyut nadi mungkin tidak dapat dilihat secara langsung sesudah trauma,
hipotermia, hipovolemia, dan vasokonstriksi pembuluh darah yang disebabkan
respons sistem saraf simpatik yang sangat intens. Raba denyut nadi karotid, radialis,
dan femolar. Sirkulasi dievaluasi melalui auskultasi apikal. Cari suara degupan
jantung yang menandakan adanya penyumbatan perikardial. Mulai dari tindakan
pertolongan dasar sampai dengan lanjut untuk pasien yang tidak teraba denyut
nadinya. Pasien yang mengalami trauma cardiopulmonary memiliki prognosis yang
jelek, terutama setelah terjadi trauma tumpul. Pada populasi pasien trauma, selalu
pertimbangkan tekanan pneumotoraks dan adanya sumbatan pada jantung sebagai
penyebab hilangnya denyut nadi. Kondisi ini dapat kembali normal apabila dilakukan
needle thoracentesis dan pericardiocentesis.
c) Perfusi kulit
Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah, pucat,
sianosis, atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan syok hipovolemik. Cek
warna, suhu kulit, adanya keringat, dan capillary refill.
4) D : Disability (Status Kesadaran)
Tingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan menggunakan mnemonic AVPU.
Sebagai tambahan, cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya.
Pada saat survei primer, penilaian neurologis hanya dilakukan secara singkat. Pasien
yang memiliki risiko hipoglikemi (misal: pasien diabetes) harus dicek kadar gula dalam
darahnya. Apabila didapatkan kondisi hipoglikemi berat, maka diberikan Dekstrose 50%.
Adanya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan pengkajian lebih lanjut pada survei
sekunder. GCS dapat dihitung segera setelah pemeriksaan survei sekunder. Mnemonic
AVPU meliputi: awake (sadar); verbal (berespons terhadap suara/ verbal); pain
(berespons terhadap rangsang nyeri), dan unresponsive (tidak berespons).
5) E : Exposure and Environmental Control (Pemaparan dan Kontrol Lingkungan)
a) Pemaparan (Exposure)
Lepas semua pakaian pasien secara cepat untuk memeriksa cedera, perdarahan,
atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi pasien secara umum, catat kondisi tubuh,
atau adanya bau zat kimia seperti alkohol, bahan bakar, atau urine.
b) Kontrol Lingkungan (Environmental Control)
Pasien harus dilindungi dari hipotermia. Hipotermia penting karena ada
kaitannya dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan koagulopati. Pertahankan atau
kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan pasien dan gunakan lampu
pemanas, selimut, pelindung kepala, sistem penghangat udara, dan berikan cairan IV
hangat.
b. Survei Sekunder (Secondary Survey)
Pada survei sekunder pemeriksaan lengkap mulai dari head to toe. Berbeda dengan
survei primer, dalam pemeriksaan survei sekunder ini apabila didapatkan masalah, maka
tidak diberikan tindakan dengan segera. Hal-hal tersebut dicatat dan diprioritaskan untuk
tindakan selanjutnya. Jika pada saat tertentu, pasien tiba-tiba mengalami masalah jalan napas,
pernapasan atau sirkulasi, maka segera lakukan survei primer dan intervensi sesuai dengan
indikasi. Mnemonic yang digunakan untuk mengingat survei sekunder ialah huruf F ke I.
F : Full Set of Vital Signs, Five Interventions, and Facilitation of Family Presence
(Tanda-tanda vital, 5 intervensi, dan memfasilitasi kehadiran keluarga)
1) Full Set of Vital Signs (TTV)Tanda-tanda vital ini menjadi dasar untuk penilaian
selanjutnya. Pasien yang kemungkinan mengalami trauma dada harus dicatat denyut nadi
radial dan apikalnya; nilai tekanan darah pada kedua lengan. Termasuk suhu dan saturasi
oksigen sebaiknya dilengkapi pada tahap ini, jika belum dilakukan.
2) Five Interventions (5 Intervensi)
Lima intervensi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Pemasangan monitor jantung.
b) Pasang nasogastrik tube atau orogastrik tube (jika ada indikasi).
c) Pasang folley kateter (jika ada indikasi).
d) Pemeriksaan laboratorium meliputi: darah lengkap, kimia darah, urinalysis, urine,
kadar ethanol, toxicologic screens (urine, serum), clotting studies (prothrombin time,
activated partial thromboplastin time, fibrinogen, D dimer) untuk pasien dengan
yang mengalami gangguan koagulopati.
e) Pasang oksimetri.

3) Facilitation of Family Presence (Memfasilitasi Kehadiran Keluarga)


Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan kesempatan untuk bersama
pasien meskipun berada dalam situasi yang mengancam nyawa, tetapi hal ini masih
menjadi hal yang kontroversial sampai sekarang. Berdasarkan kesepakatan Emergency
Nurses Association (ENA), keluarga diberikan kesempatan untuk bersama dengan pasien
selama proses invasif dan resusitasi. Rumah sakit atau klinik yang mengizinkan
kehadiran keluarga pasien harus memiliki standar prosedur tentang bagaimana cara
menenangkan, mendukung, dan memberikan informasi pada anggota keluarga.

4) G : Give Comfort Measures (Memberikan Kenyamanan)


Korban trauma sering mengalami masalah yang terkait dengan kondisi fisik dan
psikologis. Metode farmakologis dan non-farmakologis banyak digunakan untuk
menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter dan perawat yang terlibat dalam tim
trauma harus bisa mengenali keluhan dan melakukan intervensi bila dibutuhkan.

5) H : History and Head-to-Toe Examination


a) Riwayat Pasien (History)Jika pasien sadar dan kooperatif, lakukan pengkajian pada
pasien untuk memperoleh informasi tentang pengobatan, alergi, dan riwayat penyakit
yang bersangkutan. Anggota keluarga pasien bisa juga menjadi sumber untuk
memperoleh data ini. Informasi penting tentang kondisi sebelum sampai di rumah
sakit seperti tempat kejadian, proses cedera, penilaian pasien dan intervensi
didapatkan dari petugas EMS. Untuk mempermudah dalam melakukan pengkajian
yang berkaitan dengan riwayat kejadian pasien, maka dapat digunakan mnemonic
MIVT yaitu mechanism (mekanisme), injuries suspected (dugaan adanya cedera),
vital sign on scene (TTV di tempat kejadian), dan treatment received (perawatan
yang telah diterima).
b) Head-to-toe Examination (Pemeriksaan mulai dari kepala sampai kaki)
 Kepala (Head)
Kepala dilakukan inspeksi secara sistematis dan dinilai adanya luka-luka
yang tampak, perubahan bentuk, dan kondisi kepala yang tidak simetris. Raba
tengkorak untuk mencari fragmen tulang yang tertekan, hematoma, laserasi,
ataupun nyeri. Perhatikan area ekimosis atau perubahan warna. Ekimosis di
belakang telinga atau di daerah periorbital adalah indikasi adanya fraktur
tengkorak basilar (fraktur basis cranii).Berikut adalah intervensi yang dapat
dilakukan:
- Jaga kondisi pasien agar tidak terjadi hipotensi atau hipoksia.
- Manitol dapat diberikan secara IV untuk menurunkan tekanan intrakranial.
- Pasien cedera kepala yang kondisinya terus memburuk, harus
dipertimbangkan pemberian terapi hiperventilasi untuk menurunkan PaCO2
dari 30-35 mmHg.
- Observasi tanda-tanda peningkatan TIK dan persiapkan pasien jika
diperlukan tindakan bedah.
 Muka (Face)
Periksa dan perhatikan apakah terdapat luka paada wajah pasien dan
kondisi wajah yang tidak simetris. Perhatikan adanya cairan yang keluar dari
telinga, mata, hidung, dan mulut. Cairan jernih yang berasal dari hidung dan
telinga diasumsikan sebagai cairan serebrospinal sampai diketahui sebaliknya.
Evaluasi kembali pupil yang meliputi kesimetrisan, respons cahaya, dan
akomodasi mata, serta periksa juga fungsi ketajaman penglihatan. Minta pasien
untuk membuka dan menutup mulut untuk mengetahui adanya malocclusion,
laserasi, gigi hilang atau goyah, dan/atau benda asing.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah
sebagai berikut :
- Scan noncontrast computerized axial tomographic.
- Panoramic radiographic views of the jaw.
- Intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan perawatan luka.
 Leher (Neck)
Periksa kondisi leher pasien dan pastikan pada saat melakukan pengkajian
posisi leher tidak bergerak. Lakukan palpasi dan inspeksi terhadap adanya luka,
jejas, ekimosis, distensi pembuluh darah leher, udara di bawah kulit, dan deviasi
trakea. Arteri karotid juga dapat diauskultasi untuk mencari suara abnormal.
Lakukan palpasi untuk mengetahui perubahan bentuk, kerusakan, lebam, jejas di
tulang belakang. Trauma penetratif pada leher jarang mengakibatkan cedera
tulang belakang. Meski begitu, kerusakan tulang belakang sebaiknya
dipertimbangkan sampai dibuktikan sebaliknya dengan penilaian klinis atau
radiografis.
Empat pengamatan radiografis yang dibutuhkan untuk mendapatkan
gambaran tulang belakang secara utuh adalah sebagai berikut :
- Cross-table lateral (harus tampak C1-T1).
- Anterior-posterior.
- Lateral.
- Open-mouth odontoid.
 Dada (Chest)
Periksa dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan, perubahan
bentuk, trauma penetrasi atau luka lain, lakukan auskultasi jantung dan paru-
paru. Palpasi dada untuk mencari perubahan bentuk, udara di bawah kulit dan
area lebam/jejas.
Diagnosis yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
- Ambil portable chest radiograph jika pasien tidak dapat duduk tegak untuk
sudut posterior-anterior dan lateral.
- Lakukan perekaman ECG 12-lead pada pasien yang diduga atau memiliki
trauma tumpul pada dada.
- Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan BGA jika pasien
menunjukkan distress napas atau telah memakai ventilator mekanik.
 Abdomen (Perut)
Periksa perut untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi, atau onjek
yang menancap. Perhatikan adanya pengeluaran isi perut, auskultasi suara perut
di semua empat kuadran, dan secara lembut palpasi dinding perut untuk
memeriksa adanya kekakuan, nyeri, rebound pain atau guarding.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah
sebagai berikut :
- Periksa FAST (focused abdominal sonography for trauma) yaitu proses
pemeriksaan sonografi pada empat wilayah perut (perikardial, perihepatik,
perisplenik, dan pelvis) digunakan untuk mengidentifikasi cairan
intraperitoneal pada pasien dengan trauma tumpul pada perut.
- Diagnosis peritoneal lavage (jarang digunakan karena sudah tersedia CT-
scan).
- CT scan bagian perut (dilakukan dengan tingakat kontras medium).
- Urutan pemeriksaan radiografis perut atau ginjal-uretra-kandung kemih.
 Pelvis (Panggul)
Periksa panggul untuk mengetahui adanya pendarahan, lebam, jejas,
perubahan bentuk, atau trauma penetrasi. Pada laki-laki, periksa adanya priapism,
sedangkan pada wanita periksa adanya pendarahan. Inspeksi daerah perineum
terhadap adanya darah, feses, atau cedera lain. Pemeriksaan rektum dilakukan
untuk mengukur sphincter tone, adanya darah, dan untuk mengetahui posisi
prostat. Letak prostat pada posisi high-riding, darah pada urinary meatus, atau
adanya scrotal hematoma adalah kontraindikasi untuk dilakukannya kateter
sampai uretrogram retrograde dapat dilakukan. Untuk mengetahui stabilitas
panggul lakukan penekanan secara halus ke arah dalam (menuju midline) pada
iliac crests. Lakukan palpasi pada daerah simfisis pubis jika pasien mengeluh
nyeri atau terdengar adanya gerakan, hentikan pemeriksaan dan lakukan
pemeriksaan X-rays.
 Ekstremitas (Extremity)
Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan bentuk,
dislokasi, ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain. Periksa sensorik-
motorik dan kondisi neurovaskular pada masing-masing ekstremitas. Lakukan
palpasi untuk mengetahui adanya jejas, lebam, krepitasi, dan ketidaknormalan
suhu. Jika ditemukan adanya cedera, periksa ulang status neurovaskular distal
secara teratur dan sistematis.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan X-rays pada ekstremitas yang mengalami gangguan. Intervensi yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
- Balut bidai.
- Perawatan luka.
6) I : Inspect the Posterior Surfaces (Periksa Permukaan Bagian Belakang)
Dengan tetap mempertahankan posisi tulang belakang dalam kondisi netral,
miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa orang anggota tim.
Pemimpin tim menilai keadaan posterior pasien dengan mencari tanda-tanda jejas, lebam,
perubahan warna, atau luka terbuka. Palpasi tulang belakang untuk mencari tonjolan,
perubahan bentuk, pergeseran, atau nyeri. Pemeriksaan rektal dapat dilakukan pada tahap
ini apabila belum dilakukan pada saat pemeriksaan panggul dan pada kesempatan ini juga
bisa digunakan untuk mengambil baju pasien yang berada di bawah tubuh pasien.
Apabila pada pemeriksaan tulang belakang tidak didapatkan adanya kelainan atau
gangguan pada pasien dapat telentang, maka backboard dapat diambil (dengan mengikuti
protokol institusi).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai
berikut :
a) Pemeriksaan X-ray pada tulang belakang (leher, toraks, pinggang).
b) CT scan tulang belakang.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Jaga tulang belakang agar tidak bergeser, sampai pasien sudah normal.
b) Pertimbangkan memberi lapisan atau mengambil papan. Lihat tanda-tanda kerusakan
kulit.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN MULTI TRAUMA

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a. Airway (jalan nafas)
Pemeriksaan jalan napas pada pasien multi trauma merupakan prioritas utama.
Usaha untuk kelancaran jalan nafas harus di lakukan dengan cara clin lift atau jaw thrust
secara manual untuk membuka jalan nafas.
b. Breathing (dan ventilasi)
Semua penderita trauma harus mendapat suplai oksigen yang tinggi kecuali jika
terdapat kontrindikasi terhadap tindakkan ini. Bantuan ventilasi harus dimulai jika usaha
pernapasan inadekuat.
c. Circrulation (sirkulasi)
Jika ada gangguan sirkulasi segera tanggani dengan pemasangan IV line. Dan
tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi,mencatat irama dan ritmenya.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS,dan ukur
reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
2. Pengkajian sekunder
a. Kepala
1) Inspeksi dan palpasi keseluruhan kulit kepala ; hal ini penting karena kulit kepala
biasanya tidak terlihat karena tertutup rambut.
2) Catat adanya pendarahan, laserasi memar, atau hematom.
3) Catat adanya darah atau drainase dari telinga. Inspeksi adanya memar di belakang
telinga.
4) Kaji respons orientasi pasien akan waktu,tempat,dan diri. Observasi bagaimana
pasien merespons pertanyaan dan berinteraksi dengan lingkungan.
5) Catat adanya tremor atau kejang.
b. Wajah
1) Inspeksi dan palpasi tulang wajah.
2) Kaji ukuran pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Catat apakah lensa kontak
terpasang ; jika ya lepaskan
3) Catat adanya darah atau drainase dari telinga, mata, hidung, atau mulut.
4) Observasi bibir, daun telinga, dan ujung kuku terhadap sianosis.
5) Cek adanya gigi yang tanggal.
6) Cek adanya gigi palsu. Jika ada pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran atau
gigi palsu mempengaruhi jalan nafas, lepaskan ; lalu di beri nama dan simpan di
tempat yang aman (lebih baik berikan pada keluarganya).
7) Inspeksi lidah dan mukosa oral terhadap trauma.
c. Leher
1) Observasi adanya bengkak atau deformitas di leher.
2) Cek spinal servikal utuk devormitas dan nyeri pada palpasi. Perhatikan jangan
menggerakkan leher atau kepala pasien dengan kemungkinan trauma leher sampai
fraktur servikal sudah dipastikan.
3) Observasi adanya deviasi trakea.
4) Observasi adanya distensi vena jugularis.
d. Dada
1) Inspeksi dinding dada untuk kualitas dan kedalaman pernafasan dan untuk
kesimetriasan pergerakan. Catat adanya segmen flailchest.
2) Cek adanya fraktur iga dengan melakukan penekanan pada tulang iga pada posisi
lateral, lalu anterior dan posterior ; manufer ini menyebabkan nyeri pada pasien
dengan fraktur iga.
3) Catat keluhan pasien akan nyeri,dispnea,atau sensasi dada terasa berat.
4) Catat memar, pendarahan, luka atau emfisema subkutaneus.
5) Auskultasi paru utuk kualitas dan kesimetrisan bunyi napas.
e. Abdomen
1) Catat adanya distensi, perdarahan, memar, atau abrasi, khususnya di sekitar organ
vital seperti limpa atau hati.
2) Auskultasi abdomen untuk bising usus sebelum mempalpasi mengkaji secara benar.
f. Genetalia dan pelvis
1) Oservasi untuk abrasi, perdarahan, hematoma, edema, atau discharge.
2) Observasi adanya gangguan kemih.
g. Tulang belakang
1) Mulai tempatkan satu tangan di bawah leher pasien. Dengan lembut palpasi
vertebrata. Rasakan adanya deformitas dan catat lokasinya jika terdapat respon nyeri
pada pasien.
2) Perhatian : jangan pernah membalik pasien untuk memeriksa tulang belakang sampai
trauma spinal sudah di pastikan. Jika anda harus membalik pasien (misalnya luka
terbuka) gunakan tehnik log-roll.
3) Catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika mempalpasi sudut costovertebral
melewati ginjal.
h. Ekstremitas
Cek adanya pendarahan ,edema , nyeri ,atau asimetris tulang atau sendi mulai pada
segmen proksimal pada setiap ekstremitas dan palpasi pada bagian distal.

B. DIAGNOSA
1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi, spasium ketiga.
2. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan trauma pulmonal, komplikasi
pernapasan (mis, ARDS), nyeri.
3. Kerusakan integritas jaringan ; yang berhubungan dengan trauma, pembedahan,
prosedur-prosedur invasif, imobilitas.

C. INTERVENSI
1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi, spasium ketiga.
Mempertahankan keseimbangan cairan yang optimal.
a. Penggantian volume sesuai instruksi kristaloid atau koloid.
b. Pertahankan potensi aliran IV : aliran sentral lebih baik.
c. Pantau TD, FJ setiap jam atau sesuai instruksi.
d. Pantau haluaran urine setiap jam.
e. Kaji parameter hemodinamik : TDKP, TVS, curah jantung,
f. Ukur berat badan setiap hari.
g. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
h. Pantau elektrolit, HSD , faktor-faktor koagulasi.
i. Kaji tipe dan jumlah drainase : tandai balutan jika ada indikasi.
j. Jika ada indikasi : siapkan dan pastikan fungsi peralatan autotransfusi.
k. Siapkan untuk pembedahan, sesuai dengan keperluan.

2. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan trauma pulmonal, komplikasi


pernapasan (mis, ARDS), nyeri.
Mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan keseimbangan asam-basa normal.
a. Kaji bunyi paru, pernapasan, suhu tubuh, sensorium, TVS, gas-gas darah venous
arterial dan campuran.
b. Berikan oksigen sesuai dengan keperluan.
c. Berbalik, batuk, napas dalam jika pasien tidak pada ventilasi mekanis.
d. Pertimbangkan tempat tidur rotasi.
e. Pertahankan ventilasi mekanis, sesuai pesanan.
f. Suksion, lavage trakeal sesuai keperluan.
g. Bantu untuk radiografi, bronkoskopi, sesuai keperluan.
h. Dapatkan spesimen kultur, sesuai pesanan.
i. Berikan mukolitik, bronkodilator, sesuai permintaan.
j. Lakukan fisioterapi dada, drainase postural jika tidak ada kontraindikasi.
k. Tingkatkan kontrol nyeri, kaji keefektifannya.
l. Bantu saat klien menjalani blok interkostal atau analgesia epidural.
m. Sedasi sesuai permintaan, untuk meminimalkan kebutuhan oksigen.
n. Pertahankan dan bantu pasien dengan pemasangan selang dada.
o. Siapkan untuk trakeostomi jika diperlukanuntuk ventilasi jangka panjang.

3. Kerusakan integritas jaringan ; yang berhubungan dengan trauma, pembedahan,


prosedur-prosedur invasif, imobilitas.
Mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan keseimbangan asam-basa normal.
a. Kaji penyembuhan luka, kulit, dan integritas jaringan.
b. Putar, ubah posisi setiap 2 jam.
c. Pertimbangkan penggunaan tempat tidur dengan kasur berisi udara.
d. Ganti pembalut, sesuai perintah.
e. Lindungi kulit dari drainase yang mengiritasi.
f. Pantau cairan aspirasi lambung terhadap keasaman atau perdarahan.
g. Berikan antasid, antagonis histamin, sesuai perintah.
h. Tingkatkan nutrisi yang adekuat.

D. IMPLEMENTASI
1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi, spasium ketiga.
a. Menggantian volume sesuai instruksi kristaloid atau koloid.
b. Mertahankan potensi aliran IV : aliran sentral lebih baik.
c. Memantau TD, FJ setiap jam atau sesuai instruksi.
d. Memantau keluaran urine setiap jam.
e. Mengkaji parameter hemodinamik : TDKP, TVS, curah jantung,
f. Mengukur berat badan setiap hari.
g. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
h. Memantau elektrolit, HSD , faktor-faktor koagulasi.
i. Mengkaji tipe dan jumlah drainase : tandai balutan jika ada indikasi.
j. Jika ada indikasi : menyiapkan dan memastikan fungsi peralatan autotransfusi.
k. Menyiapkan untuk pembedahan, sesuai dengan keperluan.

2. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan trauma pulmonal, komplikasi


pernapasan (mis, ARDS), nyeri.
a. Mengkaji bunyi paru, pernapasan, suhu tubuh, sensorium, TVS, gas-gas darah venous
arterial dan campuran.
b. Memberikan oksigen sesuai dengan keperluan.
c. Menganjurkan berbalik, batuk, napas dalam jika pasien tidak pada ventilasi mekanis.
d. Mempertimbangkan tempat tidur rotasi.
e. Mempertahankan ventilasi mekanis, sesuai pesanan.
f. Memberikan suksion, lavage trakeal sesuai keperluan.
g. Membantu untuk radiografi, bronkoskopi, sesuai keperluan.
h. Mendapatkan spesimen kultur, sesuai pesanan.
i. Memberikan mukolitik, bronkodilator, sesuai permintaan.
j. Melakukan fisioterapi dada, drainase postural jika tidak ada kontraindikasi.
k. Meningkatkan kontrol nyeri, kaji keefektifannya.
l. Membantu saat klien menjalani blok interkostal atau analgesia epidural.
m. Memberikan sedasi sesuai permintaan, untuk meminimalkan kebutuhan oksigen.
n. Mempertahankan dan bantu pasien dengan pemasangan selang dada.
o. Menyiapkan untuk trakeostomi jika diperlukanuntuk ventilasi jangka panjang.

3. Kerusakan integritas jaringan ; yang berhubungan dengan trauma, pembedahan, prosedur-


prosedur invasif, imobilitas.
a. Mengkaji penyembuhan luka, kulit, dan integritas jaringan.
b. Memutar, mengubah posisi setiap 2 jam.
c. Mempertimbangkan penggunaan tempat tidur dengan kasur berisi udara.
d. Mengganti pembalut, sesuai perintah.
e. Melindungi kulit dari drainase yang mengiritasi.
f. Memantau cairan aspirasi lambung terhadap keasaman atau perdarahan.
g. Memberikan antasid, antagonis histamin, sesuai perintah.
h. Meningkatkan nutrisi yang adekuat.

E. EVALUASI
1. Dx 1: deficit volume cairan berhubungan dengan hemoragi, spasium ketiga.
a. Kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat
b. Mempertahankan keseimbangan cairan yang optimal
c. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
d. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
e. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

2. Dx 2: kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan trauma pulmonal, komplikasi


pernapasan (mis, ARDS), nyeri.
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c. Mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan keseimbangan asam basah normal
d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).

3. Dx 3: kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan trauma, pembedahan, prosedur-


prosedur invasif, imobilitas.
a. Perfusi jaringan normal
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi
c. Ketebalan dan tekstur jaringan normal
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses berbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera
berulang
e. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
f. Nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan.

BAB 4

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera definisi ini
memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga mempunyai
dampak psikologis dan social. Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul,
atau peluru. Akibat cedera ini dapat menyebabkan cedera muskuloskeletal dan kerusakan
organ. Trauma terjadi dalam 3 fase : Fase pertama berlangsung beberapa jam setelah
terjadinya trauma. Dalam fase ini akan terjadi kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan,
dan hiperglikemia. Pada fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen
yang negative, hiperglikemia, dan produksi panas. Pada fase ketiga terjadi anabolisme yaitu
penumpukan kembali protein dan lemak badan yang terjadi setelah kekurangan cairan dan
infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang dan oksigenasi jaringan secar keseluruhan sudah teratasi.
Penilaian awal pasien trauma terdiri atas survei primer dan survei sekunder. Pada
survei primer terdapat proses penilaian, intervensi, dan evaluasi yang berkelanjutan.
Komponen survei primer adalah sebagai berikut : Airway (jalan napas), Breathing
(pernapasan), Circulation (sirkulasi), D : Disability (defisit neurologis), E : Exposure and
environmental control (pemaparan dan kontrol lingkungan). Pada survei sekunder
pemeriksaan lengkap mulai dari head to toe. dalam pemeriksaan survei sekunder ini apabila
didapatkan masalah, maka tidak diberikan tindakan dengan segera. Hal-hal tersebut dicatat
dan diprioritaskan untuk tindakan selanjutnya. Untuk mengingat survei sekunder ialah huruf
F ke I. F : Full Set of Vital Signs, Five Interventions, and Facilitation of Family Presence
(Tanda-tanda vital, 5 intervensi, dan memfasilitasi kehadiran keluarga).
B. SARAN
Yang harus dilakukan perawat terlebih dahulu saat menangani pasien multi trauma
yaitu mempertahankan jalan napas, memastikan pertukaran udara secara efektif, dan
mengontrol pendarahan. Perawat harus melakukan pendekatan primary dan secondary survey.
Pendekatan ini berfokus pada pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam pertama setelah
terjadinya trauma. Dalam pendekatan primary, perawat melakukan Airway (jalan napas),
Breathing (pernapasan), Circulation (sirkulasi), Disability (defisit neurologis), dan Exposure
and environmental control (pemaparan dan kontrol lingkungan).

DAFTAR PUSTAKA

Eliastam, Michael. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta. EGC

Kartikawati, Dewi. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Salemba Medika

Hudak,Carolyn.1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Edisi 6,Vol 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai