Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN

“FRAKTUR”

Disusun untuk memenuhi tugas praktik gawat darurat RSUD Sidoarjo

HALAMA N JUDUL

Disusun Oleh:

Genta Tri Agustian (201914401018)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES SATRIA BHAKTI NGANJUK

2020/2021
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah yang disusun oleh

Nama : Genta Tri Agustian (201914401018)

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Fraktur

Telah disahkan dan disetujui pada:

Hari :

Tanggal :

Disetujui Oleh:

CI RSUD SIDOARJO

H. Moh( Khoirul
Moh Anam
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini yang

berjudul “Laporan Pendahuluan Appendicitis”.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas

Praktik Keperawatan RSUD Sidoarjo. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk

menambah wawasan bagi pembaca dan penulis.

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberi

dukungan moriil maupun materiil. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan

terima kasih kepada CI pembimbing kami dan tim dosen.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak sangat diharapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat digunakan

sebagaimana mestinya, dan dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Nganjuk, Agustus 2021


Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II KONSEP Medis Fraktur.............................................................................3

A. Pengertian atau Definisi............................................................................3

B. Etiologi......................................................................................................3

C. Klasifikasi..................................................................................................4

D. Patofisiologi...............................................................................................5

E. WOC..........................................................................................................7

F. Manifestasi Klinis......................................................................................8

G. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9

H. Penatalaksanaan.......................................................................................10

I. Komplikasi..............................................................................................11

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................15


A. Pengkajian...............................................................................................15

B. Diagnosa Keperawatan............................................................................27

C. Perencanaan Keperawatan.......................................................................27

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia

kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar

2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat kuranglebih 18 juta orang dengan

angka prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang

dengan angka prevalensi 3,5%. Terjadinya fraktur tersebut termasuk didalamnya

insiden kecelakaan,, cedera olahraga, bencana k ebakaran, bencana alam dan lain

sebagainya (Mardiono, 2010).

Survey kesehatan Nasional mencatat bahwa kasus fraktur pada tahun 2008

menunjukan bahwa prevalensi fraktur secara nasional sekitar 27,7%. Prevalensi

ini khususnya pada laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 dari

51,2% menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu

sebanyak 2% di tahun 2009, pada tahun 2010 menjadi 1,2% (Depkes RI, 2010)

Salah satu ketakutan terbesar pasien fraktur adalah nyeri, untuk itu perawat

perlu memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang terapi non

farmakologi yang bisa membantu pasien dalam menghilangkan atau mengurangi

nyeri antaranya terapi musik. Musik bisa menyentuh individu baik secara fisik,

psikososial, dan spiritual (Campbell, 2006).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan laporan pendahuluan ini, yaitu:

1. Apa definisi dari fraktur?

1
2. Apa etiologi dari fraktur?

3. Apa saja klasifikasi dari fraktur?

4. Bagaimana patofisiologi dari fraktur?

5. Bagaimana WOC dari fraktur?

6. Apa manifestasi klinis dari fraktur?

7. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada fraktur?

8. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur?

9. Apa komplikasi dari farktur?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui definisi fraktur.

2. Untuk mengetahui etiologi fraktur.

3. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur.

4. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur.

5. Untuk mengetahui WOC fraktur..

6. Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur.

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada

fraktur.

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur.

9. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur.

2
BAB II

KONSEP MEDIS FRAKTUR

A. Pengertian atau Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang

rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad, 2012)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,

gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan

Suddarth, 2008).

B. Etiologi

Menurut (Brunner dan Suddarth, 2008), yaitu :

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang

patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang.

2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang

kuat.

3
b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma

minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan

seperti: Tumor tulang (jinak atau ganas), Infeksi seperti osteomyelitis, dan

Rakhitis.

c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) dibagi menjadi beberapa

yaitu :

a. Berdasarkan komplet fraktur :

1) Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya

mengalami pergeseran.

2) Fraktur inkomplet : patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

b. Berdasarkan sifat fraktur :

Fraktur simple/tertutup : tidak menyebabkan robeknya kulit.

Fraktur kompleks/terbuka : merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau

membrane mukosa sampai ke patahan tulang.

Fraktur terbuka digradasi menjadi :

a) Grade I dengan luka bersih, panjangnya ≤ 1 cm.

4
b) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak.

c) Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan yang

paling berat.

c. Berdasarkan bentuk garis patah :

1) Fraktur Greenstick : fraktur salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya

membengkok.

2) Fraktur Tranversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.

3) Fraktur Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

4) Fraktur Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang

D. Patofisiologi

Menurut (Elizabeth, 2009), Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan

biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar

tulang tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera.

Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel

mast terakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area

tersebut. fagositosis dan pembersihan sel dan jaringan mati dimulai.

Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi

sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas akan segera

terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus. Bekuan fibrin segera

direabsorpsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling untuk 20

membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan

5
mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu

sampai beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan

dapat terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak

sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama

kalsifikasi dan pengerasan.

6
E. WOC

7
F. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer, Bare, 2009) adalah nyeri,

hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan

lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang

dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

3. Krepitasi

Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji

krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

4. Pembengkakan dan perubahan warna

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah cedera.

8
5. Fals Moment

Merupakan pergerakan/ bentuk yang salah dari tulang (bengkok).

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), pemeriksaan penunjang fraktur berupa:

1) Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus

mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

 Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

 Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.

 Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera

maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang

normal)

 Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

 Darah rutin,

 Faktor pembekuan darah,

 Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),

 Urinalisa,

 Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren

ginjal).

9
3) Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan

vaskuler akibat fraktur tersebut

H. Penatalaksanaan

Menurut (Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :

1) Reduksi

Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi

memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan rotasional.

Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura ekstremitas distal

(tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan.

Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan

memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur. Reduksi terbuka

biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat & pin, batang

atau sekrup.

Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka.

Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan, angulasi atau

displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan pemberian analgesik.

Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi terbuka

dikamar operasi dengan anestesi umum.Kontra indikasi reposisi tertutup:

 Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi

 Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan

 Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced patellar fracture.

10
2) Imobilisasi.

Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur

sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas

dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia

secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan

kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari berikutnya untuk

menilai neurology dan vascular. Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi

juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang

atau di atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada

penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan memakai

gips/brace.

3) Rehabilitasi

Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama merupakan

masalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan ligamentum

berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai dilepaskan. Dianjurkan

terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta penguatan otot.

I. Komplikasi

Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2009)

1) Komplikasi Awal

11
a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT

menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada

ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan

posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang

tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan

sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya

menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit

karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan

tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan

perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini

terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta

(radius atau ulna).

c. Fat Embolism Syndrom

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.

Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum

tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan

melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh-

pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari

sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental

12
(gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit

ptechie.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena

penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan

adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai

darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur

intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar

atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis

avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,

pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari

rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang

penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang

bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini

biasanya terjadi pada fraktur.

13
g. Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks

tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau

hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat

masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka

tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya,

luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom

kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih

besar

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan

waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena

penurunan supai darah ke tulang.

b. Non union (tak menyatu)

Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.

Kadangkadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor

yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi,

interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella

dan fraktur yang bersifat patologis.

c. Malunion

Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan

deformitas, angulasi atau pergeseran.

14
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan secara individual dan sesuai

dengan masalah dan kebutuhan klien saat ini.

1. Identitas

American Bone Health menyebut, sebagai faktor resiko, usia dan jenis

kelamin merupakan pendorong tersebar terjadinya patah tulang. Wanita

disebut lebih beresiko mengalami patah tulang pada usia lanjut

dibandingan pria. Faktanya, satu dari dua wanita di atas 50 tahun

mengalami patah tulang pada sisa hidupnya. Hal ini bisa terjadi karean

tulang wanita memiliki ukuran lebih kecil dan kepadatan tulangnya pun

lebih rendah dibandingan pria, termasuk saat masih pada usia muda.

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas /

mobilisasi pada daerah fraktur tersebut

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh

trauma/kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan

perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,

bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.

15
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak

sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan

perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis

dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan

menular.

16
3. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk

membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga

meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang

dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol

yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan

olahraga atau tidak

b. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola

nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak

adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan 30 faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

17
c. Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi

walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta

bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri

dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua

pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

d. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal

ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,

pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

e. Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain.

f. Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap.

18
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan

kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya

yang salah (gangguan body image).

h. Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu

juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,

timbul rasa nyeri akibat fraktur.

i. Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan

seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta

rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status

perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

j. Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

19
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

4. Pemeriksaan Fisik

a. keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

b. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

c. Kepala

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

d. Leher

Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflek menelan ada

e. Wajah

Inspeksi : Simetris, terlihat menahan sakit

Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi,

dan tidak ada oedema.

f. Mata

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada gangguan seperti kongjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan)

20
g. Telinga

Inspeksi : Normal, simetris

Palpasi : Tidak ada lesi, dan nyeri tekan

h. Hidung

Inspeksi : Normal, simetris

Palpasi : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung

i. Mulut

Inspeksi : mulut bersih

Palpasi : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

j. Thoraks

Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak bengkak

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Tidak ada ronchi, wheezing

k. Paru.

Inspeksi : Pernafasan meningkat, regular atau tidak tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

Palpasi: Fermitus teraba sama.

Perkusi: Sonor, tidak ada suara tambahan.

Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara

tambahan lainnya.

21
l. Jantung

Inspeksi : tidak tampak iktus jantung

Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak teraba

Auskultasi: suara S1 dan S2 tunggal

m. Abdomen

Inspeksi : simetris,bentuk datar

Palpasi :turgor baik, tidak ada pembesaran hepar.

Perkusi :suara timpani

Auskultasi : peristaltic usus normal ± 20 x/menit

n. Inguinal, genetalia, anus

Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan BAB

22
5. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem
1.

DS Agen pencedera fisik (mis. Nyeri akut

Tanda Mayor : abses, amputasi, terbakar, (SDKI kode D.0077,

1. Mengeluh nyeri terpotong, mengangkat hal 172)

beban, prosedur operasi,


Tanda Minor : -
trauma, latihan fisik
DO
berlebihan)
Tanda Mayor :
(SDKI kode D.0077, hal
1. Tampak meringis
172)
2. Bersikap protektik

(mis. waspada

posisi menghindari

nyeri )

3. Gelisah

4. Frekuensi

meningkat

5. Sulit tidur

Tanda Minor :

1. Tekanan darah

menigkat

2. Pola napas berubah

3. Menarik diri

4. Berfocus pada diri

23
sendiri

(SDKI kode D.0077, hal

172)

2.

DS 1. Kerusakan integritas Gangguan Mobilitas

Tanda Mayor struktur tulang Fisik

1. Pasien mengeluh 2. Gangguan (SDKI hal 124 kode,

sulit menggerakkan muskuloskeletal D.0054)

ekstremitas (SDKI hal 124 kode,

Tanda Minor D.0054)

1. Nyeri saat bergerak

2. Enggan melakukan

pergerakan

3. Merasa cemas saat

bergerak

DO

Tanda Mayor

1. Kekuatan otot

menurun

2. Rentang gerak

menurun

Tanda Minor

1. Sensi kaku

24
2. Gerakan tidak

terkoordinasi

3. Gerakan terbatas

4. Fisik lemah

3.

DS : Imobilitas Intoleransi Aktivitas

Tanda Mayor (SDKI hal 128 kode, (SDKI hal 128 kode,

1. Mengeluh lelah D.0056) D.0056)

Tanda Minor

2. Dispnea

saat/setelah

aktivitas

3. Merasa tidak

nyaman setelah

beraktivitas

4. Merasa lemah

DO

Tanda Mayor

1. Frekuensi jantung

meningkat

>20% dari

kondisi

25
istirahat

Tanda Minor

1. Tekanan darah

berubah >20%

dari kondisi

istirahat

2. Sianosis

26
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (mis. abses,

amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat beban, prosedur operasi,

trauma, latihan fisik berlebihan)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang, gangguan muskuloskeletal

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

C. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional

Keperawatan Kriteria Hasil

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi : - Untuk

Agen pencedera tindakan 1. Identifikasi lokasi, mengetahui

fisik (mis. abses, keperawatan selam karakteristik, keadaan umum

amputasi, 2x24 jam, durasi, pasien

terbakar, diharapkan nyeri frekuensi,kualitas, - Untuk

terpotong, akut dapat membaik intensitas nyeri mengetahui

mengangkat dengan kriteria 2. Identifikasi skala tingkat nyeri

beban, prosedur hasil: nyeri - Untuk

operasi, trauma, 3. Identifikasi mengendalikan


1.Kemampuan
latihan fisik respons nyeri non rasa nyeri
menuntaskan

27
berlebihan) verbal - Untuk tidak
aktivitas
4. Identifikasi faktor memperparah
meningkat (skala
(SDKI hal 172 yang memperberat kedaan pasien
5)
kode D.0077) dan memperingan - Memberikan
2.Keluhan nyeri
nyeri pengetahuan
menurun (skala 5)
5. Identifikasi mengenai
3.Meringis menurun
pengetahuan dan penyebab nyeri
(skala 5)
keyakinan tentang pasien
4.Sikap protektif
nyeri - Untuk
menurun (skala 5)
6. Identifikasi mempercepat
5.Gelisah menurun
pengaruh budaya kesembuhan
(skala 5)
terhadap respon pasien
6.Kesulitan tidur
nyeri
menurun (skala 5)
7. Identifikasi
7.Manarik diri
pengaruh nyeri
menurun (skala 5)
pada kualitas
8.Frekuensi nadi
hidup
membaik (skala 5)
8. Monitor
9.Pola nafas
keberhasilan terapi
membaik (skala 5)
komplomenter
10. Tekanan
yang sudah
darah membaik
diberikan
(skala 5)
9. Monitor efek
11. Proses

28
berfikir membaik samping

(skala 5) penggunakan

12. Fokus analgetik

membaik (skala 5) Terapeutik

13. Fungsi 10. Berikan non

berkemih farmakologis

membaik (skala 5) untuk mengurangi

14. Perilaku rasa nyeri

mmbaik (skala 5) 11. Kontrol

15. Nafsu makan lingkungan yang

membaik (skala 5) memperberat rasa

16. Pola tidur nyeri

membaik (skala 5) 12. Fasilitasi

istirahat dan tidur

SLKI hal 145, 13. Pertimbangkan

kode L.08066 ) jenis dan sumber

nyeri dalam

pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi

14. Jelaskan

penyebab,

periode, dan

29
pemicu nyeri

15. Jelaskan

strategi

meredakan nyeri

16. Anjurkan

memonitor nyeri

secara mandiri

17. Anjurkan

menggunakan

analgetik secara

tepat

18. Ajarkan teknik

non farmakologis

untung

mengurangi rasa

nyeri

Kolaborasi

19. Kolaborasi

pemberian

analgetik, jika

perlu

(SIKI hal 201,

30
kode I.08238)

2.Gangguan Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk

mobilitas fisik tindakan 1. Identifikasi adanya mengetahui

berhubungan keperawatan selam nyeri atau keluhan penyebab dari

dengan 1x24 jam, fisik lainnya gangguan

kerusakan diharapkan 2. Identifikasi mobilitas fisik

integritas gangguan mobilitas toleransi fisik 2. Untuk

struktur tulang, fisik dapat membaik melakukan mengetahui

gangguan dengan kriteria pergerakan aktivitas fisik

muskuloskeletal hasil: 3. Monitor frekuensi yang bisa

1. Pergerakan jantung dan dilakukan klien

(SDKI hal 124 ektremitas tekanan darah 3. Unrtuk

kode, D.0054) meningkat skala 4 sebelum memulai mengetahui

2. Kekuatan otot mobilisasi kesiapan klien

meningkat skala 3 4. Monitor kondisi dalam melakukan

3. Rentang gerak umum selama mobilisasi

(ROM) melakukan 4. Untuk

meningkat skala 3 mobilisasi mengetahui

4. Nyeri menurun Terapeutik kondisi klien

skala 4 5. Fasilitasi aktivitas setelah

5. Kecemasan mobilisasi dengan melakukan

menurun skala 4 alat bantu aktivitas fisik

31
(misalnya : pagar 5. Untuk

(SLKI hal 65 kode, tempat tidur) mempermudah

L.05042) 6. Fasilitasi klien dalam

melakukan mobilisasi dirinya

pergerakan, jika sendiri

perlu 6. Untuk membantu

7. Libatkan keluarga klien dalam

untuk membantu melakukan

pasien dalam pergerakan

meningkatkan 7. Untuk membantu

pergerakan mobilisasi klien

Edukasi 8. Untuk memberi

8. Jelaskan tujuan pengetahuan

dan prosedur kepada klien

mobilisasi tentang

9. Anjurkan mobilisasi

melakukan 9. Untuk

mobilisasi dini mempercepat

10.Ajarkan mobilisasi proses

sederhana yang penyembuhan

harus dilakukan 10. Untuk

(mis. Duduk di membantu

tempat tidur, kekuatan otot

32
duduk disisi klien dan

tempat tidur, meminimalisir

pindah dari tempat rentang gerak

tidur ke kursi)

(SIKI hal 30 kode,

I.05173)

3. Intoleransi Setelah dilakukan Identifikasi 1. Untuk

aktivitas tindakan 1. Identifikasi mengetahui

berhubungan keperawatan selam gangguan fungsi penyebab

dengan 1x24 jam, tubuh yang terjadinya

imobilitas diharapkan mengakibatkan keletihan

intoleransi aktivitas kelelahan 2. Untuk

(SDKI hal 128 dapat membaik 2. Monitor mengetahui

kode, D.0056) dengan kriteria kelemahan fisik kelemahan fisik

hasil: dan emosional dan emosional

1. Frekuensi nadi 3. Monitor pola dan klien

meningkat skala 4 jam tidur 3. Untuk

2. Saturasi oksigen 4. Monitor lokasi mengetahui pola

meningkat skala 4 dan dan jam tidur

3. Kemudahan ketidaknyamanan klien

dalam melakukan selama melakukan 4. Untuk

aktivitas sehari- aktivitas mengetahui

33
hari Terapeutik lokasi

meningkat .skala 5. Sediakan ketidaknyamanan

3 lingkungan pasien dalam

4. Keluhan lelah nyaman dan bergerak

menurun skala 4 rendah stimulus 5. Untuk membatu

(mis. Cahaya, kenyamanan

(SLKI hal 149 suara, kunjungan) pasien dalam

kode, L.05032) 6. Lakukan rentang beraktivitas

gerak aktif atau 6. Untuk

pasif meningkatkan

7. Berikan aktivitas kekuatan otot

distraksi yang 7. Untuk membuat

menyenangkan klien senang saat

8. Fasilitasi duduk di beraktivitas

sisi tempat tidur, 8. Untuk membantu

jika tidak dapat klien dalam

berpindah atau berpindah tempat

berjalan 9. Untuk

Edukasi meminimalkan

9. Anjurkan tirah fungsi semua

baring sistem organ

10.Anjurkan pasien

melakukan 10. Untuk

34
aktivitas secara mempermudah

bertahap proses

11.Anjurkan penyembuhan

menhubungi 11. Untuk

perawat, jika tanda mendapatkan

dan gejala tindakan lanjutan

kelelahan tidak 12. Untuk

berkurang mempercepat

12.Ajarkan strategi mengurangi

koping untuk kelelahan

mengurangi 13. Untuk

kelelahan menentukan

Kolaborasi asupan makanan

13.Kolaborasi dengan yang tepat

ahli gizi tentang kepada klien

cara meningkatkan

asupan makanan

(SIKI hal 176 kode,

I.05178)

35
BAB IV

KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,

gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan

Suddarth, 2008).

Menurut (Brunner dan Suddarth, 2008), penyebab dari yaitu :

1. Cedera traumatic

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang

patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang.

b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan.

c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang

kuat.

2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma

minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan

seperti: Tumor tulang (jinak atau ganas), Infeksi seperti osteomyelitis, dan

Rakhitis.

3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya

pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

36
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doenges, E. M, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan), Edisi 3,

Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1

Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1

Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1

Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

37

Anda mungkin juga menyukai