Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FRAKTUR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gadar

Dosen Pengampu : Bu Filia Icha Sukamto, S.kep.,Ns.,M.Kep.

Disusun oleh :

Anggra S. Lia H. Syifa A. Silvia A.


Ahmad Ghalib
(17613076) (17613058) (17613083) (17613088)
(17613066)
Yopi K. Ririn W. Fajriah Dewi Laylatul Dewi
Eko Aditya
(17613086) (17613055) (17613080) (17613068)
(17613040)
Alvi O. M. Uswatun K. Almas N. Evita W.
Prihandoyo S.
(17613064) (17613051) (17613063) (17613044)
(17613046)
Anisa P. S. Elsa R.
Muammar R. Camelia M.
(17613069) (17613048)
(17613052) (17613060)

DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2019

I
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, dan
Hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah
Keperawatan Gadar yang diberi judul FRAKTUR dengan lancar. Sholawat serta salam
semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari dalam
penulisan makalah pancasila ini ada beberapa pihak yang membantu dengan tulus. Untuk itu
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak trimaksih yang sebesar – basarnya
kepada:

1. Bapak Dr. H. Sulton M,Si selaku rektor Unversitas Muhammadiyah Ponrogo yang
telah mendukug pembutan makalah ini.
2. Bapak Sulistyo Andarmoyo,S.Kep,Ns.M.Kep. Selaku dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan.
3. Ibu Rika Mayasri selaku dosen wali D-3 KEPERAWATAN 2B
4. Ibu Ririn Filia Icha Sukamto, S.Kep,Ns.M.Kep. selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Gadar.
5. Kedua Orang Tua kami yang senantiasa selalu mendukung kami.
6. Rekan-rekan kelas D-3 KEPERAWATAN 2B yang telah membantu kegiatan
tersebut.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari penulisan makalah ini. Oleh karena
itu penulis mengharapkan banyak kritik maupun saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan untuk siapapun yang membaca makalah ini
dan mempelajarinya.

Ponorogo, 10 April 2019

Penulis

II
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ II

DAFTAR ISI......................................................................................................................... III

BAB I ........................................................................................................................................ 5

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 5

1.2 Rumusan masalah ..................................................................................................... 5

1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 6

BAB II ...................................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 7

2.1 Definisi ....................................................................................................................... 7

2.2 Etiologi ...................................................................................................................... 7

2.3 Klasifikasi Fraktur ................................................................................................... 8

2.4 Patofisiologi ............................................................................................................... 9

2.5 Manifestasi Klinis ................................................................................................... 10

2.6 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 11

2.7 Penatalaksanaan ..................................................................................................... 12

2.8 Pencegahan fraktur dengan menggunakan traksi ............................................... 13

2.9 WOC ........................................................................................................................ 14

BAB III................................................................................................................................... 15

PENUTUP .............................................................................................................................. 15

III
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 15

3.2 Saran ........................................................................................................................ 15

Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 16

IV
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf


halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi
masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan
penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang
tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu
lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan
kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau
disebut fraktur.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya
keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan
kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Penanganan segera pada klien
yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah
salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif
(Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal,
traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363). Untuk dalam makalah ini
kelompok kami akan membahas tentang fraktur.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi dari fraktur?


2. Bagaimana etiologi dari fraktur?
3. Apa saja klasifikasi dari fraktur?
4. Bagaimana patofisiologi dari fraktur?
5. Apa saja manisfestasi klinis dari fraktur?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur ?

5
8. Apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah fraktur?
9. Bagaimana WOC dari fraktur ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi fraktur.


2. Untuk mengetahui etiologi dari fraktur.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur
5. Untuk mengetahui manisfestasi klinis dari fraktur
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur
8. Untuk mengetahui hal-hal yang dilakukan untuk pencegahan fraktur
9. Untuk mengetahui WOC dari fraktur

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya
tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai
dengan perlukaan jaringan sekitarnya. (Brunner dan Suddrat). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
(Price & Wilson, 2006).
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan. ( Oswari, 2000: 144).
Fraktur tebuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi. (Sjamsuhidajat, 2007: 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bias terjadi akibat
trauma langsung dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam syok. (FKUI, 2005:543). Ada 2 tipe dari fraktur femur yaitu
fraktur intrakapsuler dan fraktur ekstrakapsuler.

2.2 Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.

7
c. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambatingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata
atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

2.3 Klasifikasi Fraktur

a. Klasifikasi etiologis
1. Fraktur traumatik
2. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi,tumor,kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan
3. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan
pada anggota gerak atas.
b. Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit
3. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi
tulang
c. Klasifikasi radiologis
1. Lokalisasi : diafisal, metafisal, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi : F. Transfersal, F. Oblik, F. Spiral, F. Z, F. Segmental, F. Komunitif
(lebih dari deaf ragmen), F. baji biasa pada vetebra karena trauma, F. avulse, F.
depresi, F. pecah , F. epifisis
3. Menurut ekstensi : F. total , F. tidak total, F. buckle atau torus, F. garis rambut, F.
green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak bergeser,
bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over riding, impaksi)
d. Fraktur dapat di kategorikan berdasarkan :
1. Jumlah Garis

8
a. Simple fraktur : Terdapat satu garis fraktur
b. Multiple fraktur : Lebih dari satu garis fraktur
c. Comminutive fraktur : Lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi
fragmen kecil

2. Luas Garis Fraktur


a. Fraktur inkomplit : Tulang tidak terpotong secara total
b. Fraktur komplikasi : Tulang terpotong total
c. Hair line fraktur : Garis fraktur tidak tampak

3. Bentuk Fragmen
a. Green stick : Retak pada sebelah sisi dari tulang (sering pada anak-
anak)
b. Fraktur Transversal : Fraktur fragmen melintang
c. Fraktur Obligue : Fraktur fragmen miring
d. Fraktur Spiral : Fraktur fragmen melingkar
Daftar Pustaka : Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardhi.2015.Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc
Edisi Revisi Jilid 2.Yogyakarta.Mediaction Jogja.

2.4 Patofisiologi

Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah
tulang, akan terjadikerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan
lunak. Akibat dari hal tersebutadalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan
sekitarnya. Keadaan ini menimbulkanhematom pada kanal medulla antara tepi tulang
dibawah periostium dengan jaringan tulang yangmengatasi fraktur. Terjadinya respon
inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai denganvasodilatasi dari
plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan
prosespenyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal
penyembuhan tulang.Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sumsum tulang yang kemudianmerangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yangmensuplai organ-organ

9
yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkantekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan
proteinplasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema.
Edema yang terbentukakan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa
menyebabkan syndroma comportement.

Menurut Kisner, saat terjadi gangguan pada jaringan lunak baik akibat cedera mekanis
(termasuk pasca operasi) maupun iritasi kimia, memiliki respon sel dan vaskuler yang
sama. Kisner membagi respon tersebut menjadi tiga tahap, yaitu :

1. Acute stage Tahap ini biasanya terjadi 4-6 hari. Pada tahap ini terjadi bengkak, nyeri
saat istirahat dan kehilangan fungsi. Nyeri yang timbul diakibatkan oleh teriritasinya
saraf oleh cairan kimia lokal didaerah cedera (oedem). Saat adanya gerakan, nyeri akan
timbul dan menyebabkan pasien cenderung menahan atau membatasi gerakan. Apabila
hal ini terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama akan megakibatkan perunan
aktifitas otot dan kekakuan sendi.

2. Subacute stage Pada tahap ini sudah terjadi penurunan nyeri progresif. Nyeri saat
adanya gerakan sudah berkurang atau nyeri timbul saat adanya gerakan maksimal. Pada
tahap ini terjadi kelemahan otot akibat dari tahap sebelumnya dan mengakibatkan
keterbatasan fungsional. Tahap ini biasanya berlangsung selama 10-17 hari.

3. Chronic stage Pada tahap ini tanda-tanda peradangan sudah tidak lagi muncul.
Keterbatasan gerak masih terjadi akibat dari adanya kontraktur atau adhesi serta adanya
kelemahan otot yang menyebabkan keterbatasan fungsional. Selain kelemahan otot,
penyebab dari terjadinya 18 keterbatasan fungsional juga dikarenakan oleh daya tahan
otot yang berlangsung 6bulan-1tahun tergantung tingkat kerusakan dari jaringannya
(Kisner & Colby, 2007)

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,

10
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas,
ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera
(Smelzter dan Bare, 2002).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. X-ray : Menentukan lokasi/ luasnya fraktur


b. Scan tulang, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
d. Hitung Darah Lengkap : hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun pada perdarahan bermakna pada sisi fraktur; peningkatan leukosit sebagai
respon terhadap peradangan
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfuse darah jika
ada kehilangan darah yang bemakna akibat cedera atau pembedahan

11
g. Peningkatan jumlah SDP (leukositosis) adalah respon stress normal setelah trauma

2.7 Penatalaksanaan

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak .

a. Penatalaksaan konservatif merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar


immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi

1. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk


mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling(mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah

2. Immobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan


plaster of paris(gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan

3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi eksterna menggunakan gips.


Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur , penggunaan
gips untuk immobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini

4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai tujuan yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi

b. Penatalaksanaan pembedahan

1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire(
kawat kirschner) , misalnya pada fraktur jari

2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Orif Reduction Internal Fixtation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada daerah fraktur ,

12
kemudian melakukan implant pin , kawat , sekrup, palt , paku atau batangan logam
pada tulang yang patah yang digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang yang
posisinya sampai penyembuhan tulang.

2.8 Pencegahan fraktur dengan menggunakan traksi

Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi
fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua
permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka
untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan
traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).

13
2.9 WOC

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya
tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai dengan
perlukaan jaringan sekitarnya. (Brunner dan Suddrat). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price &
Wilson, 2006).

Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

3.2 Saran

Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat memahami
tentang gejala, penyebab fraktur sehingga dapat membuat kita lebih hati-hati dalam bekerja
ataupun melakukan aktifitas sehari-hari serta dapat membantu pasien fraktur .

15
Daftar Pustaka
Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardhi.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2.Yogyakarta.Mediaction Jogja.

http://orthopediic.blogspot.com/2016/12/penatalaksanaan-fraktur.html?m=1. Diakses pada


rabu, 10 April 2019 pukul 18.20 WIB

http://www.academia.edu/33846364/LP_Fraktur_Femur diakses pada rabu, 10 April 2019


pukul 19.06 WIB

https://www.scribd.com/doc/86282846/PATOFISIOLOGI-fraktur-tulang diakses pada


rabu,10 April 2019 pukul 19.10 WIB

16

Anda mungkin juga menyukai