Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

Dosen pengampuh :
Juliawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun oleh :
Grace Kristin Marrang (20170811024025)
Lusia Aprillia Wio (20170811024001)

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat, dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Trauma
Muskuloskeletal”

Selama proses penyusunan makalah ini, penulis tidak terlepas dari kesulitan baik secara materi
maupun pengumpulan data. Penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari semua
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dalam proses pembelajaran ini banyak sekali kekurangan dan
kesalahan baik secara teknis maupun non teknis, oleh karena itu penulis dengan lapang dada dan
tangan terbuka menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan
selanjutnya.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca
lain. Terimakasih untuk semua kritikan dan saran yang telah diberikan. Semoga Tuhan YME
melimpahkan rahmat dan kemudahan kepada kita semua.

Jayapura, 11 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2. Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS......................................................................................................3

2.1. TRAUMA MUSKULOSKELETAL................................................................................3

2.2. PENGKAJIAN AWAL.....................................................................................................3

2.3. PERAWATAN GAWAT DARURAT PADA EKSTREMITAS YANG CEDERA.......7

2.4. CEDERA MUSKULOSKELETAL AKUT....................................................................10

BAB III..........................................................................................................................................26

PENUTUP.....................................................................................................................................26

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................26

3.2. Saran................................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun
(Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai
berikut : biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma, resiko
kematian yang tinggi, prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja, dan
kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawat/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma
muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan suatu
trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan
penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih
besar.
Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering
terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut :
1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%).
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang
belakang bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta pembuluh-pembuluh darah besar.
Kebanyakan klien tidak dapat ditolong an meninggal ditempat.
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).
Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks,
robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta fraktur multipel dengan resimo besar
akibat perdarahan yang masif.
Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan
penanggulangan trauma yang memadai.
3. Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah taruma (15%). Kematian
biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran perawat dalam

1
membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan organ dan reaksi
sepsis dapat dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang
tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya
dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling
sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

1.2. Tujuan
1. Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat keadaan yang mengancam nyawa.

2. Melakukan tindakan penyalamatan jiwa (life saving) pada pasien trauma berdasarkan

prioritas.

3. Menerapkan konsep penilaian dan pengelolaan awal pada pasien trauma.

4. Mengenali dan menangani kegawat daruratan pada jalan napas (Airway) dan pernapasan

(Breathing).

5. Mengenali dan menangani bila pasien mengalami tanda syok karena perdarahan

(circulation).

6. Menilai tingkat kesadaran / status neurologis.

7. Mengenali dan menagani trauma Muskuloskletal pada pasien.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. TRAUMA MUSKULOSKELETAL


Trauma pada tulang skeletal dapat menyebabkan nyeri, mempengaruhi aktivitas
seseorang untuk beraktivitas sehari-hari, dan pada beberapa kasus dapat mengancam jiwa atau
menyebabkan kecacatan. Tujuan perawatan pada pasien trauma adalah untuk menyelamatkan
kehidupan, mempertahankan fungsi dan mencegah disability jangka panjang. Semua pasien
harus mendapat pengkajian primer untuk menyingkirkan masalah pada airway, breathing,
circulation dan disability sebelum terfokus pada kondisi cedera spesifik yang terjadi. Lihat
Bab 43, untuk gambaran pengkajian primer pasien trauma. Tujuan bab ini adalah memberikan
gambaran pengkajian primer dan spesifik serta penanganan gawat darurat pada cedera
musculoskeletal.

2.2. PENGKAJIAN AWAL


2.2.1 Berfokus pada riwayat

 Riwayat membantu penyedia layanan kesehatan melakukan penilaian yang


lebih menyeluruh dengan mengikuti aturan umum seperti tercantum di bawah
ini. Selalu periksa sendi atas dan di bawah cedera yang jelas terlihat.
 Minta pasien untuk mengidentifikasi area nyeri, perubahan fungsi saraf, dan
hilangnya fungsi motorik.
 Mekanisme cedera digunakan untuk mengarahkan penilaian primer dan
sekunder. Hal ini penting untuk membedakan energy kekuatan rendah
(misalnya, jatuh dari tingkat ketinggian 1)ndari energy kekuatan tinggi
(misalnya, tabrakan kendaraan bermotor crash, jatuh terplanting, tembakan
kecepatan tinggi). selanjutnya, kekuatan yang mempengaruhi titik yang terkena
dapat ditransmisikan ke struktur distal dan menghasilkan beberapa pola luka
yang berbeda.

3
2.2.2 Inspeksi

periksa penampilan umum, deformitas, dan gerak ekstremitas yang cedera.

 Tanda-tanda kulit pada cedera musculoskeletal meliputi ekimosis, pucat, warna


kehitaman, edema, dan terdapat luka terbuka jaringan lunak.
 Selalu memeriksa sendi pada bagian atas dan bawah bagian yang cedera.
 Perhatikan deformitas yang jelas terlihat seperti perubahan ukuran, bentuk, atau
kesejajaran. Hal tersebut akan membantu dalam membandingkan ekstremitas
yang cedera dengan ekstremitas yang btidak cedera. Observasi posisi tangan
pasien dengan cedera tangan telapak terbuka dan perhatikan apakah jari-jari fleksi
secara perlahan. Jika salah satu jari tetap ekstensi, dicurigai adanya cedera pada
tendon-tendon.
 Kehilangan rentang gerak dan tanda dan gejala yang tidak tampak yang mengarah
adanya cedera ekstremitas termasuk pasien yang menopang atau ragu-ragu untuk
memindahkan ekstremitas (misalnya, pincang, memegang bagian yang cedera).

Pedoman berikut ini dapat digunakan untuk memandu perawat triase dalam
menentukan perlunya radiografi ankle atau lutut.
 Ottawa ankle rules
 Nyeri tekan pada palpasi di (posterior) ujung maleolus lateral
 Nyeri tekan pada palpasi di (posterior) ujung maleolus medial
 Ketidakmampuan untuk menanggung berat badan (empat langkah)
pada saat cedera atau saat pemeriksaan fisik
 Pittsburgh knee rule
 Trauma tumpul atau jatuh sebagai mekanisme cedera ditambah
salah satu dari berikut :
- Usia lebih muda dari 12 tahun atau lebih tua dari 50 tahun.
- Ketidakmampuan untuk berjalan empat langkah dengan
menahan beban tubuh di IGD

2.2.3 Palpasi
 Tentukan suhu kulit, yang merupakan perkiraan kasar dari perfusi ateri.
Bandingkan ekstremitas cedera pada ekstremitas yang tidak cedera.

4
 Letakkan ekstremitas sepanjang rentang gerak aktif. Periksa kekuatan motorik
bagian distal cedera, beri ratinjg dalam skala obyektif dan membandingkannya
dengan sisi yang tidak cedera. Hal ini memungkinkan lebih konsistennya antar
para penilai pengkajian dan memudahkan identifikasi perubahan yang tidak dapat
terlihat
 Palpasi adanya nyeri tekan atau krepitasi tungkai atau sendi.
 Kaji ketidakstabilan ekstremitas atau sendi

2.2.4 Pengkajian Status Neurovaskular


Pembuluh darah perifer besar dan saraf cenderung berada di dekat tulang dan
berbagi ruang bersama dengan struktur lainnya. Oleh karena itu cedera ekstremitas dapat
mempengaruhi struktur tersebut, lakukan evaluasi status neurovascular bagian distal
dengan hati-hati, tidak hanya untuk melindungi pasien tetapi juga untuk mengurangi
keterbatasan. Dokumentasikan “Status keutuhan neurovascular” pada grafik pasien
sebagai bukti medis-legal yang menunjukkan fungsi neurovascular pasien telah dikaji dan
keutuhan atau tidak adanya kerusakan pada saat masuk. Menurunnya neurovascular yang
diidentifikasikasi setelah dokumentasi dapat dianggap terjadi saat pasien telah berada di
bawah perawatan.
 Kaji fungsi neurovascular pada saat masuk rumah sakit, setelah manipulasi, ketika
bagian yang cedera terimobilisasi, dan pada jarak/interval sampai setelah
pembengkakan minimal.
 Periksa kemampuan pasien untuk merasakan sentuhan halus di ekstremitas yang
terluka. Mungkin perlu untuk memeriksa perbedaan dua titik. Kaji respons
terhadap rasa sakit jika pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran.
 Penilaian meliputi memeriksa dan meraba bagian yang terlibat. Temuan
signifikan dikemal sebagai Enam P :
 Pain/nyeri dapat dihasilkan akibat cedera awal atau komplikasi yang
menyebabkan gangguan saraf atau vascular. Minta pasien untuk
menggambarkan nyeri (misalnya, terbakar, berdenyut, teriris), apakah local
(“nyeri tekan”) atau lebih umum, dan untuk menilai keparahan pada skala
seperti 0-10 (10 menjadi terburuk). Penilaian serial membantu

5
mengidentifikasi penyebab potensial, perubahan yang signifikan, dan respons
terhadap intervensi. Lihat Bab 12, untuk diskusi lebih lanjut mengenai rasa
sakit dan manajemen nyeri.
 Tidak adanya pulse/pulsasi di ekstremitas yang cedera atau sendi merupakan
komplikasi yang serius dan harus diidentifikasi segera. Pulsasi bagian distal
cedera harus di palpasi untuk mengetahui kekuatan dan kualitas. Jika tidak
dapat meraba nadi, alat USG (misalnya, Doppler) dapat digunakan untuk
auskultasi diatas pembuluh nadi. Cedera yang menyebabkan angulasi berat
atau gangguan neurovascular distal perlu untuk ditangani segera untuk
mencegah komplikasi iskemik.
 Pallor/Pucat mencerminkan pemeriksaan cepat untuk perfusi kulit, pucat,
kulit dingin dapat merupakan hasil dari aliran arteri yang terhambat atau
vasokonstriksi kapiler. Pemeriksaan blanch test dapat dilakukan untuk
memeriksa status perfusi (tekan pada distal daerah cedera dan hitung sampai
warna kulit kembali). Pengisian yang normal harus terjadi dalam waktu
kurang dari dua detik. Pemeriksaan blanch test untuk pengisian kapiler adalah
perkiraan kasar karena factor-faktor lain, seperti suhu lingkungan, penggunaan
obat-obatan vasokonstriksi, dan kompres es, dapat mempengaruhi waktu
pengisian kapiler.
 Paresthesias mengindikasikan respons saraf sensorik yang abnormal, seperti
kesemutan. Terbakar, atau mati rasa. Saraf perifer utama mempersarafi
ekstremitas baik itu impuls sensorik maupun motorik. Kerusakan dapat terjadi
pada seluruh saraf atau sebagian saraf. Oleh karena itu penting untuk
mengevaluasi kedua fungsi motorik dan sensorik untuk mengidentifikasi atau
menyingkirkan adanya cedera saraf. Tabel 39-1 berisi daftar fungsi saraf
perifer, bagaimana menilai fungsi tersebut, dan mekanisme umum dari cedera.
 Paralysis/kelumpuhan mengacu pada hilangnya fungsi motorik volunter dan
mungkin disebabkan oleh cedera saraf atau akibat pasien menahan nyeri di
ekstremitas. Setiap penurunan aktivitas motorik di ekstremitas yang cedera
perlu dikaji secara hati-hati dinilai untuk menilai cedera saraf yang potensial
terjadi.

6
 Pressure/tekanan atau rasa tegang pada ekstremitas saat palpasi bisa menjadi
indikasi sindrom kompartemen atau kejang otot.

GhEvaluasi kembali status neurovascular setelah reposisi atau imobilisasi pada


eksekstremitas yang cedera.

2.2.5 Pertimbangan pada Usia-Spesifik


Pasien dengan usia ekstrem dapat menunjukkan lebih banyak tantangan dalam diagnosis
dan penanganan cedera musculoskeletal.
 Tulang anak-anak muda lebih banyak mengandung kartilago dan cenderung
menahan fraktur yang tidak memanjang sepanjang korteks tulang. Pertumbuhan
piring epifisial, yang terletak diujung tulang panjang, bagian tersebut tetap
terbuka sampai setelah pubertas dan merupakan area yang paling lemah. Patah
tulang di daerah-daerah dapat menghambat penyembuhan dan pertumbuhan
tulang berikutnya.
 Pasien geriatric rentan terhadap cedera karena osteoporosis, penurunan massa otot
untuk melindungi mereka ketika jatuh, dan keterbatasan mobilitas karena penyakit
sendi. Geriatric cenderung membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama
dan memiliki kemampuan fisiologis yang lebih rendah untuk bertahan dari
kehilangan darah akut atau imobilisasi berkepanjangan.

2.3. PERAWATAN GAWAT DARURAT PADA EKSTREMITAS YANG CEDERA


2.3.1 Pembidaian
Setelah memastikan tidak terdapat komplikasi yang mengancam jiwa dan kecacatan,
lakukan imobilisasi.

TABEL 39-1 FUNGSI SARAF PERIFER, CARA MELAKUKAN PENGKAJIAN


FUNGSI DAN MEKANISME UMUM CEDERA

7
DISTRIBUSI SENSORI :
SARAF PENGKAJIAN MEKANISME
TEMPAT MELAKUKAN
PERIFER FUNGSI MOTORIK UMUM CEDERA
CEK SENSASI
Pergelangan tangan
dan jari ekstensor; Tangan bagian dorsal dari
Fraktur humeri,
Radial minta pasien untuk ibu jari sampai bagian tengah
siku, radius distal
mengekstensikan jari manis
jempol
Telapak tangan dari tengah Dislokasi siku,
Bandingkan ibu jari
Median ibu jari sampai pertengahan cedera pergelangan
dengan jari lainnya
jari manis, tangan atau lengan
Inervasi otot intrinsic
tangan; minta pasien Inervasi punggung tangan
Fraktur epicondilus
Ulnar untuk menggerakkan pada tengah jari manis dan
humeri medial
jari kea rah luar jari kelingking
(abduksi)
Dorsofleksor kaki dan
Fraktur fibula,
Peroneal ibu jari; kelemahan
Ruang diantara ibu jari dan trauma langsung
(bagian saraf atau ketidakmampuan
jari telunjuk kaki pada bagian di
sciatic) Dalam kaki untuk fleksi ke
dekat ujung fibula
atas
Everter kaki
(pergerakkan kaki
Sensori area lateral kaki
kedalam atau keluar);
Superficial bagian bawah dan telapak
kelemahan atau
kaki bagian dorsal
ketidakmampuan kaki
untuk abduksi
Fraktur atau cedera
lain ke bagian
belakang lutut kaki
Kelemahan atau
bagian bawah,
ketidakmampuan Mempersarafi otot dan kulit
Tibia (bagian trauma langsung,
untuk mendorong betis dan telapak kaki, dan
saraf sciatic) tekanan
telapak kak ke bawah jari-jari kaki
berkepanjangan
(plantar fleksi)
pada saraf, dan
penekanan pada
saraf

8
Ekstremitas yang cedera untuk mengurangi kehilangan darah, nyeri, dan potensi untuk cedera
lebih lanjut. Prinsip bidai sebagai berikut ini :
 Ikuti aturan “bidai bagian yang cedera apa adanya, sesuai kondisi saat itu.” Tidak perlu
untuk meluruskan kembali ekstremitas kecuali terdapat angulasi berat yang
mengganggu sirkulasi atau mempersulit pembidaian.
 Pastikan bahwa sendi di atas dan di bawah cedera juga terimobilisasi.
 Bidai harus dilapisi dengan baik dan aman untuk ekstremitas. Karena ekstremitas yang
cedera cenderung terus membengkak, maka periksa dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan sirkulasi bagian distal setelah di bidai.

2.3.2 Edema
Edema merupakan respons fisiologis terhadap cedera dan dapat meningkat saat jaringan
kehilangan darah. Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi pembengkakan dan rasa
sakit yang terkait dengan cedera, meliputi :
 Tinggikan ekstremitas yang terkena.
 Beri kompres es, jangan memberikan kompres langsung ke kulit.
 Lepas barng-barang yang akan menjadi menyempit saat terjadi pembengkakan, seperti
pakaian ketat, cincin, perhiasan, sepatu atau boot dan peralatan olahraga.

2.3.3 Manajemen Nyeri


 Obat biasanya dibutuhkan untuk mengatasi nyeri saat pembidaian dan mengontrol
edema pada pasien dengan cedera musculoskeletal. Lihat Bab 12, untuk informasi
lebih lanjut.
 Prosedur sedasi mungkin diperlukan untuk melakukan reduksi pada cedera dislokasi.
Lihat Bab 15, untuk informasi lebih lanjut.

9
2.4. CEDERA MUSKULOSKELETAL AKUT
System musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, ligament, tendon dan tulang rawan.
Setiap bagian dari system dapat terluka hanya satu bagian tersebut saja atau bisa bersamaan
dengan struktur lainnya. Bagian ini akan menjelaskan jenis cedera yang umum ditemui di unit
gawat darurat.

2.4.1 Fraktur
Jenis fraktur.
Gambar 39-1 dan Tabel 39-2 mengilustrasikan berbagai jenis patah tulang. Jenis fraktur yang
terjadi merupakan hasil dari mekanisme cedera dan karakteristik pasien. Factor spesifik pasien
yang dapat mempengaruhi struktur dan komposisi tulang adalah sebagai berikut :
 Pertumbuhan dan perkembangan yang normal
 Asupan gizi
 Trauma berulang
 Perubahan hormonal
 Proses penyakit
Dengan mempertimbangkan karakteristik pasien dan mekanisme cedera, dapat
memperkirakan pola fraktur dan membantu tenaga kesehatan untuk melakukan pengkajian
secara focus.

Fraktur Terbuka Versus Fraktur Tertutup


Fraktur diklasifikasikan berdasarkan kerusakan jaringan disekitarnya.
 Jika kulit tetap utuh, fraktur diklasifikasikan sebagai fraktur tertutup atau sederhana.
 Jika terdapat luka terbuka yang berhubungan langsung pada daerah fraktur, fraktur
dibedakan fraktur terbuka atau fraktur compound.
 Fraktur compound memiliki risiko gangguan neurovascular, kehilangan darah, dan
infeksi yang lebih tinggi. penanganan terdiri dari debridement, irigasi, dan perbaikan
jaringan lunak.
 Cedera diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka jika terdapat benda asing menembus
tulang atau menyebabkan luka terbuka pada jaringan diatas tulang. Jangan benda yang

10
menembus tersebut hingga dapat ditentukan apakah objek tersebut mempengaruhi
struktur di bawahnya.

Kaji status imunisasi tetanus pasien jika terdapat cedera terbuka atau penetrasi atau terdapat
benda yang menancap.
Tabel 39-3 berisi tentang fraktur yang umum terjadi, mekanisme cedera, temuan klinis dan
pilihan penanganan.

2.4.2 Cedera Sendi


Kerangka perifer dibangun dari sendi yang menghubungkan tulang dengan jaringan ikat
fibrosa dan tulang rawan.
A. Tranversal hingga fraktur depressed
B. Transversal
C. Oblique
D. Spiral
E. Comminuted
F. Impacted
G. Compressed
H. Greenstick
I. Avulse
J. Depressed

11
TABEL 39-2 TIPE FRAKTUR

TIPE PENYEBAB
Transversal Hantaman langsung, tajam
Oblique Kekuatan memutar
Sebuah gaya secara langsung mengenai sepanjang sumbu anggota tubuh atau
Spiral
pada bagian poros, misalnya, gaya memutar dengan kaki tertahan dengan kuat
Trauma berat secara langsung dapat menyebabkan lebih dari dua fragmen
Comminuted
tulang
Impacted Trauma berat menyebabkan tulang terdorong menyatu dengan tulang lainnya
Kekuatan yang berat pada atas kepala, sacrum atau tulang yang mengalami
Compressed
pengapuran (pergerakkan axial), menekan vertebrata secara bersamaan
Greenstick Gaya menekan; biasanya terjadi pada anak di bawah 10 tahun
Massa otot berkontraksi dengan sangat kuat, menyebabkan fragmen tulang
Avulse
terlepas dari tempat insersi otot; ligament juga dapat merobek fragmen tulang
Trauma tumpul pada tulang yang datar; biasanya melibatkan kerusakan
depressed
jaringan lunak yang luas

12
TABEL 39-3 FRAKTUR YANG UMUM

MEKANISME CEDERA TEMUAN KLINIS


TULANG PENANGANAN
YANG BIASA YANG KHAS
Clavicula 80% dari fraktur terjadi pada  Kulit menutupi Fraktur tengah
bagian sepertiga tengah; seluruh area fraktur proksimal dilakukan
biasanya karena kekuatan  Ketidakmampuan pemasangan sling
yang langsung ke bahu untuk menaikkan dan diistrahatkan.
(misalnya, jatuh, olahraga, lengan Atlet harus
tabrakan bermotor. Umunya  Cedera neurovascular menghindari
terjadi pada pasien yang lebih yang berhubungan olahraga sampai
muda. dengan fraktur jarang kekuatan dan
15% melibatkan sepertiga kecuali pada fraktur rentang gerak
distal atau lateral, biasanya proksimal atau kembali seperti
karena kekuatan dari atas medial sebelum terjadi
bahu; umumnya terjadi pada  Tulang kosta pertama cedera.
orang tua. dan tulang servikal
Kurang dari 5% melibatkan dapat terluka dengan
sepertiga proksimal atau mekanisme yang
medial, karena kekuatan pada sama
dada anterior, yang dapat
menyebabkan trauma
intrathorakal.
Scapula Fraktur jarang terjadi dan  Cedera serius yang Pemasangan sling
biasanya berhubungan umumnya dilakukan selama
dengan cedera ketinggian berhubungan meliputi merasakan keluhan
atau akibat kekuatan yang fraktur iga, humeri,
signifikan. tulang tengkorak;
jaringan lunak pada
paru-paru, limpa,
system saraf pusat
dan perifer
 Cedera pulmonalis,
plexus brachialis dan
cedera vascular dapat
terjadi dengan
mekanisme yang
sama

13
Humeri – Usia muda; atlet yang  Ketidakmampuan Imobilisasi dengan
kepala dan leher terlibat akibat energy yang untuk sling pada fraktur
tinggi atau terlibat dalam menggunakan bahu yang tidak
olahraga yang  Kehilangan rentang bergeser,
menggunakan lemparan gerak lebih dari 1 pembedahan
diatas kepala tahun mungkin menjadi
(menyebabkan epifisis pilihan penanganan
terbuka di humerus pada sekitar 20%
proksimal). dari keselutuhan
Lansia; osteoporosis, jatuh kasus.
dengan tumpuan bahu.
Humerus-shaft Proksimal; akibat jatuh  Perfusi buruk pada Perbolehkan
(badan humerus) Midshaft; jatuh, kekuatan lengan. Saraf radial tindakan,
memutar yang terletak dekat menggantungkan
menghasilkan fraktur dengan midshaft lengan di samping
spiral. dan mudah untuk membantu
Distal; jatuh, lebih sering mengalami cedera mengurangi
terjadi pada anak-anak.  Pasien sering lebih fraktur. Pasang
memilih untuk sling, penyangga.
menggantungkan Operasi, jika
lengan di samping terdapat gangguan
pada pembuluh
darah, atau fraktur
meluas ke siku.
Humerus-distal Jatuh dengan lengan  Tidak mampu Fraktur dan
 Supracond teregang (paling sering untuk meluruskan alignment yang
ilus fraktur siku pada anak- atau menekuk siku buruk merupakan
anak)  Nyeri disekitar kondisi kegawatan
Jatuh dengan bertumpu sendi karena adanya
 Condilus lengan atau siku, patahan gangguan
lateral berada di sepanjang neurovascular.
piringan epifisis dan sendi. Dimungkinkan
penggunaan sling
pada hasil
radiografi negative,
akan tetapi
menunjukkan
tanda klinis.

14
Radius –kepala Jatuh dengan tangan  Fraktur yang tidak Fraktur tanpa
dan leher teregang atau siku tergeser sulit untuk pergeseran atau
ekstensi. dilihat dalam dengan pergeseran
radiografi minimal dilakukan
 Dicurigai fraktur penanganan secara
jika nyeri tekan konservatif.
pada bagian kepala Pembedahan
radius, nyeri ketika diperlukan untuk
rotasi. fraktur dengan
pergeseran, fraktur
luas atau kominutif,
pergerakan dini
disarankan.
Fraktur Jatuh dengan tangan  Nyeri siku Lakukan reduksi
monteggia atau teregang dengan pronasi  Pemendekan, segera pada kepala
dislokasi ; yang sangat kuat. angulasi siku radius. ORIF untuk
Hantaman langsung pada  Fraktur ulna fraktur ulna terbuka.
ulna (“fraktur biasanya jelas; Pada fraktur tertutup
 Radius- nightstick”) dislokasi pada bidai. Lengan pada
dislokasi kepala radius dapat bagian posterior
pada bagian tidak terlihat dengan posisi lengan
kepala radial  Selalu dilakukan tertekuk 90 derajat.
 Ulna-fraktur radiografi untuk
sepertiga sendi diatas dan di
proksimal bawah cedera untuk
menemukan cedera
ini
Ulna-olecranon Fraktur pada atlet (pada  Tidak mampu untuk Bidai bagian posterior,
pelempar baseball) meluruskan siku pasang sling. ORIF
untuk fraktur yang
mengalami
pergeseran.

15
Pergelangan Jatuh dengan lengan  Deformitas
tangan : yang teregang paling “silverfork” karena
 Fraktur sering menyebabkan radius yang tergeser
colles cedera pada pergelangan
(fraktur tangan.
radius distal
dengan Jatuh dengan tangan Penanganan dapat
cedera pada teregang, hantaman terbuka atau tertutup
ulna) langsung, tabrakan tergantung dari
 Radius distal kendaraan bermotor. patologi.
 Nyeri tekan pada Bidai ibu jari selama 8
Jatuh dengan tangan region pergelangan sampai 12 minggu jika
teregang. tangan “anatomic fraktur tidak tergeser.
snuff box”. ORIF jika fraktur
 Scapoid tergeser.
(tulang
carpal)
Tangan Fraktur boxer : bagian  Pembengkakan Tidak tergeser; balut
 Metacarpal leher jari kelima terluka diatas fraktur, tekan selama 1
saat meninju dengan depresi pada buku minggu.
kepala jari yang terkena Bidai ulna pada
 Falang Usia muda : aktivitas  Angulation lateral fraktur dengan
olahraga. pada tampilan pergeseran minimal.
Usia dewasa : jatuh, radiografi ORIF pada fraktur
remuk akibat mesin,  Mungkin dengan pergeseran
hantaman axial memerlukan berat.
reduksi Fraktur transversal
 Cek adanya yang tidak tergeser,
deformitas balut dengan bantalan
rotasional pada jari; pada jari yang terkena.
minta pasien untuk Fraktur oblig yang
menekuk jari dan tidak tergeser : bidai
lihat ujung kuku, Tidak stabil: mungkin
bandingkan dengan memerlukan ORIF.
tangan lain

16
Femur Osteoporosis pada lansia. Jatuh  Spasme otot, ORIF
 Kepala pada pinggul. pemendekan,
femur Trauma multisystem : energy rotasi eksternal Bidai traksi untuk
kekuatan tinggi (missal pada kaki yang mengurangi nyeri
 Badan kecelakaan kendaraan terkena dan kehilangan
femur bermotor, luka tembak,  Dapat mengalami darah. Topang
hantaman langsung) kehilangan darah dengan bantuan
Cedera tunggal : tekanan yang signifikan, kruk, Touch-down
berulang (missalnya, lari, bengkak pada paha weight bearing,
baseball, basket)  Tunggal : bengkak selama 1 sampai 4
Penyakit kronis (penyakit pada paha, rentang minggu, hindari
tulang metabolic, penyakit gerak terbatas, berjalan selama 8
metastatic) nyeri yang sampai 16 minggu.
menyebar sampai
pangkal paha
Tibia dan Cedera dengan kekuatan  Mampu ambulasi Penanganan
Fibula energy rendah: jatuh dari pada fraktur fibula tergantung pada
ketinggian rendah. tunggal jenis dan lokasi
Cedera atletik.  Monitor adanya cedera, terbuka atau
Trauma akibat kekuatan yang sindrom tertutup, terdapat
besar; tabrakan kendaraan kompartemen gangguan
bermotor, luka tembak, jatuh neurovascular,
dari ketinggian dengan berlutut mekanisme cedera.
atau dengan kaki, kekuatan
rotasional.
Fraktur tibia : pergerakan axial
dengan kekuatan valgus atau
varus (misalnya, jatuh dari
ketinggian, atau tabrakan
mengenai bumper mobil)
Shaft tibialis (badan tibia)
kekuatan mayor.
Fraktur akibat penekanan :
cedera athletics.
Ankle Kekuatan memutar, rotasi  Sprain pada ankle Undisplaced (letak
 Tallus- lateral lebih sering tulang tidak
malleolus berhubungan pergeseran); bidai
dengan kekuatan Displaced
memutar (pergeseran tulang) ;
reduksi segera,
hindari menyangga
beban tubuh

17
Kaki Kekuatan kompresi Displaced :
 Metatarsal (pergeseran tulang):
penyangga kaki
pendek saat berjalan
mungkin
membutuhkan ORIF
Undisplaced (tidak
ada pergeseran
 Falang Trauma langsung, tulang) ; balut
menendang, ibu jari kaki dengan bantalan
tersandung, cedera atletik, lunak pada jari yang
trauma remuk. terkena.
Displaced
(pergeseran tulang);
reduksi di IGD
Calcaneus Jatuh dari ketinggian  Cari adanya cedera Balut tekan, kruk
lumbalis, tungkai,
kaki yang lain;
nyeri yang
meningkat dengan
hiperfleksi

Struktur ini bekerjasama untuk menyediakan mobilitas, kekuatan, dan gerak (misalnya, fleksi,
ekstensi, rotasi, abduksi, dan adduksi). Pembuluh darah perifer dan saraf terletak pada bagian
ruang sendi.
Jaringan lunak yang mengelilingi bagian luar sendi memberikan stabilitas dan
perlindungan. Hal ini termasuk tendon yang melekatkan otot pada tulang dan ligament yang
melekatkan tulang dengan tulang. Ketika kekuatan yang berlebihan mengenai sendi, struktur
sendi dapat terpisah. Terdapat dua klasifikasi utama pada cedera sendi :
 Dislokasi-gangguan komplet dari permukaan yang menghubungkan tulang pada sendi.
 Subluksasi-gangguan sendi parsial yang masih mempertahankan hubungan dengan
permukaannya. Tabel 39-4 berisi jenis cedera sendi yang umum terjadi, mekanisme
cedera, temuan klinis, dan pilihan penanganan.

18
2.4.3 Cedera Jaringan Lunak
Ketika sendi mengalami hantaman dan keluar dari posisi normalnya, ligament, tendon, dan
otot dapat terluka. Ada dua kategori utama dari cedera : sprain dan strain.
Sprain (Terkilir)
Sprain didefinisikan sebagai cedera pada ligament yang mengalami peregangan atau robek
oleh kekuatan yang berlebihan. Sprain dapat dikategorikan dalam tingkatan berdasarkan
kerusakan dan ketidakstabilan sendi.
 Grade I terdapat kerusakan ringan akan tetapi sendi stabil
 Grade II terdapat robekan parsial dan sendi masih stabil
 Grade III terdapat robekan signifikan dan mengakibatkan ketidakstabilan sendi yang
signifikan.
Strain
Strain mengacu pada peregangan atau robekan pada otot atau tendon akibat kekuatan yang
berlebihan. Strain banyak ditemukan pada individu dengan pekerjaan fisik berat, yang terlibat
dalam kegiatan yang tidak rutin (misalnya, bekerja berat pada akhir pekan, menyekop salju),
dan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang bersinggungan lawan main dengan atau
menggunakan tindakan mencekram yang kuat. Strain dikategorikan dengan cara yang sama
dengan sprain.
 Grade I strain merupakan hasil dari peregangan beberapa serat otot.
 Grade II strain menyebabkan robeknya sebagian ligament dan ditandai dengan memar,
nyeri sedang, dan pembengkakan
 Grade III strain melibatkan rupture otot komplet dan mungkin fasia atasnya.

2.4.4 Sindrom Kompartemen


Sindrom kompartemen adalah proses patologis dimana tekanan yang berlebihan berkembang
dalam ruang tubuh yang tertutup. Trauma musculoskeletal cenderung mempengaruhi
ekstremitas yang merupakan ruang tertutup yang berisi tulang, otot, pembuluh dan saraf.
Ruang

19
TABEL 39-4 CEDERA SENDI UMUM

SENDI MEKANISME TEMUAN KLINIS INTERVENSI KLINIS


UMUM
Bahu
AC terpisah Pukulan langsung atau Nyeri tekan, edema pada Sling, jika diperlukan
jatuh pada tangan sendi AC. untuk nyeri, akan tetapi
terentang ke atas bahu, Ketidakmampuan untuk rentang gerak aktif harus
menyebabkan pecahnya menaikkan lengan atau didorong sesuai toleransi,
ligament nmenekuk lengan kea rah pembedahan jarang
dada. Perhatikan kulit diindikasikan
diatas fraktur.
Deformitas pada sendi Bidai pada posisi yang
Dislokasi Anterior : cedera yang terlihat dengan nyaman; reduksi yang
glenohumeral athletic, jatuh pada abduksi dan rotasi dilakukan di IGD,
lengan yang terentang eksternal lengan. Pasien mungkin perlu sedasi
akan dapat membawa untuk mengatasi kejang
terkena lengan cukup otot
tinggi untuk menyentuh
telinga di sisi berlawanan
Posterior : jarang dari dislokasi.
terjadi, lengan Lengan adduksi dengan
mendapat pukulan pada rotasi internal dengan
saat ekstensi, mjungkin deformitas yang terlihat di
juga dapat dilihat atas sendi
setelah kejang grand
mal
Siku
Dislokasi Posterior : jatuh pada Perlu untuk Reduksi dilakukan di
tangan yang teregang menyingkirkan fraktur IGD, periksa stabilitas
dengan siku ekstensi yang terkait nilai fungsi siku, rentang gerak. Jika
neurovascular secara hati- setelah reduksi stabil,
hati pada tangan yang istrahatkan dengan sling
terkena. akan tetapi tingkatkan
rentang gerak sesegera
mungkin. Jangan pernah
memaksa gerak

20
Pergelangan
Tangan
Dislokasi Jatuh dengan tangan Sensasi clicking Bidai untuk evaluasi awal,
teregang, tekanan (mengetuk), kekuatan imobilisasi selama 10
berulang pada ligament memegang menurun, sampai 14 hari.
karpal. Atlet yang nyeri terlokalisasi yang
terlibat dalam kegiatan bertambah buruk dengan
olahraga dengan dorsofleksi. Tes
kecepatan tinggi, jatuh ballottement positif.
dari ketinggian.
Jatuh pada tangan Radiografi untuk
Sprain terentang menyingkirkan fraktur
atau subluksasi
Tangan dan
Jari Tangan
Ibu jari Langka kecuali pada Deformitas ibu jari pada Reduksi, balut dengan
atlet sendi MP bantalan lunak selama 2
sampai 3 minggu.
Jari Dislokasi sendi PIP Deformitas sendi PIP Dislokasi sendi DIP
posterior lebih umum dorsal dapat direduksi
daripada volar dislokasi dengan traksi tertutup.
sensi DIP lebih jarang Sering menggunakan blok
pada digiti.
Dislokasi sendi PIP volar
harus dirujuk ke ahli
bedah
Panggul
Dislokasi Posterior : Posterior : panggul fleksi, Reduksi segera diperlukan
membutuhkan kekuatan adduksi, rotasi internal. untuk mencegah suplai
yang signifikan; lutut Anterior : panggul fleksi, darah bagian kepala
terkena sementara abduksi, rotasi eksternal. femur terganggu untuk
pinggul dan lutut fleksi, kedua jenis dislokasi.
gaya yang mengenai
sepanjang femur
menyebabkan kepala
femur keluar dari sendi
posterior (sindrom lutut
dashboard)

21
Lutut
Dislokasi Pukulan langsung ke Patela bergeser ke lateral, Reduksi di IGD,
patella medial atau regangan lutut fleksi imobilisasi lutut dengan
valgus secara tiba-tiba kruk selama 3 sampai 4
(bagian distal minggu.
terangulasi menjauh
dari garis tengah).
Trauma mayor, paling Sendi mungkin dapat Bidai untuk kenyamanan,
Dislokasi sering dislokasi anterior kembali secara spontan, reduksi darurat diperlukan
lutut gejala cedera menurun. untuk mencegah cedera
Dicurigai jika terdapat neurovascular, angiografi
cedera ligamen parah, untuk menentukan status
gangguan neurovascular vascular; perbaikan
terutama hilangnya saraf cedera ligament.
peroneal atau arteri
poplitea.
Ankle
Dislokasi Gaya dalam jumlah Cedera terkait yang Reduksi segera bagian
besar dibutuhkan, ankle umum: fraktur ankle, dislokasi atau fraktur;
plantar fleksi dan kaki cedera ligament, bidai pada posisi netral.
tertekuk atau terputar di gangguan neurovascular
bawah tekanan; terjadi mungkin terjadi.
lebih sering dengan Evaluasi cedera lain pada
anak-anak dan remaja. kaki, pinggul atau tulang
Dislokasi posterior belakang jika gaya
yang paling umum, mengenai secara langsung
tetapi juga dapat terjadi bagian atas atau bawah
dislokasi anterior, kaki
lateral, atau superior.
Cedera yang paling Bisa melaporkan rasa
umum pada ankle, seperti “meledak”, edema Bidai untuk kenyamanan,
Sprain biasanya akibat yang signifikan, ekimosis, tergantung stabilitas
aktivitas olahraga. ketidakmampuan untuk sendi. Rest, ice,
menyangga beban tubuh. compression, elevation
pada ekstremitas, gunakan
kruk jika perlu. Rujuk
pada fisioterapi jika
Pasien merasakan dibutuhkan.
nyeriyang tajam atau Pasien harus
Gerakan plantar fleksi terasa bengkak pada menggunakan kruk untuk
kuat secara tiba-tiba, tumit, berjalan dengan ambulasi.
Rupture gerakan dorsofleksi kaki lurus, tidak dapat Pembedahan perbaikan
tendon kaki yang tidak berdiri pada tumit. Tidak sesegera mungkin.
Achilles diperkirakan, dapat melakukan plantar
dorsofleksi pada kaki fleksi.
plantar fleksi.

22
Mekanisme lain
termasuk trauma
langsung, melompat,
mendorong.
Insiden juga tinggi pada
penggunaan obat
fluorokuinolon dan
suntikan langsung
steroid ke dalam
tendon.
Kaki Hiperekstensi Deformitas yang jelas Reduksi tertutup dengan
Dislokasi ibu terlihat di atas sendi. blok digiti; bebat dengan
jari bantalan lunak selama 4
minggu.

Tertutup, atau kompartemen ini, dikelilingi oleh fasia yang tidak elastic yang tidak
menyesuaikan dengan perubahan volume atau tekan sehingga berpengaruh pada gangguan
mikrosirkulasi, menyebabkan edema lanjut. Akhirnya tekanan dalam kompartemen otot
melebihi tekanan hidrostatik intra-arteri, menyebabkan pembuluh darah kecil kolaps, berlanjut
pada terjadinya iskemia dan nekrosis. Proses patologis ini dapat dipicu oleh fraktur, cedera
jaringan lunak (misalnya, cedera remuk, gigitan ular), cedera vascular, edema akibat luka
bakar, atau tekanan dari eksternal, seperti ketika orang mabuk jatuh tertidur dengan tumpuan
lengan atau kaki atau ketika gips yang terlalu erat.

2.4.5 Pengkajian
Antisipasi sindrom kompartemen pada trauma ekstremitas, cedera terutama cedera tertutup
pada lengan bawah dan betis. Penilaian neurovascular secara serial penting untuk mengenali
perubahan yang tidak terlihat.
 Indicator yang paling dapat dilihat adalah nyeri berat dengan gerakan pasif. Nyeri
cenderung terlalu berat dibandingkan dengan cedera dan tidak berkurang dengan obat
penurun nyeri.
 Pengisian kapiler mungkin memanjang.
 Pasien mungkin mengalami penurunan sensasi pada bagian distal, paresthesia, atau
terasa panas seperti “terbakar”.
 Denyut nadi biasanya masih ada; pulselessness atau tidak adanya denyut nadi
merupakan temuan akhir.
23
2.4.6 Intervensi Terapeutik
 Lepaskan benda-benda yang membatasi, seperti tali yang melingkar atau perban
elastic, dan kantong es tas pasien yang berisiko mengalami sindrom kompartemen.
 Pertahankan ekstremitas dalam posisi netral. Elevasi akan menghambat perfusi arteri
ke jaringan yang terkena.
 Ukur tekanan intracompartmental jika terdapat indikasi. Berbagai perangkat dapat
digunakan untuk mengukur tekanan intracompartmental, termasuk manometer
sederhana yang dihubungkan pada spuit melalui pipa dan kran, atau perangkat
komersial.
 Gunakan hasil pengukuran tekanan intracompartmental bersama dengan presentasi
klinis untuk menentukan apakah fasciotomy diindikasikan.

2.4.7 Amputasi Akibat Trauma


Amputasi traumatic adalah hilangnya sebagian atau seluruh ekstremitas, umunya akibat
terpenggal benda tajam (eksternal) atau remuk (hantaman benda tumpul), jari-jari kaki,
lengan, atau kaki merupakan bagian yang paling sering mengalami amputasi diarahkan pada
dua tujuan :
 Melindungi kehidupan dan mencegah kecacatan
 Mempertahankan bagian yang teramputasi untuk kemungkinan replantasi.
Factor-faktor yang menghambat hasil yang baik dalam amputasi traumatic meliputi :
 Luka remuk
 Waktu iskemik panjang (>6jam)
 Amputasi proksimal
 Cedera saraf
 Hipotensi sistemik
 Kontaminasi berat
 Cedera yang terjadi bersamaan
 Kondisi medis lain yang menyertai cedera
 Usia pasien

24
 Status gizi buruk
 Cedera yang dihubungkan dengan gangguan psikologis

Pengkajian
 Kaji pasien untuk tanda-tanda syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan
banyak darah
 Tentukan jumlah cedera jaringan lunak dan tingkat kontaminasi luka
 Dapatkan riwayat mekanisme cedera dan waktu terjadinya cedera.

Dapatkan hasil radiografi dari kedua ekstremitas yang cedera dan bagian yang teramputasi
untuk menilai tingkat cedera tulang.

Intervensi Terapeutik
 Karena amputasi traumatis dapat berhubungan dengan trauma besar lainnya, perhatian
utama pada airway, breathing, dan circulation.
 Periksa ekstremitas yang cedera apakah terdapat pendarahan aktif, tutup dengan
perban steril, dan imobilisasi.
 Pertahankan dan lindungi bagian yang teramputasi dengan menempatkannya dalam
wadah kedap air dan beri label dengan informasi pasien; wadah kemudian ditempatkan
disebuah tempat dengan cairan saline bersuhu dingin. Jaga jaringan yang teramputasi
tetap kering dan jangan pernah menempatkannya langsung diatas es. Bagian yang
teramputasi harus dibawa bersama dengan pasien ke fasilitas yang mampu melakukan
replantasi.

25
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya
dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling
sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan
dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan
lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai
jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang
dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah
bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot
dan tendon) sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi.

3.2. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma  musculoskeletal :
kontusio, sprain, strain dan dislokasi. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Terima Kasih.

26
DAFTAR PUSTAKA

Harrahill, M. (2006). A brief motor evaluation of the injured hand.


Journal of Emergency Nursing, 32(3), 283-285.
Ebell, M. H. (2005). A tool evaluation patients with knee injury.
Family Practice Management, 12(3), 67-68.

27

Anda mungkin juga menyukai