Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ GAGAL GINJAL AKUT”

Disusun Oleh

Erni Rumaikewi

Nurmiyanti Do Siddik

Yuliti Amohoso

Ilera Wonda

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

TAHUN 2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

Acute Renal Failure

1. Anatomi ginjal ..................................................................................


2. Fisiologi ginjal ...................................................................................
3. Definisi ..............................................................................................
4. Etiologi ..............................................................................................
5. Manifestasi Klinis ..............................................................................
6. Patofisiologi ......................................................................................
7. Pemeriksaan Penunjang
7.1 Pemeriksaan Diagnosis ...............................................................
7.2 Pemeriksaan Laboratorium .........................................................
8. Penatalaksanaan Kegawatan .............................................................
9. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ................................................

BAB IV PENUTUP

1. Penutup .............................................................................................
2. Kritik dan Saran ................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang
sampah metabolism dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian
dikeluarkan dari tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur
volume dan komposisi kimia darah. Dengan mengekskresikan zat terlarut dan
air secara selektif. Apabila kedua ginjal ini karena sesuatu hal gagal
menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian.Gangguan ginjal akut atau
Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan cepat dan tiba-
tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi,
tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan
adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin. Acute kidney injury
(AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA) atau acute
renal failure (ARF) merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi
yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens. Insidens di
negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit didapatkan karena tidak
semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakanbahwa insidens nyata
pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI
antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang
menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat terdiagnosis

.
BAB II

PEMBAHASAN

Gagal Ginjal Akut

1. Anatomi Ginjal
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urin,dan
berbagai saluran reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar tubuh.
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
columna vertebralis (Price dan Wilson, 2006).Kedua ginjal terletak
retroperitoneal pada dinding abdomen, masing–masing di sisi kanan dan sisi
kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal
kanan terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobus
hepatis dekstra. Masing–masing ginjal memiliki facies anterior dan facies
posterior, margomedialis dan margo lateralis, ekstremitas superior dan
ekstremitas inferior (Moore dan Agur, 2002). Pada orang dewasa, panjang
ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm,lebarnya 6 cm, tebalnya 2,5 cm dan
beratnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran
tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal yang lebih dari 1,5
cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting, karena sebagian
besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur dari ginjal tersebut
(Price dan Wilson, 2006).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perineal.
Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama ginjal dan
jaringan lemak perineal dibungkus oleh fascia gerota. Di luar fascia gerota
terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.
Di bagian posterior, ginjal dilindungi oleh otot–otot punggung yang tebal serta
costae ke XI dan XII, sedangkan di bagian anterior dilindungi oleh organ–
organ intraperitoneal (Purnomo, 2003).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medulla ginjal
(Junquiera dan Carneiro, 2002). Di dalam korteks terdapat berjuta–juta nefron
sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontortus distal,dan tubulus koligentes (Purnomo, 2003).Setiap ginjal
memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya syaraf, masuk dan
keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, sertakeluarnya ureter dan
memiliki permukaan lateral yang cembung (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
major, dan pielum/pelvis renalis (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena
renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah
end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–
cabang dari arteri lain,sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang
arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya
(Purnomo,2003)

Gambar 3. Anatomi ginjal manusia (Moore dan Agur, 2002).


Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabangcabang
secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuarta, arteri
interlobularis, dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus tempat
sejumlah besar cairan dan zat terlarut difiltrasi untuk pembentukan urin. Ujung
distal kapiler pada setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol
eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubulus yang
mengelilingi tubulus ginjal. Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke
dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan secara paralel dengan pembuluh
arteriol secara prorgesif untuk membentuk vena interlobularis, vena arkuarta
vena interlobaris, dan vena renalis, yang meninggalkan ginjal disamping arteri
renalis dan ureter (Guyton dan Hall, 2008).

2. Fisiologis Ginjal
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh
dengan cara membuang sisa metabolisme dan menahan zat – zat yang
diperlukan oleh tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga
hemeostatis. Homeostatis amat penting dijaga karena sel – sel tubuh hanya
bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu. Walaupun begitu, ginjal tidak
selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh dalam kondisi normal. Pada
keadaan minimal, ginjal mengeluarkan minimal 0,5 liter air per hari untuk
kebutuhan pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun tubuh
berada dalam kondisi dehidrasi berat.
Secara singkat, kerja ginjal bisa diuraikan menjadi :
• Mempertahankan keseimbangan kadar air (H2O) tubuh
• Mempertahankan keseimbangan osmolaritas cairan tubuh
• • Mengatur jumlah dan konsentrasi dari kebanyakan ion di cairan
ekstraseluler. Ion – ion ini mencakup Na+, Cl-, K+, Mg2+, SO4 +,
H+,HCO3-, Ca2+, dan PO4 2 Kesemua ion ini amat penting dijaga
• konsentrasinya dalam kelangsungan hidup organisme.
• Mengatur volume plasma
• Membantu mempertahankan kadar asam – basa cairan tubuh
• dengan mengatur ekskresi H+ dan HCO3
• Membuang sisa metabolisme yang beracun bagi tubuh, terutama
• bagi otak
• Membuang berbagai komponen asing seperti obat, bahan aditif
• makanan, pestisida, dan bahan lain yang masuk ke tubuh
• Memproduksi erythropoietin
• Memproduksi renin untuk menahan garam
• Mengubah vitamin D ke bentuk aktifnya.
Sistem ekskresi sendiri terdiri atas 2 buah ginjal dan saluran keluarnya urin.
Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk
ke medialnya. Ginjal akan mengambil zat –zat yang berbahaya dari darah dan
mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih.
Bila orang tersebut merasakan keinginan micturisi dan keadaan
memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan
dikeluarkan lewat uretra.
Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut nefron.
Susunan nefron – nefron ini membagi ginjal menjadi 2 bagian, yaitu:
Nefron ginjal sendiri terbagi atas 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung
Henlenya hanya sedikit masuk medulla dan memiliki kapiler peritubular, dan
nefron juxtamedullary yang lengkung Henlenya panjang kedalam medulla dan
memiliki vasa recta. Vasa recta dalam susunan kapiler yang memanjang
mengikuti bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks
ginjal akan terlihat berbintik – bintik karena adanya glomerulus, sementara
medulla akan terlihat bergaris – garis karena adanya lengkung Henle dan
tubulus kolektus.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Filtrasi akan mengambil 20 % plasma yang
masuk glomerulus tanpa menyeleksinya. Kurang lebih akan didapat 125 ml
filtrate/menit atau 180 liter/hari. Dari jumlah itu, 178,5 liter/hari akan
direabsorbsi. Maka rata –rata urin orang normal 1,5 liter/hari.2
3. Definisi
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) adalah penurunan fungsi
ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin
plasma. Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml/ jam (oliguria), tetapi
mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat.
Meskipun tidak ada batas pasti untuk BUN dari 15-30 mg/dl dan peningkatan
kreatinin dari 1-2 mg/dl mengisyaratkan ARF pada pasien yang sebelumnya
mempunyai fungsi ginjal normal.

4. Etiologi
4.1 Prerenal
a. Hipovolemia
• Perdarahan
• Dehidrasi
• Muntah, diare dan diaforesis
• Pengisapan lambung
• Diabetes melitus dan diabetes insipidus
• Luka bakar dan drainase luka
• Sirosis
• Pemakaian diuretik yang tidak sesuai
• Peritonitis
b. Penurunan Curah Jantung
• Gagal jantung kongestif
• Infark miokard
• Tamponade jantung
• Disritmia
c. Vasodilatasi Sistemik
• Sepsis
• Asidosis
• Anafilaksis
d. Hipotensi dan Hipoperfusi
• Gagal jantung
• Syok
4.2 Intrarenal
a. Kerusakan Nefron
• Nekrosis tubular akut
• glomerulonefritis
b. Perubahan Vaskular
• Koagulopati
• Hipertensi malignant
• Stenosis
c. Nefrotoksin
• Antibiotik (gentamisin, tobramisin, neomisin, kanamisin
dan vankomisin)
• Kimiawi (karbon tetraklorida dan timbal)
• Logam berat (arsenik dan merkuri)
• Nefritis interstitial akibat obat (tetrasiklin, furosemid, tiasid
dan sulfanomid)
4.3 Postrenal
a. Obstruksi Ureter dan Leher Kandung Kemih
• Kalkuli
• Neoplasma
• Hiperplasia prostat

Tabel. 1 Etiologi dari Ketiga Tipe ARF

Perubahan Patologi Etiologi


Prerenal Kondisi yang disebabkan oleh
Penurunan aliran darah ke penurunan cardiac output :
ginjal hingga menimbulkan − Shock
iskemia pada nefron, bila − CHF
hipoperfusi berkepanjangan − Emboli pulmonali
maka dapat emnimbulkan − Anafilaksis
nekrosis pada tubular dan − Jantung tamponade
terjadinya ARF − Sepsis
Intrarenal (Intrinsik) − Nefritis internal akut
Kerusakan jaringan ginjal − Terpapar nefrotoksin
yang disebabkan oleh proses − Glomerulonefritis akut
inflamasi dan imunologi atau − Vasculitis
dari hipoperfusi yang − Syndrome hepatorenal
berkepanjangan − Akut tubular nekrosis
− Stenosis/ trombosis
arteri atau vena ginjal
Postrenal − Kanker pada uretra
Obstruksi pada sistem ginjal atau bladder
dari batu kalkuli uretra/ − Batu/ kalkuli ginjal
dimanapun letaknya − Atony bladder
Obstruksi pada bladder secara − Kanker atau hiperplasia
bilateral yang menyebabkan prostat
kegagalan pada postrenal, − Kanker cervix
tidak hanya pada satu fungsi − Striktura uretra
ginjal.
From Ignatavicius, D. D., Workman, M. L, & Mishler, M. A. (1995).
Medical surgical nusring (2nd ed, p. 2148). Philadelphia : W. B
Saunders. Used with permission.

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung
kongestif atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis
dengan atau tanpa melena akibat gastritis atau tukak lambung, kejang,
kesadaran menurun sampai koma.
Fase gagal ginjal akut :
• Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/
hari, dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan.
Terdapat gejala uremia nyata seperti pusing, muntah, apatis sampai
somnolen, haus, nafas kussmaul, kejang dan lainnya. Ditemukan
hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia dan
asidosis metabolik.
• Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2
minggu.
• Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia
berkurang. Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa
minggu, tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu
adalah daya mengkonsentrasi urine. Kadang-kadang faal ginjal tidak
menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.
6. Patofisiologi

Postrenal
Prerenal Intrarenal

Vasodilatasi Hyperplasia
Hipovolemia kalkuli
sistemik Kerusakan Nefrotoksik prostat
↓ curah nerfon/ Perubahan
Hipotensi & vaskuler Neoplasma
jantung tubular
hipoperfusi

Obstruksi pada saluran perkemihan


Aliran darah
ginjal terganggu Urin tdk dpat melewati obstruksi

↓ TD Kongesti yg menyebabkan
tekanan retrogard melalui system
Laju GFR↓
kolegentes dan nefron

Jumlah cairan tubulus lebih lambat

 reabsorsi natrium dan air

Pembuangan dari Memperbesar reabsorsi


 tonusitas Menekan dan
interstisium medulla dari cairan tubular distal GGA
medular merusak nefron
renalis ↓
7. Pemeriksaan Penunjang
7.1 Pemeriksaan Diagnosis
a. Rontgen Thorax
b. Ultrasonografi ginjal
c. Test Doppler
d. CT Scan
e. ECG (Electrocardiogram)
f. CVP (Central Venous Pressure)
g. Renal Arteriogram
7.2 Pemeriksaan Laboratorium
a. Lab darah lengkap : WBC, RBC, HCT, Platelet
b. Analisa Elektrolit : Sodium, potassium, calsium, kalium, natrium
c. AGD : PCO2, PO2, HCO3, Saturasi O2, PH
d. BUN, Creatinin, klirens kreatinin
e. Enzim hepar : SGOT, SGPT
f. Urinalisis : berat jenis urine, osmolalitas dan natrium urine

8. Penatalaksanaan Kegawatan
Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada
penatalaksanaan khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga
penyebab yang paling pada penurunan fungsi ginjal adalah penurunan curah
jantung, perubahan tahanan vaskuler perifer, dan hipovolemia. Faktor-faktor
seperti disritmia jantung, infark miokard akut, dan temponande prikardial
akut,semuanya ini menurunkan curah jantung, mungkin berhubungan dengan
penurunan aliran darah ginjal. Oleh karenanya reversibilitas (kemampuan
untuk kembali ke keadaan normal) dari gagal ginjal tergantung pada
kemampuan untuk meningkatkan fungsi jantung.
Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan
sangat payah. Bila curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil
selama periode waktu yang lama, bagaimana pun, terjadi gambaran gagal
jantung kongestif. Sekali lagi, disini terjadi penurunan perfusi ginjal meskipun
sampai batas yang terkecil. Gambaran utama dari keadaan ini, dari aspek
ginjal, makin menyerap natrium, yang mengakibatkan peningkatan volume
cairan ekstraselular, kenaikan tekanan vena sentral, dan edema.
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan
reabsorpsi tubular terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar
dalam aliran darah ginjal daripada dalam filtrasi glomerulus, membawa ke
mekanisme yang telah dibicarakan sebelumnya. Kedua, telah diduga bahwa
aliran darah ke kortek superficial menurun, sementtara aliran darah kearea
kortikal dalam meningkat. Selain itu, diperkirakan bahwa nefron pada region
kortikal dalam menyerap natrium terfiltrasi dalam presentase yang lebih besar
daripada nefron di korteks luar ginjal.
Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus
distal dan proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan reabsorpsi natrium tubulus proksimal sebagian besar tergantung
pada peningkatan tekanan onkotik posglomerular; namun aldosteron paling
bertanggung terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal. Dapat
dilihat bahwa berbagai mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine.
Kadang-kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah
jantung , yang selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak
selalu memungkinkan. Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan
ekskresi natrium. Agen ini secara langsung menghambat reabsorpsi natrium
dalam tubulus ginjal. Potensi diuretic ditentukan terutama oleh tempatdi
tubulus ginjal dimana reabsorpsi natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah
furosemmid (Lasix; Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan
asam etakrinik (Edcrin; Merck Sharp & Dohme, West Point, PA). Agen ini
menghambat reabsorpsi natrium pada parsasenden ansa Henle dan pada
tubulus distal. Masih belum jelas apakah agen ini juga mempunyai efek pada
tubulus proksimal. Diuretic tiazid mempunyai kerja utama pada tubulus distal
dan oleh karenanya agen ini agak kurang poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone;
Searle Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan
menghambat efek aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan
dengan hari-hari pada pasien dengan penurunan curah jantung dan perfusi
ginjal yang lemah karena diuretic ini menurunkan ekskresi kalium dan dapat
menyebabkan hiperkalemia yang mengancam hidup pada pasien seperti ini.
Keadaan yang sama juga terjadi untuk triamteren, diuretic hemat kalium.

Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut :

Karena NTA Terus menerus berhubungan dengan tingginya mortalitas


sasaran yang penting adalah pencegahan komplikasi ini. Nekrosis Tubular
Akut dapat dicegah pada pasien yang mengalami cedera traumatik mayor
dengan penggantian kehilangan darah dan perbaikan gangguan cairan dan
elektrolit. Sama halnya, pasien yang menerima agen yang kemungkinan
nefrotoksik harus menjalani serangkaian pemeriksaan untuk mengevaluasi
fungsi ginjal selama pemberian agen tersebut. Hal ini ditangani lebih mudah
dengan mengukur kadar kreatinin dengan jadwal dua hari sekali. Bila kreatinin
serum mulai meningkat, obat harus dihentikan.pada kebanyakan pasien, pada
penyimpanan fungsi dapat distabilkan dan pasien sembuh tanpa mengalami
kerusakan fungsi ginjal berat.

Masih ada perdebatan yang tajam berkenaan tentang efektifitas manitol


dan furosemid dalam mencegah GGA. Pada kenyataannya, berapa bukti telah
dikumpulkan yang menunjukkan bahwa furosemid secara nyata dapat
meningkatkan toksisitas agen-agen nefrotoksik tertentu. Namun kebanyakan
peneliti setuju bahwa percobaan furosemid harus diberikan intravena sampai
500 mg. Seringkali hal ini dapat memperbaiki oliguria menjadi GGA
nonoliguria, yang secara klinis lebih mudah ditangani.

a) Penggantian volume
Setelah terjadi NTA, pertimbangan utama adalah pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Selama masa oliguria, volume urine
biasanya kurang dari 300 ml perhari. Kehilangan yang tidak terlihat rata-
rata 800-1000 ml perhari dan sebenarnya bebas elektrolit.
Secara umum, pengantian cairan harus mendekati 500 ml perhari.
Selain air akan dari air yang terdapat dalam makanan di tambah air
oksidari dari metabolisme. Karena pengguanaan protein dan lemak tubuh,
pasien idealnya harus kehilangan 2,2 lb (1kg) perhari untuk
mempertahankan keseimbangan air. Bahaya kelebihan air dengan akibat
gagal jantung kongesti dan edema paru terdapat sepanjang periode
oliguria.sebaliknya, selama NTA fase diuretik, pemborosan natrium lebih
jauh dapat terjadi berkaitan dengan peningkatan volume urine. Itulah
sebabnya perlu untuk mempertahankan pencatatan asupan dan haluaran
secara akurat dan penimbangan berat badan tiap hari pada kedua fase. Hal
ini teruama penting bila ada kesempatan lain untuk kehilangan cairan dan
elektrolit seperti muntah, diare, penghisapan nasogastrik, dan drainase oleh
dari fistula. Secara umum, kehilangan terjadi sebagai akibat dari masalah-
masalah ini harus di ganti penuh.
b) Terapi Nutrisi
Selain penggantian cairan dan elektrolit ,masukan di arahkan pada
pensuplaian pasien dengan kalori dalam bentuk karbohidrat dan lemak
untuk menurunkan pemecahan protein tubuh. Karena 1 gr urea dibentuk
setiap 6 gr protein yang di metabolisme, asupan protein biasanya dibatasi
untuk mencegah peningkatan BUN yang terlalu cepat.
Dengan pengembangan tim nutrisi ,telah terjadi kecendrungan
berkembangan untuk memberikan lebih banyak kalori dan protein dalam
bentuk parenteral atau hiperalimensasi enteral dalam upaya untuk
meningkatkan kondisi umum pasien dan untuk mempercepat pemulihan
fungsi ginjal. Diit mengandung 2000 sampai 3000 kalori/hari dengan 40
sampai 60 gr protein atau asam amino esensial telah digunakan dengan
frekuensi yang meningkat. Diet ini mengandung lebih dari 500 ml cairan
yang di anjurkan sebelumnya. Oleh karenanya,hiperalimentasi
memerlukan lebh dialisis ,khususnya pada periode oliguria, sering dalam
kombinasi dengan hemofiltrasi.
c) Kontrol asidosis
Asidosis metabolik dengan keparahan sedang biasanya terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal .hal ini merupakan akibat dari ketidakmampuan
ginjal untuk mengekskresikan ikatan asam (H2PO4) yang dihasilkan dari
proses metabolik normal. Asidosis biasanya dapat dikontrol dengan mudah
dengan memberi pasien natrium bikarbonat 30 sampai 60 mEq setiap hari
tetapi tidak memerlukan pengobatan kecuali HCO3- turun dibawah 12
sampai 15 mEq/L.
d) Kontrol Hiperkalemia
Hiperkalemia umumnya terjadi pada pasien dengan NTA .ini
merupakan konsekuensi baik karena penurunan kemampuan ginjal
mengekresi kalium dan pelepasan kalium intraseluler karena asidosis dan
kerusakan jaringan. Asidosis mengakibatkan perpindahan ion hidrogen ke
dalam sel, sehingga mengantikan kalium ke dalam cairan intraselular.
Keadaan ini mempertahankan netralitas elektron tetapimeningkatkan
keadaan hiperkalemia.
Selain mekanisme untuk menyebabkan hiperkalemia, sering di abaikan
pada pasien sakit akut , adalah pembatasan kalori ,terutama pembatasan
glukosa . perpindahan glukosa dan asam amino ke dalam sel sel disertai
dengan kalium .pada sakit akut, pasien katabolik, bila asupan diit di batasi
atau terapi cairan intravena dihentikan , kegagalan perpindahan kalium
intraselular dapat menunjang hiperkalemia. Karena proses ini
membutuhkan insuline, maka defisiensi insuline mempunyai konsekuensi
sama, dan penderita diabetik dapat lebih rentan untuk mengalami
gangguan akut kesemimbangan kalium bila terjadi gagal ginjal.
Dengan menggangu translokasi catecholamine-induced kalium ke
dalam sel-sel ,β-bloker juga dapat memperberat hiperkalemia dan harus
dihindari pada pasien GGA. Hiperkalemia secara klinis di manifestasikan
oleh perubahan jantung dan neuromaskular .baik gangguan konduksi
jantung maupun kaudriplegia flaksid akut merupakan komplikasi yang
mengancam hidup .perubahan hiperkalemia ini cepat dapat pulih dengan
pemberian kalsium glukonas intravena ,yang mempunyai efek antagonis
langsung dalam aksi kalium. Kalium serum dapat diturunkan dengan
pemberian natrium bikarbonat intravena untuk pengobatan asidosi. Selain
itu, pemberian glukosa dan insuline dengan sering di gunakan sebagai
metode tambahan perpindahan kalium ekstraseluar ke intraselular.
Natrium polistiren sulfonat resin (Kayexalate;winthrop
pharmaceuticals) di berikan peroral ( 25 gr empat kali sehari dalam 10 ml
sorbitol 10 %) dapat mengurangi kelebihan kalium tubuh lebih lambat dan
harus dilakukan bila hiperkalemia mulai teejadi. Selain itu, bila
hiperkalemia yang mengancam hidup terjadi dan pengobatan ini gagal atau
tidak memperbaiki kalium serum menjadi normal , harus intervensi
kedaruratan baik hemodialisis atau dialisis peritoneal ,dialisis peritoneal
umumnya dapat dilakukan lebih cepat .karena kalium plasma di
seimbangkan dengan cepat oleh cairan peritoneal, kalium serum dapat
diturunkan dengan cepat.
Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen
kalium, pemberian teraapi kronik untuk asidosis , dan penggunaan natrium
polistiren sulfonat resin bila kalium serum agak sedikit meningkat.

9. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Pengkajian
a. Data subyektif
Faktor risiko berupa riwayat minum diuretik, minum obat.
⮚ Riwayat radang ginjal atau obstruksi saluran kencing.
⮚ Adanya anoreksia, mual dan riwayat muntah.
⮚ Kelelahan otot. Lemah dan lesu.
⮚ Sakit kepala, pandangan kabur.
⮚ Riwayat penyakit keluarga (Policystic, nefritis dan batu).
b. Data obyektif
⮚ Hipertensi, disritmia, nadi lemah, edema peri orbital, pucat.
⮚ Frekuensi eliminasi urine meningkat, poliuri (banyak kencing) yang
merupakan tanda awal atau penurunan frekuensi tanda lanjut.
⮚ Perubahan warna urine (kuning tua, kemerahan, keruh).
⮚ Perubahan turgor kulit.
⮚ BB meningkat (edema).
⮚ BB menurun (dehidrasi).
⮚ Perhatian kurang, konsentrasi kurang, memori kurang.
⮚ Tingkat kesadaran menurun (Azotemia, keseimbangan cairan terganggu).
⮚ Napas pendek, dan mungkin bau amoniak.
⮚ Banyak batuk (sputum berwarna pink).

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan Keperawatan
Perubahan perfusi • Pasien akan stabil 1. Pantau TD, nadi,
jaringan b.d secara hemodinamik pernapasan, Tekanan Arteri
hipovolemia Pulmonari (TAP), tekanan
sekunder terhadap desak kapiler pulmonari
GGA (TDKP), tekanan vena
sentral (TVS), curah
jantung, indeks jantung
setiap jam sampai stabil,
kemudian setiap 2 jam.
2. Pantau laporan
laboratorium (Na, K, Hb,
Ht, pemeriksaan koagulasi
SDP).
3. Pantau terhadap kekeringan
membran mukosa.
4. Pertahankan catatan asupan
dan haluaran.
5. Berat badan harian.
6. Berikan cairan dan darah
sesuai program dokter.
7. Pantau kelebihan cairan
dan/ reaksi transfusi.
8. Timbang pasien setipa hari
9. Instruksikan untuk
meningkatkan masukan
cairan 2000 ml/hari
10. Pantau tanda-tanda dan
gejala hiponatremia
11. Pantau haluaran urine
untuk volume yang adekuat
setiap jam sampai haluaran
> 30 ml/hari, kemudian
setiap 2 jam lalu setiap 4
jam
12. Periksa berat jenis urine
setiap pergantian dinas.
Laporkan adanya
abnormalitas
13. Lakukan tindakan untuk
meningkatkan sirkulasi
(perubahan posisi,
pertahankan kehangatan)
14. Atau suhu dan warna kulit
setiap jam sampai stabil,
kemudian setiap 2 jam
15. Pantau adanya perubahan
fungsi mental (letargi,
stupor)
16. Orientasikan kembali
terhadap realita sesering
mungkin. Panggil dengan
namanya, beritahu pasien
nama anda, orientasikan
terhadap lingkungan
sekitar.
Kelebihan volume • Pasien akan 1. Amati haluaran urine
cairan b.d GGA, mempertahankan 2. Catat dan kaji masukan dan
filtrasi buruk dan keseimbangan haluaran
masukan intravena cairan 3. Kaji urine terhadap
• Kondisi pasien hematuria, berat jenis.
akan dipertahankan 4. Berikan keamanan bila
terjadi kenaikan kadar BUN
dan kreatinin
5. Pantau tanda-tanda dan
akumulasi toksik obat
6. Kaji bunyi paru terhadap
krakles dan edema perifer
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
GGA (Gagal Ginjal Akut) merupakan kegawatan pada sistem
perkemihan yang tentunya akan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan
cepat dan tepat. Penyebab GGA dijabarkan menjadi etiologi prerenal,
intrarenal dan postrenal. Fase GGA terbagi atas fase oliguria, diuretik dan
pemulihan. Intervensi kegawatan yang harus dilakukan tentunya berdasarkan
pada primary survey dan secondary survey.

2. Kritik dan Saran


Kami ucap syukur Alhamdulillah pada Allah SWT dan terimakasih
kepada dosen pembimbing serta teman-teman kelompok dimana dapat
terselesaikannya laporan kegawatan sistem perkemihan yang terkait dengan
GGA (Gagal Ginjal Akut). Kami menyadari laporan ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Daftar Pustaka

Lia Bustari. 2012. Keperawatan Gawat Darurat Acute Renal Failure. [Internet]. Tersedia
di: https://www.academia.edu/9594585/131366994-Kegawatan-Arf

http://Digilid.unila.ac.id

Ryan Koko.2012. Gagal Ginjal Akut Dan Kronis. [Internet]. Tersedia di:
https://www.slideshare.net/mobile/ryankoko11/gagal-ginjal-akut-dan-kronis-
12646612

Anda mungkin juga menyukai