Anda di halaman 1dari 51

HIMPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA

PENGURUS DAERAH HIPKABI PENTAGON

ASUHAN KEPERAWATAN PREOPERATIF Ny.D. DENGAN FRAKTUR


HUMERUS DEXTRA DENGAN TINDAKAN ORIF HUMERUS DEXTRA
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD Dr. SOEBANDI

Disusun Oleh:

Syaifur Rahman

PELATIHAN SCRUB NURSE KAMAR BEDAH


ANGKATAN 21 TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Preoperatif Ny.D. Dengan Fraktur Humerus Dextra Dengan Tindakan Orif Humerus
Dextra Di Instalasi Bedah Sentral Rsd Dr. Soebandi”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas Pelatihan di Instalasi Bedah Sentral.
Dalam penulisan laporan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada :
1. Bapak Jumanto, S.Kep.Ners selaku Pembimbing materi pelatihan iniyang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan pengarahanrangka
penyelesaian penyusunan laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan pelatihan angkatan 21
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, Amiin YaaRobbal ‘Alamiin.

Jember, 30Oktober 2021

Syaifur Rahman

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

BAB I................................................................................................................................4

PENDAHULUAN............................................................................................................4

A. Latar Belakang.....................................................................................................4

B. Rumusan Masalah................................................................................................5

C. Tujuan Penulisan..................................................................................................6

D. Manfaat Penulisan................................................................................................6

BAB II...............................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................7

A. Definisi...................................................................................................................7

B. Anatomi ...................................................................................................................7

C. Klasifikasi .............................................................................................................24

D. Etiologi...................................................................................................................25

E. Manifestasi Klinik.................................................................................................26

F. Patofisiologi ...........................................................................................................26

G. Pathway ................................................................................................................29

H. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................30

I. Penatalaksanaan.....................................................................................................30

J. Asuhan Keperawatan Perioperatif.......................................................................32

K. Intervensi Keperawatan.......................................................................................35

3
BAB III...........................................................................................................................39

TINJAUAN KASUS......................................................................................................39

A. Pre Operatif........................................................................................................39

B. Intra Operatif......................................................................................................43

C. Post Operatif..........................................................................................................47

BAB IV...........................................................................................................................60

PEMBAHASAN.............................................................................................................60

BAB V.............................................................................................................................62

PENUTUP......................................................................................................................62

A. Kesimpulan.........................................................................................................62

B. Saran....................................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................63

Lampiran 1. Foto Rontgen.............................................................................................64

Lampiran 2. Hasil Pem.lab............................................................................................65

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur humerus atau patah tulang merupakan terputusnya kontinuitas


tulang atau tulang rawan bersifat total maupun sebagian. Di kehidupan sehari
hari yang semakin padat dengan aktivitas masing-masing manusia dan untuk
mengejar perkembangan jaman, manusia tidak akan lepas dari fungsi
muskuloskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak utama pada manusia.
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagian tubuh, serta
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Namun dari ulah
manusia itu sendiri fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur.
Fraktur biasanya terjadi karena trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak legkap.
Fenomena yang terjadi di masyarakat biasanya jika terjadi patah tulang atau
fraktur pasien tidak dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu melainkan dibawa
ke sangkal putung. Pengobatan alternatif sangkal putung dalam pengobatan dan
penyembuhannya dengan menggunakan jampi mantra prana, doa, dan pijatan
khusus, bahkan menggunakan bahan khusus lainnya. Jarang sekali masyarakat
membawanya kerumah sakit atau klinik terdekat dikarenakan salah satu
faktornya adalah biaya rumah sakit yang terlalu mahal untuk melakukan
operasi. Dan terhimpitnya faktor biaya yang terlalu minim untuk melakukan
pengobatan (Helmi, 2012)

Menurut WHO tahun 2013 menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas


mencapai 1.202.226 kali atau sekitar 72% dalam setahun. Badan kesehatan
dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang

5
meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas. Menurut data kepolisian RI tahun 2013, didapatkan sektar 8 juta orang
mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang
berbeda. Fraktur juga dapat terjadi karena faktor lain seperti proses degeneratif
dan patologi, menurut Depkes RI 2013 didapatkan 25% penderita fraktur yang
mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stres
psikologis seperti cemas atau bahkan depresi dan 10% mengalami kesembuhan
dengan baik (Depkes RI 2013)

Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena


salah satu sebab. Penyebab trauma antara lain kecelakaan lalu lintas, industri,
olahraga, maupun kecelakaan rumah tangga. Dampak dari kecelakaan tersebut
dapat mengakibatkan fraktur atau patah tulang. Kekerasan langsung
menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
sering bersifat fraktur terbuka dengan garis melintang atau miring. Kekerasan
tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Fraktur atau patah tulang biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran faktor kekerasan. Kekerasan akibat tarikan
otot patah tulang sangat jarang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya
struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik disebabkan oleh
kurangnya zat-zat nutrisi seperti fitamin D, kalsium, fosfor ferum. Faktor lain
yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan
yang lambat pada fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan. Sebagian besar
akibat patah tulang adalah kecelakaan dimana beban yang menimpa tulang lebih
besar dibandingkan kekuatan tulang. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan fraktur tidak lengkap melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur
terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur ekstrinsik (meliputi kecepatan, durasi trauma yang mengenai

6
tulang arah dan kekuatan), sedangkan intrinsik meliputi kapasitas tulang
mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang-tulang yang
dapat menyebabkan terjadinya patah tulang bermacam-macam,
misalnya trauma langsung dan tidak langsung akibat keadaan patologis secara
spontan. Tanda dan gejala yang muncul pada fraktur Humerus adalah tidak dapat
menggunakan anggota gerak, nyeri pembengkakan, terdapat trauma.
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain ; syok neurogenik,
infeksi, nekrosis disvaskuler, cedera vaskuler dan syaraf kerusakan arteri.

Upaya pencegahan penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan


tindakan tepat agar imobilisasi dilakukan sesegera mungkin pergerakan
fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya syok dan
komplikasi neurovaskuler. Keperawatan merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam memenuhi
kebutuhan Pasien dan keluarga secara spiritual dan kultur.
Perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan pada fraktur humerus
dan pemberian penyuluhan diantaranya dengan usaha promotif yaitu
memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya menjaga keselamatan
diri. Usaha preventif perawat menjelaskan agar pasien menghindari terjadinya
trauma, terjatuh ataukecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat
atau yang cepat dilakukan dengan cara hati-hati selalu memperhatikan pedoman
keselamatan dengan memakai alat perlindungan diri (APD) sesuai standar.
Sedangkan upaya kuratif adalah perawat dapat berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi obat dan pembedahan. Sedang tindakan mandiri
perawat dalam upaya kuratif bisa dengan mengajarkan tehnik distraksi atau
relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan akibat luka
pembedahan atau post operatif, rawat luka steril untuk luka post op, juga
memberikan edukasi kepada pasien guna untuk meningktakan pengetahuan
pasien mengenai perawatan luka post op. Untuk upaya rehabilitatif, yaitu
dengan memberikan Health Education (pendidikan kesehatan) tentang

7
pencegahan infeksi lebih lanjut, dengan memberi pengarahan tentang
pengkonsumsian obat antibiotik, dan rawat luka steril setelah dilakukan
pembedahan. Menganjurkan untuk kontrol secara rutin untuk melihat
perkembangan tulang setelah operasi pembedahan, menganjurkan pasien untuk
mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dan kalsium untuk mempercepat
regenerasi tulang, menganjurkan pasien untuk mengikuti program terapi, dan
memotivasi pasien untuk melakukan rompasif dengan menggerakkan jari-jari
tangan secara bertahap. (Asmadi, 2013)

1.2Tujuan
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah mengerti dan memahami “Asuhan
Keperawatan Preoperatif Ny.D. Dengan Fraktur Humerus Dextra Dengan Tindakan
Orif Humerus Dextra Di Instalasi Bedah Sentral Rsd Dr. Soebandi”.
1.3 Ruang Lingkup
Dalamhal ini adabeberapahalyangdigunakan sebagairuanglingkupmateri ini,
antara lain:
1.3.1 Pembahasan tentanganatomidan fisiologi tentangFraktur Humerus
1.3.2 Pembahasan tentangFraktur Humerusterdiridaridefinisi,anatomi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, terapi Fraktur Humerus
1.3.3 Pembahasantentangpengkajiankeperawatandandiagnosakeperawatan ods Fraktur
Humerus

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah:

1.4.1 Bagi penulis sendiri, hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang
nyata tentang “Asuhan Keperawatan Preoperatif Ny.D. Dengan Fraktur Humerus
Dextra Dengan Tindakan Orif Humerus Dextra Di Instalasi Bedah Sentral Rsd Dr.
Soebandi”.
1.4.2 Bagi klien dan keluarga, dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu
memahami “Asuhan Keperawatan Preoperatif Ny.D. Dengan Fraktur Humerus
Dextra Dengan Tindakan Orif Humerus Dextra Di Instalasi Bedah Sentral Rsd Dr.
Soebandi”.

8
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan, sebagai referensi dan tambahan
informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan di massa depan.
1.4.4 Bagi Rumah Sakit, hasil laporan kasus diharapkan menjadi informasi dalam saran
dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien rumah
sakit yang akan datang.
1.5 Sistematika Penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari danmemahami studi kasus
ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian,yaitu :

Bab 1 : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, tujuan, ruang


lingkup,Manfaatpenulisan,sistematika penulisan studi kasus

Bab 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari studi medisdan
asuhankeperawatan pasien dengan diagnosa pre- operatif, intra-operatif, dan post
operatif frakturhumerus

Bab 3 : Tinjauan kasus berisi tentang deskripsi data hasil pengkajian,diagnosa,


perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

Bab 4 : Pembahasan, berisi tentang pembandingan antara teori dengankenyataan

yang ada di lapangan

Bab 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi
Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus yang
disebabkan oleh benturan/trauma dan disertai kerusakan jaringan lunak
(Muttaqin,2011)

2.1.2. Anatomi Tulang

Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang
dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan
dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal
humeri, shaft humeri dan distal humeri.

a. Proksimal humeri

Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi
oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi
dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri
serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan
struktur di bawahnya oleh collum anatomicum.

Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum
minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal
sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan
melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum serta
crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan dan
dilalui tendon caput longum m. bicipitis.

b. Shaft humeri

Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan


shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis

10
dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior
membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin menonjol dan
tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis
dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah
distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis.

Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas


deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior humeri
didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke
inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo medialis dan merupakan
lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke distal.

c. Distal humeri

Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo
medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir
sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri
sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis.
Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta di
permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris.

Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk
artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang
sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea
humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh
tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan posterior
dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan anterior
maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat
tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan dipermukaan posterior
disebut fossa olecrani.

Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang


rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum

11
humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri
didapatkan fossa radialis.

Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi


mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu
humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis
mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm.
supraspinatus dan infraspinatus.

d. M. Latissimus Dorsi

Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale dibentuk
oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk plica
axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris. Otot ini
berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales V dan crista
iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini berfungsi untuk
ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri.

e. M. Deltoideus

Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan
permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan
superior acromion, serta tepi inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas
deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi
humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri.

f. M. Supraspinatus

Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya di
tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis. Otot
ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm. infraspinatus,
teres minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi
mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik
oleh m. deltoideus menuju acromion.

12
g. M. Infraspinatus

m. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini. Origonya


di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior spina
scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri dan
berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian
superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri.

h. M. Subscapularis

Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa


subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula
artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri.

i. M. Teres Minor

Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini berorigo
pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula melekat pada
capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum minor humeri. Otot
ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri.

j. M. Teres Mayor

Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior. Berinsersi di
labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat insersi m.
subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama m. latissimus
dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi.

k. M. Biceps Brachii

13
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum et
brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus
coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis. Ketika
melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh ligamentum
transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian tendo
insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.

Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti,
sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris.

l. M. Coracobrachialis

Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n.


musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi
untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri.

m. M. Brachialis

Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral humeri
dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et tuberositas ulna.
Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti.

n. M. Triceps Brachii

Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan
tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan
superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya
berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput
ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral
et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di facies
posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di
inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia
antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.

14
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi
artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi cubiti.

Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan
ulnaris.

o. N. Axillaris (C5-C6)

Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m.


subscapularis memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian
berjalan ke posterior bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus
axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di inferior dari tepi inferior m. teres
minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial collum
chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk
menginervasi kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke
anterior sekeliling sisi lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m.
deltoideus.

p. N. Musculocutaneus (C5-C7)

Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M. coracobrachialis


ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otototot fleksor regio
brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral region antebrachii dan
arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m. biceps brachii
sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.

q. N. Medianus (C5-T1)

Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan radiks
lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis dan radiks
medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus brachialis.
Selanjutnya berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu a. brachialis. Saraf
ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari arteri ini di dalam
fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di permukaan anterior m.
brachialis menuju fossa cubiti.

15
r. N. Radialis (C5-T1)

Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior dari a.
axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit di sisi
posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor region brachii et
antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus.

s. N. Ulnaris (C7-T1)

Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar


dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi a.
brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum
intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi medial
m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis humeri.

Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut:

Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior m.


teres mayor. Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir sebagai
dua cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang berada di
regio ini adalah aa. Profunda brachii, collaterales ulnares proksimal et distalis.

Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini lateral


regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a. collateralis
radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a. collateralis media, yang
menuju sisi posterior epicondylus lateralis humeri.

Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii dan


berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis humeri.

Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi cubiti
dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya menuju sisi
anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. Vena brachialis mengikuti
arterinya dan kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica berjalan
superficial terhadap a. brachialis.

16
Gambar 1. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus. (c) Humerus dengan tiga
saraf utama yaitu n. axillaris, n. radialis dan n. ulnaris.

17
Gambar 2. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot
berhubungan dengan pergerakan humerus.

2.1.3 Klasifikasi (Reksoprodjo, 2015)


Fraktur / patah tulang humerus terbagi atas :

1. Fraktur Suprakondilar Humerus

Jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi :

a. Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku
dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi.

b. Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan
tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalamposisi sedikit
fleksi.

18
2. Fraktur Interkondiler Humerus

Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur
kondiler medialis humerus.

3. Fraktur Batang Humerus

Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur


transvesal atau gaya memutar tak langsung yang mengakibatkan fraktur spiral (fraktur
yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi)

4. Fraktur Kolum Humerus

Fraktur ini dapat terjadi pada kolum anatomikum ( terletak di bawah kaput
humeri) dan kolum sirurgikum ( terletak di bawah tuberkulum ).

2.1.4. Etiologi
Menurut Reksoprodjo (2015) fraktur humerus disebabkan trauma. Trauma ada 2
jenis yaitu :

1. Trauma langsung, yaitu terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur
di tempat itu

2. Trauma tidak langsung yaitu terjadi benturan pada tulang dan titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

2.1.5 Manifestasi Klinik


Menurut (Muttaqin,2011) tanda dan gejala dari fraktur humerus adalah :

1. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas

19
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat maupun
terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang normal.

3. Krepitus

Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan krepitus yang
terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

4. Pembengkakan dan perubahan warna

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi pembengkakan dan
perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cidera.

2.1.6.Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan tersebut
mengakibatkan jaringan tidak mampu menahan kekuatan yang mengenainya. Maka
tulang menjadi patah sehingga tulang yang mengalami fraktur akan terjadi perubahan
posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan lunak dan jaringan disekitarnya
yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan yang mengelilinginya
(Long, B.C, 2012). Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang
berlawanan pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah didalam fraktur,
maka akan timbul nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat
persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter.

Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya akan bergeser, sebagian oleh


karena kekuatan cidera dan bias juga gaya berat dan tarikan otot yang melekat. Fraktur
dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot, sehingga
terjadi pemendekkan tulang dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya
gesekan antara fragmen tulang yang patah.

20
Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR HUMERUS

Pergeseran fragmen tulang Krisis situasi Trauma jaringan tubuh

Rangsangan mengeluarkan zat-zat Gangguan psikologis Terputusnya kontinuitas Kerusakan


Bradikinin, histamin, prostaglandin, dan Jaringan vaskuler
serotonin Kurang informasi

Menstimulasi saraf bebas Hubungan dengan dunia


Kurang Luar Penurunan aliran
pengetahuan
darah
Di transmisi ke spinal cord Luka
Buffer Pertahanan
tubuh inadekuat Resiko
Thalamus disfungsi
neurovaskuler
Korteks serebri Resiko tinggi infeksi

Nyeri dipersepsikan
29
Nyeri

30
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik(Wijaya & Yasode, 2015)
1. Pemeriksaan rontgen

Menentukan lokasi tempat terjadinya fraktur ini pada lateral atau medial dsb.

2. Scan tulang, temogram, scan CT/MRI

Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan


lunak.

3. Hitung darah lengkap

Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan


bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah
sel darah putih adalah respon stres normal steelah trauma.

4. Kratinin

Trauma pada otot meningkat beban kreatinin untuk klirens ginjal.

5. Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau cedera
hati.

2.1.8Penatalaksanaan
Menurut (Guyton, 2013)prinsip pengelolaan patah tulang adalah reposisi dan
immobilisasi. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan antara lain:

1. Proteksi saja, misal mitela untuk fraktur dengan kedudukan baik

2. Immobilisasi dengan fiksasi atau immobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap
memerlukan immobilisasi agar tidak terjadi diskolasi fragmen

3. Reposisi diikuti immobilisasi

4.Reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa tertentu, diikuti immobilisasi

54
5.Reposisi diikuti immobilisasi fiksasi luar

6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang
secara operatif

7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan
fiksasi internal

8.Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prostetis

Pada prinsipnya pengobatan pada fraktur humerus dapat dilakukan secara tertutup
yaitu dengan cara :

1. Fragmen-fragmen dikembalikan pada posisi anatomis (reposisi)

2. Dilakukan imobilisasi sampai terjadi penyambungan fragmen-fragmen tersebut


(fiksasi atau immobilisasi)

3. Pemulihan fungsi (restorasi)

Hal diatas dilakukan karena toleransi yang baik terhadap pemendekan, serta
rotasi fragmen patahan tulang. Pengobatan secara tertutup dapat dilakukan dengan
traksi skelet.

Secara umum tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan


fraktur tertutup antara lain :

1. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas seperti biasa segera mungkin sepanjang
memungkinkan

2.Ajarkan pasien dalam mengontrol pembengkakan dan nyeri

3. Dorong pasien untuk aktif sebatas kemampuan dalam situasi immobilisasi fraktur

4. Lakukan latihan untuk mempertahankan kondisi otot yang tidak rusak dan untuk
meningkatkan kekuatan otot

55
5. Ajarkan pasien cara penggunaan alat bantu secara aman

6. Bantu pasien dalam memodifikasi lingkungan rumah mereka

7. Ajarkan pasien untuk perawatan mandiri, informasi pengobatan, monitor potensial


komplikasi dan kebutuhan pengawasan pelayanan kesehatan lanjutan.

2.1.9Asuhan Keperawatan Perioperatif

1. Pengkajiaan
a. Data subjektif :
1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat,
apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang
lain?
3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),
lokasi/tempat mengalami cedera.
4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien
menjadi cedera.
5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan (jenisnya), obat, dan lainnya.
6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan
pengobatan pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani
proses pengobatan terhadap penyakit tertentu?
7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien
menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah
penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?
8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir
sebelum cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk
mempermudah mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih
lanjut/operasi.

56
9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien
mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
b. Pengkajian ABCDFGH
1) AIRWAY
- Cek jalan napas paten atau tidak
- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh
kebelakang, terdapat cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan
seperti snoring, gurgling, crowing.
2) BREATHING
- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
- Gerakan dinding dada simetris atau tidak
- Irama napas cepat, dangkal atau normal
- Pola napas teratur atau tidak
- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
- Ada sesak napas atau tidak (RR)
- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu
pernapasan
3) CIRCULATION
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
- Turgor kulit
- Diaphoresis
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan
-
4) DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma

57
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
5) EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi,
edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
- Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
8) H 1 SAMPLE
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
9) H 2 HEAD TO TOE
- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
- Tangan kanan
-

58
2. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:

Pre Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian (akibat
pembedahan).

Intra Operasi

a. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive

b. Risiko hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah

Post Operasi
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular.
b. Resiko jatuh berhubungan dengan kondisi pasca operasi.

59
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pre Operatif
1. Pengkajian
IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Ny.D.
b. Tanggal Lahir : 16 -02-2000 ( 21 Tahun )
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMA
e. Alamat : Desa Kalisat Jember
f. No Rekam Medis : 326xxx
g. Diagnosa Medis : Fraktur Humerus

PRE OPERASI
1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan cemas dan takut
terhadap operasinya karena ini baru
pertama kalinya pasien operasi
2. Riwayat Penyakit : Tidak ada
3. Riwayat Operasi : Tidak ada
4. Riwayat Alergi : Tidak ada
5. Jenis Operasi : Besar
6. TTV
Tekanan Darah : 130/70 mmhg
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 36,2 C
Respirasion Rate : 23 x/menit
SPO2 : 92 %
7. TB dan BB : 165 cm dan 60 kg
8. Golongan darah :B
9. Rhesus golongan darah :+

Riwayat Psikososial/Spiritual
1. Status Emsional :
□Tenang □Bingung √Kooperatif □Gelisah □Menangis

2. Tingkat Kecemasan :
□ Tidak cemas √ Cemas

60
3. Skala Cemas :1
□ 0 = Tidak Cemas

□ 1 = Mengungkapkan kerisauan

□ = Tingkat perhatian tinggi

□ = Kerisauan tidak berfokus

□ = Respon simpati-adrenal

□ = panik
4. Skala Nyeri : 7 ( Nyeri berat)
: Dilengan Kanan
Skala Nyeri menurut VAS ( Visual Analog Scale)

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Sangat Nyeri Nyeri Tak


Nyeri Ringan Sedang Berat Terhankan
0–1 2- 3 4-5 6-7 8-9 10
5. Pemeriksaan Penunjang
1). Laboratorium : Ada (terlampir)
2). Rontgen : Ada(terlampir)

Pengkajian Sign In:


a. ASA :1
b. Verifikasi Id pasien : sudah
c. Verifikasi informed consent: Lengkap Surat izin operasi & Anastesi
d. Verifikasi puasa : pasien puasa selama 6 jam
e. Kesadaran : Sadar

61
f. Kerusakan sensori : Normal
g. Status musculoskeletal : Bagian ekstremitas atas terdapat fraktur
humerus (dextra)
h. Lapangan operasi di beri tanda : Tidak perlu
i. Riwayat alergi/infeksi /HIV/Hepatitis : Tidak ada
j. Kesulitan menjaga jalan nafas : Tidak

Sign in:

1. Pasien datang, cek kelengkapan data pasien.


2. Tulis identitas pasien di buku register dan buku kegiatan.
3. Bantu memindahkan pasien ke meja operasi
4. Tim anesthesi melakukan induksi dengan anestesi general.
5. Perawat sirkular memasang folley catheter No.16
6. Mengatur posisi pasien supine kemudian dibawah lengan tangan kanan diberi
bantal dialasin dengan Dispoosibble absorbent pad on
7. Pasang arde di tungkai kaki sebelah kanan.
8. Mencuci area operasi dengan chlorhexidine 4% , bersihkan dengan kasa setelah
selesai keringkan dengan duk steril.
9. Perawat instrument melakukan cuci tangan, memakai gaun operasi, dan memakai
sarung tangan steril.
10. Perawat instrument memakaikan gaun operasi dan sarung tangan steril kepada
tim operasi.
11. Antisepsis area operasi dengan povidon iodine 10% dalam cucing yang berisi
deppers dengan menggunakan sponge holding forcep.
12. Melakukan drapping dengan kertas, duk kecil diletakkan di bawah tangan anan.
13. Pasang duk besar dibagian atas dada sampai ke kepala
14. Pasang duk besar dibagian dada sampai bagian bawa di kaki dan samping
kanan kiri duk kecil kemudian di fixsasi dengan towel klem.
15. Dekatkan meja mayo dan meja instrument ke dekat area operasi, pasang kabel
pen diatermi ke alat ESU, slang suction, ikat dengan kasa lalu fiksasi dengan

62
towel klem. Pasang canule suction, cek fungsi kelayakan pen diatermi dan
suction

Analisa data ;
No Data Masalah Etiologi
DS: Pasien mengatakan takut akan
dilakukan operasi
Ancaman terhadap kematian
1 DO: Tampak gelisah, TegangTD: Ansietas
(akibat pembedahan)
130/70 mmHg, Nadi : 98x/menit,Suhu:
36,2 CSkala kecemasan 1.
Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian (akibat pembedahan).
(D.0080)
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
(SDKI) Hasil (SLKI) (SIKI)
Ansietas Tingkat Ansietas Persiapan Pembedahan
[D.0080] [L.09093] [I.14573]
Setelah dilakukan tindakan
Penyebab : Reduksi Ansietas
keperawatan selama 2x24
Ancaman terhadap kematian. 1. Observasi
Kekhawatiran mengalami jam diharapakan
kegagalan(akibat a. Identifikasi saat tingkat
kecemasan menurun atau
pembedahan). ansietas berubah (Mis. Kondisi,
pasien dapat tenang
Gejala dan Tanda Mayor waktu, stresor)
dengan kriteria :
Subjektif : b. Identifikasi kemampuan
1. Pasien mengatakan takut
akan dilakukan operasi Kriteria Hasil: mengambil keputusan
1. Verbalisasikebingunga
n c. Monitor tanda-tanda ansietas
Objektif :
1. Tampak gelisah. menurun (verbal dan nonverbal)
2. Verbalisasi khawatir
2. Tampak tegang. 2. Terapeutik
akibat kondisi yang
3. TD:130/70 mmHg,
dihadapi menurun a. Ciptakan suasana
4. Skala kecemasan 1
3. Perilaku gelisah
menurun terapeutik untuk menumbuhkan
Gejala dan Tanda Minor
4. Perilaku kepercayaan.
Objektif : tegangmenurun
1. Frekuensi nadi meningkat. 5. Konsentrasimembaik b. Pahami situasi yang membuat
2. Tekanan darah meningkat. 6. Frekeunsi
3. Muka tampak pucat. ansietas
nadimembaik
4. Suara bergetar. 7. Tekanan darah c. Dengarkan dengan penuh
5. Kontak mata buruk.

63
membaik perhatian
Kondisi Klinis Terkait : 8. Kontak matamembaik.
d. Gunakan pendekatan yang
1. Penyakit Kronis.
2. Penyakit akut tenang dan menyakinkan.
3. Rencana opersai
e. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang
3. Edukasi
a. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
b. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
d. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
e. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
f. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
g. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
h. Latih Teknik relaksasi
4. Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
antiansietas, jika perlu
Terapeutik :
1. Puasakan minimal 6 jam
sebelum pembedahan.
2. Bebaskan area kulit yang

64
akan dioperasi dari rambut
atau bulu tubuh.
3. Mandikan dengan cairan
antiseptik (mis. CHG 4%)
minimal 1 jam dan maksimal
malam hari sebelum
pembedahan.
4. Pastikan kelengkapam
dokumen-dokumen
perioperatif (mis. Surat
persetujuan operasi, hasil
radiologi, hasil
laboratorium).
5. Transfer ke kamar operasi
dengan alat transfer yang
sesuai (mis. Kursi roda,
tempat tidur).

Edukasi :
1. Jelaskan tentang prosedur,
waktu, dan lama operasi.
2. Jelaskan waktu puasa dan
pemberian obat premedikasi
(jika ada).
3. Latih teknik mengurangi
nyeri pascaoperatif.
4. Ajarkan cara mandi dengan
antiseptik.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat
sebelum pembedahan (mis.
Antibiotik, antihipertensi,
antidiabetik), sesuai indikasi.
2. Koordinasi dengan petugas
gizi tentang jadwal puasa dan
diet pasien.
3. Kolaborasi dengan dokter
bedah jika mengalami
peningkatan suhu tubuh,
hiperglikemia, hipoglikemia,
atau perburukan kondisi.
4. Koordinasi dengan perawat
kamar bedah.

65
Implementasi keperawatan
Implementasi
Observasi :
1. Mengidentifikasi kondisi umum pasien
Kesadaran : composmentis
TTV : TD : 130/70 mmHg, Nadi : 98x/menit, RR :23x/mnt, SpO2 : 92%
Jenis Operasi : Orif
Jenis Anestesi : General Anestesi
Penyakit Penyerta : -
2. Memonitor tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh.
Terapeutik :
1. Mempuasakan pasien minimal 6 jam sebelum pembedahan.
2. Memastikan kelengkapam dokumen-dokumen perioperatif (mis. Surat persetujuan
operasi, hasil radiologi, hasil laboratorium).
3. Mentransfer ke kamar operasi dengan alat transfer yang sesuai (menggunakan brankard)
Edukasi :
1. Menjelaskan tentang prosedur, waktu, dan lama operasi.
2. Menjelaskan waktu puasa.
3. Melatih teknik mengurangi kecemasan
Kolaborasi :
1. Mengkoordinasi dengan perawat kamar bedah (dilakukan tindakan operasi).

Evaluasi
1. Pasien kooperatif dalam tindakan perioperatif dan menunjukkan berkurangnya
tingkat ansietas seperti wajah tidak tegang lagi, adanya kontak mata yang baik
terhadap tim operasi.

B. Intra Operatif
a. Anestesi dimulai jam : 07.30 pagi
b. Pembedahan dimulai jam : 08.00 pagi
c. Ronde operasi :1
d. Lama operasi : 2 Jam
e. Antisespsis : Povidone iodine 10%
f. Jumlah tim operasi : 5 (Operator, Asisten 1, Asisten 2, Instrumen,
sirkuler)
g. Suhu & kelembaban : 200c dan 51%

66
h. Jenis anestesi : General anestesi
i. Posisi operasi : Lateral
j. TTV : Suhu 360C, Nadi 90x/mnt teraba kuat,
RR 27 x/mnt spontan, TD 129/83 mmHg
Saturasi O2 99%
1. Pengkajian Time out
a) Catatan anestesi : Pasien ASA 1
b) Pemasangan alat-alat : EKG, Oksimetri, Oksigen,
c) Antibiotic profilaks : cefazolin 2 gr via IV drip jam 07.15 pagi
d) Keadaan kritis :Menggunakan alat vaskuler untuk
mengantisipasi langkah kritis
e) Antisipasi kehilangan darah : Menggunakan alat ESU dan Ligasi
menggunakan benang nonabsorbel
f) Peralatan instrumen : Steril sesuai indikator
g) Masalah pada peralatan : Tidak ada
h) Foto foto penting yang ditampilkan : Sudah
i) Jumlah kassa : Kassa kecil 60 lembar.
j) Jumlah instrumen : 36 buah
k) Klasifikasi luka : Bersih
l) Kateter urine : No. 16 pemasang Tim OK 8
m) Posisi operasi : Lateral
n) Alat Pengukur posisi : Pengganjal (bantal)
o) Pasang grounding pada : Pada paha kiri
p) Electrosurgical uni (ESU) : Monopolar (coag 40, cut 40)
q) Specimen : Tidak ada
r) Irigasi : NaCl 500 ml

2. Persiapan alat:

Set Dasar Jumlah

ScalpelHandleNo. 3 1

67
ChirrurgisForcep 2

TissueForcep 2

MetzenboumScrissor 1

Scrissor Mayo 1

SutureScrissor 1

TowelKlem 5

Pean ForcepBengkok 1

Pean Forcep Lurus 1

Kocher Forcep Lurus 1

NeedleHolderBesar /Kecil 1/1

SpongeHoldingForcep 1

Langen Back 1

CanuleSuction 1

Bengkok 1

Cucing 1

Set Long Bone Jumlah

Hofmann/Cobra 2

BoneReduction 2

Verburgge/BoneHolder 1

Raspatorium 1

Elevator 1

Knable Tang 1

Bone Kuret Kecil 1

68
Set Basic Plating Jumlah

Elektro SurgicalMotor (Bor) 1

Drills(MataBor) 1

Macam-MacamTapper Cortical Ø4.5 1

SleaveØ4.5 1

Chuck Key(KunciBoor) 1

Penduga/DepthGauge 1

ImplantBox Dan Isinya 1

Screw Driver 4,5 1

Screw Cortex 4,5 7

Narow Plate 7 hole 1

Instrumen PenunjangOn Steril Jumlah

Mesin ESU 1

Mesin Suction 1

Lampu Operasi 2

MejaInstrument 1

MejaMayo 1

Standar Infus 1

TroliWaskom 1

TempatSampahMedis/Non Medis 1/1

Gunting verban 1

69
Viewer 1

Set Linen Jumlah

Duk Besar 5

Duk Kecil 10

Sarung Meja Mayo 1

Handuk Tangan 5

Gaun Operasi 4

BahanHabis Pakai Jumlah

Handscoon 7/7.5/8 2/4/2

Dispoosibble absorbentpad on 2

Scalpelhandleno. 10 2

Spuit10cc 2

Folleycatheter no 16/urobag 1/1

Kasa 60

Tensocrep 10 cm x 4,5 m 1

70
PovidonIodine10% 100cc

Softband 4 inch 2

Cairan NS0,9% 1 liter

Opsitebesar 1

Sofratule 1

Absorbable/Natural/MonofilamentNo.2/0 2

NonAbsorbable/Natural/MultifilamentNo.2 2
-0

Time Out:
1. Time out dipimpin oleh perawat sirkuler dilanjutkan berdoa yang dipimpin oleh
dokter operator
2. Berikan mess 1 (scalpel handle yang sudah diberikan scalpel blades no.10)
untuk insisi.
3. Berikan double pinset chirrugis forcep kepada operator dan asisten serta
electrosurgical pen, kemudian kasihkan pean forcep serta kassa untuk merawat
perdarahan.
4. Berikan mess no.2 (scapel handle yang sudah diberikan scalpel blades no.10)
untuk membuka facia dan otot, kalau perlu berikan metzenboum scrissor untuk
expose lapis demi lapis. Berikan langen back kepada asisten untuk memperluas
lapang pandang area operasi saat insisi sampai terlihat tulang.
5. Setelah tulang terlihat, berikan Hofmann kepada operator untuk elevasi tulang
agar terlihat lebih jelas. Berikan raspatorium untuk membersihkan jaringan yang
menempel pada tulang.
6. Berikan Bone reduction untuk mengetahui garis fraktur, Berikan knable untuk
kalus lalu berikan kuret tulang untuk membersihkan fragmen tulang dari kalus /
jaringan yang timbul supaya tidak ada ganjalan saat menyatukan tulang yang
patah asisten melakukan spooling.

71
7. Operator melalukan evaluasi, lalu berikan bone reduction 2 kepada operator
untuk melakukan reposisi, operator memutuskan untuk memasang pasang Plate
pada humerus Narow Plate 7 hole di fiksasi dengan bone reduction atau
verburrgh.
8. Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 4,5 mm pada operator
dan berikan juga sleave untuk melindungi jaringan sekitarnya saat pengeboran
agar focus pada daerah yang dibor, pada saat mengebor irigasi dengan cairan Ns
mengunakan spuit 10 cc.
9. Setelah dibor berikan pengukur untuk menentukan ukuran screw, lalu berikan
tapper cortical untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai ukuran
kedalaman saat diukur screw cortex diameter 4,5 no.24 sejumlah 4 buah, no.26
sejumlah 3 buah dan berikan screw driver untuk semua screw. Hal ini dilakukan
sampai terpasang screw semuanya.
10. Berikan bengkok, letakkan di bawah lengan tangan lalu cuci luka dengan NS
0,9%, hisap dengan suction, operator membersihkan dengan slaber kalau perlu.

Analisa data
No Data Masalah Etiologi
DS : - Risiko Infeksi Efek Prosedur Invasif
DO :
1. Dilakukan tindakan operasi
1.
Orif Humerus (D)
2. Klasifikasi luka : Bersih
3. Kelembapan udara : 51%
DS : - Risiko Hipotermi Suhu Lingkungan Rendah
2. DO : Suhu ruangan 200 C ,
kelembapan 51 %

Diagnosa keperawatan:
a. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive

b. Risiko hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


(SDKI) Hasil (SLKI) (SIKI)
Risiko Infeksi[D.0142] Tingkat Infeksi[L.14137] Pencegahan Infeksi

72
  [I.14539
Faktor Risiko Kriteria Hasil :
1. Efek prosedur invasif. 1. Kebersihan tangan Tindakan
  Observasi :
meningkat.
Kondisi Klinis Terkait : 1. Monitor tanda dan infeksi
2. Kemerahan menurun.
1. Tindakan invasif. lokal dan sistemik.
3. Nyeri menurun.
Terapeutik :
4. Bengkak menurun. 1. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien.
2. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu.

Risiko Hipotermia Termoregulasi Regulasi Temperatur


Perioperatif [D.0141] [L.14134] [I.14578]

Ekspetasi : Membaik Tindakan


Faktor Risiko : Observasi :
1. Prosedur pembedahan. 1. Monitor warna dan suhu
Kriteria Hasil :
2. Skor American Society kulit.
of Anestesiologist (ASA) 1. Mengigil menurun. 2. Monitor dan catat tanda
>1. 2. Akrosianosis menurun. gejala hipotermia atau
3. Suhu lingkungan 3. Pucat menurun. hipertermia.
rendah. 4. Takikardia menurun.
  5. Hipoksia menurun. Terapeutik :
Kondisi Klinis Terkait : 1. Gunakan matras penghangat,
1. Tindakan pembedahan selimut hangat, dan
penghangat ruangan untuk
menaikkan suhu tubuh jika
perlu.
2. Sesuaikan suhu lingkan
dengan kebutuhan pasien.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu.

Implementasi keperawatan
Implementasi
Pencegahan Infeksi
Tindakan

73
Observasi :
1. Memonitor tanda dan infeksi lokal dan sistemik.
Terapeutik :
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien (cuci
tangan bedah)
2. Mempertahankan teknik aseptik selama operasi.
Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.

Regulasi Temperatur
Tindakan
Observasi :
1. Memonitor warna dan suhu kulit.
2. Memonitor dan catat tanda gejala hipotermia atau hipertermia.
Terapeutik :
1. Memasangkan selimut pada pasien.
2. Menyesuaikan suhu lingkan dengan kebutuhan pasien.
Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu.

Evaluasi Keperawatan
1. Selama operasi berlangsung tidak ada tanda-tanda terjadinya infeksi dan tim
operasi memperhatikan tehnik aseptic untuk mencegah terjadinya infeksi di
kemudian hari
2. Tanda-tanda vital pasien menunjukkan kestabilan selama operasi dan tidak ada
tanda-tanda terjadinya hipotermi

C.Post Operatif
a. Pasienpindah ke : Recovery room yang didamping oleh perawat anastesi pada
jam 10.15 pagi
1. Keluhan saatdiRR : Pasien masih belum sadar dari pengaruh general
anestesi

b. Kondisi : Dingin, Kulit kering, ekstubasi

74
c. Keadaan umum : Sedang

d. TTV : Suhu 36,7 C, Nadi 94 x/mnt, TD 120/80 mmHg, RR


22x/menit

e. Kesadaran :Somnolen

Sign Out:
1. Hitung jumlah alat dan kassa sebelum area operasi ditutup. Pastikan semua
dalam keadaan lengkap.
2. Jahit luka operasi lapis demi lapis. Siapkan naldvoeder dan chirurgis forcep,
berikan kepada operator. Bagian fasia jahit dengan benang
Absorbable/Natural/Monofilament No.2/0 , Bagian otot dan subcutis dijahit
dengan Absorbable/Natural/Monofilament No.2/0, dan bagian kulit dijahit
dengan menggunakan benang NonAbsorbable/Natural/Multifilament 2-0.
Berikan pean forcep bengkok, kassa dan suture scrissor kepada asisten.
3. Bersihkan luka dengan kassa basah dan keringkan.
4. Tutup luka dengan sofratul, kassa kering dengan terakhir balut dengan softban4
inch dan tensocrep 10cm x 4,5m.
5. Operasi selesai, bereskan semua instrument, bor listrik, selang suction dan kabel
couter dilepas.
6. Rapikan pasien, bersihkan bagian tubuh pasien dari bekas betadin yang masih
menempel dengan towel dan keringkan.
7. Pindahkan pasien ke brankart, dorong ke ruang recovery.
8. Bersihkan ruangan dan lingkungan kamar operasi, rapikan dan kembalikan alat-
alat yang dipakai pada tempatnya.
9. Inventaris bahan habis pakai pada depo farmasi.

Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. DS : - Bersihan jalan napas Disfungsi neuromuskular
DO : Pasien tidak sadar efek tidak efektif
anastesi dan masih terpasang
endotrakeal tube (ETT).

75
2. DS : - Resiko jatuh Kondisi pasca operasi
DO : Pasien masih dalam
pengaruh general anastesi dan
Pemindahan ke RR masih di
dampingi perawat anastesi

Diagnosa Keperawatan
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskular.
d. Resiko jatuh berhubungan dengan kondisi pasca operasi.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
(SDKI) Hasil (SLKI) (SIKI)
Bersihan Jalan Napas tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif [L01001] [I.14509]
[D.0001] Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 Tindakan
Penyebab : jam Observasi :
Fisiologis  diharapakanBersihanJalan 1. Monitor pola napas
1. Spasme jalan Napas tidak Efektif (frekuensi, kedalaman, usaha
napas. Normal dengan kriteria : napas).
2. Hipersekresi 2. Monitor bunyi napas
jalan napas. tambahan (mis. gurgling,
Kriteria Hasil : mengi, wheezing, ronhki
3. Disfungsi
neuromuskuler. 1. Produksi sputum kering).
4. Sekresi yang menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
tertahan. 2. Whezzing menurun. warna, aroma).
5. Efek agen 3. Dispnea menurun
farmakologis (mis. 4. Sulit bicara menurun. Terapeutik :
anastesi). 5. Sianosis menurun. 1. Pertahankan kepatenan jalan
. napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal).
2. Posisikan semi fowler atau
fowler.
3. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik.
4. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal.
5. Berikan Oksigen, jika perlu.

Kolaborasi :
1.Kolaborasi pemberian

76
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.

Manajemen Keselamatan
Lingkungan
Tingkat Jatuh [I.14512]
[L.14138] Definisi :

Risiko Jatuh[D.0143] Kriteria Hasil : Tindakan


1. Jatuh dari tempat tidur Observasi :
Faktor Risiko menurun. 1. Identifikasi kebutuhan
1. Penurunan tingkat keselamatan (mis. kondisi
2. Jatuh saat dipindahkan.
kesadaran. fisik, fungsi kognitif dan
2. Kondisi pasca operasi. riwayat perilaku).
3. Efek agen farmakologis 2. Monitor perubahan status
(mis. sedasi, alkohol, keselamatan lingkungan.
anastesi umum).
Terapeutik :
Kondisi Klinis Terkait 1. Hilangkan bahaya
- keselamatan lingkungan
(mis. fisik, bilogis, dan
kimia), jika memungkinkan.
2. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan
resiko.
3. Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan (mis.
commade chair dan pegangan
tangan).
4. Gunakan perangkat
pelindung (mis. pengekangan
fisik, rel samping, pintu
terkunci, pagar).

Implementasi keperawatan
Implementasi

77
Manajemen Jalan Napas
Tindakan
Observasi :
1. Memonitor pola napas (RR 22x/mnt)
2. Memonitor bunyi napas tambahan (wheezing +)
Terapeutik :
1. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift.
2. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
3. Memberikan Oksigen

Manajemen Keselamatan Lingkungan


Tindakan
Observasi :
1. Mengidentifikasi kebutuhan keselamatan (keadaan pasien sedang dan masih terpasang
endotrakeal tube, serta kesadaran somnolen).
2. Memonitor perubahan status keselamatan lingkungan.
Terapeutik :
1. Menghilangkan bahaya keselamatan lingkungan (menjauhkan pasien dari benda tajam
mis. jarum spuit).
2. Memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko (terpasanga
pengaman tempat tidur).
3. Menyediakan alat bantu keamanan lingkungan (terpasang restrain).
4. Menggunakan perangkat pelindung (pengaman tempat tidur, restrain)

Evaluasi Keperawatan
1. Pasien masih belum bisa bernafas spontan dan masih terpasang endotrakeal tube
(ETT) selama perjalanan ke ruang recovery room.
2. Pasien yang dipindahkan ke ruang recovery room tidak mengalami cedera ataupun
jatuh dan selama perjalanan ke ruang recovery room didampingi oleh perawat
anastesi dan bed pasien terdapat pagar pengaman.

BAB IV

PEMBAHASAN

Fraktur Humerus merupakan fraktur pada tulang humerus yang disebabkan


oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. fraktur humerus
disebabkan oleh trauma. Trauma ada 2 jenis yaitu : Trauma langsung, yaitu terjadi

78
benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung
yaitu terjadi benturan pada tulang dan titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan. Manifestasi klinis dari adanya fraktur Nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang, Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat
maupun terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang
normal, Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya dan mengalami
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi pembengkakan dan
perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur.

Pada pengkajian sign in didapatkan ASA atau status anestesi 1, verifikasi Id


pasien sudah dilakukan, verifikasi an, verfikasi informed concent lengkap surat izin
operasi & anastesi, verfikasi puasa yaitu 6 jam, kesadaran compos metis, dan tidak
kerusakan sensori, status muscoskeletal didapatkan fraktur humerus pada bagian
ekstermitas atas, tidak ada riwayat alergi atau infeksi., tidak ada gangguan pada jalan
nafas. Tindakan yang saat ini dilakukan pada pasien Ny.D. adalah open reduction
internal fixation (orif). Tindakan orif ini dilakukan setelah klien mengalami fraktur
pada ekstermitas atas (humerus dextra).

Penulis berpendapat bahwa keluhan nyeri dan bengkak pada ekstermitas atas
(humerus) disebabkan karena trauma langsung benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat (klien mengalami kecelakan), sehingga klien muncul
kondisi klinis dari adanya fraktur Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

Pada pasien Ny.D. dilakukan tindakan operasi dengan metode orif, Open
reduction internal fixation (ORIF) merupakan suatu jenis operasi dengan pemasangan
internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat direduksi secara
cukup dengan close reduction, untuk mempertahankan posisi yang teapat pada

79
fragmen fraktur. Operasi dengan metode orif memiliki keunggulan dalam hal
mengembalikan keselarasan posisi tulang lebih baik dibandingkan dengan metode
yang lain. Sehingga tindakan orif lebih direkomendasikan terhadap fraktur dengan
kerusakan jaringan dibuktikan dengan adanya bengkak dan keluhan nyeri. Harapan
dari dilakukannya tindakan orif pada Ny.D. adalah tercapainya reposisi yang sempurna
dan fiksasi yang kokoh sehingga pada pasien orif segera dilakukan. Selain itu pada
pasien yang menjalani orif penyatuan tulang yang fraktur lebih cepat, memiliki reduksi
cepat, memiliki reduksi akurat dan stabilitas reduksi yang tinggi, serta pemeriksaan
struktur neurovascular dapat dilakukan lebih muda.

80
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, baik secara teoritis maupun secara tinjaun
kasus didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Diagnosa keperawatan yang berhubungan
pada pasien dengan fraktur humerus dengan tindakan Orif ada beberapa diagnosa yang
muncul yaitu Pre Operasi. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
(akibat pembedahan) Intra OperasiResiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur
invasive,Risiko hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah. Post
OperasiBersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular,Resiko jatuh berhubungan dengan kondisi pasca operasi.
Intervensi dan implementasi yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan kondisi
pasien saat pre, intra dan post operasi. Adapun evaluasi yang dilakukan selama
pemberian asuhan keperawatan sudah sesuai dengan intervensi yang disusun oleh
penulis.

B. Saran
1. Pasien

Diharapakan pasien dapat mengetahui cara menjaga luka operasi dan selalu
memperhatikan petunjuk dokter//perawat serta dukungan keluarga sangat penting
dalam proses penyumbuhan pada pasien dengan fraktur humerus dengan tindakan
orif.

2. Perawat

Perawat maupun tim medis lainnya harus terampil dalam melakukan asuhan
keperawatan perioperatif dan harus memperhatikan konsep aseptik untuk mencegah
terjadinya resiko infeski pada pasien.

81
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Nurlaili (2013). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat


Kecemasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta di akses pada
tanggal 30 april 2020

Kompas (2018), WHO: Tiap 24 Detik Satu Orang Tewas Akibat Kecelakaan Lalu
Lintas(Online),
(https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/international/read/201
8/12/0713032721/who-tiap24-detik-satu-orang-tewas-akibat-kecelakaanlalu-lintas),
diakses pada 8 agustus 2019.

Muttaqin, (2011). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik


Klinik Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Helmi, (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Anonim, (2013). World Health Organization. Road Traffic Injuries: World Health
Organization;2013.

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.


Asmadi, (2013). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. EGC

Andriyani Fivi (2017). Asuhan Keperawatan Fraktur Humerus. Sidoarjo


Anonim, (2013). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Fraktur Humerus.
(Online), (http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporanpendahuluan-
fraktur.html?m=), diakses pada 15 Agustus 2019

82

Anda mungkin juga menyukai