Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PENDALAMAN MATERI

PERAWATAN ENDODONTIK GIGI ANAK

Irena Wijatmo (1606900511)


Rifki Mujahid Ziyad (1706030932)
Shera Cynthia Islami (1706030541)

Pembimbing:
Prof. Heriandi Sutadi, Ph.D., drg., Sp.KGA (K)
drg. Marianti Enikawati
drg. Nurulia Januarti

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK FAKULTAS


KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
2.1 Morfologi Gigi Sulung....................................................................................................5
2.2 Histofisiologi Kompleks Dentin Pulpa..........................................................................6
2.2.1 Dentinogenesis pada Respons terhadap Injuri.....................................................6
2.2.2 Dentinogenesis pada Respons terhadap Lesi Karies............................................7
2.2.3 Dentinogenesis pada Respons terhadap Prosedur Operatif..................................8
2.3.1 Riwayat Medis Pasien Anak................................................................................9
2.3.2 Riwayat Karakteristik Nyeri................................................................................9
2.3.3 Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan Penunjang..............................................10
2.4 Perawatan Pulpa Gigi Sulung.....................................................................................12
2.4.1 Pulpa Vital..............................................................................................................12
2.4.1.1 Protective base..................................................................................................12
2.4.1.2 Indirect Pulp Capping.......................................................................................12
2.4.1.3 Direct Pulp Capping.........................................................................................14
2.4.1.4 Pulpotomi..........................................................................................................14
2.4.3 Pulpa Nonvital........................................................................................................18
2.4.3.1 Pulpektomi........................................................................................................18
2.5 Material Endodontik Perawatan Pulpa Gigi Sulung................................................20
2.5.1 Material pulp capping gigi sulung...........................................................................20
2.5.2 Material pengisi saluran akar untuk gigi sulung......................................................21
2.6 Perawatan Pulpa Gigi Permanen Muda.....................................................................22
2.6.1 Vital.........................................................................................................................22
2.6.1.1 Protective base..................................................................................................22
2.6.1.2 Indirect Pulp Treatment.....................................................................................23
2.6.1.3 Direct Pulp Cap.................................................................................................23
2.6.1.4 Apexogenesis....................................................................................................23
2.6.1.5 Partial Pulpotomy..............................................................................................24
2.6.1.6 Pulpotomy.........................................................................................................24
2.6.2 Nonvital...................................................................................................................24
2.6.1.1 Apexification.....................................................................................................24
2.6.1.2 Pulpectomy........................................................................................................25
2.7 Material Endodontik dan Reaksi Pulpa Gigi Permanen Muda...............................26
2.7.1.2 Material Pulpotomi Gigi Permanen Muda........................................................26
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

Pada gigi sulung, terjadinya karies dapat menstimulasi adanya respons terhadap
kompleks dentin-pulpa. Perluasan karies pada dentin dapat menyebabkan pulpa terekspos
sehingga dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa. Ketika pulpa sudah terekspos dan
muncul infeksi sehingga terasa sakit, kontrol infeksi dan inflamasi perlu untuk segera
dilakukan bersama dengan perawatan atau tatalaksana yang tepat untuk menghilangkan
infeksi.1

Perawatan endodontik atau perawatan saluran akar (PSA) pada gigi anak merupakan
salah satu alternatif perawatan yang dapat diberikan untuk terjadinya infeksi pulpa gigi anak.
PSA gigi sulung dapat mencegah terjadinya perluasan infeksi dan dapat mempertahankan sisa
jaringan gigi yang sehat sehingga gigi sulung tetap bisa digunakan selama mungkin, sehingga
dapat menciptakan keadaan yang baik untuk eksfoliasi gigi sulung secara normal dan selama
menunggu erupsi gigi permanen yang masih dalam pertumbuhan dan perkembangan.1,2

Pengetahuan mengenai respons kompleks dentin-pulpa terhadap faktor luar dan


pemeriksaan lengkap pada gigi anak perlu dilakukan untuk penegakan rencana perawatan
yang terbaik pada gigi anak dengan masalah kompleks pulpa sesuai dengan indikasi dan
kontraindikasi dari masing-masing perawatan endodontik yang dapat dilakukan. Makalah ini
akan membahas prinsip-prinsip dasar yang perlu diketahui serta jenis perawatan endodontik
pada gigi anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Gigi Sulung
Morfologi pulpa, pembentukan akar, dan gambaran khas gigi sulung perlu dipahami
operator agar dapat menunjang keberhasilan perawatan pulpa pada gigi sulung. Berikut ini
adalah beberapa hal yang perlu dipahami mengenai morfologi gigi sulung dan
perbandingannya dengan gigi permanen1:

1. Gigi sulung dari segala dimensi memiliki ukuran yang lebih kecil dari gigi permanen.
2. Mahkota gigi sulung memiliki ukuran mesiodistal yang lebih besar dari ukuran
servikooklusal.
3. Mahkota gigi sulung anterior memiliki permukaan fasial dan lingual lebih prominen
pada 1/3 servikal mahkotanya dibandingkan mahkota gigi permanen.
4. Mahkota gigi sulung posterior memiliki permukaan oklusal yang lebih sempit secara
fasiolingual serta permukaan fasial dan lingual yang lebih konvergen ke arah oklusal
dari mahkota gigi permanen.
5. Akar gigi sulung memiliki porsi atau rasio yang lebih besar dari mahkotanya.
6. Akar gigi molar sulung lebih ramping dan panjang serta lebih melebar pada area
servikal dan lebih mengarah ke apeks dibandingkan akar gigi molar permanen.
7. Gigi sulung memiliki ketebalan enamel yang lebih tipis, hanya sekitar 1 mm saja.
8. Gigi sulung memiliki dentinoenamel junction (DEJ) yang lebih dekat terhadap
enamel.
9. Gigi sulung memiliki kamar pulpa yang lebih lebar dan tanduk pulpa yang lebih
tinggi dari gigi permanen.
10. Dentin pada gigi sulung cenderung lebih porus dari dentin pada gigi permanen,
sehingga lebih rentan terhadap lesi karies.

Gambar 2.1. Gigi permanen muda dan gigi sulung.1


2.2 Histofisiologi Kompleks Dentin Pulpa
Pada gigi sulung maupun gigi permanen, dentin dan pulpa sering disebut sebagai
kompleks dentin-pulpa karena keduanya memiliki keterkaitan dalam proses perkembangan
gigi. Pulpa gigi merupakan jaringan ikat khusus (specialized) yang berasal dari mesenkim
dan dikelilingi oleh dinding tubuli dentin yang melapisi kamar pulpa dan saluran akar. Inti
pulpa mengandung saraf dan pembuluh darah serta dikelilingi oleh jaringan ikat longgar.
Sementara itu, dentin terbentuk dari odontoblas, yaitu sel dengan peran sintesis dan deposisi
matriks organik dentin yang kelak akan termineralisasi mengelilingi jaringan pulpa.
Odontoblas akan melapisi bagian perifer dari kamar pulpa dan memperluas proses
sitoplasmiknya ke dalam tubuli dentin sehingga terjadi reaksi pada kompleks dentin-pulpa
untuk mempertahankan pulpa ketika terjadi kerusakan oleh injuri (penyakit atau prosedur
operatif).1,2

Di bawah lapisan odontoblas, terdapat sel-sel yang disebut dengan cell-free zone dan
cell-rich zone of Hohl. Cell-free zone merupakan sel yang terletak tepat di bawah lapisan
odontoblas dengan pleksus saraf yang melimpah (pleksus Raschkow) dan kapiler darah yang
menopang dan meregulasi aktivitas odontoblas serta menyediakan inervasi sensorik pada
pulpa. Cell-rich zone of Hohl merupakan sel-sel di bawah cell-free zone dan terdiri atas sel-
sel yang menyerupai odontoblas (odontoblast-like cells).1,2

Bagian dentin dalam lebih porus dibanding dentin superfisial. Selain itu, dentin pada
gigi sulung dan gigi permanen muda cenderung lebih porus dari dentin pada gigi permanen
yang sudah tumbuh sempurna. Maka, pulpa gigi sulung dan gigi permanen muda lebih rentan
terhadap lesi karies, kavitas dalam, dan lesi atau injuri traumatik. Pemeriksaan pulpa pada
gigi permanen muda cenderung kurang memberi hasil yang meyakinkan karena inervasi pula
(pleksus Raschkow) baru akan matang sempurna jika pembentukan akar gigi telah mencapai
tahap akhir.1

2.2.1 Dentinogenesis pada Respons terhadap Injuri

Respons utama dari kompleks dentin-pulpa terhadap stimulus injuri adalah


pembentukan dentin tersier untuk menambah jarak antara stimulus dengan jaringan pulpa dan
membentuk dentin sklerotik untuk menurunkan permeabilitas dentin. Berdasarkan struktur
tubuli dentin dan pengaruhnya terhadap permeabilitas struktur di sekitarnya, dentin tersier
terbagi menjadi dentin tersier reaksioner dan dentin tersier reparatif. Dentin tersier reaksioner
merupakan hasil dari odontoblas yang terstimulasi oleh kasus trauma ringan dan terletak di
bawah lokasi injuri. Secara histologis, dentin reaksioner memiliki gambaran struktur tubuli
dentin yang kontinu dengan dentin normal. Dentin tersier reparatif umumnya dihasilkan oleh
odontoblast-like cells yang berdiferensiasi beserta penurunan permeabilitas dentin sebagai
respons terhadap stimulus trauma berat yang memberi dampak kepada odontoblas dan
terbukanya pulpa. Secara histologis, dentin tersier reparatif memiliki gambaran berupa
diskontinuitas struktur tubuli dentin disertai penurunan permeabilitas dentin.1,2

Gambar 2.2. Skema pembentukan dentin tersier.1

Gambar 2.3. Gambaran histologis (A) dentin tersier reaksioner dan (B) dentin tersier
reparatif.1

2.2.2 Dentinogenesis pada Respons terhadap Lesi Karies

Dentin tersier reaksioner dan dentin sklerotik akan terbentuk saat telah terjadi
perluasan karies dari enamel ke dentin. Jumlah dari dentin tersier tersebut bergantung pada
kedalaman dan progresivitas (rate of progression) dari lesi karies tersebut. Bila progresivitas
lesi tinggi, dentin tersier reaksioner yang terbentuk akan semakin buruk dan berbentuk
irregular. Jika progresivitas lesi karies lebih cepat dari proses pembentukan dentin tersier
reaksioner, akan terjadi pelebaran pembuluh darah pulpa dan kemunculan sel inflamasi pada
area tubuli dentin di sekitar lesi karies. Lesi karies dentin yang tidak segera ditangani akan
berisiko memunculkan eksposur pada pulpa. Inflamasi akut akan terjadi pada lesi karies
mencapai pulpa dan menyebabkan terbentuk mikroabses di bawah area pulpa yang terekspos,
dilanjutkan dengan akumulasi sel-sel inflamasi kronis. Saat lesi karies mencapai pulpa
tersebut tidak segera ditangani, gigi tersebut dapat mengalami nekrosis pulpa total atau
nekrosis parsial.1,2

Faktor utama yang menentukan apakah pulpa dalam kondisi nekrosis parsial atau
nekrosis total didasari oleh drainase abses pada gigi. Bila pulpa terekspos dan terjadi
drainase, kemungkinan terdapat sisa jaringan periapikal yang terinflamasi kronis dan
terkategorikan sebagai nekrosis parsial. Namun, jika pulpa terekspos dan drainase terhalang
oleh impaksi makanan atau margin restorasi yang buruk (faktor lokalis), maka kemungkinan
telah terjadi nekrosis total.1

2.2.3 Dentinogenesis pada Respons terhadap Prosedur Operatif

Faktor utama yang mempengaruhi kompleks dentin-pulpa saat prosedur preparasi


restoratif adalah pengangkatan dentin, terbentuknya panas, dan terjadinya pengeringan area
kerja. Ketika preparasi dan dentin sehat ikut terangkat, dentin yang tidak dilindungi dentin
tersier akan ikut terbuang diikuti dengan pembentukan dentin sklerotik dan dentin tersier.
Selain itu, prosedur preparasi restoratif juga dapat menimbulkan reaksi pada pulpa, baik
berupa reaksi ringan maupun berat.1

Reaksi pulpa yang ringan sering terjadi pada teknik preparasi dengan tekanan yang
ringan dan disertai perubahan minor pada lapisan odontoblas sebagai hasil akumulasi cairan
tubuli dentin. Reaksi pulpa yang berat umumnya terjadi pada teknik preparasi dengan tekanan
yang besar sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan, perluasan inflamasi, dan nekrosis
sel pulpa. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pulpa karena pengambilan jaringan yang
berlebihan, perlu dilakukan preparasi seminim mungkin dengan prinsip minimal invasive
dentistry, menggunakan tekanan ringan dan aliran air dari handpiece untuk meminimalkan
efek panas dari preparasi terhadap kompleks dentin-pulpa, dan menghindari pemakaian air-
syringe terlalu lama agar tidak merusak kondisi kompleks dentin-pulpa.1

2.3 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Pulpa pada Gigi Sulung


Dalam penegakan diagnosis untuk menangani penyakit pulpa pada gigi sulung, perlu
dilakukan pemeriksaan secara runut mulai dari riwayat medis, riwayat dental, pemeriksaan
klinis, dan pemeriksaan radiograf (bila diperlukan) untuk mendapatkan informasi penting
mengenai keadaan pasien, terutama status pulpa pada gigi geligi pasien.3
2.3.1 Riwayat Medis Pasien Anak

Masalah medis pada pasien anak memungkinkan terjadinya batasan atau bahkan
mengubah arah rencana perawatan. Hal tersebut disebabkan perawatan pulpa harus
bergantung pada respons penyembuhan yang adaptif bila akan dilakukan perawatan
endodontik.4

Contoh pasien dengan riwayat medis yang menjadi kontraindikasi bagi perawatan
endodontik adalah pasien dengan congenital cardiac disease, pasien immunocompromised,
pasien immunosuppressed, dan pasien dengan healing potential yang buruk. Pasien-pasien
seperti ini perlu segera diberikan tindakan perawatan dental berupa ekstraksi untuk
menghilangkan infeksi di rongga mulutnya seperti kerusakan pulpa yang lebih dalam.4

Sementara itu, terdapat contoh kelainan medis yang bila terdapat pada pasien, pasien
masih diperbolehkan untuk diberikan perawatan endodontik, misalnya pasien dengan
kelainan perdarahan dan oligodonsia. Pasien anak dengan kelainan perdaraham masih
dibolehkan untuk mendapatkan penatalaksanaan endodontik bila operator sudah berkonsultasi
dengan hematolog (dokter Sp.PD) untuk mempertimbangkan aspek-aspek lain sebelum
menentukan apakah gigi tersebut masih dapat dipertahankan atau diekstraksi. Begitu pun
pada pasien anak dengan oligodonsia, perlu dipertimbangkan apakah gigi dapat
dipertahankan atau diekstraksi.4

Di samping itu, perawatan endodontik pada pasien anak membutuhkan tingkat


kekooperatifan pasien yang tinggi. Bila pasien anak tidak kooperatif dalam proses
pengambilan foto radiograf untuk keperluan diagnostik, besar kemungkinan anak tersebut
akan sulit diberikan perawatan endodontik yang kompleks.3

2.3.2 Riwayat Karakteristik Nyeri

Dalam menentukan karakteristik nyeri pada gigi anak, perlu dibedakan antara nyeri
spontan, nyeri terstimulasi, dan tidak ada nyeri. Nyeri spontan memiliki karakteristik seperti
dapat timbul kapan saja, berdenyut, tidak berhubungan dengan stimulus luar, dan persisten
sehingga mengganggu pasien pada setiap aktivitas hidupnya. 6 Sementara itu, nyeri
terstimulasi adalah nyeri yang dipicu oleh stimulus osmosis atau termal dan nyeri tersebut
dapat hilang saat tidak adanya stimulus yang diberikan.1
Nyeri terstimulasi pada gigi sulung dan permanen muda umumnya menandakan status
pulpa yang reversibel. Karakteristik nyeri tersebut dapat mengindikasikan perawatan pulpa
yang lebih konservatif seperti pulp capping.2

Nyeri spontan pada gigi sulung menandakan status pulpa yang irreversible.
Karakteristik nyeri tersebut pada gigi sulung dapat mengarahkan perawatan pulpa seperti
pulpektomi, PSA, atau ekstraksi.2 Berbeda dengan gigi sulung, karakteristik nyeri spontan
pada gigi permanen muda justru mengarahkan perawatan pulpotomi, apeksogenesis,
apeksifikasi, dan teknik regeneratif lainnya.1

Kondisi tidak ada nyeri pulpa pada gigi sulung maupun gigi permanen pada pasien anak
kadang memunculkan kesulitan diagnosis antara status pulpa gigi tersebut yang masih sehat
atau justru sudah mengalami nekrosis atau degenerasi. Hal tersebut ditambah dengan belum
mampunya pasien anak, terutama yang berusia prasekolah, dalam menjelaskan karakteristik
nyeri yang dirasakannya, sehingga perlu dibantu oleh orang tua atau wali dalam penjelasan
keluhan nyeri yang dirasakannya, diiringi dengan pemeriksaan klinis dan radiografis untuk
dapat menegakkan diagnosis status pulpa pada gigi anak.3

2.3.3 Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan Penunjang

Dalam pemeriksaan klinis bagi penegakan diagnosis status pulpa pada gigi anak, baik
melalui pemeriksaan ekstraoral (EO) dan pemeriksaan intraoral (IO), serta pemeriksaan
penunjang berupa pengambilan foto radiograf, terdapat tanda-tanda yang dapat diperhatikan
pada kasus kerusakan gigi dengan keterlibatan pulpa pada gigi sulung, gigi permanen muda,
maupun permanen dewasa.1 Tanda-tanda klinis yang dapat diperhatikan adalah adanya:

 Diskolorasi gigi,
 Karies,
 Pembengkakan dan tanda kemerahan di regio vestibulum sekitar gigi,
 Drainase purulen,
 Fraktur gigi ekstensif, dan/atau
 Restorasi gigi yang hilang atau restorasi gigi dengan kerusakan marginal karena
karies sekunder.

Pemeriksaan EO seperti palpasi dan observasi visual bentuk wajah dapat mengarah
pada status pulpa gigi. Adanya pembengkakan, tanda kemerahan, dan limfadenopati
submandibular yang terdeteksi secara EO dapat dicurigai sebagai terjadinya abses
dentoalveolar akut.1

Pemeriksaan IO seperti observasi visual, palpasi, perkusi, tes mobilitas, dan tes vitalitas
gigi dilakukan untuk menentukan status pulpa gigi sulung maupun gigi permanen muda. Bila
terdapat mobilitas gigi pada anak, hal tersebut bisa disebabkan oleh kehilangan tulang akibat
inflamasi periapikal (kegoyangan patologis) atau resorpsi akar fisiologis sebagai proses
eksfoliasi gigi sulung diikuti erupsi gigi permanen (kegoyangan fisiologis). Cara
membedakan kegoyangan patologis dengan fisiologis tersebut adalah dengan
membandingkan gigi tersebut dengan gigi ipsilateral (kanan-kirinya). Bila gigi ipsilateral
tidak menunjukkan mobilitas sedangkan gigi tersebut mengalami kegoyangan, kemungkinan
gigi tersebut mengalami kerusakan tulang akibat inflamasi periapikal.1,2

Pemeriksaan dengan tes perkusi pada gigi anak dapat dilakukan dengan ujung jari dan
tidak disarankan menggunakan ujung instrumen plastis. Bila perkusi positif, dapat dicurigai
adanya kerusakan pulpa yang menyebabkan periodontitis apikalis akut atau trauma dental.2

Tes vitalitas gigi dapat dilakukan dengan uji termal dan/atau uji elektrik untuk
mengetahui respon vital gigi. Namun, tes vitalitas ini tidak dianjurkan karena dapat
menimbulkan kecemasan pada pasien anak atau masalah manajemen perilaku lainnya. 1,2 Hal
tersebut menyebabkan perlunya pemeriksaan penunjang berupa foto radiograf.

Pemeriksaan radiograf seperti periapikal dan bitewing dapat dilakukan untuk memberi
gambaran kondisi gigi sulung maupun permanen muda. Hal yang dapat diinterpretasi dari
hasil foto radiograf tersebut adalah:

 Kedalaman karies gigi dengan atau tanpa keterlibatan pulpa,


 Kualitas restorasi gigi,
 Evaluasi hasil perawatan pulpa gigi,
 Kondisi perawatan endodontik yang pernah dilakukan,
 Perubahan di sekitar jaringan pulpa, misal adanya dentinal barrier, kalsifikasi, atau
pulp stone)
 Observasi pembentukan akar pada gigi permanen muda,
 Perubahan patologis pada sekitar regio periapikal gigi,
 Pembentukan dentin sekunder dan/atau dentin tersier, dan
 Degenerasi pulpa berupa massa terkalsifikasi di kamar pulpa.
2.4 Perawatan Pulpa Gigi Sulung
2.4.1 Pulpa Vital
Pada gigi yang memiliki riwayat nyeri tidak spontan dengan durasi singkat yang rasa
sakitnya mereda setelah mengonsumsi analgesik, menyikat gigi, menunjukkan status
pulpa normal atau gejala pulpitis reversibel, merupakan kandidat untuk perawatan
terapi pulpa vital.5 Berikut merupakan macam macam perawatan pulpa vital sesuai
dengan derajat penyakit pulpa.

2.4.1.1 Protective base


Protective liner merupakan material yang diaplikasikan dalam jumlah yang tipis pada
dentin dalam yang melindungi pulpa. Material ini akan melindungi tubulus dentin
yang terbuka dan berperan sebagai pembatas antara material restorasi dan pulpa. 5
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk menjaga vitalitas pulpa, memicu penyembuhan
jaringan pulpa dan pembentukan dentin tersier serta meminimalisasi infeksi bakteri.
Bahan: MTA, semen trisilikat, kalsium hidroksida, dan material biokompatibel lain.
Indikasi:
 Karies dalam yang masih terdapat dentin setelah ekskavasi seluruh jaringan
karies
 Gigi dengan pulpa normal
Evaliasi: tidak adanya keluhan subjektif seperti sensitivitas, nyeri, atau
pembengkakan.5

2.4.1.2 Indirect Pulp Capping


Dasar dari perawatan pulp capping adalah untuk melindungi jaringan karies
dari lingkungan mulut guna memicu penyembuhan pulpa melalui pembentukan dentin
reaksioner.4 Pada prosedur ini, hanya jaringan karies yang terinfeksi yang diangkat,
sementara itu jaringan karies affected dentin yang mendekati pulpa ditinggalkan untuk
melindungi pulpa dan mencegah terjadinya pulpa terkekspos.5 Dinding preparasi
kavitas diperluas hingga ke struktur gigi yang sehat karena jika masih terdapat karies
enamel dan dentin pada margin kavitas akan menyebabkan seal atau penutupan yang
tidak adekuat saat proses penyembuhan.3
Jaringan karies yang tersisa kemudian ditutup menggunakan basis yang
bersifat radiopak dan biokompatibel seperti RMGIC, kalsium hidroksida, atau MTA.
Selanjutnya, akan dilakukan restorasi sementara, restorasi dapat menggunakan GIC
yang berguna untuk mengontrol perkembangan karies pada gigi yang menunjukkan
gejala pulpitis reversibel. Enam hingga delapan minggu kemudian, lesi karies yang
ditinggalkan kemudian diiekskavasi dan dilakukan restorasi permanen. 3,5 (Gambar
2.4)

Gambar 2.4 Terapi Indirect Pulp Capping. (A) Gigi sulung atau permanen dengan karies dalam. (B)
Jaringan infected dentin telah diangkat dan ditutup menggunakan semen biokompatibel. (C) Enam
hingga delapan minggu kemudian, kavitas dipreparasi kembali untuk mengangkat jaringan karies yang
ditinggalkan sebelumnya. Terdapat lapisan dentin yang melindungi pulpa.3

Indikasi1:
 Lesi karies dalam hingga tertinggal sedikit jaringan dentin yang melindungi
pulpa
 Asimptomatik
 Tidak adanya patologi pada pulpa radikular di dalam gambaran radiograf

Tatalaksana3–5:
1. Asepsis dan isolasi area kerja.
2. Ekskavasi karies superfisial.
3. Ekskavasi karies perifer, tinggalkan karies dalam yang melindungi pulpa.
4. Finalisasi preparasi kavitas
5. Irigasi menggunakan saline sterile
6. Tempatkan kalsium hidroksida diatas jaringan karies
7. Lakukan penumpatan sementara menggunakan kalsium hidroksida
8. Setelah 6-8 minggu, bongkar restorasi sementara dan ekskavasi karies yang
tertinggal. Menurut rumber lain yaitu Cameron, 2013 dalam The Handbook of
Dentistry dan Pulp Therapy for Primary and Immature Permanent Teeth, jika
hasil pemeriksaan secara klinis dan radiograf menunjukkan penyembuhan
pulpa maka tidak perlu dilakukan pengambilan jaringan karies yang
tertinggal.4,5
9. Lakukan restorasi permanen restorasi sewarna gigi/mahkota logam.

Evaluasi:
Selama margin restorasi tertutup rapat dan terhindar dari kontaminasi bakteri,
prognosis untuk menghambat karies dan pembentukan reparative dentin untuk
melindungi pulpa akan meningkat. Tingkat kesuksesan perawatan indirect pulp
capping lebih tinggi dibandingkan direct pulp capping dan pulpotomy pada kondisi
pulpa normal atau memiliki pulpitis reversibel dan tidak adanya pulpa terekspos.3,5

2.4.1.3 Direct Pulp Capping


Prosedur ini dilakukan ketika terjadi pinpoint exposure (sebesar  1 mm) pada pulpa
saat melakukan preparasi atau setelah terjadi trauma. Bahan biokompatibel yang
bersifat radiopak seperti MTA atau kalsium hidroksida dapat di aplikasikan pada
pulpa yang terekspos. Evaluasi dari prosedur ini dapat dikatakan baik jika vitalitas
pulpa tetap terjaga, tidak adanya gejala paska perawatan seperti sensitivitas, nyeri,
atau pembengkakan, terdapat penyembuhan pada pulpa dan pembentukan dentin
reparative, serta tidak terdapat.5

2.4.1.4 Pulpotomi
Pulpotomi merupakan prosedur amputasi pulpa koronal yang terinfeksi untuk
menjaga vitalitas dan fungsi pulpa radikular. Pada prosedur ini, jaringan pulpa
radikular harus bebas dari inflamasi dan infeksi. Beberapa hal yang menjadi faktor
kesuksesan pulpotomy antara lain; keahlian dalam mengontrol infeksi, pengangkatan
seluruh pulpa koronal yang terinfeksi, menggunakan medikamen yang sesuai, serta
dapat merestorasi mahkota tanpa adanya celah setelah selesai prosedur.1,3,5

Indikasi1:
 Eksposure pulpa yang akibat ekskavasi jaringan karies pada gigi sulung
 Pulpa normal atau pulpitis reversibel
 Tidak adanya tanda resropsi patologis ataupun infeksi pada gambaran
radiograf
 Infeksi diyakinkan hanya pada pulpa koronal, pada saat pulpa koronal
diamputasi, pulpa radikular tetap vital dengan ciri: tidak adanya nanah,
nekrosis pulpa, atau perdarahan yang tidak terkontrol oleh cotton pellet setelah
beberapa menit.

Kontraindikasi1:
 Adanya riwayat nyeri spontan pada gigi (bukan karena food impaksi)
 Gigi yang tidak dapat direstorasi karena penutupan koronal tidak adekuat
pasca pulpotomy
 Gigi tidak lama lagi akan eksfoliasi; atau benih gigi permanen sudah
menembus tulang
 Adanya gambaran patologi di furkasi atau periapical
 Adanya resropsi akar patologis
 Pulpa tidak berdarah pada saat diamputasi (nekrosis)
 Ketidak mampuan untuk mengontrol perdarahan pulpa radikular setelah
amputasi pulpa koronal
 Pulpa mengeluarkan nanah
 Adanya fistula

Langkah amputasi atau pengangkatan kamar pulpa1:


1. Persiapan pasien (pengaturan posisi kerja)
2. Persiapan operator (menggunakan APD)
3. Asepsis daerah kerja dengan mengoleskan povidone iodine
4. Melakukan anestesi topikal pada regio gigi yang akan dilakukan anestesi
5. Melakukan anestesi infiltrasi submucosa pada daerah kerja / regio gigi
yang akan dilakukan pulpotomy. Deposit 1cc cairan anestesi pada
muccobuccal fold. Selanjutnya, lakukan peridental injection.
6. Pengangkatan seluruh jaringan karies, adanya perdarahan pada kavitas
mengindikasikan bahwa pulpa masih vital
7. Pembukaan akses menggunakan round bur untuk membuka dan
menghilangkan atap pulpa sesuai dengan anatomi akar
8. Melakukan irigasi menggunakan H2O2 3% dan aquadest steril
9. Seluruh pulpa koronal diamputasi menggunakan bur bulat low speed
nomor #6 atau #8 atau menggunakan ekskavator. Jika masih ada pulpa
koronal yang tertinggal, perdarahan akan sulit dikontrol.
10. Irigasi dengan aquadest steril atau cairan saline lalu keringkan dengan
vakum atau cotton pellets
11. Perdarahan dikontrol dengan menempatkan cotton pellet lembab pada
orifis saluran akar. Jangan menggunakan cotton pellet kering karena akan
tersangkut dan jika diangkat akat menyebabkan perdarahan.
12. Jika perdarahan tidak berhenti, periksa apakah masih ada pulpa koronal
yang tertinggal. Jika perdarahan berasal dari salah satu kanal, masukkan
bur ke dalam kanal tersebut untuk mengamputasi bagian pulpa yang
terinfeksi; kanal tersebut kemudian diirigasi dan ditekan kembali
menggunakan cotton pellet lembab.
13. Jika setelah 2-3 menit perdarahan tidak berhenti, jaringan pulpa di dalam
kanal mungkin mengalami inflamasi dan gigi ini tidak dapat lagi dilakukan
pulpotomy.

Pulpotomi menggunakan medikamen formokresol.1


1. Setelah amputasi pulpa koronal, dan hemostasis telah tercapai, cotton
pellet dilembabkan menggunakan one-fifth dilution larutan formokresol.
Jika menggunakan Buckley’s formocresol, pertama-tama aduk gliserin dan
air dengan perbandingan 3:1, lalu aduk campuran tersebut dan formokresol
dengan perbandingan 4:1.

2. letakkan cotton pellet tersebut pada pulpa selama 5 menit untuk fiksasi
jaringan. Perhatikan agar formokresol tidak mengenai gingiva atau
jaringan lunak lainnya karena akan menimbulkan rasa terbakar.
3. Ketika cotton pellet diangkat, jaringan akan berubah warna menjadi coklat
dan tidak ada perdarahan. Jika terdapat area pulpa yang tidak ditutupi oleh
foromokresol, ulangi pemberian formorkresol pada daerah tersebut.
4. Isolasi ulang daerah kerja menggunakan cotton roll
5. Aplikasikan basis semen ZOE dan lakukan tumpatan sementara

6. Kontrol 1 minggu kemudian dan lakukan evaluasi serta restorasi


permanen.
Evaluasi:
 Pemeriksaan klinis: Tidak ada gejala seperti sensitivitas, nyeri atau
pembengkakan.
 Gambaran radiograf:
o Tidak adanya resropsi akar eksternal secara patologis
o Resorpsi internal tidak mencapai tulang alveolar. Pada umumnya,
resropsi internal akan teratasi oleh deposisi jaringan terkalsifikasi.
o Tidak membahayakan benih gigi permanen

Pulpotomi menggunakan medikamen ferric sulfate.1


1. Setelah amputasi pulpa koronal, dan hemostasis telah tercapai, aplikasikan
15,5% larutan ferric sulfate pada orifis kanal pulpa selama 10 – 15 detik.
Aplikasinya dapat menggunakan cotton pellet atau tetesi larutan ferric
sulfate menggunakan ujung burnisher.
2. Setelah cotton pellet diangkat, akan muncul berwarna kecoklatan, dan
perdarahan tidak boleh terjadi. Jika terjadi perdarahan, ulangi aplikasi
ferric sulfate sekali lagi.
3. Aplikasikan basis ZOE diatas pulpa dan restorasi sementara.
4. Kontrol 1 minggu kemudian untuk melakukan evaluasi dan restorasi
permanen.

Pulpotomi menggunakan medikamen MTA.1


1. Setelah amputasi pulpa koronal, dan hemostasis telah tercapai, manipulasi
bubuk MTA dengan air steril dengan perbandingan 3:1 lalu aduk hingga
homogen. Gunakan paper point untuk mengangkat kelebihan air pada
MTA.
2. Aplikasikan MTA menggunakan ekskavator, ketebalan MTA diusahakan
3 – 4 mm.
3. Basis ZOE atau GIC kemudian diaplikasikan. MTA membutuhkan
beberapa jam untuk mencapai kekuatan maksimum sehingga perlu
diperhatikan untuk memastikan bahwa MTA tetap berkontak dengan
jaringan pulpa.
4. Lakukan tumpatan sementara dan kontrol 1 minggu kemudian untuk
melakukan evaluasi dan restorasi permanen.

2.4.3 Pulpa Nonvital


2.4.3.1 Pulpektomi
Pulpektomi merupakan prosedur perawatan saluran akar untuk pulpa dengan
pulpitis irreversibel atau nekrotik akibat karies atau trauma. Berikut
merupakan indikasi dan kontra indikasi pulpektomi.1

Indikasi pulpektomi:
 Minimal panjang akar adalah 4 mm

Kontraindikasi pulpektomi:
 Gigi yang tidak dapat direstorasi
 Terdapat resropsi internal
 Gigi dengan perforasi lantai kamar pulpa
 Resropsi akar patologis melebihi 1/3 apikal
 Resorpsi tulang patologis diikuti dengan penurunan perlekatan periodontal
 Terdapat kista folikular atau dentigerous
 Lesi periapical atau interradikular melibatkan benih gigi permanen

Tatalaksana1:

1. Isolasi area kerja


2. Anestesia topikal dilanjutkan dengan infiltrasi
3. Pembukaan akses kamar pulpa
a. Untuk gigi anterior, kamar pulpa di akses dari permukaan lingual.
b. Untuk gigi posterior, kamat pulpa di akses dari permukaan oklusal.
c. Buka akses kamar pulpa menggunakan bur bulat, perhatikan ragangan
antomis kamar pulpa. Angkat seluruh atap kamar pulpa dan angkat
seluruh pulpa koronal menggunakan ekskavator
d. Setelah seluruh atap kamar pulpa terangkat, preparasi dinding kavitas
menggunakan diamendo atau non-end cutting bur untuk mencari
orifis saluran akar.
e. Tentukan panjang kerja melalui foto radiograf dengan menggunakan
k-file. Untuk menghindari overextension, kurangi panjang kerja
sebanyak 2-3 mm lebih pendek dari foto radiograf, terutama pada gigi
yang menunjukkan resorpsi apikal.
f. Setelah panjang kerja tercapai, lakukan pembersihan dan
pembentukan saluran akar. Gigi sulung memiliki dinding saluran akar
yang tipis sehingga penggunaan ultrasonic atau GGD tidak
dianjurkan. Instrumentasi yang dianjurkan adalah NiTi.
g. Kanal dibentuk hinggal file minimum adalah nomor 30 – 35.
h. Irigasi pada setiap pergantian file menggunakan NaOCl
4. Obsturasi
a. Setelah selesai pembersihan dan pembentukan saluran akar, irigasi
kembali menggunakan NaOCl 2,5% lalu keringkan menggunakan
paper point.
b. Jika saluran akar kering dan tidak mengeluarkan eksudat, obsturasi
dapat dilakukan dalam 1 pertemuan yang sama dengan preparasi
saluran akar.
c. Jika akan dilakukan pada pertemuan kedua, saluran akar dapat diisi
dengan pasta Ca(OH)2 nonsetting dan dilakukan penumpatan
sementara.
d. Pada pertemuan selanjutnya, jika pasien tidak memiliki gejala atau
tanda-tanda inflamasi, irigasi saluran akar menggunakan NaOCl 2,5%
untuk mengeluarkan Ca(OH)2 dan mengerinkan saluran akar.
e. Jika terdapat tanda tanda inflamasi, maka saluran akar diberishkan
dan dimedikasi kembali. Obsturasi ditunda ke pertemuan selanjutnya.
f. Pemlihan teknik pengisian saluran akar didasarkan pada material yang
digunakan dan aksesibilitas instrument terhadap saluran akar.
i. Jika menggunakan ZOE, pengisian saluran akar dapat dilakukan
dengan lentulo atau instrument plastis. Dapat pula dengan
menggunakan cotton pellet sebagai pembawa ZOE.
ii. Jika menggunakan pasta yang dapat teresorbsi seperti KRI,
Maisto atau Endoflas, lentulo spiral low-speed dapat digunakan
untuk membawa material ke dalam saluran akar. Kelebihan
material diambil menggunakan cotton pellet
iii. Jika menggunakan vitapex,

2.5 Material Endodontik Perawatan Pulpa Gigi Sulung


2.5.1 Material pulp capping gigi sulung
1. Zinc Oxide-Eugenol
Jauh sebelum kalsium hidroksida digunakan, ZOE telah banyak digunakan oleh
para dokter gigi. Namun, ZOE tidak direkomendasikan untuk direct pulp-
capping.3
2. Calcium Hydroxide
Kalsium hidroksida pertama kali dikenalkan sebagai penutup luka. Pulpa yang
berada didekatnya akan menjadi nekrotik akibat dari tingginya pH dari material
ini. Area nekrotik dan pulpa sehat kemudian akan dibatasi oleh zona pewarnaan
baru yang terdiri dari elemen basofilik dari kalsium hidroksida. Zona tersebut
terdiri dari jaringan fibrosa. Terdapat pula sel odontoblast yang berbaris pada tepi
jaringan fibrosa. Satu bulan setelah prosedur pulp capping, terlihat gambaran
seperti jembatan pada foto radiograf, jembatan ini akan terus menebal selama 12
bulan kedepan. 3
3. Ferric Sulfate
Ferric sulfate memiliki kemampuan aglutinasi protein darah dan mengontrol
perdarahan tanpa pembentukan gumpalan darah. Menurut beberapa penelitian,
kesuksesan ferric sulfate sebagai bahan pulpotomi sama dengan formocresol
bahkan toksisitasnya lebih rendah.3
4. Mineral Trioxide Aggregate
Komponen utama dari MTA adalah trikalsium silikat, trikalsium aluminat,
trikalsium oksida, dan silikat oksida. Kelebihan dari material ini adalah
biokompatibilitas, kerapatannya, aktivitas antimikroba, dan masih bisa setting
walaupun ada air dan darah.3

Berikut merupakan beberapa hal yang dapat disimpulkan terkait material pulp
capping:3
1. Untuk pulp capping indirect, liner GIC paling sering digunakan dibandingkan
dengan ZOE dan Ca(OH)2.
2. Formokresol merupakan bahan yang paling banyak dipilih sebagai medikamen
pulpotomi. Basis ZOE merupakan pilihan utama paska pulpotomi.
3. Prosedur pulpektomi jarang dilakukan pada gigi yang mengalami abses. Jika
prosedur tersebut dilakukan, maka material yang direkomendasikan adalah pasta
kombinasi iodoform dan kalsium hidroksida.

2.5.2 Material pengisi saluran akar untuk gigi sulung


Berikut merupakan kriteria ideal material pengisi saluran akar gigi sulung.1
 Memiliki waktu resorbsi yang sesuai dengan akar gigi sulung.
 Tidak membahayakan jaringan periapical dan benih gigi permanen.
 Jika teirisi melebihi apeks, maka material tersebut harus segera resrobsi.
 Memiliki efek antiseptic
 Dapat mengisi saluran akar dengan mudah
 Tidak mengkerut
 Mudah diangkat jika diperlukan
 Radiopak
 Tidak mengubah warna gigi

Pada saat ini, belum ada material yang memenuhi seluruh kriteria diatas. Material pengisi
saluran akar yang umumnya digunakan untuk gigi sulung adalah pasta ZOE, iodoform,
dan Ca(OH)2..1

1. ZOE (Zinc Oxide Eugenol)


Mayortias literature yang diterbitkan di Amerika merekomendasikan penggunaan
ZOE sebagai pengisi saluran akar. Sementara itu, negara lain menggunakan pasta
yang mengandung iodoform. Aktivitas antibakteri pada ZOE lebih baik dari pada
yang ada pada pasta iodorform. Toksisitas yang ada pada ZOE diketahui sama
atau kurang dari yang ada pada pasta iodoform. ZOE yang digunakan sebagai
pengisi saluran akar adalah ZOE tanpa katalis agar dapat memberikan waktu
yang cukup untuk mengisi saluran akar.

2. Pasta Iodoform
Salah satu contoh pasta iodoform adalah pasta KRI, campuran dari iodoform,
kampor, paraklorofenol, dan mentol. Pasta ini dapat teresorpsi dengan cepat dan
memiliki efek yang baik saat digunakan sebagai medikamen gigi sulung yang
disertai abses. Jika pengisian KRI melebihi hingga ke jaringan periapikal, pasta
ini akan segera tergantikan oleh jaringan normal.

3. Calcium Hydroxide
Kalsium hidroksida dianggap sebagai material pengisi saluran akar yang paling
ideal karena mudah diaplikasikan, tidak memiliki efek toksik terhadap benih gigi
permanen, dan radiopak.

2.6 Perawatan Pulpa Gigi Permanen Muda


Gigi permanen dengan pertumbuhan imatur menghasilkan gigi rapuh dengan
dinding dentin yang tipis, akar yang lebar dan apikal yang membuka, menimbulkan
saat perawatan endodontik dan restorasi. Merupakan sebuah kewajiban untuk menjaga
keselamatan pulpa hingga perkembangan gigi selesai. Prosedur pada gigi permanen
muda memiliki banyak kemiripan dengan gigi sulung dan fokus pada mempreservasi
seluruh atau sebagian pulpa dalam kondisi fungsional.1

2.6.1 Vital
2.6.1.1 Protective base
Protective liner adalah cairan yang diaplikasikan tipis pada permukaan pulpa
dari preparasi kavitas yang dalam untuk menutupi tubulus dentin yang terekspos,
sebagai protective barrier antara material restoratif dan pulpa. Aplikasi liner harus
diikuti dengan restorasi yang baik untuk meminimalisasi kebocoran dari permukaan
antara restorasi-dentin.6

Indikasi pada pulpa normal, setelah karies dihilangkan, untuk meminimalisasi


injuri pulpa, mempercepat penyembuhan jaringan pulpa, meminimalisasi sensitivitas
postoperatif. Material yang digunakan berupa kalsium hidroksida, dentin bonding
agent, dan GIC. Evaluasi berupa tidak adanya tanda atau gejala sensitivitas, rasa sakit,
pembengkakan.6

2.6.1.2 Indirect Pulp Treatment


Prosedur yang dilakukan pada gigi dengan diagnosis reversible pulpitis dan
karies dalam yang membutuhkan perawatan endodontik. Melibatkan dua langkah
berupa pembuangan karies dentin untuk mengurangi jumlah bakteri, dan
memperlambat atau menghentikan perkembangan karies. Langkah berikutnya adalah
pembuangan karies yang tersisa dan penempatan restorasi final. Rekomendasi interval
dari kedua langkah ini adalah 3-6 bulan, untuk menyediakan waktu yang cukup bagi
pembentukan dentin tersier dan diagnosis pulpa definitif.4,6
Indikasi pada pulpa normal tanpa gejala pulpitis atau diagnosis reversible
pulpitis. Evaluasi berupa tidak adanya tanda atau gejala sensitivitas, rasa sakit,
pembengkakan. Tidak ada resorpsi akar internal atau eksternal pada gambaran
radiograf. Gigi dengan akar imatur harus diapeksogenesis.4,6

2.6.1.3 Direct Pulp Cap


Ketika terjadi ekspos kecil pada pulpa saat preparasi kavitas dan setelah
perdarahan terkontrol, pulpa yang terekspos dicap dengan material seperti kalsium
hidroksida atau MTA sebelum mengaplikasikan restorasi yang menjaga gigi dari
microleakage.4,6

Indikasi berupa gigi yang memiliki karies kecil atau eksposur mekanis pada
gigi dengan pulpa normal. Evaluasi berupa tidak adanya tanda atau gejala sensitivitas,
rasa sakit, pembengkakan. Tidak ada resorpsi akar internal atau eksternal pada
gambaran radiograf atau perubahan patologis lainnya. Gigi dengan akar imatur harus
diapeksogenesis.4,6

2.6.1.4 Apexogenesis
Apeksogenesis adalah istilah histologis untuk mendeskripsikan kelanjutan
perkembangkan dan pembentukan fisiologis dari akar gigi. Pembentukan apeks di gigi
permanen muda vital dapat dicapai dengan menerapkan perawatan pulpa vital seperti
indirect pulp treatment, direct pulp capping, partial pulpotomy.6

2.6.1.5 Partial Pulpotomy


Prosedur yang melibatkan pembuangan jaringan pulpa terinflamasi dengan
kedalaman 1-3 mm atau lebih dalam untuk mencapai pulpa sehat. Perdarahan pulpa
harus diatasi dengan irigasi dengan bacteriocidal agent seperti sodium hipoklorit atau
klorheksidin sebelum ditutup dengan kalsium hidroksida atau MTA. MTA (dengan
ketebalan minimal 1,5 mm) harus menutup eksposur dan dentin di sekitarnya, diikuti
dengan lapisan RMGIC yang dilightcure. Kemudian restorasi yang menutup gigi dari
microleakage diapllikasikan.4,6

Indikasi berupa eksposur karies mencapai pulpa dengan perdarahan terkontrol


dalam rentang beberapa menit. Gigi harus vital, dengan diagnosis pulpa normal atau
reversible pulpitis. Evaluasi berupa tidak adanya tanda atau gejala sensitivitas, rasa
sakit, pembengkakan. Tidak ada resorpsi akar internal atau eksternal pada gambaran
radiograf atau perubahan patologis lainnya. Gigi dengan akar imatur harus di
apeksogenesis.4,6

2.6.1.6 Pulpotomy
Pada pulpa tereksposur oleh karies atau iatrogenik, jaringan radikular vital,
dan gigi dapat direstorasi, untuk menjaga jaringan sehat, dan tidak membahayakan
gigi pengganti.4,6

Tahapan perawatan berupa ekskavasi karies, amputasi kamar pulpa, mencapai


hemostasis, merawat pulpa radikular dengan medikamen, merestorasi dengan restorasi
permanen.4,6

2.6.2 Nonvital
2.6.1.1 Apexification
Apeksifikasi merupakan metode penutupan ujung akar yang tidak terbentuk
sempurna pada gigi permanen nonvital dengan mengangkat bagian koronal dan
jaringan radikular nonvital dekat ujung akar dan menempatkan biocompatible agent
seperti kalsium hidroksida pada kanal selama dua hingga empat minggu untuk
mendesinfeksi ruang kanal. Penutupan ujung akar menggunakan apical barrier seperti
MTA atau absorbable wound dressing. Gutta percha digunakan untuk mengisi saluran
akar, jika dinding kanal tipis, ruang kanal dapat diisi dengan MTA atau resin
komposit untuk memperkuat terhadap fraktur.4,6

Teknik apeksifikasi diawali dengan pembukaan akses, terutama bagi gigi


anterior agar instrumen yang lebih besar dapat masuk untuk membersihkan saluran
akar. Panjang saluran akar ditentukan lewat foto radiograf, tidak adanya konstriksi
apikal membuat metode elektronik tidak reliabel. Irigasi dengan NaOCl, kemudian
kanal dikeringkan dan dimedikasi dengan pasta cair kalsium hidroksida, dimasukkan
ke dalam kanal menggunakan lentulo spiral atau diinjeksi dengan syringe pasta. Gigi
kemudian ditutup pada bagian koronal dan pasien kontrol tiga bulan kemudian untuk
membersihkan pasta kalsium hidroksida dan memeriksa secara klinis dengan bantuan
gutta percha atau paper point dan foto radiograf untuk melihat perkembangan
calcified barrier.1
Gambar 2.5 Terbentuknya calcific barrier

Evaluasi berupa tidak adanya tanda atau gejala sensitivitas, rasa sakit,
pembengkakan. Tidak ada resorpsi akar internal atau eksternal pada gambaran
radiograf atau perubahan patologis lain, dan gigi lanjut bererupsi.4,6

2.6.1.2 Pulpectomy
Merupakan perawatan saluran akar (endodontik) untuk merawat pulpa
terekspos, terinfeksi, dan atau nekrosis untuk menghilangkan infeksi pulpa dan
periradikular. Seluruh atap pulpa diangkat untuk mendapat akses dan mengambil
semua jaringan pulpa koronal. Dilanjutkan dengan debridement, desinfeksi,
pembentukan saluran akar, obturasi saluran akar dengan bahan pengisi non-
resorbable.4,6

Indikasi berupa gigi yang dapat direstorasi dengan irreversible pulpitis atau
nekrosis pulpa. Evaluasi berupa pengisian tidak boleh lebih atau kurang, tidak ada
gejala setelah perawatan seperti sensitivitas berkepanjangan, pembengkakan, adanya
resolusi dari keluhan sebelum perawatan.4,6

2.7 Material Endodontik dan Reaksi Pulpa Gigi Permanen Muda


2.7.1.2 Material Pulpotomi Gigi Permanen Muda
Material pulpotomi berupa formokresol dengan full-strength formokresol
mengandung 19% formaldehida, 35% kresol dalam 15% gliserin dan air, dalam aplikasi 3-5
menit, formokresol yang dilarutkan dengan perbandingan 1 formokresol dan 4 pelarut (3
gliserin dan 1 air) dalam aplikasi 5 menit memiliki sifat bakterisidal, mempercepat eksfoliasi.4

Material lain berupa ferric sulfate 15.5% mendenaturasi protein dan membentuk
kompleks ferric ion, aplikasi yang lebih singkat daripada formokresol yaitu 10-15 detik. MTA
merupakan semen dental dengan bentuk kristal amourphous, obliterasi kanal pulpa sering
terjadi.4

BAB III
KESIMPULAN
Perawatan endodontik pada gigi anak dilakukan untuk mempertahankan fungsi gigi
sekaligus untuk mencegah eksfoliasi dini. Dalam merencanakan perawatan endodontik,
dibutuhkan pemeriksaan lengkap mencakup anamnesis, riwayat medis dan dental,
pemeriksaan klinis, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografik untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Diagnosis penyakit pulpa bergantung pada penjalaran
infeksi pada jaringan, meliputi karies mencapai pulpa vital yang bersifat reversible dan
irreversible serta karies mencapai pulpa nonvital atau nekrosis. Perawatan yang diberikan
bergantung pada diagnosis yang ditegakkan, yaitu pulpotomi, pulpektomi, dan perawatan
saluran akar. Keberhasilan perawatan endodontik pada gigi anak dipengaruhi oleh
penegakkan diagnosis yang baik, penyusunan rencana perawatan yang tepat, pemilihan
material endodontik serta teknik yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hargreaves KM, Berman LH. Cohen’s Pathways of The Pulp. 11th ed. Canada: St.
Louis, Missouri : Elsevier; 2016.
2. Koch G, Poulsen S. Pediatric Dentistry: A Clinical Approach. 3rd ed. Koch G, Poulsen
S, Espelid I, Haubek D, editors. Wiley-Blackwell; 2016.
3. Dean JA. McDonald and Avery’s Dentistry for the Child and Adolescent. 10th ed.
Dean JA, editor. Missouri: Mosby Elsevier; 2016.
4. Cameron AC, Widmer RP. Handbook of pediatric dentistry [Internet]. Edinburg:
Mosby; 2013. Available from: http://www.myilibrary.com?id=759205
5. Kratunova E, Silva D. Pulp therapy for primary and immature permanent teeth: An
overview. Gen Dent. 2018;66(6):30–8.
6. American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on pulp therapy for primary and
young permanent teeth. Reference Manual 2006-07. Pediatr Dent [Internet].
2007;28(6):144–8. Available from:
http://www.aapd.org/media/policies_guidelines/g_pulp.pdf

Anda mungkin juga menyukai