Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PULPOTOMI DAN PULPEKTOMI VITAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Profesi Departemen Pedodonsia

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Eriska Riyanti, drg., Sp. KGA. Subsp AIBK (K).

Disusun Oleh :

R. Maudy Dwi Kusuma Putri


160110170029

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2022

1
DAFTAR ISI

1.1 Pulpa ............................................................................................................................ 1


1.1.1 Perbedaan Pulpa pada Gigi Sulung dan Gigi Permanen .................................. 1
1.1.2 Etiologi Penyakit Pulpa pada Gigi Sulung ......................................................... 2
1.2 Diagnosis Penyakit Pulpa pada Gigi Sulung ........................................................... 3
1.2.1 Klasifikasi Penyakit Pulpa ................................................................................... 4
1.3 Pemeriksaan Pulpa ................................................................................................... 6
1.3.1 Radiografi ............................................................................................................ 8
1.3.2 Tes Sensibilitas Pulpa ....................................................................................... 10
1.3.3 Tes Sensitivitas Pulpa ...................................................................................... 14
1.4 Pulpotomi.................................................................................................................. 15
1.4.1 Indikasi dan Kontra Indikasi Pulpotomi........................................................ 16
1.4.2 Klasifikasi Pulpotomi ....................................................................................... 17
1.4.3 Pulpotomi Vital ................................................................................................. 18
1.5 Pulpektomi Vital ...................................................................................................... 25
1.5.1 Pulpektomi vital dengan satu kali kunjungan ................................................ 27
1.6 Bahan Obturasi untuk Gigi Sulung .................................................................. 29
1.6.1 Persyaratan bahan Obturasi ............................................................................ 29
1.6.2 Tujuan Obturasi ............................................................................................... 31
1.6.3 Bahan pada Obturasi ....................................................................................... 31
1.6.4 Teknik Obturasi Gigi Sulung ........................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 34

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Perbedaan Pulpa pada Gigi Permanen dan Gigi Sulung .................................... 3
Gambar 1 Pedoman Radiografi........................................................................................... 8
Gambar 2 Laser Doopler Flowmetri ................................................................................... 9
Gambar 3 Oksimeter nadi ................................................................................................. 10
ambar 4 Klasifikasi Pulpotomi ......................................................................................... 18
Gambar 5 Prosedur pulpotomi formokresol ..................................................................... 21
Gambar 6 Zona setelah penggunaan formokresol ............................................................ 22
Gambar 7 Material Pulpotomi dua kali kunjungan........................................................... 23
Gambar 8 Perbandingan setiap bahan obturasi pada gigi sulung ..................................... 30
Gambar 9 Bahan obturasi ................................................................................................. 31

ii
1.1. Pulpa

Pulpa adalah jaringan lunak yang dikelilingi oleh dentin. Ini adalah jaringan fibrosa
yang keras dengan tidak banyak elastisitas yang dikaitkan dengan serat kolagen yang ada
di dalamnya. Fungsi pulpa untuk pembentukan, nutrisi, persarafan dan pertahanan dentin.
Hal ini membantu dalam pembentukan dentin sekunder, memberikan nutrisi ke dentin
melalui odontoblas, menyediakan persarafan melalui reseptor cairan dan perifer dan
pertahanan melalui sarana pembentukan dentin reparatif dan sel darah. Dentin terbentuk
di sekitar pulpa secara terus menerus dalam bentuk dentin sekunder dan dengan demikian
seiring bertambahnya usia pulpa mengalami kemunduran dalam ukuran. Oleh karena itu,
pulpa pada gigi sulung atau gigi permanen muda berukuran lebih besar dibandingkan
dengan gigi pada orang dewasa. Secara anatomis pulpa dapat dibedakan berdasarkan
letaknya menjadi pulpa koronal dan pulpa radikular.
Pulpa secara histologis terbuat dari dua zona utama yaitu periferal dan sentral. Zona
perifer terletak tepat di bawah dentin yang terbuat dari predentin, sel odontoblas, zona
bebas sel Weil (pleksus kapiler dan serabut saraf), zona kaya sel (fibroblas, sel mesenkim
yang tidak berdiferensiasi dan serat Korff). Sedangkan zona pusat dikelilingi oleh zona
kaya sel dari zona perifer dan terdiri dari pembuluh darah besar dan saraf, substansi dasar
(asam hialuronat, kondroitin sulfat dan glikoprotein lainnya) dan kolagen.
Pulpa terdiri dari serabut saraf bermielin dan tidak bermielin. Serat mielin berasal
dari saraf trigeminal. Serat nonmyelinated membentuk jenis mayoritas dan berasal dari
divisi simpatik dari sistem saraf otonom dan bertanggung jawab untuk pengaturan aliran
darah di pulpa. Pleksus Raschkow adalah pleksus saraf bermielin yang terlihat di bawah
zona kaya sel di zona pusat.
Ketika pulpa teriritasi, perubahan inflamasi khas terlihat seperti yang diamati di
bagian lain dari tubuh seperti kemotaksis neutrofil, fagositosis, pelepasan enzim lisosom,
vasodilatasi. Penting juga untuk menyadari bahwa jaringan pulpa terletak di ruang yang
tidak dapat ditembus di dalam ruang yang dikelilingi oleh dentin. Ketika terjadi
peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas, cairan terakumulasi di ruang
interstisial yang menyebabkan peningkatan tekanan di dalam pulpa dan karena tidak ada
sirkulasi kolateral, hal ini menyebabkan kolaps pembuluh darah dan kematian sel. Pulpa
gigi yang sehat memiliki tekanan interstisial 5 sampai 14 mm Hg dan ketika mencapai
35 mm Hg, kerusakan pulpa bersifat ireversibel.

1
1.1.1 Perbedaan Pulpa pada Gigi Sulung dan Gigi Permanen

1. Ruang pulpa pada gigi sulung lebih besar dibandingkan dengan ukuran mahkota
2. Akarnya tipis dan ramping dengan saluran pulpa yang sempit
3. Foramen apikal lebih lebar
4. Tanduk pulpa mesial memanjang lebih dekat ke arah luar permukaan. Hal ini
meningkatkan risiko terbukanya pulpa selama preparasi kavitas.
5. Saluran aksesori memanjang dari kamar pulpa ke daerah interradikular pada
furkasi. Oleh karena itu perubahan radiografi (radiolusensi yang disebabkan
karena pelebaran ruang periodontal dan resorpsi tulang) terlihat di daerah
interradikular daripada daerah periapikal.
6. Pulpa desidui memiliki vaskularisasi yang tinggi. Oleh karena itu, ia
menunjukkan respons inflamasi yang khas terhadap setiap stimulus yang
mengiritasi, dan berisiko tinggi untuk resorpsi internal dan eksternal. Lokalisasi
infeksi dan peradangan sangat buruk karena alasan yang sama.
7. Peningkatan laju pembentukan dentin reparatif terlihat pada gigi sulung
8. Saluran akar berbentuk pita atau memiliki tampilan seperti kaca jam. Kanal
lebih sempit secara mesiodistal, yang membuat pembesaran kanal secara besar-
besaran
9. Percabangan ganda sering terjadi pada saluran pulpa sulung yang membuat
debridemen lengkap menjadi sulit jika bukan tidak mungkin
10. Secara histologis, tidak ada perbedaan yang mencolok kecuali adanya cap like
zone dari serat retikuler dan serat kolagen pada pulpa koronal desidui.
11. Risiko batu pulpa lebih kecil pada gigi sulung.
12. Gigi sulung kurang sensitif terhadap rasa sakit. Ini mungkin karena jumlah
serabut saraf yang lebih sedikit pada gigi sulung. Juga dicatat bahwa serabut
saraf meluas hingga predentin pada gigi permanen tetapi berakhir di daerah
odontoblastik pada gigi sulung. Alasan berkurangnya sensitivitas juga dikatakan
karena fakta bahwa jaringan saraf terakhir terbentuk selama perkembangan
pulpa dan pertama kali berdegenerasi ketika resorpsi akar dimulai. Karena akar
gigi sulung mulai menyerap segera setelah selesai, serabut saraf tidak pernah
sepenuhnya terbentuk dan ini mungkin menjadi alasan berkurangnya
sensitivitas gigi sulung.

2
Gambar 10 Perbedaan Pulpa pada Gigi Permanen dan Gigi Sulung

1.1.2 Etiologi Penyakit Pulpa pada Gigi Sulung

Beberapa hal yang diperlukan dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit pulpa
baik pada gigi desidui maupun pada gigi permanen muda adalah mengetahui keadaan
urnum penderita termasuk keadaan fisik anak. Kondisi ini dapat dilihat dari status gizi,
penyakit sistemik yang diderita. Pada anamnese juga ditanyakan latar belakang sara sakit.
Perjalanan rasa sakit yang dimulai dari awalnya rasa sakit yang timbul, penyebab rasa
sakit, lamanya, lokasi dan penyebaran rasa sakit perlu ditanyakan pada penderita. Selain
itu pada pemeriksaan ektra oral dilihat ada tidaknya pembengkaan baik internal, eksternal
maupun lokasi infeksi. Pada pemeriksaan intra oral, kondisi gigi perlu dicermati seperti
kedalaman karies, mobilitas gigi, perkusi, vitalitas. Pada gigi desidui sering terlihat
mobilitas yang bersifat fisiologis dan patologis Pada mobilitas yang bersifat fisiologis
karena adanya resorbsi akar desidui tersebut dan pada mobilitas yang bersifat patologis
kebanyakan karena invasi bakteri pada proses karies dan pada proses yang lanjut diikuti
dengah kerusakan pada jaringan periodontal. Pada gigi desidui dengan kerusakaan
periodontal kebanyakan disertai gigi dengan mobilitas yang bersifat patologis.
Sensivitas pada perkusi menunjukkan ada tidaknya peradangan sekitar jaringan
periodontal. Rasa sakit timbul disebabkan tekanan eksudat (pada preoses peradangan lebih
lanjut) di dalamjaringan periodontal. Untuk mengetahui vitalitas gigi diperlukan tes
vitalitas baik secara elektris maupun termis. Pengetesan untuk gigi permanen muda sangat
jelas sedangkan pada gigi desidui kurang nyata. Maka untuk mengetahui vitalitas gigi
desidui kadang-kadang diperlukan kombinasi antara tes dan radiologi. gambaran
radiografis sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosa atau membantu dalam
perawatan gigi. Pada gigi anak informasi perkembangan gigi sangat diutamakan
sehubungan dengan rencana perawatan, selama perawatan dan prognosa perawatan.
Informasi yang diperlukan seperti perkembangan gigi pengganti, resorbsi akar gigi desidui

3
(internal dan ekstemal), kalsifikasi pulpa, resorbsi tulang alveolus dapat dilihat dan gambar
radiografis.
Resorbsi akar secara internal pada gigi desidui sering terlihat pada kasus adanya
proses histopatologis seperti peningkatan aktivitas osteokias dan lokasi resorbsi terjadi
pada permukaan mesial/distal, bukal/lingual. Secara radiografis deteksi resorbsi dengan
rontgenpoto sangat sulit. Penyebab resorbsi akar dapat dikelompokkan menjadi 4 ialah,
sesorbsi karena fisiologis, idiopatik, infeksi dan post pulpotomi.
Penyebab resorbsi internal secara patologis banyak disebabkan karena trauma
injuri, bruxism, trauma oklusi, penggunaan high speed, medikamen (pulpotomi dan kaping
pulpa) dan efek materi radioaktif. Selain resorbsi secara internal, dapat juga dikenal
resorbsi secara ekstrenal Proses ini dapat juga bersifat fisiologis atau patologis.
Kalsifikasi pulpa adalah suatu proses degenerasi dalam pulpa dan pada
pemeriksaan radiologis akan terlihat bintik-bintik putih dalam pulpa kamar. Dalam proses
yang lebih lanjut kerusakan mi dapat menjalar kedalam saluran akar, dan merupakan
kontra indikasi untuk perawatan pulpotomi. Dalam penelitian rontgen foto didaerah dekat
ujung akar atau daerah biflirkasi gigi molar desidui, kadang-kadang terlihat area
radiolusent dan gambaran ini

1.2 Diagnosis Penyakit Pulpa pada Gigi Sulung

Penyakit pulpa dapat ditandai dengan terbukanya pulpa yang diakibatkan oleh
infeksi bakteri dengan adanya karies dan juga dapat pula disebabkan oleh trauma dari suatu
benturan atau ketidaksengajaan selama melakukan preparasi kavitas, lesi karies yang
terlalu dalam terutama pada proksimal yang dapat menyebabkan inflamasi pulpa.
Terbukanya pulpa disebabkan oleh karies yang sering terjadi pada gigi-gigi susu
dengan rongga pulpa yang relatif lebih besar, tanduk pulpa lebih menonjol, dan email serta
dentin yang lebih tipis. Karies akan menyebabkan infeksi pulpa sedangkan trauma yang
menyebabkan terbukanya pulpa akan mengalami infeksi jika terkontaminasi oleh saliva.
Pulpa yang terinfeksi ini akan meradang dan dapat terjadi nekrosis pulpa. Jika infeksi
menyebar ke tulang alveolar maka benih gigi permanen dibawahnya dapat terkena. Oleh
karena itu, gigi susu dengan pulpa yang terbuka tidak boleh dibiarkan tanpa perawatan
tetapi harus dilakukan pilihan perawatan konservatif melalui perawatan pulpa sesuai
indikasi tingkat keparahan penyakit pulpa pada gigi anak.

4
1.2.1 Klasifikasi Penyakit Pulpa

1. Pulpitis Reversibel

Pulpitis reversibel adalah kondisi inflamasi pulpa ringan hingga sedang yang
disebabkan oleh rangsangan berbahaya, di mana pulpa mampu kembali ke keadaan tidak
meradang setelah rangsangan dihilangkan. Hal ini pada dasarnya adalah diagnosis klinis
yang dibuat melalui temuan subjektif dan objektif.
Pulpitis reversibel mungkin disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung
pada pulpa. Hal ini terkait dengan kurangnya insulasi yang memadai di bawah restorasi,
dentin tipis yang terbuka, trauma, dll. yang semuanya mengakibatkan reaksi inflamasi di
dalam pulpa. Ciri khasnya adalah peningkatan respons terhadap dingin, panas, atau manis.
Nyeri yang berhubungan dengan pulpitis reversibel bersifat tajam dan sementara,
berlangsung sesaat dan mereda segera setelah stimulus dihilangkan. Perawatanya adalah
restorasi yang adekuat dengan insulasi yang memadai dan efektif.

2. Pulpitis Irreversibel
Pulpitis irreversibel adalah kondisi inflamasi pulpa yang persisten, yang
simptomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh stimulus noxious. Ini juga pada
dasarnya merupakan diagnosis klinis yang dibuat melalui temuan subjektif dan objektif.
Biasanya merupakan kelanjutan dari pulpitis reversibel yang mengakibatkan kerusakan
progresif pada pulpa.
Tanda klinis pada pulpitis irreversible adalah rasa nyeri yang tajam, menusuk atau
menembak. Ciri khasnya adalah adanya nyeri yang menetap (bersifat terus menerus) yang
berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa jam setelah rangsangan dihilangkan.
Nyeri juga dapat diperburuk oleh perubahan suhu, tekanan, atau saat berbaring secara tiba-
tiba. Perawatanya adalah Pulpektomi atau terapi saluran akar.

3. Pulpitis Hiperplastik

Pulpitis hiperplastik adalah bentuk pulpitis ireversibel yang berasal dari


pertumbuhan berlebih dari pulpa muda yang meradang secara kronis ke permukaan
oklusal.
Pulpitis hiperplastik ditandai dengan perkembangan jaringan granulasi, ditutupi oleh
epitel, yang menonjol sebagai polip keluar dari kamar pulpa Hal ini disebabkan oleh

5
vaskularisasi yang cukup dan eksposur yang memadai untuk drainase terlihat pada pulpa
muda. Pulpitis hiperplastik terjadi pada gigi dengan karies yang luas pada pulpa,
berhubungan dengan iritasi derajat rendah yang berlangsung lama. Pulpitis hiperplastik
mengalami resorpsi internal dapat berlanjut jika tidak diobati untuk melubangi seluruh
ketebalan dentin dan berkomunikasi dengan ruang periodontal. Prognosis pulpitis
hiperplastik menjadi sangat buruk ketika gigi dikaitkan dengan resorpsi yang luas.
Biasanya asimtomatik tetapi nyeri dapat muncul selama pengunyahan.
Perawatan pada pulpitis hiperplastik adalah Pulpektomi, perawatan saluran akar atau
ekstraksi.

4. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah keadaan dimana pulpa sudah mati, aliran pembuluh darah
sudah tidak ada, dan syaraf pulpa sudah tidak berfungsi kembali. Pulpa yang sudah
sepenuhnya nekrosis, maka gigi tersebut asimtomatik hingga gejala-gejala timbul sebagai
hasil dari perkembangan proses penyakit ke dalam jaringan periradikuler. Pada nekrosis
pulpa juga dapat dapat berhubungan dengan drainase abses periapikal baik intraoral
maupun ekstraoral. Gigi mungkin kemudian menjadi lunak untuk digigit atau disentuh dan
mahkota gigi dapat berubah warna.
Secara radiografis, jika pulpa yang nekrosis belum sepenuhnya terinfeksi, jaringan
periapikalnya akan terlihat normal. Secara klinis, pada gigi yang berakar tunggal biasanya
tidak merespon pada tes sensitivitas, namun pada gigi yang berakar jamak pada tes
sensitivitas terkadang dapat mendapatkan hasil yang positif maupun negatif tergantung
syaraf yang berdekatan pada permukaan gigi mana yang diuji.
Pada nekrosis pulpa pulpektomi atau terapi saluran akar adalah pilihan ketika
mahkota klinis dapat direstorasi. Jika mahkota klinis rusak parah karena karies dapat
dilakukan ekstraksi diikuti dengan rehabilitasi yang sesuai.

5. Resorpsi Internal
Resorpsi internal merupakan proses resorptif progresif lambat atau cepat idiopatik
yang terjadi di dentin kamar pulpa atau saluran pulpa gigi.
Resorpsi internal biasanya tidak menunjukkan gejala tambahan selain dari pulpitis
yang ada. Resorpsi internal dapat terjadi di kamar pulpa atau saluran pulpa. Mahkota
mungkin tampak merah muda disebut gigi merah muda Ketika resorpsi internal hadir di
bagian koronal. Pulpa meradang yang membesar yang menempati area resorbsi terlihat

6
melalui dentin yang tipis membuat mahkota tampak berwarna merah muda. Secara
radiografis, tidak ada perubahan besar yang terlihat kecuali pelebaran kamar pulpa dan
penipisan dentin. Resorpsi internal yang melibatkan saluran akar tampak sebagai daerah
radiolusen bulat sampai oval yang memanjang dari saluran pulpa. Resorpsi internal dapat
berlanjut jika tidak dirawat sehingga menyebabkan perforasi pada seluruh ketebalan dentin
dan berhubungan dengan ruang periodontal. Prognosis menjadi sangat buruk ketika gigi
dikaitkan dengan resorpsi yang luas.
Perawatan pada resorpsi internal adalah ekstirpasi pulpa dan prosedur endodontik
rutin, jika resorpsinya ringan sampai sedang. Proses resorpsi berhenti setelah pulpa
dihilangkan. Bila resorpsi sangat luas dan prognosis buruk, gigi yang terlibat sebaiknya
diekstraksi.

1.3 Pemeriksaan Pulpa

1.3.1 Radiografi

Pedoman untuk meresepkan radiografi dalam praktek gigi ditunjukkan pada


Gambar 2. Prinsip utama dalam pengambilan radiografi anak-anak harus meminimalkan
paparan radiasi pengion konsisten dengan pemberian pengobatan yang paling tepat.
Radiografi sangat penting untuk diagnosis yang akurat. Namun, jika informasi yang
diperoleh dari penyelidikan tersebut tidak mempengaruhi keputusan pengobatan, baik
waktu dan kebutuhan radiografi harus dipertanyakan. Radiografi yang dapat digunakan
adalah radiografi gigitan, radiografi periapical, radiografi panoramic, film oklusal, film
wajah ekstra-oral.
Perhatikan bahwa radiografi digital, atau penggunaan layar yang mengintensifkan
dalam film ekstra-oral, secara signifikan mengurangi dosis radiasi. Dengan demikian,
penggunaan film panorama pada anak-anak seringkali lebih berharga daripada serial full-
mouth.

7
Gambar 11 Pedoman Radiografi

1.3.2 Tes Vitalitas Pulpa

Tes vitalitas pulpa merupakan penilaian suplai darah pulpa. Dimana jaringan pulpa
mungkin memiliki suplai vaskular yang memadai, tetapi tidak selalu dipersarafi. Oleh
karena itu, sebagian besar modalitas pengujian pulpa saat ini tidak secara langsung menilai
vaskularisasi pulpa dan ini dicontohkan oleh pengamatan klinis bahwa gigi yang
mengalami trauma tidak dapat merespons stimulus (seperti dingin) untuk jangka waktu
setelah cedera. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan laser Doppler dan pulse
oxymeter.

1. Laser Doopler flowmetri

Ini adalah metode baru untuk mengevaluasi vitalitas pulpa dengan mengukur
kecepatan sel darah merah di kapiler. Teknik flowmetri laser Doppler pertama kali
dijelaskan dalam literatur kedokteran gigi pada tahun 1986 oleh Gazelius et al. pada tes
ini inframerah dekat dengan panjang gelombang 632,8 nm yang dihasilkan oleh laser
neon helium 1 mw di dalam flowmeter dan ini ditransmisikan sepanjang konduktor serat
optik fleksibel di dalam probe gigi bundar yang dirancang khusus dengan diameter 2 mm.

8
Teknik elektro-optik ini menggunakan sumber laser yang ditujukan pada pulpa, dan sinar
laser berjalan ke pulpa menggunakan tubulus dentin sebagai pemandu. Cahaya pantulan
hamburan balik dari sel darah yang bersirkulasi adalah Doppler-shifted dan memiliki
frekuensi yang berbeda dengan jaringan statis di sekitarnya. Cahaya total backscattered
diproses untuk menghasilkan sinyal output. Sinyal biasanya dicatat sebagai konsentrasi
dan kecepatan (fluks) sel menggunakan istilah sewenang-wenang "unit perfusi" (PU), di
mana 2,5 volt aliran darah setara dengan 250 PU. Untuk merekam pergeseran Doppler
sel darah, baik probe maupun gigi harus benar-benar diam. Oleh karena itu, bidai
penstabil yang terbuat dari polivinil siloksan atau akrilik biasanya digunakan. Dua
sampai tiga mm dari margin gingiva adalah posisi ideal untuk ujung probe karena hal ini
menciptakan keseimbangan antara meminimalkan kebisingan dan memiliki volume
sinyal yang dapat dikenali. Pada tes ini pandangan berbeda sehubungan dengan
keakuratan pengujian pulpa menggunakan LDF, mengingat bahwa hasil yang salah
menunjukkan bahwa tidak ada aliran darah yang mungkin terjadi ketika jalur laser
terganggu atau terhalang. Demikian juga, jumlah kontaminasi sinyal dari sumber
nonpulp, terutama periodonsium, dapat menyebabkan pembacaan yang salah yang
menunjukkan adanya aliran darah pulpa.

Gambar 12 Laser Doopler Flowmetri

2. Oksimeter Nadi
Oksimetri nadi adalah perangkat pemantauan saturasi oksigen yang banyak
digunakan dalam praktik medis untuk merekam tingkat saturasi oksigen darah selama
pemberian intravena anestesi. Diciptakan oleh Aoyagi pada awal 1970-an. Oksimetri
nadi adalah tes yang sepenuhnya objektif, tidak memerlukan respon subjektif dari
pasien. Sensor pulse oximeter (terdiri dari dua dioda pemancar cahaya, satu untuk
mentransmisikan cahaya merah (640 nm) dan yang lainnya untuk mengirimkan cahaya
inframerah (940 nm), dan sebuah fotodetektor di sisi berlawanan dari dasar vaskular.

9
Dioda pemancar cahaya mentransmisikan cahaya melalui tempat tidur vaskular seperti
jari atau telinga. Hemoglobin teroksigenasi dan hemoglobin terdeoksigenasi menyerap
jumlah cahaya merah/inframerah yang berbeda. Perubahan pulsatil dalam volume darah
menyebabkan perubahan periodik dalam jumlah cahaya merah/inframerah yang diserap
oleh pembuluh darah sebelum mencapai fotodetektor. Hubungan antara perubahan
pulsatil dalam penyerapan cahaya merah dan perubahan pulsatil dalam penyerapan
cahaya inframerah dianalisis oleh oksimeter pulsa untuk menentukan saturasi darah
arteri. Dibandingkan dengan pengukur aliran Doppler laser, oksimeter pulsa relatif
murah. Sebuah studi in vitro oleh Noblett et al. membandingkan oksimetri nadi dengan
saturasi gas darah dalam model aliran darah pulpa yang disimulasikan dan
menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Gambar 13 Oksimeter nadi

1.3.2 Tes Sensibilitas Pulpa

Tes sensibilitas pulpa merupakan penilaian respon sensorik pulpa. Sensibilitas


didefinisikan sebagai kemampuan untuk merespon suatu stimulus, dan karenanya ini
adalah istilah yang akurat dan tepat untuk tes pulpa klinis yang umum dan umum seperti
tes termal dan listrik karena tes tersebut tidak mendeteksi atau mengukur suplai darah ke
pulpa gigi. Berikut macam-macam tes sensibilitas :

1. Tes Termal

Hal ini pertama kali dilaporkan oleh Jack pada tahun 1899 dan melibatkan aplikasi
bahan pada gigi untuk meningkatkan atau menurunkan suhu dan untuk merangsang respon

10
sensorik pulpa melalui konduksi termal. Meskipun teknik ini mungkin primata dan tua
tetapi masih berguna dalam diagnosis sensibilitas pulpa.

a. Tes dingin

Pengujian termal dingin menyebabkan kontraksi cairan dentin di dalam


tubulus dentin, menghasilkan aliran cairan keluar yang cepat di dalam tubulus.
Pergerakan cairan dentin yang cepat ini menghasilkan 'gaya hidrodinamik' yang
bekerja pada serabut saraf di dalam kompleks pulpa-dentin, yang menyebabkan
sensasi tajam yang berlangsung selama tes termal. Berbagai tes dingin dapat
digunakan, perbedaan utama di antara mereka adalah tingkat dingin yang diterapkan
pada gigi. Idealnya, pengujian dingin harus digunakan bersama dengan penguji pulp
elektrik sehingga hasil dari satu pengujian akan memverifikasi temuan dari pengujian
lainnya. Jika gigi matur yang tidak mengalami trauma tidak merespon baik terhadap
EPT atau dingin, maka gigi tersebut dapat dianggap nonvital. Namun, kehati-hatian
harus dilakukan saat menguji gigi multi-akar, karena dapat memberikan respons
positif terhadap dingin, meskipun hanya satu akar yang benar-benar mengandung
jaringan pulpa vital. Tes dingin saja dapat digunakan untuk membedakan antara
pulpitis reversibel dan ireversibel.
Secara keseluruhan, tes dingin tampaknya lebih dapat diandalkan daripada
tes panas. Selanjutnya, ada konsensus umum bahwa semakin dingin stimulus, semakin
efektif penilaian status persarafan gigi. tes dingin, dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida, salju karbon dioksida (es kering)
dan refrigerant (-50oC).
Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut.
• Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton
roll maupun rubber dam
• Mengeringkan gigi yang akan dites.
• Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan
dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
• Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
• Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan
nyeri tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila

11
tidak ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital
atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes
dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk, 1995).
Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada gigi yang
mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

b. Tes Panas
Tes panas dapat dilakukan dengan menggunakan stik gutta-percha atau
bahan kompon yang dipanaskan sampai suhu leleh dan langsung dioleskan ke gigi
yang diuji dengan pelumas untuk memudahkan pemindahan bahan; Instrumen
logam berujung bola yang dipanaskan ditempatkan di dekat gigi (tetapi tanpa
menyentuh permukaan gigi); instrumen pemanas terkontrol bertenaga baterai
seperti Touch n' Heat.
Tes ini mungkin sulit digunakan pada gigi posterior karena akses yang
terbatas. Kerugian utama dari metode ini adalah bahwa pemanasan yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan pulp. Aplikasi panas yang lama akan menghasilkan
stimulasi bifasik dari serat A pada awalnya, diikuti oleh serat C pulpa. Aktivasi
serat C dapat menyebabkan rasa sakit yang berkepanjangan, oleh karena itu uji
panas harus dilakukan tidak lebih dari 5 detik.

Berikut respon- respon tes termal :

a. Tidak ada respons – Pulpa nonvital

b. Ringan – Nyeri sedang mereda dalam 1-2 detik – Normal

c. Kuat – Nyeri sesaat mereda dalam 1-2 detik – Pulpitis reversibel

d. Respon nyeri sedang hingga kuat yang bertahan selama beberapa

e. detik setelah stimulus dihilangkan – Pulpitis ireversibel.

2. Tes Perkusi

Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan perkusi adalah : nyeri
terhadap pukulan (tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan nyaring/solid

12
metalic). Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras
dengan menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain
menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering dilakukan dengan menggunakan
ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan
membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan
yaitu dengan mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-
oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-bukolingual mahkota. Gigi yang
memberikan respon nyeri terhadap perkusi vertikal-oklusal menunjukkankelainan di
periapikal yang disebabkan oleh lesi karies. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap
perkusi horisontal-bukolingual menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan
oleh kerusakan jaringan periodontal. Gigi yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi
dengan jenis yang sama pada regio sebelahnya. Ketika melakukan tes perkusi dokter juga
harus memperhatikan gerakan pasien saat merasa sakit (Grossman, dkk, 1995).
Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Pada gigi
yang mengalami ankilosis maka akan terdengar lebih nyaring (solid metalic sound)
dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang nekrosis dengan pulpa terbuka tanpa disertai
dengan kelainan periapikal juga bisa menimbulkan bunyi yang lebih nyaring dikarenakan
resonansi di dalam kamar pulpa yang kosong. Sedangkan pada gigi yang menderita abses
periapikal atau kista akan terdengar lebih redup (dull sound) dibandingkan gigi yang
sehat. Gigi yang sehat juga menimbulkan bunyi yang redul (dull sound) karena
terlindungi oleh jaringan periodontal. Gigi multiroted akan menimbulkan bunyi yang
lebih solid daripada gigi berakar tunggal (Miloro, 2004)

3. Tes Mobilitas

Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat


di sekeliling gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya.
Tes mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya
dengan menggunakan jari atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan
kondisi periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Hasil
tes mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat pertama sebagai
gerakan gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak
1 mm bahkan bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila
gerakan lebih besar dari 1 mm atau bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes depresibilitas

13
dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam soketnya menggunakan jari
atau instrumen (Burns dan Cohen, 1994).

4. Tes Kavitas
Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi.
Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit.
Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995). Pada
tes ini kavitas dibersihkan dari sisa makanan, lalu periksa tiap permukaan gigi,Bersihkan
defek karies hingga dasar kavitas lalu tentukan batas karies (email/dentin/pulpa), Ketika
dibersihkan dan sudah dalam kevitasnya namun tidak ada reaksi kemungkinan gigi non
vital, selanjutnya letakan bur pada kavitas yang paling dalam, menggunakan bur bundar
dengan kecepatan rendah, intermiten, tekanan ringan atau tanpa tekanan dan perhatikan
reaksi anak . apabila terasa linu pulpa vital, apabila tidak terasa linu linu pulpa non vital.
Jika tidak ada reaksi pada anak, tes bur dilakukan hingga pulpa (ekponasi pulpa/pulpa
terangkat) untuk memastikan bahwa gigi benar-benar non vital. Terkadang ada nekrosis
parsial, baru sakit ketika ekponasi atau dikarena sebelumnya sudah terbentuk dentin
tersier. Dentin tersier terbentuk karena respon dari luar (contoh : trauma/karies) .

5. Tes Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan
sonde pada area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak.
Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan
pada pulpa. Jika gigi tidak memberikan respon terhadap sondasi pada kavitas yang dalam
dengan pulpa terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan, 1994).

6. Tes Pulpa Elektris (ETP)


Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan
listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT).
Tes elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan
disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh
mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi
konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil
yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan
orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa

14
kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak
dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik,
keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor
antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang
belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis (Grossman, dkk, 1995).

1.3.3 Tes Sensitivitas Pulpa

Kondisi pulpa menjadi sangat responsif terhadap suatu rangsangan. Tes pulpa
termal dan elektrik bukanlah tes sensitivitas meskipun tes tersebut dapat digunakan sebagai
tes sensitivitas ketika mencoba mendiagnosis gigi dengan pulpitis karena gigi lebih
responsif dari biasanya. Jika pulpa berespon terhadap suatu stimulus (menunjukkan
adanya persarafan), maka dokter umumnya berasumsi bahwa pulpa memiliki suplai darah
yang layak dan baik sehat atau meradang, tergantung pada sifat respons (sehubungan
dengan nyeri, durasi, dan sebagainya), riwayat, dan lainnya. temuan.
Pulpa dianggap normal bila ada respons terhadap stimulus yang diberikan oleh uji
sensibilitas dan respons ini tidak diucapkan atau dilebih-lebihkan, dan tidak berlama-lama.
Pulpitis dapat muncul ketika ada respons berlebihan yang menghasilkan rasa sakit.
Biasanya nyeri ringan dengan durasi singkat dianggap mengindikasikan pulpitis reversibel
sedangkan nyeri parah yang menetap mengindikasikan pulpitis ireversibel. Tidak adanya
respon terhadap tes sensibilitas biasanya berhubungan dengan kemungkinan nekrosis
pulpa, gigi tanpa pulpa, atau pernah menjalani terapi saluran akar sebelumnya.

1.4 Pulpotomi

Pulpotomi adalah pengangkatan Pengangkatan pulpa koronal yang meradang dan


terinfeksi di tempat yang terpapar sehingga menjaga vitalitas pulpa radikular, diikuti
dengan penempatan balutan atau medikamen yang sesuai yang akan meningkatkan
penyembuhan dan mempertahankan vitalitas gigi. American Academy of Pediatric
Dentistry (1998) mendefinisikan pulpotomi sebagai amputasi bagian koronal pulpa gigi
yang terinfeksi dan terinfeksi untuk mempertahankan vitalitas dan fungsi dari bagian pulpa
radikuler yang tersisa, sehingga memudahkan eksfoliasi normal pada gigi sulung. Tujuan
utamanya adalah mempertahankan gigi pada lengkung gigi. Pulpotomi adalah teknik
endodontik yang paling banyak digunakan pada gigi sulung.

15
Pulpotomi tidak dapat dilakukan jika pulpa nekrotik. Pulpotomi kontemporer
menelusuri asal-usulnya ke teknik abad kesembilan belas untuk mumifikasi jaringan pulpa
yang nyeri, meradang atau membusuk. Selama abad kedua puluh, teknik pulpotomi
berubah dengan tahapan yang lebih sedikit dan durasi aplikasi dan konsentrasi obat yang
berkurang. Penekanan sekarang ditempatkan pada pelestarian pulpa radikuler yang sehat
daripada mumifikasi.
Gigi yang dirawat harus benar-benar bebas karies sebelum melanjutkan dengan
pulpotomi. Rekomendasi untuk menghilangkan karies dari perifer ke pulpa tidak hanya
mencegah kontaminasi tempat pulpotomi dengan debris karies tetapi juga mengurangi
risiko terbukanya pulpa secara tidak sengaja. Akses ke pulpa koronal membutuhkan
pengangkatan seluruh atap kamar pulpa. Amputasi pulpa koronal membutuhkan
pemotongan yang bersih pada tingkat lantai pulpa. Tag jaringan sisa di tempat amputasi
akan menimbulkan masalah dengan hemostasis. Instrumentasi putar berkecepatan tinggi
dengan irigasi semprotan air yang melimpah akan menciptakan pemotongan yang optimal.
Jika dasar kamar pulpa berlubang, gigi harus dicabut.
Hemostasis di lokasi pulpotomi harus diperoleh sebelum aplikasi agen terapeutik.
Hal ini dicapai dengan irigasi terus menerus dan pengolesan lembut dengan pelet kapas
dan harus dilakukan dalam waktu 5 menit. Jika perdarahan tidak dapat dihentikan,
inflamasi pulpa dianggap telah menyebar ke akar, dan berhubungan dengan prognosis
yang buruk. Ini disebut sebagai 'tanda perdarahan' atau 'pulpa hiperemis'. Pulpektomi atau
ekstraksi harus dipertimbangkan dalam kasus ini.

1.4.1 Indikasi dan Kontra Indikasi Pulpotomi

1. Indikasi
• Paparan pulpa mekanis pada gigi sulung.
• Gigi menunjukkan lesi karies yang besar tetapi bebas dari pulpitis radicular
• Riwayat nyeri spontan saja
• Perdarahan dari tempat pajanan berwarna merah terang dan dapat dikendalikan
• Tidak adanya abses atau fistula
• Tidak ada kehilangan tulang interradicular
• Tidak ada radiolusensi interradicular
• Setidaknya 2/3 dari anjang akar masih ada untuk memastikan fungsional yang
wajar

16
• Pada gigi permanen muda dengan pulpa vital yang terbuka dan apeks yang
terbentuk tidak sempurna.

2. Kontra indikasi

• Nyeri persisten
• Sensitive terhadap perkusi
• Resobsi akar > 1/3 panjang akar
• Lesi karies bedar dengan mahkota sulit direstorasi
• Perdarahan sulit di control
• Kontraindikasi medis (penyakit jantung, pasien imunokompromi)
• Ada pembengkakan dan fistula
• Resorpsi internal/eksternal
• Mobilitas patologis
• Kalsifikasi pulpa

1.4.2 Klasifikasi Pulpotomi

Pulpotomi terbagi menjadi dua jenis yaitu pulpotomi vital dan pulpotom nonvital.
1. Pulpotomi vital
a. Devitalisasi (mumifikasi, kauterisasi)
Devitalisasi ini dilakukan untuk merusak ataumengawetkan (mummify) jaringan
yang vital. Devitalisasi yang dilakukan dalam satu kali kunjungan diantaranya
menggunakan formokresol, electrosurgery, dan tindakan laser. Sedangkan devitalisasi
yang dilakukan dalam dua kali kunjungan dilakukan dengan menggunakan
GysiTriopaste, Easlick’s formaldehyde, atau Paraform devitalizing paste.
b. Preservasi
Preservasi merupakan devitalisasi yang minimal dan noninduktif. Dilakukan untuk
mempertahankan jaringan vital secara maksimum tanpa induksi dentin reparatif.
Tindakan ini dilakukan dengan bahan ZnO Eugenol, glutaraldehyde, atau ferric
sulfate.
c. Regenerasi (induktif atau reparative)

17
Refenerasi dilakukan dengan tujuan untuk membentuk jembatan dentin yang
menggunakan bahan Ca(OH)2, Bone morphogenic protein, Mineral trioxide
aggregate (MTA), Enriched collagen, Freezed dried bone, atau Osteogenic protein.
2. Pulpotomi nonvital
Pulpotomi nonvital atau pulpotomi mortal dilakukan pada kasus yang
compromised dengan bahan Beechwood cresol atau formocresol.

Gambar 14 Klasifikasi Pulpotomi

1.4.3 Pulpotomi Vital

1. Pulpotomi dengan formokresol / pulpotomi satu kali kunjungan

a. Indikasi pulpotomy vital satu kali kunjungan dengan formokresol (Heilig J dkk.
1984 dan Waterhouse dkk. 2000) :

• Gigi dengan lesi karies yang dalam (secara radiografi karies mendekati pulpa). Gigi
harus dapat direstorasi setelah prosedur selesai.
• Tidak adanya gejala yang menunjukkan inflamasi pulpa lanjut seperti nyeri
spontan atau riwayat nyeri nokturnal.
• Tidak adanya tanda klinis atau radiografik dari nekrosis pulpa, seperti keterlibatan
furkasi, patologi periapikal, resorpsi internal, kalsifikasi pada saluran akar.
• Perdarahan harus berhenti dalam waktu lima menit dari pulpa yang diamputasi
menggunakan janji steril dari kapas lembab.

18
b. Komposisi formokresol Formula Buckley :

• Kresol – 35%
• Gliserol – 15%
• Formaldehida – 19%
• Air – 31%
c. Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan pada perawatan pulpotomi yaitu :
• set diagnostik
• Rubberdam
• ekskavator
• nierbekhen
• handpiece highspeed dan lowspeed
• round bur metal
• fissure bur diamond
• glassplate
• agate spatula
• spatula stainleestel
• ball applicator dan plastis instrument.
Bahan yang akan digunakan pada perawatan pulpotomi yaitu :
• cotton roll
• cotton pellet
• benzocaine gel
• spuit injeksi dan spuit irigasi
• larutan saline
• povidon iodine
• larutan anestesi
• formokresol
• zink oxide eugenol (ZnOE)
• SIK tipe 3 dan tumpatan sementara
• Stainless Stell Crown (SSC)

d. Preparasi

19
Saat ini kami menggunakan konsentrasi 1/5. rumus Buckley, yang disiapkan
dengan metode berikut:
1) Encerkan 3 bagian (90 mL) gliserin dengan 1 bagian (30 mL) air steril encer
2) Tambahkan 1 bagian [30 mL] formokresol ke dalam 4 bagian pengencer
3) Tambahkan 30 mL formokresol ke 120 mL pengencer untuk mendapatkan 150
mL formokresol encer, yaitu kekuatan 1/5.
e. Prosedur
1) Melakukan anastesi local dan isolasi dengan rubberdam
2) Membuang seluruh jaringan karies menggunakan bur fissure straightdengan
kecepatan tinggi tanpa memasuki atap kamar pulpa
3) Membuang jaringan dentin dengan bur diamond berukuran besar atau bur bulat
low speed untuk mengurangi trauma
4) Area preparasi diperbesar dan atap kamar pulpa dibuka
5) Mengangkat bagian atap jaringan kamar pulpa dan sisa-sisa kamar pulpa
menggunakan sharp spoon excavator
6) Membersihkan area kamar pulpa menggunakan saline dan buang seluruh debris
7) Menempatkan cotton pellet di area pulpa untuk mencapai hemostasis
8) Mengaplikasikan larutan formokresol menggunakan cotton pellet dan diamkan
selama 4 menit
9) Menempatkan cotton pellet yang kering diatasnya untuk menghindari kontak
jaringan dengan formokresol
10) Mengangkat semua cotton pellet dan periksa fiksasi, perubahan warna
kecoklatan pada cotton serta area kamar pulpa merupakan indikator fiksasi
11) Menempatkan semen zinc oxyde eugenol pada kamar pulpa
12) Pasien diminta berkunjung kembali setelah satu minggu untuk dilakukan restorasi
secara permanen
13) Restorasi stainless steel crown dilakukan.

20
Gambar 15 Prosedur pulpotomi formokresol

f. Perubahan histologi
Ini ditunjukkan oleh Mass dan Zilbermann11 pada tahun 1933 dan juga oleh
Massler dan Mansokhani pada tahun 1959.
• Pulpa menjadi berserat dan asidofilik.
• 7 - 14 hari terdapat Tiga zona muncul:
1) Zona fiksasi eosinofilik yang luas
2) Zona atrofi dengan pewarnaan pucat yang luas dengan definisi seluler.
3) Zona inflamasi yang luas meluas ke apikal ke jaringan pulpa normal
• Satu tahun
Pergerakan apikal progresif dari zona ini dengan hanya zona asidofilik yang
tersisa pada akhir 1 tahun.

21
Gambar 16 Zona setelah penggunaan formokresol

2 Modifikasi Pulpotomi formokresol

Teknik ini digunakan oleh Trask (1972) pada gigi geraham permanen muda yang
harus dipertahankan untuk waktu yang singkat saja. Tekniknya identik dengan yang
dijelaskan untuk gigi sulung, kecuali bahwa pelet formokresol disegel secara permanen
pada gigi.

3. Pulpotomi Devitalisasi / Pulpotomi dengan dua kali kunjungan

Pulpotomi ini adalah prosedur dua tahap yang melibatkan penggunaan


paraformaldehida untuk memfiksasi seluruh jaringan pulpa koronal dan radikular dalam
dua kunjungan.

a. Indikasi Pulpotomi devitalisasi dua kali kunjungan

• Ada bukti perdarahan lambat di tempat amputasi yang sulit dikendalikan


• Nanah di dalam bilik, tapi tidak ada di tempat amputasi
• Ada penebalan PDL
• Terdapat riiwayat nyeri.

b. Kontraindikasi

• Gigi yang tidak dapat direstorasi


• Gigi dengan pulpa nekrotik.
c. Material pulpotomi dua kali kunjungan

22
Gambar 17 Material Pulpotomi dua kali kunjungan
d. Prosedur
Pada kunjungan pertama :
1) Melakukan anestesi lokal dan pemasangan rubber dam
2) Melakukan preparasi kavitas
3) Mengangkat seluruh jaringan karies
4) Memperluas preparasi dengan menggunakan bur bulat
5) Menempatkan pasta paraformaldehyde pada pellet secara berlebih
6) Melakukan seal pada gigi selama 1-2 minggu sehingga gas formaldehida
yang dibebaskan dalam bentuk paraformaldehida akan memasuki bagian
koronal pulpa dan radikular sehingga akan memperbaiki jaringan.
Pada kunjungan kedua :
1) Pulpotomi dilakukan dengan anestesi local
2) Membuang cotton pellet yang ditempatkan dan buka atap kamar pulpa
3) Membersihkan kavitas dengan larutan salin kemudian dikeringkan dengan
cotton pellet
4) atap kamar pulpa di isi dengan pasta antiseptik dan gigi dilakukan restorasi

4. Pulpotomi yang dilaukan dengan bahan lain

1) Pulpotomi glutaraldehid

Ini pertama kali disarankan oleh S Gravenmade dan diperkenalkan oleh


Kopel pada tahun 1979. Dia menyarankan bahwa jaringan yang meradang yang
menghasilkan racun oleh produk harus diperbaiki, daripada diperlakukan dengan
disinfektan yang kuat. Dia merasa bahwa fiksasi yang memuaskan dengan
formokresol diperlukan, jumlah obat yang berlebihan, serta periode interaksi yang

23
lebih lama tetapi larutan glutaraldehida dapat menggantikan formokresol dalam
endodontik, karena tampaknya memiliki sifat fiksatif dengan kerusakan jaringan
yang lebih sedikit dan pada saat yang sama tampaknya menjadi bakterisida.
Glutaraldehid menghasilkan fiksasi permukaan yang cepat dari jaringan
pulpa di bawahnya Zona sempit jaringan terfiksasi eosinofilik, diwarnai dan
terkompresi ditemukan langsung di bawah area aplikasi, yang menyatu dengan
jaringan vital yang tampak normal secara apikal. Seiring waktu, zona tetap
glutaraldehida digantikan oleh aksi makrofag dengan jaringan kolagen padat,
sehingga seluruh jaringan saluran akar sangat penting.
Keuntungan Glutaraldehid dibandingkan Formokresol
• reagen bifungsional, yang memungkinkannya untuk membentuk ikatan
protein intra dan intermolekul yang kuat yang mengarah ke fiksasi superior
melalui ikatan silang.
• antimikroba yang sangat baik.
• Sifat fiksatif yang unggul, penetrasi yang membatasi diri,
• Menyebabkan lebih sedikit nekrosis pada jaringan pulpa.
• Menyebabkan kalsifikasi distrofik yang lebih sedikit pada saluran pulpa.
• Toksisitas yang lebih rendah tidak menyebar melalui jaringan pulpa untuk
puncak.
• Menunjukkan distribusi yang kurang sistemik.
• Mengikat jaringan rendah, mudah dimetabolisme, dieliminasi dalam urin dan
kedaluwarsa dalam bentuk gas—90 % obat hilang dalam 3 hari.
• Mutagenisitas dan antigenisitas—Kurang dibandingkan dengan formokresol

2) Pulpotomi ferric sulfate

Ferric sulfate sebagai larutan 15,5% telah umum digunakan sebagai agen retraksi
koagulatif dan hemostatik untuk cetakan mahkota dan jembatan dan sedikit asam.
Mekanisme kerjanya masih diperdebatkan tetapi aglutinasi protein darah dihasilkan
dari reaksi darah dengan ion besi dan sulfat. Protein yang diaglutinasi membentuk sumbat
untuk menutup lubang kapiler. Ferri sulfat sebagai pulpotomy agen pada teori bahwa
mekanisme pengendalian perdarahan mungkin meminimalkan kemungkinan peradangan
dan resorpsi internal.

24
Ranly mengusulkan bahwa bekuan protein logam pada permukaan tunggul pulpa
bertindak sebagai penghalang untuk mengiritasi komponen sub-basa. Fuks (1997)
menunjukkan 93% tingkat keberhasilan ferri sulfat bila dibandingkan dengan pulpotomi
formokresol yang menunjukkan 84% tingkat keberhasilan. Smith (2000) melaporkan
tingkat keberhasilan klinis 99% tetapi tingkat keberhasilan radiografi 74% dalam
pulpotomi besi sulfat. Markovic dkk. (2005) menunjukkan tingkat keberhasilan 91%
dengan formokresol dan tingkat keberhasilan 89% dengan pulpotomi besi sulfat.

3) Laser Pulpotomi
Penggunaan laser dalam pulpotomi didasarkan pada kemampuannya
untuk mengontrol perdarahan dan koagulasi secara cepat. Pada tahun 1985, Ebimara
melaporkan efek laser pada penyembuhan luka pulpa yang diamputasi menggunakan laser
Nd:YAG pada 20 Hz dan menempatkan pasta intermediate restorative material (IRM).
Banyak penulis telah membandingkan berbagai laser dalam penggunaan endodontik dan
telah menggunakan laser CO2 atau Nd: YAG atau diode laser.
Prosedur pulpotomi laser dilakukan dengan cara :
• Anestesi lokal dan aplikasi rubber dam
• Membuang seluruh jaringan karies dengan bur dan membuka atap kamar pulpa
• Membuang jaringan koronal pulpa menggunakan excavator
• Menggunakan laser diode dengan panjang gelombang 810 nm yang diatur
• pada daya 3 W.. Laser dialirkan melalui fiber optik 400 nm dalam mode tidak
berkontak.
• Menerapkan sinar langsung pada kamar pulpa, laser diterapkan sampai terjadi
ablasi dan hemostasis dicapai tidak melebihi 2-3 menit.
• Menempatkan pasta IRM dan restorasi untuk kemudian dilakukan penempatan
SSC

1.5 Pulpektomi Vital

pengangkatan total jaringan pulpa dari saluran akar, hal ini tidak dapat dicapai pada
gigi sulung, karena kompleksitas dan ketidakteraturan saluran, saluran aksesori, resorpsi yang
selalu ada dan ketidakmampuan untuk menentukan puncak anatomis, oleh karena itu istilah
pulpektomi tidak boleh digunakan, tetapi istilah perawatan saluran pulpa harus digunakan.

25
Mathewson (1995) mendefinisikannya sebagai pengangkatan seluruh pulpa nekrotik dari
saluran akar gigi sulung dan mengisinya dengan bahan inert yang dapat diserap untuk
mempertahankan gigi pada lengkung gigi. Finn mendefinisikan pulpektomi sebagai
pengangkatan semua jaringan pulpa dari bagian koronal dan radikular gigi.
Tujuan Pulpektomi adalah untuk menjaga gigi agar bebas dari infeksi,
membersihkan dan menutup saluran akar secara biomekanik, mempromosikan resorpsi akar
fisiologis, tahan ruang untuk gigi permanen yang akan erupsi.
a. Indikasi Pulpektomi

Indikasi umum :
• pasien dalam kesehatan umum yang baik tanpa penyakit serius
• kerja sama pasien dan orangtua baik.

Indikasi klinis :
• Gigi yang sebelumnya direncanakan untuk pulpotomi yang menunjukkan perdarahan
pulpa yang tidak terkontrol.
• Diindikasikan untuk setiap gigi sulung tanpa adanya pengganti permanennya.
• Setiap gigi sulung dengan nekrosis pulpa parah asalkan tidak ada kontraindikasi
radiografi.
• Gigi sulung dengan pulpa nekrotik dan resorpsi akar minimal.
• Gigi sulung tanpa pulpa dengan stoma.
• Gigi sulung tanpa pulpa pada penderita hemofilia.
• Gigi anterior sulung tanpa pulpa saat berbicara, estetik adalah faktor.
• Molar sulung tanpa pulpa memegang alat ortodontik.

Indikasi radiografis
• Jaringan periodontal yang adekuat dan dukungan tulang yang memadai

b. Kontraindikasi pulpektomi

Kontraindikasi umum :
• Pasien muda dengan penyakit sistemik seperti penyakit jantung iskemik
kongenital,leukemia.
• Anak-anak yang menjalani terapi kortikosteroid jangka panjang.

26
Kontraindikasi klinis :
• Mobilitas gigi yang berlebihan.
• Komunikasi antara atap kamar pulpa, dan daerah furkasi.
• Struktur gigi yang tidak memadai untuk memungkinkan isolasi dengan karet
bendungan dan restorasi ekstra koronal.

Kontraindikasi radiografis :

• Resorpsi akar eksternal.


• Resorpsi akar internal di 3 apikal akar.
• Kista radikular, kista dentigerous/folikel yang berhubungan dengan gigi sulung.
• Radiolusensi interradikular yang berkomunikasi dengan sulkus gingiva.

1.5.1 Pulpektomi vital dengan satu kali kunjungan

Ini dilakukan sebagai perpanjangan dari prosedur pulpotomi, mungkin keputusan


langsung ketika perdarahan dari tunggul pulpa yang diamputasi tidak dapat dikendalikan
tetapi gigi tidak menunjukkan perubahan periapikal.

a. Indikasi
• Pemaparan karies yang luas dengan keterlibatan pulpa radikular yang jelas tetapi tanpa
perubahan periapikal.
• Gigi sulung dengan inflamasi yang meluas ke luar pulpa koronal, ditandai dengan
perdarahan dari tunggul radikular yang diamputasi yang berwarna merah tua, mengalir
perlahan dan tidak terkontrol.

b. Alat dan Bahan


Alat :
• Rubber dam set
• Bur bulat
• Excavator
• Spreader
• Plugger

27
• Cotton pellet
• K-reamers
• K-file
• Jarum ekstirpasi
• Jarum lentulo
• Absorbent paper point

Bahan
• ChKM (Chlorophenol kampfer menthol)
• Chresophen
• Kalsium Hidroksida (CaOH)
• Eugenol
• Sodium hypochlorite
• EDTA
• MTAD
• Iodine potassium iodide

c. Prosedur
1. Dilakukan dengan anestesi lokal dan isolasi dengan rubber dam
2. Semua karies dihilangkan
3. Seluruh atap kamar pulpa diangkat dengan bur bulat berkecepatan tinggi dan
semprotan air
4. Pulpa koronal dihilangkan dengan bur bulat atau ekskavator
5. Ruang pulpa dibersihkan secara menyeluruh, untuk menghilangkan semua
kotoran atau debris
6. Semua pulpa radikular yang dapat diakses dihilangkan dengan broaches.
Harus berhati-hati untuk tidak memaksakan broaches masuk ke dalam saluran,
karena bagian tajam yang ada di dalam bros dapat tersangkut ke dinding
saluran dan pecah di dalam saluran sehingga tidak mungkin untuk dapat
diambil.
7. Kanal diperbesar dengan tujuan menghilangkan semua dentin yang terinfeksi
dan menyediakan ruang untuk obturasi yang memadai. Tidak dilakukan

28
penempatan instrumen di luar apeks sehingga meminimalkan risiko cedera
yang tidak disengaja pada benih gigi permanen.
8. File Hedstrom direkomendasikan karena dapat menghilangkan jaringan keras
dengan gerakan withdrawal, yang mencegah terdorongnya material infeksius
melalui apeks. Kerugian dari file Hedstrom adalah lemah dengan
kemungkinan kerusakan tinggi. File K-Flex lebih kuat dan karenanya lebih
tahan terhadap patah. Pengisian kanal dilakukan bersamaan dengan
penggunaan lubricant.
9. Irigasi dilakukan menggunakan 5% natrium hipoklorit, hidrogen peroksida,
dan saline
10. Saluran harus diinstrumentasi ke titik resistensi, yang biasanya sesuai dengan
2-3 mm dari puncak radiografi. Setiap kanal dapat diperbesar 3-4 ukuran
instrumen lebih besar dari file pertama
11. Kanal di irigasi dengan saline dan dikeringkan menggunakan paper point
12. Kanal kemudian diobturasi dengan bahan pengisi resorbable yang sesuai
13. Semen zinc oxide eugenol ditempatkan di atas bahan obturasi
14. Gigi ditutup dengan restorasi amalgam dan terakhir direstorasi dengan
restorasi mahkota stainless steel.

1.6 Bahan Obturasi untuk Gigi Sulung

1.6.1 Persyaratan bahan Obturasi

Persyaratan ideal bahan obturasi yang digunakan pada gigi sulung, diberikan oleh
Castagnola:
1) Harus dapat di resorbsi
2) Seharusnya tidak mengairi jaringan periapikal atau mengentalkan sisa-sisa organik
pada saluran.
3) Harus memiliki daya desinfektan yang baik.
4) Setiap kelebihan material yang melewati puncak harus dapat diresorbsi dengan
mudah.
5) harus dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam saluran akar dan juga
dibersihkan dengan mudah jika perlu.
6) tidak larut dalam air.

29
7) tidak menghitamkan gigi.
8) Harus radiopak
9) Seharusnya tidak berbahaya bagi kuman gigi yang berdekatan.

1.6.2 Tujuan Obturasi

Tujuanya untuk mencegah kontaminasi ulang saluran akar baik dari kebocoran
apikal atau koronal dan untuk mengisolasi dan menetralisir jaringan pulpa atau bakteri
yang tersisa.

1.6.3 Bahan pada Obturasi

Gambar 18 Perbandingan setiap bahan obturasi pada gigi sulung

Gambar 19 Bahan obturasi

30
1) Zinc Oxide Eugenol
Zinc oxide eugenol merupakan bahan obturasi yang paling sering digunakan
karena memiliki sifat anti-inflamasi dan sifat analgesik. Namun semen ini memiliki
keterbatasan yaitu resorpsi lambat, iritasi pada jaringan periapikal, nekrosis tulang dan
sementum, dan mengubah jalur erupsi gigi. Ketika campuran ZOE digunakan, campuran
tipis digunakan untuk melapisi dinding saluran, diikuti dengan sediaan dengan viskositas
tinggi yang dapat dipadatkan secara manual ke dalam lumen saluran kanal.

2) Pasta iodoform
Salah satu jenis Iodoform yang sering digunakan adalah KRI Paste. Komposisi
KRI Paste terdiri dari Iodoform 80.8%, Camphor 4.86%, Parachlorophenol 2.025%,
Menthol 1.21%. Iodoform telah ditambahkan ke berbagai bahan obturasi untuk
meningkatkan sifat properties karena pasta ini bersifat bakterisidal terhadap
mikroorganisme di saluran akar. Kerugiannya yaitu perubahan warna kekuningan pada
gigi dan iritasi pada jaringan periapikal.

3) Kalsium Hidroksida
Bahan pengisi akar gigi sulung untuk gigi sulung ini tersedia secara komersial
sebagai Vitapex® dan Metapex®. Efek antibakteri yang dilakukannya disebabkan oleh
pembebasan ion hidroksil dan inaktivasi enzim dalam membran sitoplasma bakteri. Laju
resorpsi bahan dari dalam saluran akar lebih cepat daripada laju resorpsi akar fisiologis.
Ketika digunakan pada gigi sulung dengan pulpa hiperemik, Ca(OH)2 bersentuhan
dengan beberapa sisa jaringan pulpa vital dan dapat memicu kaskade resorpsi akar
inflamasi. Studi telah melaporkan kalsium hidroksida mencapai tingkat keberhasilan
sekitar 80-90%.

1.6.4 Teknik Obturasi Gigi Sulung

1) Kanal dikeringkan menggunakan paper point


2) Gigi sulung yang memiliki diameter saluran akar yang besar dapat diisi dengan
campuran tipis (thin mix); coating/melapisi dinding saluran akar dengan bantuan
reamer. Alat diputar berlawanan arah jarum jam sambil mengeluarkan perlahan
diikuti dengan penempatan campuran yang lebih tebal (thicker mix) yang
kemudian ditekan secara manual.

31
3) Bahan pengisi saluran akar pasta dapat diisi dengan menggunakan lentulo spiral
yang dipasang pada handpiece mikromotor. Arah rotasi perlu diperiksa agar
material mengalir dengan benar ke saluran akar
4) Endodontik pressure syringe juga efektif untuk menempatkan ZOE ke dalam
Saluran akar. Sistem vitapex juga menggunakan syringe dengan bahan di
dalamnya.
5) Bahan dicampurkan dengan konsistensi yang diinginkan dan dibawa serta
disimpan di saluran akar.
6) Syringe dimasukkan hingga jarak 1/5 dari apeks kanal dan bahan diinjeksikan
perlahan-lahan disaat bersamaan syringe ditarik dari saluran akar
7) Terlepas dari metode yang digunakan untuk mengisi saluran, perawatan harus
dilakukan untuk mencegah ekstrusi bahan ke dalam jaringan periapikal.
8) Keadekuatan pengisian saluran akar diperiksa dengan radiografi. Jika terdapat
Sebagian kecil ZnOE yang terdorong melalui foramen apikal maka dibiarkan saja
karena bahan tersebut resorbable.
9) Apabila obturasi kanal telah cukup, tempatkan semen sementara yang fast setting
di area kamar pulpa untuk menutup pengisian saluran ZnOE. Kemudian Gigi
sulung direstorasi dengan stainless steel crown

1.6.5 Evaluasi Pasca Pulpektomi

Evaluasi tingkat kesuksesan pulpektomi :


• Tidak ada cairan purulen dari margin gingiva
• Tidak ada mobilitas abnormal
• Tidak ada nyeri pasca operasi
• Tidak ada resorpsi lebih lanjut dari akar (kecuali fisiologis)
• Resolusi saluran sinus dalam 6 bulan
Follow up :
• Evaluasi bulanan sebaiknya dilakukan selama enam bulan.
• Penilaian klinis dan radiografi harus dilakukan pascaoperasi untuk
menilai hasil pengobatan.
• Setelah terapi pulpa, disarankan untuk memasang mahkota baja tahan
karat untuk mencegah fraktur.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Rao A. Principles and practice of pedodontics. Ed ke-3. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher; 2012
2. Marwah, Nikhil. Textbook of Pediatric Dentistry. 3rd Ed. 2014. Jaypee. P. 301- 27.
3. Cameron, A.C dan R.P. Widmer. 2013. Handbook of Pediatric Dentistry.
Philadelphia: Mosby Elsevier, pp: 39-42.
4. Koch, Goran and Sven Poulsen. Pediatric Dentistry a Clinical Approach, 3rd ed.
Unite Kingdom: Wiley-Blackwell. 2009
5. Fajriani. (2018). Penatalaksanaan Penyakit Pulpa Pada Gigi Anak. Journal PDGI
Makassar,. 2(6), 1–5.
6. Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam
Praktek, edisi kesebelas, EGC, Jakarta.
7. Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, BC
Decker Inc Hamilton London
8. Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya Medika, Jakarta.
9. Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book,
Philadelphia.

33

Anda mungkin juga menyukai