Anda di halaman 1dari 25

Karies Gigi dan Pericoronitis terkait dengan Impaksi Gigi Molar

3 Rahang Bawah–Studi Klinis dan Radiografi

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari Departemen


Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Disusun oleh:

R. DEWI NUGRAHANI NPM 160110130002


SINTA NURWAHIDAH NPM 160110130024

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2016
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Karies Gigi dan Pericoronitis terkait dengan Impaksi Gigi


Molar 3 Rahang Bawah–Studi Klinis dan Radiografi

PENYUSUN : R. Dewi Nugrahani H. 160110130002


Sinta Nurwahidah 160110130002

Bandung, Januari 2017

Menyetujui

Pembimbing

drg. Belly Sam M.Kes., Sp.RKG

NIP. 197101121999031001

Pembimbing

drg. Yurika Ambar Lita

NIP. 198809012014042002

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2

2.1 Definisi Pericoronitis ................................................................................ 2

2.2 Karakteristik Pericoronitis ........................................................................ 2

2.3 Gambaran Radiografi Pericoronitis .......................................................... 4

2.4 Pemilihan Tehnik Radiografi Pericoronitis .............................................. 5

2.5 Diagnosis Banding Pericoronitis .............................................................. 5

BAB III CASE REPORT ....................................................................................... 9

3.1 Abstrak ..................................................................................................... 9

3.2 Pendahuluan ........................................................................................... 10

3.3 Metodologi ............................................................................................. 12

3.4 Hasil........................................................................................................ 17

3.5 Pembahasan Kasus ................................................................................. 18

3.6 Kesimpulan ............................................................................................. 20

BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 21

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 22

ii
i
BAB I

PENDAHULUAN

Impaksi gigi adalah kondisi gigi yang gagal erupsi kedalam lengkung

geligi pada saatnya tumbuh terhalang gigi tetangganya, tulang yang tebal serta

jaringan lunak yang padat. Gigi molar 3 rahang bawah erupsi pada usia 17 sampai

21 tahun. Frekuensi impaksi tiga kali lebih tinggi pada mandibula dibandingkan

dengan maksila. Molar 3 rahang bawah dapat mengalami berbagai pola dan posisi

yang dapat menyebabkan beragam patologi.

Perikoronitis adalah kondisi inflamasi akut yang berhubungan dengan

erupsi sebagian gigi molar 3 rahang bawah. Gejala klinisnya terdiri atas rasa sakit,

bengkak, pembukaan rahang terbatas, kesulitan menelan, demam, malaise dan

limfadenopati. Atas dasar tingkat keparahan gejala yang terjadi, perikoronitis

diklasifikasikan ke dalam jenis akut, sub-akut dan kronis. Jika perawatan yang

tepat tidak segera dilakukan, perikoronitis dapat berkembang menjadi selulit,

osteomyelitis, atau infeksi spasia wajah.

Pemeriksaan klinis dan radiografi tidak hanya membantu untuk

mengklasifikasikan gigi tetapi juga membantu untuk mendiagnosa dan

membedakan patologi yang berbeda terkait. Hal ini pada saatnya akan membantu

juga untuk memprioritaskan pengobatan pada pasien dengan pola tersebut dan

membantu pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan perikoronitis dan

pada gigi impaksi oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam

terkait radiografi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah.

1
BAB II

KASUS

2.1 Definisi Pericoronitis

Pericoronitis adalah peradangan jaringan gusi disekitar mahkota gigi yang

erupsi sebagian, paling sering pada gigi geraham bungsu (molar III) bawah.

Pericoronitis terjadi akibat penumpukan bakteri, plak, dan sisa makanan pada

rongga operculum gusi dan gigi yang bererupsi sebagian. Dapat terjadi pula

edema inflamasi akibat trauma jaringan gusi tersebut dari gigi yang berlawanan,

memicu pembengkakan operculum, nyeri, rasa tidak enak disebabkan adanya pus

dari bawah operculum. Pericoronitis brdurasi relative pendek atau hanya

melibatkan beberapa episode biasanya tidak menyebabkan cacat pada tulang.

(Peterson, 1998)

2.2 Karakteristik Pericoronitis

Gejala klinis beupa rasa tidak enak pada mulut, nyeri, pembengkakan,

ulserasi operculum dan trismus. Tanda klinis nya berupa pembengkakan dan

memerahnya jaringan gingival disekitar gigi yang bererupsi sebagian dan

terkadang terdapat pus dari balik operculum. (Andreasen, 1997)

Etiologinya berasal dari gigi impaksi yang terjadi akibat tidak tersedianya

lengkung dan ruang gigi yang cukup untuk erupsi. Dalam hal ini total lengkung

tulang alveolar lebih kecil daripada total lengkung panjang gigi. Menyebabkan

penumpukan makanan sehingga menimbulkan infeksi (Andreasen, 1997)

2
3

Predileksi pekoronitis terjadi lebih banyak di mandibula berpusat pada

ruang folikel atau bagian mahkota yang tertanam dalam tulang atau di dekat

tulang biasanya terjadi pada sepertiga bagian mandibula. Biasanya kasus

terbanyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki (Andresen, 1997; Peterson,

2001).

Faktor pedisposisinya terjadi biasanya karena folikl gigi yang mungkn

berubah letaknya, gigi crowding, gigi tedekat hilang, pencabutan gigi molar

pertama dan kedua pada masa kanak-kanak disamping itu juga dipengaruhi faktor

sistemik dan faktor kurangnya stimulasi otot (Andresen, 1997; Ogden, 2001).

Mekanisme penyakit perikoronitis merujuk pada peradangan jaringan

sekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian. Gingival yang mengelilingi mahkota

menjadi meradang ketika makanan atau mikroba terperangkap di bawah jaringan

lunak. Gingival selanjutnya menjadi bengkak dan mungkin menjadi sekunder

trauma karena oklusi. Peradangan ini dapat meluas ke tulang sekitar mahkota gigi

dan jaringan periodontal (Andresen, 1997; Ogden, 2001).

Gambar 2.1 Mekanisme Penyakit Perikoronitis


4

2.3 Gambaran Radiografi Pericoronitis

Peicoronitis memiliki gambaran radiografi yang jelas berupa radiolusen

dikelilingi radioopak disekitar perikoronal terlihatnya keruasakan dalam tulang

biasanya di wilayah retromolar namun kerusakan mungkin terlihat pada aspek

distal atau mesial gigi sering muncul sebagai distorsi steplike dari dinding crypt

distal mahkota. Keberadaan margin follicular umumnya menunjukkan beberapa

osteitis sclerosing dan infeksi tebal. Proses implamasi bahkan mungkin merusak

akar dari gigi yang berdekatan. Radografi fitur gigi impaksi adalah sebagai

berikut: tidak ada perubahan jika peradangan hanya terbatas pada jaringan lunak

penghalusan lokal dan sclerosis osteomielitis pada kasus yang paling parah (Goaz

and White, 2006).

Peripheral daerah pinggiran perikoronitis tidak jelas dengan transisi

bertahap pola trabekular normal menjadi daerah sklerotik. Struktur internal tulang

berdekatan dengan perikoronitis paling sering sklerotik dengan trabekula tebal.

Daerah pengeroposan tulang atau radiolusen yang berbatasan langsung dengan

mahkota memperbesar ruang folikular. Jika lesi ini menyebar pola internal

menjadi konsisten dengan osteomyelitis. Efek pada struktur sekitar seperti lesi

periapikal, perikoronitis dapat menyebabkan perubahan khas sclerosis sekitar

tulang. Dalam kasus yang luas, bukti pembentukan tulang periosteal yang baru

dapat dilihat pada korteks inferior batas posterior ramus dan sepanjang notch

koronoid mandibula (Andresen, 1997; Goaz and White, 2006).


5

2.4 Pemilihan Teknik Radigrafi Pericoronitis

Jenis Radiografi yang digunakan adalah: periapikal permukaan standar

oklusal dan panoramic. Tehnik interpretasi dapat dijabarkan : 1) posisi yang

berhubungan dengan mahkota, akar, dan jaringan sekitarnya 2) Mahkota: ukuran

mahkota, bentuk mahkota, ada tidaknya karies, gambaran dan tingkat keparahan

dari resorpsi, gambaran dari beberapa hubungan penyakit seperti kista dentigerous

efek dari gigi yang berdekatan. 3) akar: jumlah ka, ukuran akar, bentuk akar,

kelengkungan dan tingkat pertumbuhan. Penilaian terhadap posisi M3 bawah

terdiri dari: anglasi, mahkota, akar, hubungan apical dengan kanalis mandibula,

kedalaman gigi yang tertanam dalam tulang alveolar dan kemiringan bukal-lingual

(Andreasen, 1997).

2.5 Diagnosis Banding Pericoronitis

Diagnosis Banding Pericoronitis termasuk mixed-density lainnya atau lesi

sklerotik yang berdekatan dengan erupsi sebagian mahkota gigi molar ketiga. Ini

termasuk fibrous dysplasia. Neoplasma harus dipertimbangkan termasuk bentuk

sklerotik dari osteosarkoma dan di pasien usia lanjut, karsinoma sel skuamosa.

Terjadinya skuamosa karsinoma sel di tengah-tengah lesi inflamasi yang sudah

ada mungkin sulit untuk diidentifikasi. Fitur karakteristik neoplasia ganas, seperti

kerusakan tulang kortikal yang mendalam dan invasi membantu diagnosis

(Andreasen, 1997).
6

Gambar 2.2 Radigrafi Fibrous Dysplasia

2.6 Klasifikasi Impaksi Gigi Molar Mandibula

Berikut di bawah ini klasifikasi M3 rahang bawah (Archer, 1975)

Pell & Gregory

Yaitu Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar

kedua dengan cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak

antara bagian distal molar kedua ke ramus mandibula.

Kelas I : ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak

antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas II : ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak

antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas III : seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada di dalam ramus

mandibula.
7

Gambar 2.3 hubungan antara lebar gigi molar tiga bawah dengan jarak antara

ramus mandibula

Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang.

Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal.

Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah bidang oklusal tapi

masih lebih tinggi daripada garis servikal molar kedua.

Posisi C : Bagian tertinggi molar ketiga terletak di bawah garis servikal molar

kedua.

Gambar 2.4 letak molar ketiga di dalam tulang


8

Kedua klasifikasi ini digunakan biasanya berpasangan. Misalkan, Kelas I tipe B,

artinya panjang mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak

distal molar kedua ke ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah

garis oklusal tapi masih di atas servikal gigi molar kedua.

George Winter

Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi

impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar

kedua. Posisi-posisi ini dinamakan vertikal, horizontal, inverted, mesioangular

(miring ke mesial), distoangular (miring ke distal), buko angular (miring ke

bukal), linguoangular (miring ke lidah), posisi tidak biasa lainnya yang disebut

unusual position.

Gambar 2.5 Klasifikasi impaksi gigi menurut Winter


9

BAB III

CASE REPORT

3.1 Abstrak

Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar 3 rahang

bawah. Pengetahuan dan penilaian pola angulasi, posisi dan kedalaman pada

tulang mandibula membantu dalam perencanaan perawatan dan manajemen

pasien yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan

frekuensi karies gigi dan perikoronitis terkait dengan impaksi molar 3 rahang

bawah dengan pola yang berbeda di berbagai kelompok umur dan jenis kelamin.

Sebanyak 250 pasien dengan 393 terkena impaksi molar 3 rahang bawah

yang terdapat di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Rumah Sakit Gigi

Punjab, Lahore dari Oktober 2012 sampai Maret 2013 dimasukkan dalam

penelitian tersebut. Rentang usia pasien adalah dari 20 sampai 65 tahun. Pasien

telah dianamnesis, dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografi. Pola

molar ketiga mandibula impaksi dinilai dengan menggunakan sistem klasifikasi

yang dikembangkan oleh Winter, Pell dan Gregory pada radiografi periapikal.

Pericoronitis dinilai dengan history pasien dan evaluasi klinis mukosa

yang mengelilingi impaksi molar 3 rahang bawah. Karies gigi dinilai dengan

pemeriksaan klinis dan evaluasi radiografi. Pola impaksi yang paling sering

ditemukan adalah mesioangular (37,6%), dengan Kelas II hubungan ramus

(53,2%) dan posisi kedalaman A (62,8%). Karies gigi terlihat pada 38,53% pasien

yang sebagian besar mengalami mesioangular, kelas I posisi A. Pericoronitis


10

terlihat pada 29,36% pasien yang sebagian besar mengalami distoangular, Posisi

A atau B, Kelas II.

Disimpulkan bahwa pasien memiliki gigi molar 3 dengan angulasi yang

tidak menguntungkan, pola dan posisi yang dapat dijadikan alasan untuk

melakukan pemindahan profilaksis impaksi molar 3 rahang bawah untuk

mencegah karies gigi atau perikoronitis. Selain itu, diagnosis dini perikoronitis

dan karies gigi serta manajemen yang tepat dari gigi molar 3 diperlukan untuk

mencegah konsekuensi lebih lanjut.

Kata kunci: Terpengaruh molar ketiga, Pericoronitis, karies gigi, impaksi

Distoangular.

3.2 Pendahuluan

Impaksi gigi adalah kondisi gigi yang gagal erupsi pada lengkung gigi

dalam waktu yang tepat. Beberapa gigi dapat mengalami impaksi, namun yang

paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar 3 rahang bawah. Gigi dapat

mengalami impaksi karena gigi yang berdekatan, tulang di atasnya padat atau

karena jaringan lunak yang berlebihan. Penyebab lokal yang berbeda

menyebabkan impaksi termasuk kurangnya ruang di rahang, jalur erupsi yang

menyimpang, kehilangan dini gigi sulung, posisi benih gigi yang abnormal,

inflamasi atau lesi patologis, dan lain-lain.

Gigi molar 3 rahang bawah erupsi pada usia 17 sampai 21 tahun.

Frekuensi impaksi tiga kali lebih tinggi pada mandibula dibandingkan dengan

maksila, dan terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
11

Molar 3 rahang bawah dapat mengalami berbagai pola dan posisi yang dapat

menyebabkan beragam patologi. Pemeriksaan klinis dan radiografi tidak hanya

membantu untuk mengklasifikasikan gigi tetapi juga membantu untuk

mendiagnosa dan membedakan patologi yang berbeda terkait. Perikoronitis adalah

masalah yang paling sering terjadi terkait dengan impaksi molar 3 yang diikuti

oleh karies gigi molar 3 itu sendiri atau molar kedua yang berdekatan.

Meskipun memungkinkan untuk mengamati profil jaringan lunak yang

berhubungan dengan gigi molar 3, saat ini tidak ada kriteria klinis standar untuk

penilaian jaringan lunak yang terkait dengan gigi yang mengalami impaksi.

Parameter ini tidak hanya menimbulkan kesulitan dalam diagnosis yang akurat

dari kondisi klinis jaringan lunak tetapi juga membuka pemahaman baru untuk

melakukan penelitian di masa yang akan datang.

Perikoronitis adalah kondisi inflamasi akut yang berhubungan dengan

erupsi sebagian gigi molar 3 rahang bawah. Gejala klinisnya terdiri atas rasa sakit,

bengkak, pembukaan rahang terbatas, kesulitan menelan, demam, malaise dan

limfadenopati. Atas dasar tingkat keparahan gejala yang terjadi, perikoronitis

diklasifikasikan ke dalam jenis akut, sub-akut dan kronis. Jika perawatan yang

tepat tidak segera dilakukan, perikoronitis dapat berkembang menjadi selulit,

osteomyelitis, atau infeksi spasia wajah. Posisi gigi molar 3 pada rahang dan

anatomi oklusal gigi molar dengan fissure yang dalam akan mengakibatkan

akumulasi biofilm pada gigi dan menyebabkan karies. Impaksi molar 3 rahang

bawah yang berkontak dengan cement enamel junction gigi molar 2 juga berisiko
12

menyebabkan karies pada bagian distoservikal gigi molar 2. Dalam situasi ini,

pencabutan gigi impaksi dapat bermanfaat bagi kesehatan gigi pasien.

Rekomendasi umum untuk mempertimbangkan setiap kasus untuk

menyeimbangkan manfaat dan retensi resiko terhadap ekstraksi molar 3.

Selanjutnya, di mana strategi non-ekstraksi diambil, pengamatan klinis dan

radiografi jangka panjang harus dilakukan, sehingga tindakan bedah dapat

dilakukan segera jika beberapa patologi mulai berkembang. Wisdom teeth biasa

disebut untuk menyiratkan usia di mana gigi erupsi ketika manusia diperkirakan

mencapai usia wisdom. Erupsi tersebut secara tradisional dikaitkan dengan

sejumlah masalah inflamasi akibat berbagai jenis flora mikroba seperti

spirochaetes, Prevotella, Veillonella, bacteroides dan Capnocytophaga di celah

gingiva sebagian gigi molar ketiga yang mengalami impaksi.

Ada banyak studi tentang impaksi molar tiga baik dalam literatur nasional

dan internasional tetapi beberapa artikel yang membahas hubungan dengan

perikoronitis dan karies gigi. Penelitian ini akan menjelaskan tentang karies gigi

dan perikoronitis terkait dengan pola yang berbeda dari impaksi molar ketiga

rahang bawah. Hal ini pada saatnya akan membantu untuk memprioritaskan

pengobatan pada pasien dengan pola tersebut dan membantu pengambilan

keputusan dalam kaitannya dengan perikoronitis dan karies gigi pada gigi

impaksi.

3.3 Metodologi

Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut & Maksilofasial

Bedah, Montmorency College, Rumah Sakit Gigi / Punjab, Lahore dari Oktober
13

2012 hingga Maret 2013. Sebanyak 250 pasien dipilih untuk penelitian ini.

Kriteria inklusi untuk kelompok studi adalah pasien dengan keluhan utama yang

terkait dengan impaksi molar 3 rahang bawah dan / atau perikoronitis atau karies

gigi dan pembentukan akar lengkap molar 3 rahang bawah. Kriteria eksklusi

adalah pasien lebih muda dari 20 tahun, pasien yang menderita beberapa masalah

maksilofasial lain atau dengan penyakit sistemik misalnya diabetes mellitus,

anomali sistemik atau kraniofasial atau sindrom (seperti Sindroma Down, cleiodo-

cranial dysostosis), dan tidak adanya molar kedua rahang bawah.

Penilaian pola yang berbeda dari impaksi gigi molar 3 rahang bawah

terkait perikoronitis dan karies dilakukan dengan history taking yang relevan dan

rinci, pemeriksaan klinis dan radiografi. Riwayat nyeri atau bengkak di daerah

molar ketiga, kesulitan dalam mengunyah, bau busuk atau pembatasan pembukaan

mulut tercatat. Ekstraoral, pasien diperiksa warna kulit dan tekstur atau

pembengkakan yang terjadi. Pembukaan mulut diamati dengan mengukur

pembukaan interincisal median. Intra oral, kebersihan mulut dinilai dengan status

gigi terutama setiap lesi karies pada gigi molar ketiga rahang bawah atau molar

kedua yang berdekatan. Mukosa sekitar molar ketiga rahang bawah dinilai

perubahan warna, tekstur, impaksi makanan, pembengkakan, pendarahan atau

adanya pus. Radiografi periapikal digunakan untuk menilai lesi karies pada gigi

molar kedua atau ketiga, angulasi impaksi mandibula ketiga molar, kedalaman

dan hubungan ramus.

Angulasi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah dinilai dengan

klasifikasi Winter dan gigi dikatakan mesioangular, distoangular, vertikal atau


14

horizontal dan impaksi lainnya (bukal, lingual atau melintang). Pola dan posisi

impaksi gigi molar ketiga dinilai menurut klasifikasi Pell dan Gregory. Jika ruang

antara perbatasan anterior ramus dan permukaan distal molar kedua adalah cukup,

maka termasuk Kelas I. Jika ruangnya kurang dari diameter mesiodistal gigi yang

terkena impaksi, maka disebut Kelas II. Jika sama sekali tidak memiliki ruang,

maka dikatakan Kelas III.

Gigi molar ketiga dengan bagian tertinggi pada tingkat bidang oklusal

molar kedua disebut posisi A. Pada posisi B, bidang oklusal gigi impaksi berada

antara bidang oklusal dan garis servikal dari molar kedua. Sementara gigi impaksi

berada dibawah garis servikal dikatakan posisi C. Untuk setiap pasien , sejumlah

variabel tercatat termasuk rincian demografi (umur dan jenis kelamin), sisi (kanan

atau kiri), angulasi (mesioangular, distoangular, vertikal, horizontal), pola impaksi

(kelas I, II, III atau posisi A, B, C) patologi (perikoronitis, karies gigi molar

kedua atau ketiga).

Data yang tercatat dirancang khusus dan dimasukkan dalam SPSS versi 16

dan dianalisis melalui paket statistik dengan menggunakan uji Chi Square. Data

yang disajikan sebagai proporsi dan persentase. Variabel juga disajikan dalam

tabel dan grafik.


15

Gambar 3.1 karies gigi molar ketiga

Gambar 3.2 karies gigi molar kedua

Gambar 3.3 perikoronitis distal gingival molar ketiga


16

Gambar 3.4 distribusi impaksi unilateral dan bilateral

Gambar 3.5 distribusi pasien: relasi ramus

Gambar 3.6 distribusi pasien: kedalaman impaksi


17

Gambar 3.7 distribusi karies dental dan perikoronitis

Gambar 3.8 distribusi karies dental: relasi ramus

3.4 Hasil

Sebanyak 250 pasien dari 393 terkena impaksi molar 3 rahang bawah

dengan rata-rata usia 20-25 tahun. usia yang paling sering menderita impaksi gigi

molar ketiga adalah 20-25 tahun diikuti 25-30 tahun. ada penurunan seiring

bertambahnya usia.
18

3.5 Pembahasan Kasus

Penelitian ini dilakukan pada pasien lebih dari 20 tahun, karena dengan

usia ini, seseorang dapat membedakan lebih andal jika molar ketiga memiliki

cukup ruang atau tidak benar diposisikan dan pembentukan akar lengkap atau

tidak. Meskipun pada literatur frekuensi impaksi secara signifikan lebih tinggi

pada wanita, temuan saat ini penelitian menunjukkan dominan laki-laki (54%).

Observasi ini tidak mendukung teori Hellman yang menyatakan bahwa rahang

wanita berhenti tumbuh ketika ketiga geraham erupsi, sedangkan pertumbuhan

laki-laki rahang berlanjut melebihi waktu erupsi ketiga geraham mengakibatkan

insiden penurunan molar ketiga impaksi pada laki-laki dibandingkan dengan

wanita.

Penurunan seragam jumlah pasien, dengan peningkatan usia juga

mencatat dengan usia rata-rata 31,08 tahun (SD = +/- 8.98 tahun). Orang-orang di

dekade ketiga kehidupan mereka terlihat dengan persentase tertinggi yang terkena

dampak molar ketiga. Impaksi Mesioangular adalah jumlah tertinggi dampak

molar ketiga rahang bawah, diikuti oleh vertikal, distoangular dan horisontal

angulasi. Dalam studi saat ini, masalah ini diatasi dengan menggunakan standar

Metode geometris ilmiah untuk mengklasifikasikan dampak gigi tersebut. Sekitar

53% pasien memiliki ramus a hubungan kelas II, diikuti oleh kelas I dan kelas III.

62,8% pasien memiliki molar ketiga yang ditempatkan pada posisi A mendalam,

diikuti oleh posisi B dan C.

Sebanyak 250 pasien dari 393 mandibula geraham ketiga dilakukan untuk

ekstraksi. Yang paling sering alasan untuk ekstraksi ketiga molar adalah karies
19

gigi pada gigi molar kedua yang berdekatan atau molar ketiga itu sendiri

(38,53%), diikuti oleh perikoronitis di 29,36% dari pasien. Temuan ini berbeda

dari yang terlihat dalam penelitian lain dari Pakistan di mana perikoronitis adalah

48,5% di Peshawar28and 53% di Lahore. Obiechina dan lain-lain menunjukkan

bahwa 42,9% dari dampak gigi dikaitkan dengan perikoronitis dan 13,9% dengan

karies. Pericoronitis telah secara luas dilaporkan sebagai alasan utama untuk

ekstraksi gigi molar tiga yang lebih rendah. Jamileh dan Pedlar juga menemukan

bahwa perikoronitis adalah indikasi yang paling umum untuk penghapusan

dampak mandibula molar ketiga. Para peneliti telah mengusulkan bahwa

pericoronitis salah satu bentuk yang paling sering mempengaruhi rongga mulut,

kehadirannya dengan gejala tidak nyaman alasan penting untuk mencari

perawatan dalam bentuk ekstraksi molar ketiga. Sifat akut dari masalah sering

menarik perhatian pasien untuk konsultasi rumah sakit. Dalam studi saat ini,

perikoronitis masalah kedua dan bukan yang paling utama alasan untuk ekstraksi

gigi molar tiga. Perikoronitis memerlukan konsultasi awal oleh dokter membuat

kebutuhan mendesak untuk dokter dan Oleh karena itu, dilihat lebih lanjut di

klinik swasta. Masalah akut dapat diatasi sampai pasien mengunjungi pusat

perawatan tersier untuk ekstraksi mola rketiga.

Pericoronitis lebih sering terlihat pada pasien dengan posisi A dan B,

karena kedalaman ini umumnya terkait lainnya dengan impaksi jaringan lunak

membentuk manset lebih erupsi sebagian gigi dan mulai perikoronitis. Tidak ada

pasien yang terinfeksi menunjukkan impaksi lengkap atau Posisi C. Demikian

pula, perikoronitis paling umum di kelas II molar.


20

Tabel 2.1 Distribusi dental karies dan perikoronitis: angulasi

Pathology Distoangular Horizontal Vertical Mesioangular Other Total


Caries 14 11 38 63 1 127
Pericoronitis 45 4 26 21 — 96
Total 59 15 64 84 1 223

3.6 Kesimpulan

Impaksi molar ketiga mandibula paling sering terlihat pada pasien dalam

dekade ketiga mereka hidup. Pola yang paling umum dari ketiga mandibula

impaksi molar adalah mesioangular, dengan posisi A kedalaman dan Kelas II

hubungan ramus. Karies gigi sebagian besar terkait dengan mesioangular, Posisi

A, Kelas I geraham. Pericoronitis dikaitkan lebih umumnya dengan distoangular,

posisi A atau B, Kelas II geraham pada pasien 20-35 tahun. Karena itu, pasien

memiliki gigi geraham ketiga dengan tidak menguntungkan ini angulasi, pola dan

posisi bisa dianggap sebagai calon pemindahan profilaksis dampak molar ketiga

rahang bawah. Selain itu, awal diagnosis percoronitis dan karies gigi dan tepat

manajemen molar ketiga adalah diperlukan untuk mencegah

konsekuensi lebih lanjut. Meskipun studi ini mungkin tidak mewakili populasi

Pakistan secara keseluruhan, yang Hasil berguna bagi pekerja kesehatan primer

karena pasien yang diteliti mewakili berbagai gigi pasien yang datang ke rumah

sakit gigi.
21

DAFTAR PUSTAKA

Andreasen J.O., 1997. Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions Diagnosis
Treatment Prevention, Ist ed. Mosby.
Archer W.H. 1975. Oral and Maxilofacial Surgery, 5th ed. W.B. Saunders.
Goaz, PW and White. 2006. Oral Radiology Principles and Interpretation, 3rd
edition. ST Louis: the CV. Mosby Co.
Ogden, G.R. 2001. Removal of Unerupted Teeth, In Pedlar S, Frame JW, Oral and
Maxilofacial Surgery an Objective Based Textbook, Edinburg, Churchill
Livingstone.
Peterson. 1998. Oral Surgery 1st ed Philadelphia, W.B. Saunders Co.

Anda mungkin juga menyukai