DISUSUN
O
L
E
H
NAMA : WINDA
NIM : P07120120002
PRODI : D3 KEPERAWATAN TKT.1
Maha Suci Allah yang senantiasa memberikan kasih sayang-Nya yang tiada batas pada
seluruh makhluk-Nya. Ucapan alhamdulillah kepada Rasulullah SAW. yang telah membawa kita
semua dari zaman jahiliyyah menuju zaman Ad-diinul Islam.
Ucapan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. yang telah memberikan anugerah
kepada kita, salah satunya yaitu kecerdasan, baik intelektual, emosional, spiritual, dsb., sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi untuk membuat makalah dengan judul
“Gangguan Stres Pasca-Trauma”.
Semoga makalah ini bermanfaat salah satunya menjadi referensi bahan belajar khususnya
bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Demikianlah pengantar dari kami. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak kekurangan oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari
pembaca semuanya.
Mohon maaf apabila terdapat kekurangan. Karena kebaikan datangnya dari Allah dan
keburukan datangnya dari nafsu. Terimakasih.
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang..........................................................................................................1
B.Rumusan Masalah.....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
B.Gejala PTSD.............................................................................................................5
D.Diagnosis PTSD.......................................................................................................8
E.Pengobatan PTSD.....................................................................................................8
F.Pencegahan PTSD.....................................................................................................9
BAB II PENUTUP
A.Kesimpulan...............................................................................................................11
B.Saran.........................................................................................................................11
DAFTAR ISI............................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan stress merupakan respon organisme untuk menyesuaikan diri dengan
tuntututan-tuntutan yang berlangsung. Tuntutan-tuntutan ini bisa jadi berupa hal-hal yang
factual saat itu, bisa juga hal-hal yang baru mungkin akan terjadi, tetapi dipersepsi secara
actual.
Masyarakat sekarang terpacu cepat menciptakan stress bagi banyak anggotanya. Terus
menerus ditekankan untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang semakin sedikit.Sejak
kelahiran atau bahkan sejak pembuahan, setiap makhluk hidup sudah berada dalam situasi
yang menggambarkan adanya dua pihak yang saling bertentangan, yaitu pihak pertama
berupa “kondisi dari makhluk itu sendiri” dan pihak kedua adalah “ linkungan”. Terjadi
interaksi antara makhluk hidup (individu) dengan lingkungan. Interaksi ini akan
menyebabkan setiap pihak terpengaruh oleh pihak-pihak lainnya. Menurut Darwin, dalam
memperhatikaan kehidupannya, perlu adanya perjuangan dari makhluk tersebut untuk dapat
mempertahankan jenis dan selanjutnya bahkan untuk mengembangkan diri.
Adanya suatu situasi dalam diri individu ketika sesorang harus memenuhi tuntutan
lingkungan. Hal itu disebutkan juga kategori dari stressor. Stresor adalah adjustive demand
(tuntutan untuk menyesuaikan diri). Menurut Colemon, terdapat tiga sumber yang dapat
dimasukkan dari stesor, yaitu frustasi, konflik, dan tekanan.
Pressure sering juga disebut sebagai dibawah tekanan. Stress dapat juga datang dari
tekanan-tekanan adalah suatu keadaan yang menimbulkan konflik, dimana individu merasa
terpaksa atau dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin dilakukan atau dipaksa untuk
tidak melakukan hal-hal yang diinginkannya.Suatu stress bisa ringan dan bisa juga berat.
Tentu saja stress yang berat akan lebih cepat, kuat, dan lebih lama membangkitkan gangguan
dalam diri seseorang. Demikian juga sebaliknya stres yang ringan baru setelah beberapa
waktu terasa dampaknya. Dalam hal ini yang penting adalah mengetahui factor-faktor apaa
yang dapat memperkuat atau mempengruhi suatu kemungkinan terjadi dan menjadikan stress
ringan atau stress berat.
Gangguan stress pasca trauma mencakup bagian dari asumsi etiologi yaitu, suatu
kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh
seseorang berupa kematian, atau ancaman kematian, cedera serius, ancaman terhadap
integritas fisik, atau diri seseorang. Hamper semua orang yang trauma mengalami stress,
terkadang sampai tingkat yang sangat berat, dan hal itu normal.Jika stressor menyebabkan
kerusakan yang signifikan dalam keberfungsian sisoal dan pekerjaan selama kurang dari satu
bulan, maka diagnosis yang ditegakkan adalah gangguan stress akut.
Terdapat beberapa faktor resiko gangguan setres pasca trauma, berdasarkan kejadian
traumatic yang di alami, predictor gangguan setres pasca trauma mencakup ancaman yang di
rasakan terhadap nyawa, berjenis kelamin perempuan, berpisah dari orang tua dimasa kecil,
riwat gangguan dalam keluarga, berbagai pengalaman traumatis sebelumnya, dan gangguan
yang dialami sebelumnya (suatu gangguan axietas atau depresi) (Breslau dkk,1997 1999;
Ehlers, Malou & Bryant, 1998; Nisthith, Mechanic & Resick, 2000; stein,1997).
Gejala utama gangguan stress trauma adalah mengalami kembali secara involunter
peristiwa traumatic dalam bentuk mimpi atau bayangan, yang menerobos masuk kedalam
kesadaraan secara tiba-tiba. Hal ini sering dipicu oleh hal-hal yang meningkatkan penderitaan
akan peristiwa traumatic yang pernah iritabilitas, insomnia, dan konsentrasi yang buruk.Jadi,
suatu kejadian yang membuat orang menjadi trauma, sangat berpengaruh terhadap gangguan
stress. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang analisa datanya dilakukan
secara kualitatif. Penelitian ini dikatakan kualitatif karena pada dasarnya penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan atau menerangkan keadaan atau fenomena dilapangan.
Fenomena tersebut akan dikaji berdasarkan data yang telah terkumpul yang digambarkan
dengan kata-kata atau kalimat. Pembagian data akan dipisahkan menurut kategori yang
sesuai untuk memperoleh sebuah kesimpulan.
Peneliti mengangkat penelitian ini dari studi fenomenologi, dimana kisah dari
penelitan ini diambil dari fenomena yang ada dan yang telah terjadi. Fenomologi memiliki
tujuan pokok diantaranya hendak secara radikal fondasi-fondasi pengetahuan agar serangan-
serangan skeptic terhadap rasionalitas dan prosedur-prosedurnya bisa diatasi. Secara umum,
riset psikilogi fenomologis bertujuan untuk menjelaskan situasi yang dialami oleh pribadi
dalam kehidupan sehari-hari. Teknik utama pengumpulan data pada penelitian. Kelengkapan
data dapat diperdalam dengan observasi partisipan, penelusuran dokumen, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari gangguan stress pasca-trauma.
2. Mengetahui gejala gangguan stress pasca-trauma.
3. Mengetahui penyebab ganggaun stress pasca-trauma.
4. Mengetahui cara diagnosis gangguan stress pasca-trauma.
5. Mengetahui terapi dan pengobatan gangguan stress pasca-trauma.
6. Mengetahui pencegahan gangguan stress pasca-trauma.
BAB II
PEMBAHASAN
PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) atau gangguan stres pasca trauma adalah
kondisi kesehatan jiwa yang dipicu oleh peristiwa yang traumatis, baik dengan
mengalaminya maupun menyaksikannya. Kebanyakan orang yang mengalami kejadian
traumatis akan menghadapi kesulitan dalam menjalaninya, tetapi dengan waktu dan
perawatan diri yang baik, kesulitan akan berkurang. Jika pengalaman yang traumatis tersebut
tetap menghantui sampai membuat seseorang kesulitan dalam menjalani hidup, maka orang
tersebut mengidap PTSD.
B. Gejala PTSD
Penderita PTSD sering kali teringat pada peristiwa yang membuatnya trauma.
Bahkan, penderita merasa seakan mengulang kembali kejadian tersebut. Ingatan terhadap
peristiwa traumatis tersebut juga sering kali hadir dalam mimpi buruk, sehingga penderita
tertekan secara emosional.
Penderita PTSD cenderung menyalahkan dirinya atau orang lain. Selain itu,
penderita juga kehilangan minat pada aktivitas yang dulu disukainya dan merasa putus
asa. Penderita juga lebih menyendiri dan sulit menjalin hubungan dengan orang lain.
PTSD dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Namun, pada anak-anak,
terdapat gejala khusus, yaitu sering melakukan reka ulang peristiwa traumatis melalui
permainan. Anak dengan PTSD juga sering mengalami mimpi buruk yang bisa terkait
secara langsung maupun tidak dengan kejadian traumatis yang dialaminya.
1. Penyebab PTSD
PTSD bisa muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang
menakutkan atau mengancam nyawa. Belum diketahui secara pasti mengapa peristiwa
tersebut menyebabkan PTSD bagi sebagian orang. Namun, ada dugaan bahwa
penyebabnya adalah kombinasi dari sejumlah kondisi berikut:
c. Mewarisi risiko kesehatan mental, seperti riwayat gangguan kecemasan dan depresi
dalam keluarga.
a. Perang.
b. Kecelakaan.
c. Bencana alam.
d. Perundungan (bullying).
e. Kekerasan fisik.
f. Pelecehan seksual.
f. Memiliki pekerjaan tertentu, misalnya tentara atau relawan medis di daerah perang.
Pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri, lingkungan, bahkan dunia;
Perilaku merusak diri, seperti minum terlalu banyak atau mengemudi terlalu cepat;
Kesulitan tidur;
Kesulitan berkonsentrasi;
D. Diagnosis PTSD
Dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien dan melakukan pemeriksaan
fisik untuk mencari tahu apakah gejala yang dialami pasien disebabkan oleh penyakit fisik.
Jika penyakit fisik tidak ditemukan, pasien akan dirujuk ke dokter spesialis kejiwaan atau
psikiater.
Seseorang baru dapat dikatakan menderita PTSD bila memiliki riwayat mengalami
kondisi atau pristiwa berikut sebelum gejala muncul:
Untuk dikategorikan sebagai PTSD, gejala yang dialami pasca peristiwa traumatis
harus berlangsung selama satu bulan atau lebih. Gejala juga harus mengganggu aktivitas
sehari-hari, terutama dalam hubungan sosial dan pekerjaan.
E. Pengobatan PTSD
Pengobatan PTSD bertujuan untuk meredakan respons emosi pasien dan mengajarkan
pasien cara mengendalikan diri dengan baik ketika teringat pada kejadian traumatis. Metode
pengobatan yang dilakukan meliputi:
1. Psikoterapi
Terapi kognitif. Membantu pengidap untuk mengenali cara pikir (pola kognitif)
yang menyebabkan terhambatnya pengidap dalam proses melalui peristiwa traumatis
tersebut.
2. Terapi paparan.
Terapi paparan bertujuan untuk membantu pengidap agar bisa menghadapi situasi
dan memori yang dianggap menakutkan sehingga pengidap dapat menghadapinya dengan
efektif. Terapi ini efisien terutama pada kasus dimana pengidap mengalami kilas balik
atau mimpi buruk.
Obat-Obatan
Dokter akan memberikan obat-obatan untuk mengatasi gejala PTSD. Obat yang
diberikan tergantung pada gejala yang dialami pasien, antara lain:
1. Antidepresan. Obat ini membantu meringankan gejala depresi, cemas, gangguan tidur
dan gangguan konsentrasi.
Dokter akan meningkatkan dosis obat bila tidak efektif dalam mengatasi gejala.
Namun, jika terbukti efektif, obat-obatan akan terus diberikan setidaknya sampai 1 tahun.
Kemudian, pengobatan akan dihentikan secara bertahap.
F. Pencegahan PTSD
Setelah selamat dari peristiwa traumatis, banyak orang mengalami gejala mirip PTSD
pada awalnya, seperti tidak dapat berhenti memikirkan apa yang terjadi. Ketakutan,
kecemasan, kemarahan, depresi, rasa bersalah adalah reaksi umum terhadap trauma. Namun,
mayoritas orang yang mengalami trauma tidak mengembangkan gangguan stres pasca-
trauma jangka panjang.
Pencegahan juga bisa dilakukan dengan mencari bantuan dan dukungan yang tepat
waktu. Hal ini bertujuan agar reaksi stres yang normal menjadi semakin buruk dan
berkembang menjadi PTSD, bisa dicegah. Ini bisa berarti beralih ke keluarga dan teman-
teman yang akan mendengarkan dan menawarkan kenyamanan. Hal ini bisa juga dilakukan
dengan mencari ahli kesehatan mental untuk terapi singkat. Beberapa orang mungkin juga
merasa berguna untuk beralih ke komunitas iman mereka.
Dukungan dari orang lain juga dapat membantu mencegah seseorang beralih ke cara
mengatasi trauma yang tidak sehat, seperti penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan stress pasca trauma adalah gangguaan kecemasan yang timbul setelah
mengalami atau menyaksikan suatu ancaman kehiudupan atau peristiwa-peristiwa trauma,
seperti perang militer, serangan dengan kekerasaan, kecelakaan yang serius dan bencana
alam(tsunami, gempa bumi, dan likuifaksi).
B. Saran
Dalam menghadapi masalah ini hendaklah kita selalu berserah diri kepada tuhan dan
mencari solusi atas kondisi yang kita rasakan.
DAFTAR PUSTAKA