Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Stres
Stres is define as a challenging event that requires physiological, cognitive, or
behavioral adaptation (Oltaman & Emery, 2004). Para peneliti juga memperdebatkan
apakah stres didefinisikan sebagai peristiwa kehidupan itu sendiri atau penilaian
tentang peristiwa kehidupan, peristiwa itu ditambahn reaksi individu terhadapnya.
Stres adalah keadaan yang bersifat internal, yang disebabkan oleh tuntutan
fisik (badan) atau lingkungan, dan situasi social yang berpotensi merusak dan tidak
terkontrol (Morgan & King , dalam Umam, 2010). Stres juga dapat berarti respon dari
diri seseorang terhadap tantangan fisik maupun mental yang datang dari dalam atau
luar dirinya (Nasrudin, 2010). Stress merupakan tanggapan seseorang terhadap
perubahan di lingkungan yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya
terancam baik secara fisik maupun mental. Dari definisi-definisi yang dikemukakan
oleh (Atwater & Duffy, 1999), dan Feldman (1989), dapat dikatakan bahwa stres
adalah peristiwa yang dipersepsikan seseorang sebagai peristiwa yang menekan dan
menuntut penyesuaian respon adaptif. Setiap orang memiliki tingkatan toleransi
tertentu pada tekanan disetiap waktunya, yaitu kemampuan untuk mengatasi atau
tidak mengatasinya (Anoraga, 2009)
Menurut Diana faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang atau penilaian
terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari
situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh
bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Hal ini
sependapat dengan Sellye bahwa stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda,
yaitu dapat menjadi peristiwa positif dan tidak berbahaya atau menjadi peristiwa yang
berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu sangat berpengaruh terhadap
respon yang akan muncul (Umam, 2010).
B. Penyebab Stress
Stres disebabkan oleh banyak sumber: peristiwa-peristiwa kehidupan
(perubahan dalam masalah orang tua, berelasi, penyakit fisik atau cedera, keuangan,
kematian seseorang yang dicintai); pengaruh-pengaruh kimia dan lingkungan (cuaca,
kebisingan, makanan); kejadian-kejadian positif (pernikahan, liburan); gaya hidup
atau faktor-faktor emosional (gelisah, takut, keyakinan-keyakinan yang kaku, jadwal-
jadwal yang padat); relasi (konflik dalam komunikasi, masalah-masalah dalam
hubungan pribadi);hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan (kehilangan, berhenti,
tanggung jawab pekerjaan yang membingungkan). Satu sumber stress lain yang besar
namun sering tidak diperhatikan adalah logika pribadi seseorang.
Tuntutan-tuntutan stres hidup mempunyai potensi menambah stress. Lalu
lintas yang padat, orang yang agresif, dan tuntutan-tuntutan dah harapan-harapan yang
berlebihan dalam pekerjaan dapat merangsang stress. Tuntutan-tuntutan yang muncul
dalam berelasi pasangan hidup, anak-anak, dan kawan-kawan dekat juga dapat
menjadi sumber stress.
Satu pandangan yang sangat menarik dari sumber-sumber peristiwa kehidupan
umum dari stress dikembangkan pada tahun 1970 oleh psikiater Universitas
Washington, Thomas H. Holmes dan Richard Rahe. Holmes dan Rahe
mengidentifikasi 43 sumber-sumber umum stress dari pengalaman setiap hari. Di sini
ada 10 peristiwa yang paling menyebabkan stress:
1. Meninggalanya pasangan hidup
2. Perceraian
3. Pemisahan yang berhubungan dengan perkawinan
4. Masa tahanan
5. Kematian anggota keluarga dekat
6. Luka pribadi atau sakit
7. Pernikahan
8. Dipecat dari pekerjaan
9. Rekonsiliasi yang berhubungan dengan perkawinan
10. Pensiun

C. Stressor, Traumatic Stressor, dan Catastrophic Event


1. Stressor
Stres disebabkan oleh banyak faktor yang disebut dengan stressor. Stressor
secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal dan stressor
eksternal. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya kondisi
fisik, atau suatu keadan emosi. Stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang
misalnya perubahan lingkungan sekitar, keluarga dan sosial budaya. (Pooter &
Perry, 2005). Stressor merupakan pengalaman atau situasi yang penuh dengan
tekanan. contoh dari pengalaman atau situasi yang menjadi penyebab stress adalah
kebisingan, keramaian, hubungan antar manusia yang buruk, pekerjaan dan lain-
lain. Pengalaman atau situasi yang menyebabkan stress berbeda antara satu orang
dengan yang lainnya. Bagaimana seseorang memaknai suatu stressor menentukan
apakah pengalaman atau situasi tersebut menjadi pengalaman yang menyebabkan
stress.
2. Traumatic Stressor (Stresor Traumatik) dan Catastrophic Events
Stres adalah fakta kehidupan sehari-hari yang tidak terhindarkan, dan dalam
banyak hal diinginkan. Akan tetapi, beberapa stesor begitu katastropik dan
menakutkan sehingga dapat mengakibatkan kerugian psikologis serius. Stres
traumatic semacam itu didefinisikan dalam DSM-IV-TR sebagai kejadian yang
melibatkan kematian atau cedera serius aktual atau mengancam terhadap diri atau
orang lain dan menciptakan perasaan ketakutan, ketidakberdayaan, atau kengerian
intens. Contoh-contohnya termasuk perkosaan, pertempuran militer, pemboman,
kecelakaan pesawat, gempa bumi, kebakaran besar dan tabrakkan kendaraan yang
menghancurkan.
Merupakan sumber stres yang paling dikenali, yaitu situasi bahaya yang
ekstrim, yang berada diluar rentang pengalaman manusia yang lazim, misalnya
bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami; maupun bencana buatan manusia
seperti perang ataupun peristiwa nuklir, kecelakaan berat misalnya tabrakan
pesawat, dan penyerangan fisik seperti pemerkosaan atau upaya pembunuhan.
Pola perilaku umum (disaster syndrome) reaksi terhadap traumatic events yaitu:
Pada awalnya, individu menjadi bingung melompong dan menunjukkan
ketidaksadaran atas bahaya atau luka-lukanya. Mereka mondar-mandir tak
berarah tujuan, dan mungkin menempatkan diri mereka dalam risiko cedera
lainnya. Kemudian, korban selamat masih dalam keadaan pasif dan tak mampu
melakukan tugas sederhana sekalipun, tetapi mereka telah dapat mengikuti
perintah. Dalam tahap ketiga, korban menjadi cemas dan takut, sukar
berkonsentrasi, dan mungkin mengulang-ulang cerita tentang bencana yang
dialaminya. Tentunya, derajat stressful berbeda-beda pada tiap individu,
tergantung pula dari karakteristik peristiwa stressful lainnya.
Beberapa tahun terakhir ini kita sangat mengenal trauma ini sebagai akibat
dari serangan teroris pada 11 september 2001, penembakkan disekolah, serangan
seksual dan buntut peperangan di Irak dan Afganistan. Normal bagi survivor dan
orang yang menyaksikkan akan menjadi sangat stres akibat trauma. Akan tetapi,
bagi sebagian orang gangguan itu berlanjut lama setelah traumanya berakhir.
Acute stress disorder (ASD) (gangguan stres akut) terjadi dalam waktu 4 minggu
setelah paparan stres traumatik dan ditandai dengan simtom disosiatif, mengalami
kembali kejadian itu, penghindaran hal-hal yang mengingatkan pada trauma, dan
kecemasan atau arousal yang berat. Posttraumatik stress disorder (PTSD)
(gangguan stres pascatrauma) juga didefinisikan berdasarkan simtom mengalami
kembali, penghindaran, dan arousal, tetapi simtomnya berlangsung lebih lama.
Merupakan sumber stres yang paling dikenali, yaitu situasi bahaya yang
ekstrim, yang berada diluar rentang pengalaman manusia yang lazim, misalnya
bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami; maupun bencana buatan manusia
seperti perang ataupun peristiwa nuklir, kecelakaan berat misalnya tabrakan
pesawat, dan penyerangan fisik seperti pemerkosaan atau upaya pembunuhan.
Pola perilaku umum (disaster syndrome) reaksi terhadap traumatic events yaitu:
Pada awalnya, individu menjadi bingung melompong dan menunjukkan
ketidaksadaran atas bahaya atau luka-lukanya. Mereka mondar-mandir tak
berarah tujuan, dan mungkin menempatkan diri mereka dalam risiko cedera
lainnya. Kemudian, korban selamat masih dalam keadaan pasif dan tak mampu
melakukan tugas sederhana sekalipun, tetapi mereka telah dapat mengikuti
perintah. Dalam tahap ketiga, korban menjadi cemas dan takut, sukar
berkonsentrasi, dan mungkin mengulang-ulang cerita tentang bencana yang
dialaminya. Tentunya, derajat stressful berbeda-beda pada tiap individu,
tergantung pula dari karakteristik peristiwa stressful lainnya.
D. Model Of Stress
Definisi-definisi stres dapat digolongkan menjadi tiga kategori (Bartlett, 1998;
Goetsch & Fuller, 1995) :
1. Stres sebagai stimulus
Stres sebagai Stimulusmenurut konsepsi ini stres merupakan stimulus yang ada
dalam lingkungan (environment). Individu mengalami stres bila dirinya menjadi
bagian dari lingkungan tersebut. Dalam konsep ini stres merupakan variable
bebas sedangkan individu merupakan variabel terikat.
2. Stres sebagai respon
Konsepsi kedua mengenai stres menyatakan bahwa stress merupakan respon atau
reaksi individu terhadap stressor. Dalam konteks ini stress merupakan variable
tergantung (dependen variable) sedangkan stressor merupakan variable bebas atau
independent variable.
3. Stres sebagai interaksi antara organisme dan lingkungannya.
Menurut pandangan ketiga, stress sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan
strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan
lingkungan. Interaksi antara manusia dan lingkungan yang saling mempengaruhi
disebut sebagai hubungan transaksional. Di dalam proses hubungan ini termasuk
juga proses penyesuaian. (Bart Smet, 1994 : 111). Dalam konteks stres sebagai
interaksi antara individu dengan lingkungan, stres tidak dipandang sebagai
stimulus maupun sebagai respon saja, tetapi juga suatu proses di mana individu
juga merupakan pengantara (agent) yang aktif, yang dapat mempengaruhi stressor
melalui strategi perilaku kognitif dan emosional.

Klasifikasi ini sangat berkorespondensi dengan ketiga model stres yang diidentifikasi
oleh Cox (1978), seperti dideskripsikan dibawah ini.

1. Engineering model melihat stres eksternal memunculkan reaksi stres, atau strain ,
pada individu. Stres terletak dalam ciri-ciri stimulus lingkungan : stres adalah apa
yang terjadi pada seseorang (bukan apa yang terjadi dalam diri seseorang).
Stres dapat dihindari dan dapat dapat di toleransi, dan tingkat moderat stres
bahkan dapat menguntungkan (eustress: Selye, 1956). Tanpa stres, seperti yang
diukur oleh kecemasan atau rangsangan fisiologis, bisa mengakibatkan
detrimental. Sebagai contoh, saat anda dalam kondisi relaks anda tidak melihat
mobil yang melaju kearah anda pada saat anda menyebrang jalan. Stres
membantu membuat kita tetap alert (waspada), memberikan energi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan interes pada lingkungan kita, untuk
mengeksplorasinya dan beradaptasi dengannya. Akan tetapi, jika kita
“direnggangkan melampaui batas-batas elastisitas kita”, stres akan merugikan.
2. Physiological model terutama menyangkut apa yang terjadi dalam diri seseorang
sebagai akibat stres (aspek-aspek “respon” dari engeering model), khususnya
perubahan-perubahan fisiologis.
Impetus untuk pandangan stres ini adalah definisi Selye (1956) bahwa “Stres
adalah respon nonspesifik tubuh terhadap tuntutan yang dialamatkan kepadanya”.
Selama menjadi mahasiswa kedokteran, Selye melihat sebuah sindrom umum
yang diasosiasikan dengan “being ill” (sakit), telepas dari apa sakitnya, yang
ditandai dengan (i) hilanganya nafsu makan; (ii) kehilangan berat badan dan
kekuatan yang berkaitan dengannya; (iii) hilangnya ambisi; dan (iv) ekspresi
wajah tipikal yang diasosiasikan dengan sakit.
Pemeriksaan lebih jauh terhadap kasus-kasus ekstrim mengungkapkan
perubahan-perubahan fisiologis penting (dikonfirmasi oleh Cox, 1978). Respon
nonspesifik terhadap sakit ini mereflesikan sebuah fenomenon khas, yang oleh
Selye disebut General Adaptation Syndrome (GAS).
3. Transactional model merepresentasikan semacam percampuran antara kedua
model yang pertama dan banyak mengacu pada penelitian Lazarus (1966). Bagi
Lazarus dan Folkman (1984) stres adalah hubungan tertentu antara seseorang dan
lingkungan yang nilai oleh orang itu sebagai hal yang berat atau melampaui
sumber dayanya dan membahayakan kesejahteraannya.
Oleh karena persepsi seseorang tentang mismatch anatara tuntutan dan
kemampuanlah yang menyebabkan stres, model memungkinkan perbedaan-
perbedaan individual penting yang daoat menghasilkan stres dan seberapa besar
stres yang dialami. Demikian juga ada perbedaan besar antara bagaimana orang
berusaha mengatasi stres, secara psikologis maupun perilaku. Engeering model
terutama menyangkut pertanyaan “apa yang menyebabkan stres?”, dan model
psikologis dengan pertanyaan “apa efek stres ?”. Model transaksional
menyangkut keduan pertanyaan tersebut, ditambah “bagaimana kita
menanggulangi stres ?”.
E. How does stress affect us physically
Upaya adaptasi terhadap kehadiran situasi stress yang terus menerus dapat
menurunkan body’s resources secara drastis sehingga rawan penyakit/gangguan.
Gangguan psikofisiologis adalah gangguan-gangguan fisiologis yang diyakini
melibatkan emosi menjadi peranan utamanya. Para peneliti mencari hubungan antara
penyakit spesifik dan karakeristik yang mengikutinya, atau dengan jalan ‘coping’
yang seperti apa, dengan peristiwa stressful.
Efek langsung dari stres bagi kesehatan; Chronic overarousal: Ketergugahan
sistem simpatik atau sistem adrenal-kortikal secara long-term dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh arteri dan sistem organ. Khususnya, Penyakit Jantung Koroner
(Coronair Heart Deseases) diderita karena pembuluh darah yang menyuplai darah ke
jantung menyempit dan tertutup, menghambat aliran oksigen dan nutrisi ke jantung.
Hal ini menimbulkan nyeri, yang disebut angina pectoris, di sekitar dada dan lengan.
Ketika aliran oksigen ke jantung benar-benar tertutup, akan menyebabkan myocardial
infarction ‘heart attack’. Tampaknya ada peran genetik dalam CHD ini, individu yang
memiliki keluarga berpenyakit jantung akan beresiko lebih tinggi menderita CHD.
Stress yang beresiko CHD misalnya akibat tuntutan kerja yang sangat tinggi dengan
kendali atas tuntutan itu juga sangat tinggi. Orang-orang yang tinggal dalam
lingkungan.
F. Aspek Fisiologis dari Stres
Pada tahun 1956, seorang dokter Kanada yang bernama Hans Selye (1907-
1982) mempublikasikan The Stress of Life. Selye adalah ilmuwan pertama yang
berusaha menjelaskan cara stressor eksternal “menyusup” dan membuat kita sakit.
Stressor lingkungan seperti panas, dingin, kebisingan, rasa sakit, dan bahaya, menurut
Selye mengganggu keseimbangan tubuh. Tubuh kemudian menggerakkan sumber-
sumber dayanya untuk melawan stressor-stressor tersebut dan mengembalikan fungsi
tubuh ke keadaan normal.
DAPUS

McKay, G & Don, D. 2002. How You Feel Is Up To You The Power of Emotional Choice.
Jakarta: PT Grasindo.

Oltamanns,T F & Emery, R E. 2013. Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rubiyanti, Yanti. 2008. Motivasi dan Manajemen Stres.Diakses tanggal 29 Desember 2014
dari, http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/ pustaka_
unpad_motivasi_dan_manajemen_stress.pdf

Anda mungkin juga menyukai