Anda di halaman 1dari 6

Stres dan Kesehatan Mental

KESEHATAN MENTAL merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala
bentuk gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi secara
normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi
masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan menggunakan
kemampuan pengolahan stres. Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan
selayaknya kesehatan fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling
mempengaruhi. Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya diperoleh dari
garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress berlebih akan berdampak pada
gangguan kesehatan mental yang lebih buruk.

DEFINISI STRES. Stres dikenali sebagai interaksi antara kemampuan coping seseorang dengan
tuntutan lingkungannya. Stres merupakan proses psikobiologikal (adanya: stimulus yang
membahayakan fisik dan psikis bersifat mengancam, lalu memunculkan reaksi-reaksi
kecemasan). Menurut Atwater (1983), stres merupakan suatu tuntutan penyesuaian, yang
menghendaki individu untuk meresponnya secara adaptif. Stres adalah suatu proses dalam
rangka menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang mengancam, menantang, ataupun
membahayakan; serta individu merespon peristiwa itu baik pada level fisiologis, emosional,
kognitif dan tingkah laku (Feldman, 1989). Sedangkan Hans Selye (dalam, Hahn & Payne, 2003)
menjelaskan stres adalah respon yang tak spesifik dari tubuh terhadap berbagai tuntutan yang
ada, dimana respon tersebut dapat berupa respon fisik atau emosional.

JENIS STRES. Stres Psikologis (Psychological Stress), merupakan istilah dalam membahas
stres yang dihubungkan dengan bagaimana kita menerima & beradaptasi dengan dorongan &
peristiwa yang sifatnya membuat individu merasakan stres. Pembedaan jenis stres berdasar
efeknya (Berne, Selye, 1991): Eustress (good stress) merupakan stres yang menimbulkan
stimulasi dan kegairahan, sehingga memiliki efek yang bermanfaat bagi individu yang
mengalaminya. Yang kedua adalah Distress, merupakan stres yang memunculkan efek yang
membahayakan bagi individu yang mengalaminya, seperti: tuntutan yang tidak menyenangkan
atau berlebihan yang menguras energi individu sehingga membuatnya menjadi lebih mudah jatuh
sakit. Ketiga adalah Hyperstress, yaitu stres yang berdampak luar biasa bagi yang
mengalaminya. Meskipun dapat bersifat positif atau negatif tetapi stres ini tetap saja membuat
kita terbatasi kemampuan adaptasinya. Contohnya adalah stres akibat serangan teroris. Keempat
adalah Hypostress, merupakan stres yang muncul karena kurangnya stimulasi. Contohnya, stres
karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.

STRESSOR. Sesuatu atau peristiwa atau keadaan yang menimbulkan stres. Seringkali disebut
dengan Stresssful Event (peristiwa yang memberikan tekanan). Sesuatu atau peristiwa atau
keadaan dapat menimbulkan tekanan tertentu bagi individu dengan intensitas yang berbeda,
biasanya tergantung penilaian dan respon individu pada peristiwa atau keadaan tersebut.
EFEK DARI STRES. Tidak semua bentuk stres yang membuat kondisi fisik individu yang
mengalaminya menjadi lemah atau jatuh sakit berasal dari peristiwa-peristiwa sosial yang tidak
diinginkan atau peristiwa yang dianggap negatif. Contoh: menikah, promosi jabatan, pindah
rumah. Efek stres terhadap individu dipengaruhi oleh gabungan dari berbagai peristiwa yang
meningkatkan stres individu tersebut dengan predisposisi individu untuk menjadi sakit.

a. Gangguan Penyesuaian

Gangguan penyesuaian:merupakan respon emosional terhadap peristiwa stres. Personality


disorder merupakan gangguan dalam prilaku yang memberikan dampak atau nilai negatif oleh
masyarakat. Penyebab adanya perkembangan kepribadian adalah proses interaksi individu
dengan lingkungan. Biasanya terjadi saat remaja dan dapat berkembang hingga dewasa.
Sehingga perilaku individu terbentuk menjadi individu yang periang atau pendiam, menaati
peraturan atau melanggar peraturan serta bersosialisasi atau antisosial Stressor melibatkan
masalah keuangan, penyakit medis, atau masalah hubungan. Gejala harus dimulai dalam waktu 3
bulan dari stressor. Hal ini dapat: akut (kurang 6 bulan) atau kronis (lebih dari 6 bulan
Gangguan penyesuaian adalah respons psikologis terhadap penyebab stres yang umum
(misalnya, perceraian, kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan) yang menghasilkan
gejala perilaku atau emosional yang signifikan secara klinis. Orang yang mengalami stres parah
yang melebihi sumber daya koping mereka mungkin memerlukan diagnosis gangguan
penyesuaian (Strain & Newcorn, 2007). Gangguan penyesuaian mungkin merupakan diagnosis
yang paling tidak menstigmatisasi dan paling ringan yang dapat diberikan oleh terapis kepada
klien.

Gangguan Penyesuaian Disebabkan oleh Pengangguran,Masalah terkait pekerjaan dapat


menghasilkan stres yang besar pada karyawan (Lennon & Limonic, 2010). Tetapi menjadi
pengangguran bisa lebih membuat stres. Sebagai akibat dari resesi baru-baru ini, jutaan orang
Amerika harus menghadapi pengangguran kronis. Pengangguran adalah masalah yang sangat
parah bagi kaum muda minoritas laki-laki, banyak di antaranya hidup dalam depresi ekonomi
permanen dengan sedikit prospek pekerjaan. Mengelola stres yang terkait dengan pengangguran
membutuhkan kekuatan koping yang besar, terutama bagi orang-orang yang sebelumnya telah
memperoleh penghidupan yang memadai. Beberapa orang menemukan cara untuk tetap fokus
dan termotivasi, meskipun terkadang hal ini bisa sangat sulit. Namun, bagi orang lain,
pengangguran dapat memiliki efek jangka panjang yang serius. Salah satu temuan yang paling
mengganggu adalah pengangguran, apalagi jika berkepanjangan, meningkatkan risiko bunuh diri
(Borges et al., 2010; Classen & Dunn, 2011). Pengangguran juga berdampak pada anggota
keluarga lainnya, terutama anak-anak. Jika anak-anak tinggal dalam keluarga di mana orang
tuanya kehilangan pekerjaan, mereka
b. Gangguan Stres Pascatrauma Dalam DSM-5

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, (DSM-IVTR), PTSD


didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma yang dialami atau disaksikan
secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, cidera serius, ancaman
terhadap integritas fisik atas diri seseorang. Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang
ekstrem, horor, rasa tidak berdaya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010). National Institute of
Mental Health (NIMH) mendefinisikan PTSD sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul
setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya.
Peristiwa trauma ini bisa berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia,
kecelakaan, atau perang (Nevid, 2005). Dengan demikian PTSD dapat meliputi kondisi yang
muncul setelah pengalaman luar biasa mencekam, mengerikan dan mengancam jiwa seseorang,
misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, sexual abuse, atau perang. Kondisi tersebut
dapat menimbulkan gangguan stres akut (acute stress disorder/ASD). ASD adalah suatu reaksi
maladaptif yang terjadi pada bulan pertama sesudah pengalaman traumatis. Sedangkan gangguan
stres pascatrauma (post traumatic stress disorder/PTSD) adalah reaksi maladaptif yang
berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. Berlawanan dengan ASD, PTSD
kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan mungkin baru muncul setelah
beberapa tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa peristiwa traumatis. Pada ASD dan
PTSD peristiwa traumatis tersebut melibatkan kematian atau ancaman kematian atau cedera fisik
yang serius, atau ancaman terhadap keselamatan diri sendiri atau orang lain. Respon terhadap
ancaman tersebut mencakup perasaan takut yang intens, perasaan tidak berdaya, atau perasaan
resa ngeri (horor). Ciri-ciri reaksi stres ASD dan PTSD mempunyai banyak ciri dan simtom yang
sama, beberapa ciri yang sama adalah mengalami kembali peristiwa traumatis, menghindari
petunjuk atau stimuli yang diasosiasikan dengan peristiwa tersebut, mati rasa dalam responsivitas
secara umum atau dalam segi emosional, gangguan fungsi atau distres emosional yang penting.
Sedangkan perbedaan utama antara kedua gangguan tersebut adalah pada ASD penekanannya
ada pada disosiasi, yaitu perasaan asing terhadap diri sendiri atau terhadap lingkungannya.
Individu yang mengalami gangguan stres akut mungkin merasakan dunia ini seolaholah sebagai
suatu tempat dalam mimpi atau suatu tempat yang tidak nyata. PTSD diakibatkan dari beberapa
faktor baik faktor dari dalam diri korban, maupun faktor lingkungan. Kepribadian juga dianggap
sebagai faktor pencetus terjadinya PTSD, seperti pesimisme dan introvet, menyalahkan diri
sendiri, penyangkalan (Schiraldi, 2000). Seperti halnya juga Brewin, Andrews, Valentine (2000)
menurutnya banyak faktor yang berperan dalam apakah seseorang akan mendapatkan PTSD,
faktor resiko yang membuat seseorang lebih mungkin menjadi PTSD, yakni : a). Selama hidup
pernah mengalami peristiwa berbahaya yang membuat trauma, b). Memiliki sejarah penyakit
mental, c). Melihat orang terluka atau terbunuh, d). Merasa horor, ketidakberdayaan, atau
ketakutan ekstrim, e). Minimnya dukungan sosial, f). Mengalami kejadian menyedihkan setelah
kejadian, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau kehilangan pekerjaan atau rumah. Dari
beberapa faktor resiko di atas dapat dibagi menjadi 2 yakni faktor resiko dari dalam diri
(individu) dan faktor dari luar (lingkungan).
Secara umum gejala-gejala yang sering dialami korban PTSD adalah sebagai berikut:

1. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang
menyedihkan yang telah dialami itu, ada flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang
menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian
yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh
kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.
2. Penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan pengalaman traumatik Psympathic,
Seseorang yang mengalami trauma menghindari untuk berpikir tentang trauma atau
tentang stimulus yang mengingatkan pada kejadian tersebut. Mati rasa adalah
menurunnya ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan, dan ketidakmampuan
untuk merasakan berbagai emosi positif.
3. Ketegangan yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur atau mempertahankan tidur,
mudah marah atau tidak dapat mengendalikan marah, sulit berkonsentrasi, kewaspadaan
yang berlebih, respon kejut yang berlebihan atas segala sesuatu (Nevid, 2005)

Kriteria diagnostik untuk gangguan stres akut (ASD)

berdasarkan Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders III-Revised (DSM III-
R), dapat memperlihatkan kondisi traumatik seseorang adalah sebagai berikut :

1. Orang yang terpapar dengan suatu kejadian traumatik, dimana kedua dari ciri berikut
ini dapat ditemukan, yaitu orang yang mengalami, menyaksikan atau dihadapkan
dengan kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang sesungguhnya
atau cedera yang serius atau ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau orang
lain, atau respon berupa rasa takut yang kuat dan rasa tidak berdaya atau selalu
dihantui perasaan takut yang berlebihan.
2. Merupakan salah satu keadaan dari ketika seseorang mengalami atau setelah
mengalami kejadian yang menakutkan, maka individu akan memiliki tiga atau lebih
gejala disosiatif yang berupa perasaan subyektif kaku, tidak ada responsivitas emosi,
penurunan kesadaran sekelilingnya, derealisasi, depersonalisasi, amnesia disosiatif
(tidak mampu mengingat aspek penting dari trauma).
3. Kejadian traumatik yang secara bertahap dialami kembali dalam sekurangnya salah
satu dari trauma yang berupa bayangan, pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik yang
berulang-ulang atau suatu perasaan pengalaman hidup yang muncul kembali,
pengalaman atau penderitaan saat terpapar dengan pengingat kejadian traumatik.
4. Penghindaraan pada stimuli yang menyadarkan rekoleksi trauma (pikiran, perasaan,
percakapan, aktivitas, tempat, orang).
5. Gejala kecemasan yang nyata atau peningkatan kesadaran (kewaspadaan berlebihan,
sulit tidur, iritabilitas, konsentrasi buruk dan kegelisahan motorik).
6. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain mengganggu kemampuan
individu untuk mengerjakan tugas yang diperlukan, seperti meminta bantuan yang
diperlukan atau menggerakkan kemampuan pribadi dengan menceritakan kepada
anggota keluarga tentang pengalaman traumatik.
7. Bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat (obat yang disalahgunakan, medikasi)
atau kondisi medis umum, tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan psikotik
singkat.

Kriteria diagnostik untuk gangguan stres pascatrauma (PTSD)

berdasarkan Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders III-Revised (DSM III-
R), dapat memperlihatkan kondisi traumatik seseorang adalah sebagai berikut :

1. Orang yang mengalami peristiwa luar biasa, dan dirasa amat menekan semua orang.
Peristiwa traumatik itu secara menetap dapat dialami melalui cara teringat kembali
peristiwa secara berulang dan sangat mengganggu, mimpi yang berulang tentang
peristiwa yang membebani pikiran, perasaan atau tindakan mendadak seolaholah
peristiwa traumatik itu terjadi lagi, tekanan jiwa yang amant sangat karena terpaku pada
peristiwa yang melambangkan atau menyerupai traumatiknya.
2. Pengelakan yang menetap terhadap rangsang yang terkait dengan trauma atau
kelumpuhan yang bereaksi terhadap situasi umum (yang tidak ada sebelum trauma itu).
Keadaan ini paling tidak dapat ditunjukkan dengan sedikitnya 3 (tiga) dari keadaan yang
berupa: upaya untuk mengelak terhadap gagasan atau perasaan yang terkait dengan
trauma itu, upaya untuk mengelak dari kegiatan atau Psympathic situasi yang
menimbulkan ingatan terhadap trauma itu, ketidakmampuan untuk mengingat kembali
aspek yang penting dari trauma, minat yang sangat berkurang terhadap kegiatan yang
penting, rasa terasing dari orang lain, kurangnya afeksi, dan merasa tidak mempunyai
masa depan
3. Gejala meningginya kesiagaan yang menetap (tidak ada sebelum adanya trauma) dengan
ditunjukkan oleh 2 (dua) dari gejala : sulit masuk fase tidur atau mempertahankan tidur
yang cukup, iritable atau mudah marah, sulit berkonsetrasi, amat siaga, reaksi kejut
(kaget) yang berlebihan, reaksi rentan faali saat menghadapi peristiwa yang
melambangkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik.
4. Jangka waktu gangguan itu (gejala pada kriteria ke-2, ke-3 dan ke-4) sedikitnya 1 bulan.
Gangguan PTSD yang dialami individu akan berdampak pula pada kehidupan sosial.
Referensi

abnormal Psychology Seventeenth edition Jill M. Hooley, James N. Butcher, Matthew K. Nock,
Susan Mineka.

Gangguan penyesuain: https://docplayer.info/55456974-Gangguan-penyesuaian-adjustment-


disorder.html

Kesehatan mental : ..\..\Downloads\13535-29555-1-SM.pdf

stress pasca trauma : ..\..\Downloads\475-858-1-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai