Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL ILMIAH

PENANGANAN KORBAN POST TRAUMATIC DISASTER SYNDROME


(PTSD)

ANNURUL AZZA

(A11601246)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

PRODI S1 KEPERAWATAN

2019
I. LATAR BELAKANG

Bencana merupakan suatu fenomena yang dapat menyebabkan


masalah fisik dan psikis pada manusia yang penyebabnya bukan hanya
dari alam tetapi dari manusianya sendiri. Bencana alam merupakan
bencana yang diakibatkan oleh serangkaian peristiwa oleh alam antara
lain: gempa bumi, sunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, tanah longsor dan berbagai macam jenis bencana lainnya yang
mengancam kehidupan atau nyawa, mengganggu aktivitas dan kegiatan
yang disebabkan oleh faktor alam atau manusia. Dampak dari bencana
itu sendiri adalah kehilangan harta benda, tempat tinggal, bahkan bisa
terjadi kehilangan orang yang kita sayang akibat bencana. Sedangkan
dampak psikologis yang akan dialami oleh korban bencana adalah
merasakan trauma yang tidak akan pernah lupa jika tidak ditangani.
Trauma adalah suatu luka baik fisik maupun psikologis yang disebabkan
oleh pengalaman yang sangat menyakitkan. Trauma yang akan dialami
bukan hanya akan dialami oleh orang dewasa saja melainkan anak-anak
juga terkena dampak dari bencana tersebut dan mengalami stress pasca
bencana.

Masalah psikologis pada usia anak-anak dan remaja yang


berkaitan dengan bencana alam akan berlangsung lama setelah insiden
bencana. Kondisi tersebut akan semakin memburuk apabila tidak segera
ditangani dengan baik dan dideteksi sejak awal dengan cara melakukan
identifikasi masalah pada semua korban bencana alam. Banyak peneliti
yang melakukan identifikasi terhadap dampak psikologis terhadap anak
pasca bencana, tetapi masih kurang spesifik karena belum teridentifikasi
semua guna menentukan strategi yang akan dilakukan dengan tepat
untuk memberikan penanganan kesehatan mental paska bencana pada
anak-anak. Hasil beberapa wawancana orangtua anak yang mengalami
bencana mengatakan bahwa anaknya mengalami gangguan seperti
mimpi buruk, dan disekolah langsung menangis jika mendengar suara
gaduh, serta ditemukan perubahan sikap seperti mudah tersinggung atau
marah dan lebih sensitif. Selain itu anak-anak juga takut karena
mendengar isu tentang mahluk halus, sehingga sering terbangun pada
malam hari secara tiba-tiba. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan atau
penaganan dan pelayanan kesehatan pasca bencana untuk menangani
masalah-masalah psikologis yang sering muncul pada kelompok anak-
anak.

Post Traumatic Stress Disorders (PTSD) merupakan suatu


masalah psikis yang paling sering dialami oleh korban bencana alam.
Penjelasan mengenai Post Traumatic Stress Disorders (PTSD) adalah
untuk memberikan suatu bentuk penanganan terhadap korban-korban
yang mengalami bencana di daerahnya dan untuk mengetahui tingkatan
dari PTSD tersebut. Menurut Benedek dan Ursano (2009) PTSD sebagai
salah satu bagian dari gangguan kecemasan (anxiety disorder), dimana
kejadian tersebut menciptakan ketakutan yang ekstrem, horor, atau rasa
tidak berdaya. Gejala lain dari PTSD sendiri adalah gangguang emosional
yang menyebabkan distres permanen, gangguan rasa panik, ingin
menghindar dari orang lain, penyalahgunaan zat atau obat terlarang,
penyangkalan, sampai dengan gangguan psikotik akut.

PTSD yang dialami oleh korban bencana bisa saja dapat terjadi
pada semua kalangan tidak hanya berdasarkan dari jenis kelamin dan
usia. Tetapi anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lansiapun bisa saja
mengalaminya. Semua membutuhkan tindakan atau penanganan yang
tepat untuk mengurangi bahkan menghilangkan dampak traumatik yang
dialami mereka untuk bisa menjalani kehidupannya dengan baik lagi baik
secara psikis dan psikologisnya, kesehatan fisik dan mentalnya yang
perlu ditangani.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pengalaman yang


terjadi pada setiap individu baik dari usia anak-anak, remaja, dewasa
dan lansia akibat terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan dirinya
merasakan trauma yang memiliki tingkat resiko yang tinggi bagi setiap
individu dan berkembang menjadi gangguan psikologis yang serius. Oleh
karena itu perlu dilakukan berbagai cara atau langkah preventif sehingga
resiko-resiko itu dapat dicegah untuk mengurangi angka kejadian pasien
dengan gangguan psikologis dengan faktor trauma yang mendalam yang
pernah dialami individu akibat bencana alam yang pernah dialaminya
(Dian ika, 2009).
II. TINJAUAN PUSTAKA

Bencana alam merupakan fenomena yang dapat menyebabkan


masalah fisik dan psikis. Sedangkan Post Traumatis Stress Disorders
merupakan masalah psikis yang sering dialami oleh korban bencana
alam. PTSD merupakan gangguan kecemasan yang dapat terbentuk
dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang menakutkan atau
mengerikan, sulit dan tidak menyenangkan dimana terdapat
penganiyaan fisik atau perasaan terancam (APA, 2013)
Bencana adalah peristiwa yang mengancam dan merusak
kehidupan sosial yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor buatan.
Pada umumnya, bencana yang dapat menyebabkan kejadian trauma
pada individu yang mengalami kejadian langsung ataupun sebagai saksi,
yang merupakan salah satu dampak psikologi yang sering dijumpai pada
korban bencana adalah PTSD ( Post traumatic stress disorder). Dampak
dari bencana itu sendiri adalah kehilangan harta benda, tempat tinggal,
bahkan bisa terjadi kehilangan orang yang kita sayang akibat bencana.
Sedangkan dampak psikologis yang akan dialami oleh korban bencana
adalah merasakan trauma yang tidak akan pernah lupa jika tidak
ditangani. Trauma adalah suatu luka baik fisik maupun psikologis yang
disebabkan oleh pengalaman yang sangat menyakitkan. Mereka
merasakan PTSD bisa menelan waktu hingga bertahun-tahun dan akan
mengalami gangguan psikologis akut bahkan kronis jika tidak ditangani
dengan cepat dan tepat.
PTSD adalah sindrom kecemasan, labilitas autonomik,
ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat
pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas
ketahanan orang biasa. Roan sebagai ahli psikiater menyatakan trauma
sebagai cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sementara trauma
psikis dalam psikologis adalah sebagai kecemasan hebat dan mendadak
akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas
kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar (Roan,
2013)
Pada umumnya PTSD dapat disembuhkan apabila segera dapat
terdeteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat. Apabila tidak
terdeteksi dan dibiarkan tanpa penanganan, maka dapat mengakibatkan
komplikasi medis maupun psikologis yang serius yang bersifat permanen
yang akhirnya akan mengganggu kehidupan sosial maupun pekerjaan
penderita. PTSD dapat disembuhkan dan prinsip pertolongan pada
korban bencana yang mengalami trauma, karena tujuan dari PTSD
adalah berupa pendampinga pada korban untuk mengembalikan kondisi
seperti sediakala.
Orang yang mengalami PTSD merespon peristiwa traumatik yang
dialami dengan ketakutan dan keputusasaan, mereka akan terus
mengenang peristiwa tersebut dan selalu mencoba menghindari hal-hal
yang dapat mengingatkan kembali akan peristiwa tersebut. Dampak
psikologis yang paling sering muncul dalam kasus bencana antara lain
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), sedih berkepanjangan, depresi,
gangguan kecemasan, gangguan penyalahgunaan zat, persepsi
terdistori, pesimisme, dan upaya bunuh diri (Sandhu & Kaur, 2013;
Thoha, 2012).
Gangguan PTSD memiliki kemungkinan untuk berlangsung
berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau sampai dekade dan mungkin baru
muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan
terhadap peristiwa traumatis. Mereka juga menghindari semua hal yang
nengingatkannya pada trauma tersebut, adanya perilaku membatasi diri
yang khas atau mematirasakan respon emosionalnya, yang dapat
membuat hubungan interpersonalnya terganggu. Mereka kadang-kadang
tidak dapat mengingat aspek penting dari kejadian tersebut. Korban-
korban PTSD biasanya menampilkan perilaku yang mudah kaget dan
menjadi cepat marah, bahkan tidak sedikit dari mereka yang merasa
bahwa kehidupan mereka menjadi pendek dan tidak memiliki harapan
akan masa depan atau tidak punya tujuan pada kedepannya karena
adanya rasa keputusasaan dan ketidakberdayaan setelah trauma itu
terjadi dan tak pernah terlupakan.
III. PEMBAHASAN

Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh


serangkaian peristiwa oleh alam antara lain: gempa bumi, sunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor dan
berbagai macam jenis bencana lainnya yang mengancam kehidupan
atau nyawa. Kejadian setelah sebnacan dapat menyebabkan masalah
yang berat dirumah ataupun ditempat kerja. Semua orang dan semua
kalangan dapat saja mengalaminya. Dampak dari bencana itu sendiri
adalah kehilangan harta benda, tempat tinggal, bahkan bisa terjadi
kehilangan orang yang kita sayang akibat bencana. Sedangkan dampak
psikologis yang akan dialami oleh korban bencana adalah merasakan
trauma yang tidak akan pernah lupa jika tidak ditangani. Trauma adalah
suatu luka baik fisik maupun psikologis yang disebabkan oleh
pengalaman yang sangat menyakitkan
PTSD dapat saja sembuh dengan pengobatan yang bisa
dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan cara pemberian terapi baik
secara farmakologi maupun non-farmakologi. Korban pasca bencana
dianggap hanya terbatas pada korban langsung dari suatu kejadian
traumatik. Karena orang lain yang menyaksikan peristiwa traumatik pada
orang lainpun juga dapat menderita hal yang sama. Perbedaan bereaksi
terhadap sesuatu tergantung dari kemampuan seseorang tersebut untuk
mengatasi kejadian traumatik.
Post Traumatic Stress Disorders (PTSD) merupakan suatu
gangguan kecemasan yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau
pengalaman yang menakutkan atau mengerikan, sulit dan tidak
menyenangkan dimana terdapat penganiayaan fisik atau perasaan yang
terancam. Menurut Benedek dan Ursano (2009) PTSD merupakan salah
satu bagian dari gangguan kecemasan (anxiety disorder), dimana
kejadian tersebut menciptakan ketakutan yang ekstrem, horor, atau rasa
tidak berdaya.
PTSD pada bencana tidak langsung begitu saja muncul, namun
beberapa faktor resiko yang muncul yaitu dari manusia atau dari alam
yang mnegakibatkan akan kehilangan harta benda atau keluarga dan
kesaksian atau kematian yang akan dialami. (Tian, , Wong, Li, & Jiang,
2014). Sedangkan gejala PTSD yang muncul pada korban bencana alam
adalah daya ingat yang selalu tertekan dengan ingatan waktu peristiwa,
kesulitan konsentrasi, dan mudah terkejut. Trauma yang akan dialami
bukan hanya akan dialami oleh orang dewasa saja melainkan anak-anak
juga terkena dampak dari bencana tersebut dan mengalami stress pasca
bencana.
Pada anak adalah penerapan konseling yang memiliki
karakteristik perkembangan baik kognitif, emosi, sosial dan perilaku yang
berbeda dengan orang dewasa. Penanganan pada anak adalah dengan
cara mengaplikasikan play therapy yaitu terapi bermain yang dilakukan
guna memberikan kesiapan bagi korban bencana untuk kembali
melanjutkan terutama anak-anak harus mendapat perhatian khusus agar
tidak terganggu, jika dibiarkan maka akan mengganggu perkembangan
psikis anak-anak. Oleh karena itu, secepat mungkin anak-anak perlu
diajak untuk melupakan bahkan menghilangkan pengaruh negatif yang
ada, baik karena bencana alam maupun kondisi buruk dan tempat
tinggal yang saat ini tidak memadai untuk anak tumbuh dan berkembang
dengan baik dan optimal layaknya anak-anak lain yang tidak mengalami
stress atau trauma akibat bencana yang pernah dialami.
Berdasarkan bentuk pengalaman traumatis yang meliputi
gangguan emosional, gangguan panik, penyalahgunaan zat, hingga
gangguan psikologis akut. Individu tidak mampu menghilangkan
kecemasan terkait peristiwa traumatis sehingga akan mengalami
flashback kejadian itu, mimpi buruk dan kecenderungan menolak fakta
bahwa peristiwa itu benar pernah terjadi. Maka perlu dilakukan atau
diberikan tindakan atau salah satu cara yang umum dilakukan oleh para
konsultan atau terapis adalah memfasilitasi individu untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya terkait dengan pengalaman
traumatis tersebut. Tindakan pengekspresian penting agar individu tidak
terjebak dalam perasaan dan pikiran negatif secara terus-menerus
sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan psikologis pada
dirinya. Pada kenyataannya banyak individu yang mengalami peristiwa
traumatis memilih untuk berbagi atau menceritakan pengalamannya itu.
Pada individu akan merasakan respon positif dalam dirinya seperti
perasaan lega dan nyaman setelah menceritakan pengalamanya dan
akan menjadi penguat bagi individu untuk terus mengekspresikan pikiran
dan perasaannya. Tak hanya itu, namun individu juga akan
mendapatkan sebuah umpan balik yang positif berupa bentuk dukungan
sosial dari lingkungan sekitar dan sukarelawan (Dian ika, 2009).
Bentuk Resiliensi juga menjadi reward bagi korban bencana
karena tau Indonesia sendiri seringkali terjadi bencana yang tidak hanya
pada tindakan Emergency Responden (paska bencana) tetapi pada
resiko pengurangan bencana (preventif) dan atisipatif. karena resiliensi
merupakan bentuk penanggulangan bencana berbasis masyarakat, dan
resiliensi itu adalah kemampuan yang muncul dalam dalam diri
masyarakat itu sendiri. Karena masyarakat itu pula yang memangku
kedaulatan atas dirinya sendiri, masyarakat merupakan pelaku dan atau
objek pembangunab, rakyat yang sering merasakan dampaknya, serta
sebagai penentu dalam setiap program dan masyarakat yang merupakan
garda terdepan dalam merespon bentuk bencana apapun yang terjadi
dilingkungan sekitar.
Menurut ahli yang mengungkapkan bahwa trauma adalah ingatan
yang depresi. Tidak semua trauma dapat menyebabkan PTSD, hanya
trauma luar biasa saja yang dapat menyebabkan PTSD. Selain itu ada
faktor lain yang bisa mempengaruhi adalah jenis trauma, lamanya
kejadian, berulangnya kejadian, latar belakang mental individu, dan tidak
kalah penting yaitu dukungan dari teman dan keluarga. PTSD adalah
akibat dari respon terhadap sebuah kejadian yang dialami baik darii diri
sendiri mupun orang lain yang disaksikan. Pengalaman tersebut
menyebabkan seseorang merasakan takut yang sangat kuat, atau
perasaan tidak berdaya untuk menghadapinya. Tidak semua orang yang
mendapatkan pengalaman PTSD mau mengembangkan cerita
pengalamannya (dalam Dian ika, 2009).
Pengalaman traumatis akan menekan timbul, pengalaman
tersebut akan membuat seseorang tidak merespon secara normal
stimulus yang sifatnya normal. Hal ini dikarenakan ingatan yang
berhubungan dengan kejadian traumatis tersebut diproses secara tidak
sesuai, ini menjelaskan mengapa orang yang mengalami pengulangan
traumatis perasaan, pemikiran, atau mimpi. Terapi yang digunakan tidak
saja hanya satu cara tetapi bisa dengan cara melakukan terapi ingatan
memberikan stimulus kepada otak mereka untuk mengajarkan mereka
bahwa mereka dapat melangkah keluar dari memori peristiwa yang
mengakibatkan traumatis dengan mengamati dengan aman dan detail,
serupa dengan cara meditasi yang mengajarkan untuk melihat
pengalaman secara detail menggabungkan emosi yang netral atau
aman, dan bukan rasa takut melainkan menghilangkan ingatan atau
memory yang membuat diri mereka merasa terancam.
Terapi yang digunakan dalam penanganan korban PTSD bukan
hanya melalui terapi farmakologi, melainkan terapi psikologis yang
dikombinasikan dengan intervensi psikoterapis. Salah satu terapi yang
psikoterapi yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang bisa digunakan efektif untuk
menurunkan masalah tingkat kecemasan, ketidaknyamanan, depresi dan
ketidakberdayaan dari masalah perilaku dengan cara mempertahankan
koping yang adatif, meningkatkan sosialisasi dan melatih keberanian
kerta kemandirian.
CBT atau Cognitive Behavior Therapy adalah pendekatan
terapeutik pada individu yang mengalami gejala terkait trauma,
khususnya gejala yang berhubungan dengan kecemasan dan gangguan
jiwa. CBT adalah perawatan lini pertama dalam kondisi trauma. Tujuan
dari CBT adalah meningkatkan fungsi psikososial, mengembalikan
kemampuan berpikir, menurunkan dampak dari kejadian traumatik.
Intervensi CBT terdiri dari empat komponen yaitu psikoedukasi, latihan
pernafasan, aktivasi perilaku dan perbaikan kognitif.

IV. KESIMPULAN

Bencana merupakan suatu fenomena yang dapat menyebabkan


masalah fisik dan psikis pada manusia yang penyebabnya bukan hanya
dari alam tetapi dari manusianya sendiri. PTSD merupakan sebuah
gangguan yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa yang
mengakibatkan traumatik yang mengancam keselamatan seseorang
atau membuat seseorang merasa tidak berdaya, ketakutan, dan
keputusasaan. Tidak semua trauma dapat menyebabkan PTSD, hanya
trauma luar biasa saja yang dapat menyebabkan PTSD. Selain itu ada
faktor lain yang bisa mempengaruhi adalah jenis trauma, lamanya
kejadian, berulangnya kejadian, latar belakang mental individu, dan tidak
kalah penting yaitu dukungan dari teman dan keluarga. Diperlukan
berbagai latihan terapi untuk mengatasi tanda dan gejala PTSD tersebut.
Ada beberapa tindakan/penanganan dalam menangani korban PTSD
sebagai berikut:

Tindakan yang umum dilakukan oleh para konsultan atau terapis


adalah memfasilitasi individu untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya terkait dengan pengalaman traumatis tersebut. Tindakan
pengekspresian penting agar individu tidak terjebak dalam perasaan dan
pikiran negatif secara terus-menerus sehingga dapat menimbulkan
berbagai gangguan psikologis pada dirinya. Sama halnya dengan
penanganan pada anak yang mengalami trauma pasca bencana adalah
dengan memberikan play therapy untuk membantu melupakan bahkan
menghilngkan ingatan pasca bencana yang dialaminya.

Tindakan kedua adalah mengguanakan metode terapi yang


digunakan tidak saja hanya satu cara tetapi bisa dengan cara melakukan
terapi ingatan memberikan stimulus kepada otak mereka untuk
mengajarkan mereka bahwa mereka dapat melangkah keluar dari
memori peristiwa yang mengakibatkan traumatis dengan mengamati
dengan aman dan detail, serupa dengan cara meditasi yang
mengajarkan untuk melihat pengalaman secara detail menggabungkan
emosi yang netral atau aman, dan bukan rasa takut melainkan
menghilangkan ingatan atau memory yang membuat diri mereka merasa
terancam.
Terapi yang ketiga . Salah satu terapi yang psikoterapi yang dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Cognitive Behavior Therapy
(CBT) yang bisa digunakan efektif untuk menurunkan masalah tingkat
kecemasan, ketidaknyamanan, depresi dan ketidakberdayaan dari
masalah perilaku dengan cara mempertahankan koping yang adatif,
meningkatkan sosialisasi dan melatih keberanian kerta kemandirian.
CBT atau Cognitive Behavior Therapy adalah pendekatan terapeutik
pada individu yang mengalami gejala terkait trauma, khususnya gejala
yang berhubungan dengan kecemasan dan gangguan jiwa. CBT adalah
perawatan lini pertama dalam kondisi trauma. Tujuan dari CBT adalah
meningkatkan fungsi psikososial, mengembalikan kemampuan berpikir,
meurunkan dampak dari kejadian traumatik. Intervensi CBT terdiri dari
empat komponen yaitu psikoedukasi, latihan pernafasan, aktivasi
perilaku dan perbaikan kognitif.
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association (APA). 2013. Diagnostic and Statistical Manual


of Mental Disorders (4 th rd) Washington, DC: Autrhor.

Amin, Muhammad. 2017. POST TRAUMATIC STRESS DISORDER PASCA


BENCANA: LITERATURE REVIEW. Magelang: Universitas
Muhammadiyah Magelang

Benedek DM, Ursano RJ. 2009. POSTRAUMATIC STRESS DISORDER: from


Phenomenology to clinical practice. Spring, Vol VII, No 2.

Dian, Ika. 2009. Efektifitas Pengekspresian Diri dalam Mengatasi Trauma.


http://forum.psikologi.um.ac.id

Mashar, R. 2011. Konseling Pada Anak yang Mengalami Stress Pasca Trauma
Bencana Merapi Melalui Play Therapy. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia

Roan, W. 2013. Melupakan Kenangan Menghapus Trauma. Bandung: intisari


cerita

Thoyibah, Z. 2019. Gambaran Dampak Kecemasan dan Gejala Psikologis pada


Anak Korban Bencana Gempa Bumi di Lombok. Jurnal of Holistic Nursing
and Health Science. Volume 2, No.1 Juni 2019 (Hal 31-38)

Tian, Y., Wong, T. K.,Li, J., & Jiang, X. 2014. Post traumatic stress disorder and
its risk factors among adolescent survivors three years after an 8.0
magnitude eartquake in China. BMC public health, 14(1), 1073.

Zuhri, M. 2015. Post Traumatic Stress Disorders (Gangguan Stress Pasca


Bencana) di Jawa Tengah. Balitbang Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai