Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN POST TRAUMATIC

STRESS DISORDER (PTSD) PASCA BENCANA


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 1 :
1. Arniat Siswi Nazara 8. Wandes Zandroto
2. Iwan Aliansy maibang 9. Surya Tambunan
3. Juskaria Situmeang 10. Erin Yohana Pakpahan
4. Survey Misssi Dakhi 11. Ilham Arrasid
5. Angelyca Manulang 12. Maysarah
6. Lestari Nainggolan 13. Elfrida Amazihono
7. Dian Haloho

DOSEN PEMBIMBING:
JENNY MARLINDAWANI PURBA

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di Indonesia sepanjang
tahun 2010, disebabkan oleh faktor alam yang berbeda. Dampak bencana alam tidak
hanya mengakibatkan hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah
bencana. Berdasarkan data dari 644 kejadian bencana di Indonesia total kerugian material
diperkirakan mencapai lebih 15 trilyun rupiah. Kerugian tersebut meliputi kehilangan
harta benda, kerusakan rumah-rumah masyarakat, sarana dan prasarana umum, lahan
pertanian, perkebunan, peternakan, dan sebagainya. Selain itu juga menimbulkan
kehilangan orang yang dicintai, trauma, dan timbuln ya gangguan kesehatan (Nugroho,
2010).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada anak-anak memang tidak sesederhana
dampaknya bagi perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri. Ada beberapa faktor
yang berkontribusi pada pengembangan PTSD pada anak-anak dan remaja. Tiga faktor
yang paling penting adalah keparahan trauma, reaksi orangtua untuk trauma, dan
kedekatan temporal trauma. Tentu saja, semakin parah trauma (bencana alam, perkosaan,
serangan fsiik, yang mengancam jiwa kecelakaan, dan kematian orang tua), semakin
besar kemungkinan PTSD. Hal ini tentu saja akan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak-anak dalam menjalani kehidupan sehari-harinya (The United Stated
Departement Veterans Affairs, 2007).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat
tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut
mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan
siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu
secara skill dan teknik dalam  menghadapi kondisi seperti ini.
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat
dilakukan oleh profesi  keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai
bentuk.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 2
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat dalam
asuhan keperawatan anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca
bencana alam.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mampu menjelaskan konsep teori Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca
bencana alam .
2. Mampu melakukan pengkajian pada klien yang mengalami Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
4. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
5. Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada klien yang mengalami
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
6. Mampu mengevaluasi klien yang mengalami Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD) pasca bencana alam.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 3
1.3 Manfaat Penulisan
1. Dapat memahami konsep teori Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana
alam.
2. Dapat memahami patofisiologi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana
alam sehingga bisa menimbulkan masalah keperawatan.
3. Dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) pasca bencana alam.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Ps 1). Bencana
menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya.
Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan kecemasan yang dapat
terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatis. PTSD dapat
terjadi secara akut (gejala berlangsung <3 bulan), kronis (gejala berlangsung> 3 bulan),
atau onset tertunda (selang 6 bulan dari acara untuk onset gejala).
Banyak korban menunjukkan gejala terjadinya PTSD segera sesudah terjadinya
bencana, sementara sebagian lainnya baru berkembang gejala PTSD beberapa bulan
ataupun beberapa tahun kemudian. Pada sebagian kecil orang, PTSD dapat menjadi suatu
gangguan kejiwaan yang kronis dan menetap beberapa puluh tahun bahkan seumur hidup.

2.2 Patofisiologi
2.2.1 Biologis
Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci
dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian
tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang
mungkin menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan
berbagai struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan
nucleus,mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone-
hormon yang berperan dari berbagai gejala PTSD. Bagian otak depan (frontal)
sebenarnya berfungsi untuk menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu
pada penelitianterhadap orang-orang yang mengalami PTSD, bagian ini mengalami
kesulitan untuk menghambat aktivasi system amigdala.
Amigdala menerima informasi berupa rangsangan eksternal. Hal ini
kemudian memicu respon emosional termasuk “fight, flight, or freezing" dan

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 5
perubahan dalam hormon stress dan katekolamin. Hipokampus dan korteks
prefrontal medial mempengaruhi respon amigdala dalam menentukan respon
ketakutan akhir.  Ketika kita dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita
mengaktifkan respon  fight or flight. Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan
adrenalin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah,denyut jantung,
glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang makatubuh akan memulai
proses inaktivasi respon stress dan proses ini menyebabkan pelepasan hormon
kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk menginaktivasi
reaksi stress maka kemungkinan kita masih akan merasakan efek stress dari
adrenalin.
Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali memiliki
hormon stimulasi (katekolamin) yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal.
Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada. Setelah
sebulan dalam kondisi ini, di mana hormon stres meningkat pada akhirnya
menyebabkan terjadinya perubahan fisik. Beberapa studi telah menemukan
konsentrasi kortisol rendah orang dengan post-traumatic stress disorder dan
berlawanan menanggapi penindasan deksametason tes daripada yang terlihat
dengan depresi berat.

2.2.2 Psikososial
Pengalaman hidup yang dialami seseorang sepanjang hidupnya juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman hidup ini mencakup
pengalaman yang dialami dari masa kecil sampai dengan dewasa. Selain itu
pengalaman hidup yang dialami, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatik
yang dialami oleh individu tersebut juga memberikan pengaruh. Smith dan Segal
menyebutkan peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD
termasuk bencana alam ( natural disaster ), kecelakaan mobil atau pesawat,
penyerangan fisik, prosedur medikal terutama pada anak – anak.
Faktor psikologis lain yang ikut berkontribusi adalah faktor yang dibawa oleh
individu dari lahir, yaitu sifat bawaan atau yang sering disebut dengan kepribadian
seseorang juga merupakan penyebab terjadinya PTSD.
Pengalaman pada masa lalu bisa menyebabkan seseorang menderita PTSD.
Pengalaman masa lalu terkait pengalaman pada masa anak-anak, seperti menjadi

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 6
korban kekerasan seksual, perpisahan dengan orang tua pada usia dini, perceraian,
bahkan kemiskinan. Kurangnya support sosial juga salah satu faktor yang bisa
menimbulkan PTSD, disfungsi keluarga merupakan faktor yang menyebabkan
terjadinya PTSD.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek psikososial yang
menyebabkan terjadinya PTSD adalah pengalaman hidup yang terkait dengan
trauma, sifat bawaan atau kepribadian individu tersebut, dan kurangnya support
sosial. Faktor-faktor tersebut merupakan penyebab timbulnya PTSD jika dilihat dari
faktor psikososial dari in dividu yang mengalami trauma.

PATHWAY

Post-Traumatic Stress Disorder

Biologis Psikososial

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 7
Terjadi proses biologis di otak Pengalaman hidup
Sindrom Pascatrauma
mencakup
pengalaman yang
dialami Ketakutan
Perubahan Fisik
Trauma Bencana alam
Mempengaruhi SSP & SSO
Perpisahan dg ortu pada usia dini
Penurunan ukuran hipokampus Amigdala yg over reaktif
Kurangnya support
sosial
Mengalami kesulitan untuk belajar Ketakutan
harapan-harapan baru untuk berbagai Disfungsi
Keluarga Ketidakberdayaan
situasi yg terjadi setelah trauma Ancaman

Keputusasaan Komunikasi
terganggu Ansietas

Gangguan hubungan sosial


Koping keluarga
tidak efektif

Koping defensif

2.3 Gejala Utama PTSD

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 8
Gejala utama PTSD terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Re-experience phenomena
1. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi, pikiran
ataupun persepsi.
2. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
3. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.
4. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.

b. Avoidance or numbing reaction


1. Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang berkaitan dengan peristiwa
traumatic.
2. Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait dengan trauma.
3. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.
4. Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang terkait.
5. Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan perasaan seperti kasih
sayang.
6. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir, perkawinan,
keluarga atau kehidupan jangka panjang.

c. Symptoms of increased arousal: peningkatan gejala distress


Adapun kriterianya adalah :
1. Seseorang biasanya mengalami atau dihadapkan pada ancaman yang serius
termasuk bencana, kematian, kecelakan luar biasa, ancaman fisik terhadap diri
maupun orang lain.
2. Individu mengalami kondisi ketakutan, tidak berdaya dan selalui dihantui oleh
peristiwa tersebut. Pada kasus anak sering terjadi perilaku yang disorganized atau
agitasi. Jika kedua kriteria tersebut muncul maka dapat dilakukan pengelompokan
gejala kedalam tiga gejala utama tadi.

2.4 Fase-fase PTSD


Fase-fase keadaan mental pasca bencana:

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 9
a. Fase Kritis
Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana terjadi
selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap bencana. Pada fase ini
kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala depresi seperti keinginan bunuh diri,
perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan dapat juga menimbulkan berbagai gejala
psikotik.

b. Fase setelah kritis


Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang dialami dan
penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan hingga tahunan setelah
bencana, pada fase ini telah tertanam suatu mindset yang menjadi suatu phobia/trauma
akan suatu bencana tersebut (PTSD) sehingga bila bencana tersebut terulang lagi,
orang akan memasuki fase ini dengan cepat dibandingkan pengalaman terdahulunya.

c. Fase stressor
Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan (dapat
berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana terdapat dogma “semua
telah berubah”.

Periode bencana menurut Rice (1999):


a. Periode Impak.
Hanya berlangsung selama kejadian bencana. Pada periode ini, korban selalu
diliputi perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini selalu
berlangsung singkat.
b. Periode penyejukan suasana (Recoil period)
Berlangsung beberapa hari selepas kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa
para korban mulai merasakan diri mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk
dimakan. Mereka tidak memahami bagaimana mereka harus memulihkan keadaan dan
mengganti harta benda mereka yang hilang.

c. Periode post traumatic (Recovery period)

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 10
Berlangsung lama, bahkan sepanjang hayat. Periode ini berlangsung tatkala
korban bencana berjuan untuk melupakan pengalaman yang terjadi berupa tekanan,
gangguan fisiologi, dan psikologi akibat bencana yang mereka alami.

2.5 Dampak PTSD


Gangguan stress pasca traumatik ternyata dapat mengakibatkan sejumlah gangguan
fisik, kognitif, emosi, behavior (perilaku), dan sosial.
a. Gejala gangguan fisik :
1. Pusing.
2. Gangguan pencernaan.
3. Sesak napas.
4. Tidak bisa tidur.
5. Kehilangan selera makan.
6. Impotensi, dan sejenisnya.

b. Gangguan kognitif :
1. Gangguan pikiran seperti disorientasi.
2. Mengingkari kenyataan.
3. Linglung.
4. Melamun berkepanjangan.
5. Lupa.
6. Terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan.
7. Tidak fokus dan tidak konsentrasi.
8. Tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana.
9. Tidak mampu mengambil keputusan.

c. Gangguan emosi :
1. Halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan memerlukan
perawatan aktif yang dini).
2. Mimpi buruk.
3. Marah.
4. Merasa bersalah.
5. Malu.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 11
6. Kesedihan yang berlarut-larut.
7. Kecemasan dan ketakutan.

d. Gangguan perilaku :
Menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh, duduk
berjam-jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).

e. Gangguan sosial:
1. Memisahkan diri dari lingkungan
2. Menyepi
3. Agresif
4. Prasangka
5. Konflik dengan lingkungan
6. Merasa ditolak atau sebaliknya sangat dominan.

2.6 Penatalaksanaan Medis


a. Farmakologi
1. Terapi anti depresan: Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium,
camcolit dan zat pemblok beta– seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin.
Dosis contoh, estazolam 0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam
(valium) 5-10 mg per os, Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam 1-2 mg
per os atau IM.
2. Antiansietas: alprazolam digunakan untuk mengatasi depresi dan panik pada pasien
PTSD, buspirone dapat meningkatkan serotonin.

b. Non- farmakologi
Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD yaitu
dengan Anxiety Management diamana terapis akan mengajarkan beberapa
keterampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:
1. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara
sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti
jantung berdebar dan sakit kepala.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 12
2. Breathing retraining, belajar bernafas dengan perut secara perlahan, santai.
Menghindari bernafas tergesa-gesa yang merasakan tidak nyaman.
3. Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif
dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal– hal yang membuat
stress (stresor).
4. Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini
dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
5. Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang
memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.
6. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak
rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan. Tujuan kognitif terapi
adalah mengidentifikasi pikiran- pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti
bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang
kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai
emosi yang lebih seimbang.
7. Exposure therapy: para terapis membantu menghadapi situasi yang khusus, orang
lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan menimbulkan
ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat berjalan dengan
cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk mengulang
cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan menceritakan; atau exposure
in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin
dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat.
8. Terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan anak dengan
PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan PTSD. Terapis
memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai secara
langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 13
2.7 Peran Perawat Dalam Tanggap Bencana
Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat
dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana.
Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek
keperawatan saja,  Lebih dari itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan
saaat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk bisa terjun
memberikan pertolongan dalam situasi bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak
melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu
dibandingkan dengan perawat, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan bereaksi
terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu :
a. Pengkajian Perilaku ( Behavioral Assessment )
Yang dikaji adalah :
1. Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif yang berlebihan.
2. Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang dirasakan.
3. Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas yang akan
mengingatkan klien terhadap trauma.
4. Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
5. Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan semenjak kejadian
traumatis.

b. Pengkajian Afektif ( Affective Assessment )


1. Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan dan perasaan
ingin cepat marah.
2. Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
3. Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang berkaitan dengan trauma.
4. Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan.
5. Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup klien.
6. Bagaima hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan orang lain.

c. Pengkajian Intelektual ( Intellectual Assessment )


1. Kesulitan dalam hal konsentrasi.
2. Kesulitan dalam hal memori.
3. Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang yang berkaitan
dengan trauma.
4. Apakah klien bisa mengontrol pikiran – pikiran berulang tersebut
5. Mimpi buruk yang dialami klien.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 15
6. Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak disukai klien terhadap
dirinya.

d. Pengkajian Sosiokultural ( Sociocultural Assessment )


1. Bagaimana cara keluarga dan teman klien menyampaikan tentang perilaku klien
yang menjauh dari mereka.
2. Pola komunikasi antara klien dengan keluarga dan teman.
3. Apa yang terjadi jika klien kehilangan kontrol terhadap rasa marahnya.
4. Bagaimana klien mengontrol kekerasan terhadap sistem keluarganya.

3.2 Diagnosa Keperawatan untuk PTSD


1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap
peristiwa traumatik yang penuh tekanan.
2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan
aktifitas sebelumnya.
3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.
4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya..
5. Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.
6. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada
usia dini.

3.3 Tujuan
1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap
peristiwa traumatik yang penuh tekanan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu merespon adaptif terhadap
peristiwa trauma yang ia alami.
NOC :
1. Pemulihan dari trauma.
2. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan diri dari perilaku impulsive.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 16
2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan
aktifitas sebelumnya.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu melaksanakan aktifitas
sebelumnya dengan kriteria hasil sebagai berikut :
NOC : Kepercayaan Kesehatan
1. Mengungkapkan dengan kata-kaa tentang segala perasaan ketidakberdayaan.
2. Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya.
3. Mengungkapkan dengan kata-kata kemampuan untuk melakukan tindakan yang
diperlukan
4. Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat, teman-teman dan tetangga.

3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan ketakutan yang dialami
klien menurun atau menghilang.
NOC : Kontrol ketakutan
1. Klien mampu mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
2. Klien mampu menghindari sumber ketakutan bila mungkin
3. Kilin mamapu mengendalikan respon ketakutan
4. Klien mamapu mempertahankan penampilan peran dan hubungan social

4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan cemas dan stress yang
dialami klien menurun atau menghilang.
NOC : Kontrol cemas
1. Intensitas kecemasan berkurang atau hilang.
2. Tidak ditemukan tanda – tanda kecemasa.
3. Menunjukkan relaksasi.
4. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara
efektif.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 17
5. Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien diharapkan terbentuk koping yang
efektif.
NOC: Koping
1. Koping efektif.
2. Harga diri positif.
3. Keterampilan interaksi sosial positif.
4. Menyadari masalah atau konflik spesifik yang mempengaruhi interaksi atau
hubungan sosial.
5. Mengekspresikan perasaan harga diri.
6. Menunjukan penurunan kedefensifan.

6. Koping Keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada
usia dini.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien diharapkan koping keluarga efektif,
dengan kriteria hasil sebagai berikut:
NOC : Koping Keluarga
1. Menyadarkan kebutuhan unit keluarga
2. Menyadari kebutuhan pasien
3. Mulai menunjukan keterampilan interpersonal secara efektif
4. Menunjukan kemampuan untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan
5. Mengungkapkan perasaan yang tidak terselesaikan
6. Mengidentifikasi gaya koping yang bertentangan
7. Berpartisipasi dalam penyelesaian masalah yang efektif
8. Berpartisipasi dalam perencanaan perawatan

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 18
3.4 Intervensi
1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap
peristiwa traumatik yang penuh tekanan.
NIC :
Konseling : penggunaan proses bantuan interaktif yang memfokuskan pada kebutuhan,
masalah, atau perasaan pasien dengan orang yang berarti bagi pasien untuk
meningkatkan atau mendukung koping, pnyelesaian masalah dan hubungan
interpersonal.
Aktivitas keperawatan:
1. BHSP
2. Tunjukkan empati, kehangatan dan kesejatian
3. Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi pengungkapan
perasaan.
4. Hindari membuat keputusan pada saat pasien berada dalam keadaan stress.

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan


aktifitas sebelumnya.
NIC I :
1. Eksplorasi pencapaian keberhasilan sebelumnya.
2. Dukung kekuatan- kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh pasien.
3. Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien untuk menangani
keadaan.
NIC II : Fasilitasi Tanggung Jawab Diri
1. Dorong pengungkapan perasaan, persepsi, dan ketakutan tentang rasa tanggung
jawab
2. Dorong kemandirian, tetapi bantu pasein jika tidak dapat melakukan.

3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.


NIC 1 : Pengurangan ansietas
1. Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang
dapat menurunkan/ mengurangi takut
2. Tetap bersama pasien selama dalam situasi baru
3. Gendong atau ayun-ayun anak

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 19
4. Sering berikan penguatan verbal/ non verbal yang dapat membantu menurunkan
ketakutan pasien

NIC 2 : Peningkatan koping


1. Gunakan pendekatan yang tenang, meyakinkan
2. Bantu pasien dalam membangun pemikiran yang objektif terhadap suatu peristiwa
3. Tidak membuat keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat
4. Dukung untuk menyatakan perasaan, persepsi, dan ketakutan secara verbal
5. Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah interpretasikan sebagai
ancaman

4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
NIC : Penurunan kecemasan 
1. Tenangkan klien
2. Berusaha memahami keadan klien
3. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkn rasa takut
4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
5. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat
6. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
7. Gunakan pendekatan dan sentuhan, verbalissi untuk    meyakinkan pasien tidak
sendiri dan mengajukan pertanyaaan.
8. Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan.
9. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.

5. Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.


NIC : Pencapaian Kesadaran Diri
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dampak penyakit terhadap konsep diri
2. Ungkapkan secara verbal mengenai pengingkaran pasien terhadap kenyataanb
dengan tepat.
3. Bantu pasien untuk mendidentifikasi prioritas kehidupan
4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aspek positif pada dirinya.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 20
6. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada
usia dini.
NIC : Dukungan Keluarga
1. Tingkatkan harapan yang realistis
2. Dengarkan keluhan, perasaan , dan pertanyaan keluarga
3. Fasilitasi pengkomunikasian keluhan/persaan antra pasien dan keluarga atau antar
anggota keluarga
4. Berikan perawatan kepada pasien selain keluarga untuk mengurangi beban mereka
dab/ atau saat keluarga tidak mampu untuk memberikan perawatan
5. Berikan umpan balik kepada keluarga yang berkaitan dengan koping mereka

3.5 Evaluasi
Skala :                
1. Tidak pernah dilakukan/menunjukan.
2. Jarang dilakukan/menunjukan.
3. Kadang dilakukan/menunjukan.
4. Sering dilakukan/menunjukan.
5. Selalu dilkukan/menunjukan 

DP 1 :
Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap
peristiwa traumatik yang penuh tekanan.
NOC :
1. Pemulihan dari trauma.
2. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan diri dari perilaku impulsive.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 21
DP 2 :
Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan aktifitas
sebelumnya.
NOC : Kepercayaan Kesehatan
1. Mengungkapkan dengan kata-kaa tentang segala perasaan ketidakberdayaan.
2. Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya.
3. Mengungkapkan dengan kata-kata kemampuan untuk melakukan tindakan yang
diperlukan
4. Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat, teman-teman dan tetangga.

DP 3 :
Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.
NOC : Ketakutan dapat di kontrol
1. Klien mampu mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
2. Klien mampu menghindari sumber ketakutan bila mungkin
3. Kilin mamapu mengendalikan respon ketakutan
4. Klien mamapu mempertahankan penampilan peran dan hubungan social

DP 4 :
Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
NOC : Kecemasan dapat di kontrol
1. Intensitas kecemasan berkurang atau hilang.
2. Tidak ditemukan tanda – tanda kecemasa.
3. Menunjukkan relaksasi.
4. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif.

DP 5 :
Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.
NOC: Koping
1. Koping efektif.
2. Harga diri positif.
3. Keterampilan interaksi sosial positif.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 22
4. Menyadari masalah atau konflik spesifik yang mempengaruhi interaksi atau hubungan
sosial.
5. Mengekspresikan perasaan harga diri.
6. Menunjukan penurunan kedefensifan.

DP 6 :
Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada
usia dini.
NOC : Koping Keluarga
1. Menyadarkan kebutuhan unit keluarga
2. Menyadari kebutuhan pasien
3. Mulai menunjukan keterampilan interpersonal secara efektif
4. Menunjukan kemampuan untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan
5. Mengungkapkan perasaan yang tidak terselesaikan
6. Mengidentifikasi gaya koping yang bertentangan
7. Berpartisipasi dalam penyelesaian masalah yang efektif
8. Berpartisipasi dalam perencanaan perawatan

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bencana merupakan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang
mengalaminya.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna
untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan
kode etik dalam menangani pasien dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca
bencana alam.
Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih memahami materi
mengenai penyakit dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam
dilihat dari perbandingan data di lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.

4.2 Saran
Kita sebagai perawat hendaklah menerapkan atau mengaplikasikan asuhan
keperawatan anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam
dengan efektif, sehingga dalam memberikan pelayanan bisa dilakukan secara optimal.

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 24
DAFTAR PUSTAKA

Efendi,Ferry.Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam


keperawatan.Jakarta.Penerbit Salemba Medika,2009.

Mursalin.2011.Peran Perawat Dalam Kaitannya Mengatasi Bencana. Diakses tanggal 5 Mei


2013.

NANDA Internasional. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014.
Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

http://littleners.blogspot.com/2012/10/post-trauma-syndrom-disorder-ptsd.html. Diakses
tanggal 29 jjuni 2020

Pratiwi, Anggi. 2010. PTSD (Post Traumatic Stress Disolder). Diakses di www. Scribd.
Com/doc/41221173/askep-PTSD. Pada tanggal 29 juni 2020

Asuhan Keperawatan Anak Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pasca Bencana 25

Anda mungkin juga menyukai