Anda di halaman 1dari 51

Kaki Diabetik Asep (406080089)

B A B I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang penulisan

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus


yang paling ditakuti, dan merupakan kausa mayor morbiditas,
ketidakmampuan pada penderita dengan diabetes mellitus .( I , 2) Nasib
pasien diabetes mellitus dengan persoalan kaki sampai saat ini
umumnya masih sangat mengecewakan baik bagi pasiennya sendiri
maupun bagi dokter yang mengobatinya. Biaya yang harus ditanggung
untuk mengatasi persoalan kaki diabetik sangat besar. (1) Dari 14 juta
penderita diabetes di Amerika , biaya yang dikeluarkan untuk
pengobatannya mencapai $ US 91,8 miliar, baik dari akibat
morbiditasnya, kecacatannya, dan sebagainva. Bi aya yang utama karena
akibat komplikasi kronik diabetes yang ditimbulkannya. Salah satunya
ialah karena amputasi tungkai bawah. Resiko amputasi penderita diabetes
ialah 15 kali dibanding dengan yang non diabetik, sedangkan biaya
pengelolaan perkasus diperhitungkan $ US 25.000. 1,2

Ulkus diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama


morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Dengan adanya
neuropati dan atau iskemia maka trauma yang minimal saja dapat
menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya hingga
dapat membawa kearah amputasi tungkai bawah.(3) Kebanyakan penderita
datang ke rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut sehingga amputasi
tungkai yang berakibat cacatnya penderita seumur hidup merupakan salah
satu tindakan yang dapat diambil.4,5
Mengingat ulkus diabetik maupun masalah kaki merupakan
sebab utama morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes
mellitus, dan biaya yang harus ditanggung untuk mengatasi persoalan kaki
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 1
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

diabetik sangat besar, serta kaki diabetik makin sering dijumpai pada
penderita diabetes mellitus, bahkan kebanyakan penderita datang ke
rumah sakit sudah dalam keadaan lanjut sehingga amputasi tungkai
merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil.
Atas dasar inilah saya mencoba membuat referat tentang Diabetic
Foot (kaki Diabetik), dengan harapan bagi saya maupun pembaca dapat
lebih memahami tentang apa itu diabetic foot, bagaimana diabetic foot
bisa terjadi dan bagaimana penanggulangan supaya tidak terjadi diabetic
foot dan penatalaksanaannya apabila diabetic foot sudah terjadi.
I.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Disini saya akan mencoba menguraikan tentang apa itu kaki
diabetes , bagaiman a cara peraw atan kaki s upaya tidak terjadi
kaki diabetes , dan penatalaksanaannya apabila sudah terjadi kaki diabetes
supaya tidak terjadi keadaan yang sudah lanjut yang menyebabkan amputasi
tungkai.

I.3 Tujuan Penulisan


Referat ini disusun Sebagai bahan informasi bagi para pembaca,
khususnya kalangan medis, Agar kita dapat lebih memahami tentang apa itu
kaki diabetik, bagaimana cara kita mencegah supaya tidak terjadi kaki
diabetik, dan penatalaksanaan bila kaki diabetik itu sudah terjadi supaya
tidak terjadi keadaan yang sudah lanjut yang menyebabkan amputasi
tungkai.

BAB II
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 2
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

EPIDEMIOLOGI KAKI DIABETIK

Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik merupakan sebab


utama perawatan bagi pasien DM. Pada suatu penelitian selama 2
tahun, 16% perawatan DM adalah akibat persoalan kaki kaki diabetes,
dan 23 % dari total hari perawatan adalah akibat persoalan kaki diabetik.
Diperkirakan sebanyak 15% pasien DM akan mengalami persoalan kaki
suatu saat dalam kehidupan bersama DM. Keberhasilan pengobatan
kaki diabetik berkisar antara 57-94 %, bergantung pada besarnya
tukak atau ulkus. Kebanyakan pasien sedikit ataupun banyak kemudian
juga akan memerlukan tindakan bedah dari yang kecil sampai amputasi.
(1,2,)

Prevalensi ulkus pada penduduk berkisar antara 2 - 10 %,


sebenarnya hanya sebagian kecil persoalan kaki kemudian berlanjut
sampai memerlukan amputasi tungkai bawah. Sebagian besar dapat
diselamatkan dengan pengelolaan yang cermat. Sedangkan di Indonesia
prevalensi kaki diabetik pada populasi jarang dilaporkan. Di Jakarta
pada survei populasi pada tahun 1983 didapatkan angka prevalensi
tukak / bekas tukak sebesar 2,4 %. (1) Di Poliklinik Endokrin RS Dr
Kariadi Semarang dari data yang dikumpulkan mulai bulan Januari 2001
sampai Juni 2002 didapatkan 4 % pasien DM yang dirujuk ke poliklinik
endokrin RS Dr Kariadi Semarang, mengalami komplikasi
makroangiopati berupa kaki diabetic.(6)
Diabetes Mellitus adalah sebagai penyebab utama amputasi
ekstremitas bawah non traumatic di Amerika Serikat ( 1 , 2 ) Amputasi
kaki karena diabetes merupakan 50% total amputasi di Amerika
Serikat. Sedangkan data di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
angka amputasi masih sangat tinggi, yaitu sebesar 23 %. Nasib pasien
yang sudah mengalami amputasipun tidaklah menggembirakan. Data

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 3


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

dari seluruh rumah sakit di negara bagian California menunjukkan 13


% diantara mereka yang sudah diamputasi akan memerlukan tindakan
amputasi lagi dalam jangka I tahun. Didapatkan pula bahwa 30- 50 %
pa s i en ya ng te la h di am pu ta s i ak an me me rl uk an ti nd ak an am pu ta s i
1,3
ka ki s e b e l a h n y a d a l a m . j a n g k a I – 3 t a h u n . Sedangkan dari
data di RSUPN Cipto Mangunkusumo nasib penderita kaki
d i a b e t i k y a n g d i a m p u t a s i j u g a t i d a k menggembirakan. Dalam 1
tahun pasca amputasi 14,8 % meninggal dan meningkat 37 % pada pengamatan
3 tahun,(3)
Di Amerika Serikat biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan untuk
DM dengan hanya kaki diabetes adalah sebanyak $ 150 juta dari $ 91,8
miliar biaya yang langsung berkaitan dengan DM. Di rumah sakit rujukan
di California Selatan rata-rata biaya untuk amputasi primer pada tungkai
bawah adalah $ 24.700 dengan rata-rata lama tinggal di rumah sakit 21
hari. Semuanya itu hanya biaya lansung dan belum termasuk biaya tidak
langsung seperti ketidakhadiran, kecacatan permanen, dan kematian
keluarga. Angka absen pada penderita DM (44 hari pertahun) didapatkan 11
kali lebih tinggi daripada populasi umumnya, dengan perkiraan kerugian
sebanyak $ 365.000 perpasien pertahun. Pada penelitian tersebut,
didapatkan DM menduduki peringkat ketiga penyebab kecacatan
permanen, setelah kelainan neurologic dan penyakit jantung iskemik. 1,3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 4


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Dia b e te s in c linic a l re a lity – G lo b a l


2000 2030
Ra nking C o untry Pe o p le w ith C o untry Pe o p le w ith
d ia b e te s d ia b e te s (m illio ns)
(m illio ns)

1 Ind ia 31.7 Ind ia 79.4


2 C hina 20.8 C hina 42.3
3 US 17.7 US 30.3
4 Ind o ne sia 8.4 Ind o ne sia 21.3
5 Ja p a n 6.8 Pa kista n 13.9
6 Pa kista n 5.2 Bra zil 11.3
7 Russia 4.6 Ba ng la d e sh 11.1
8 Bra zil 4.6 Ja p a n 8.9
9 Ita ly 4.3 Philip p ine s 7.8
10 Ba ng la d e sh 3.2 Eg yp t 6.7

Wild S et al. Diabetes Care 2004;27:1047-53

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 5


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

BAB III
PERJALANAN ALAMI KAKI DIABETIK

Untuk dapat mengerti kemudian melakukan tindakan yang tepat, baik


pencegahan maupun pengelolaan kaki diabetik, perlu sekali untuk dipahami
perjalanan alami keadaan tersebut. Kaki diabetes merupakan kombinasi
arterioskierosis ke-2 tersering sesudah arteriosklerosis pembuluh koroner,
dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah. Umumnya kelainan ini
dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Desease). Ada 3 faktor yang dapat
dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu
neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal,
tapi seringkali merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi
praktis maka kaki diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemia ataupun kaki
neuropatik. (3)
Pada kaki neuropatik, somatik dan otonom rusak, tetapi sirkulasi masih
intak sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki terasa hangat, kurang rasa, dan
kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam: ulkus neuropatik, sendi
neuropatik (Sendi Charcot), dan edema neuropatik.(3)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 6


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

BAB IV
PATOGENESIS KAKI DIABETIK

Ada 3 faktor yang dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan


jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali
infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan komplikasi iskemia
maupun neuropati.

IV.1. Patogenesis neuropati

Susunan saraf sangat rentan terhadap kompli.kasi diabetes mellitus.(1)


Secara patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang
dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus.
Diabetes mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan(misalnya
alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor
metabolik : kenaikan poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh
enzim yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM). fruktosa,
kurangnya kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan
Na+/K+ATP meyebabkan demielinasi artrofi akson; otoimum lewat anti
gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan vascular
karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial
yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor
lain seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah
merah dan hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum
disirkulasi berpengaruh terhadap neuropati ini. (3,4,8)

Neuropati, kelainan vaskuler (aliran darah vang mengurangi karena


terjadinya proses arteriosklerosis tungkai bawah khususnya betis). Dan
kemudian infeksi berperan dalam patogenesis terjadinya tukak
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 7
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

diabetik. Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada


banyak studi cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer
(pasien kaki diabetik ). Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan
dengan demikian kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap
rangsangan dari luar. Berbagai hal yang sederhana yang pada orang
normal tak menyebabkan, luka akibat adanya daya proteksi nyeri,
pada pasien DM dapat berlanjut menjadi luka yang tidak disadari
adanya, dan kemudian menjadi tukak diabetik. Tusukan jarum atau
paku tak disadari. sehingga pasien baru menyadarinya setelah terjadi
luka yang membusuk dan memb ahayakan keselamatan kaki secara
keseluruhan. Neuropati motorik berperan melalui terjad inva
deformitas pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah
dikenali dan lebih banyak mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik
berperan melalui perubahan pola keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-
pecah pada kulit kaki, dan jug melalui adanya perubahan daya vasodilatasi-
vasokonstriksi pads tungkai bawah. Terjadi pintas A - V seperti misalnya pada
patogenesis terjadinya kaki Charcot(1,7,8,9,10).

Gambar 1. Perubahan yang terjadi pada DM 7


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 8
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

IV.2. Patogenesis Angiopathi

Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler berupa


arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme
karbohidrat dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol.
Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol. 6,7
Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler
yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen.
Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis dan
poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan
jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi
iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio intermitten dan
yang paling berat dapat mengakibatkan gangren. 6,7,9,10
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler,
menyebabkan ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau
sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi,
infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang
mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi jaringan
akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen arteri akan
menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau
besar. 7,8
Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat
tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat
makrovaskuler (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat
mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki.sebagainya) merupakan
faktor yang memulai terjadinya ulkus. 7,8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 9


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Gambar 2. potongan melintang pembuluh darah pada orang penderita DM 8


IV.3 Patogenesis Infeksi

Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi


daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi
serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu: 6,8,11
a. faktor imunologi
- produksi antibodi menurun
- peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- daya fagositosis granulosit menurun
b. faktor metabolik
- hiperglikemia
- benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya
bakterisidnya
- glikogen hepar dan kulit menurun

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 10


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

c. faktor angiopati diabetika


d. faktor neuropati

Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak
kaki, selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga
telapak kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa
ditemukan infeksi kuman Gram positif, negatif dan anaerob. 11,12
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: (Goldberg dan Neu, 1987) 11,12
1. Abses pada deep plantar space
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

Gambar 3. Bentuk2 infeksi pada kaki DM 8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 11


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Gambar 4. HIperglikemi dan akibatnya 8,9

DIABETES MELLITUS

Pe nya kit p e m b uluh Ne uro p a ti o to no m Ne uro p a ti p e rife r


d a ra h te p i
 Alira n Ind e ra Ge ra k
 Ke ring a t d a ra h ra b a
Sum b a ta n  Alira n
o ksig e n, nutrisi,
 Re so rp si
a ntib io tik Ke hila ng a n
tula ng Atro p i
Kult ke ring , ra sa sa kit
pe c a h Ke rusa ka n
se nd i Ke hila ng a n
Luka sulit
se m b uh Tra um a b a nta la n
Ke rusa ka n le m a k
ka ki
Tum p ua n b e ra t
ya ng b a ru
Sind ro m ja ri b iru INFEKSI ULKUS
Ga ng re n
Ga ng re n m a yo r
AMPUTASI

Gambar 5. Patogenesis terjadinya ulkus DM


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 12
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

BAB V
DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis ulkus diabetikum ditegakkan berdasarkan :

V.1. Anamnesa
Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri,
polidipsi dan polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke
dokter dan laboratorium menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat
keluarga yang sakit seperti ini dapat ditemukan, dan memang penyakit ini
cenderung herediter. 8,13, 14
Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang
digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai
saat beraktivitas atau istirahat , durasi menderita DM, penyakit komorbid,
kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat
menderita ulkus/amputasi sebelumnya. 8,13,14
Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan
prognosis seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi
diabetesnya tidak teratur maka akan sia-sia. 8,13
Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah
trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau
ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai
dikeluhkan oleh penderita dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah
sakit.8,13
Banyak dari seluruh penderita diabetes melitus dengan komplikasi ulkus
atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,
sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih buruk
( contohnya amputasi atau sepsis ). 8,13

V.2 Pemeriksaan Fisik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 13


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek
pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang
bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau
benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau lemak /
jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan
tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses
radang. 13,14
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan
fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk didiagnosis,
kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya. 13,14,15
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non
pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri
tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang telah mencapai jaringan lunak
atau soft tissue. 13,15
Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah.
Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba
12,
dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren.
13, 15

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting


karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis. 13
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau,
bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada
ulkus yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 14


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia
bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk
ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau
kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,
tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit:
37%) dan daerah dorsum pedis (11%). 16,17
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab
terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan
sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji
monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal
apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit
dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. 15,16
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada
sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga
mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi. 15,16
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan
vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah.
Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus
dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau
hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis
teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis
superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak
didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita
diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 15


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi tidak didapatkan
pulsasi distalnya. 15,16,17
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat
murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai
marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita
mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya
tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti
stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama
atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas
(brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka
akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik
ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari
ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah
terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler
berat.13,14
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri
kaki bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan
lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis.
Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya amputasi)
karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari
terapi obat dan latihan. 11,12
V.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit. 11,13
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa
pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah
dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 16


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan


invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance
angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA). 11,17,15
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi. 11, 12,13
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik. 11,12

BAB VI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 17


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

GAMBARAN KLINIS KAKI DIABETIK

Gambaran klinis dibedakan: 5,8,13,18

1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati


neuropatik (Artropati Charcot ), Edema neuropatik
2. Neuro-ischemic-foot

Ulkus Neuropatik.
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibre
neuropathy yang berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya
berupa hilangnya sensasi panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi
terganggu. Juga saraf simpatik mengalami de nervasi yang mengganggu
aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan
arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer.
Aliran darah yang miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari
perfusi jaringan yang mema ng sudah berkurang. Disamping ini neuropati
merusak serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor.
Jadi ulkus pada kaki diabetik ini akibat iskemia, ser ing terlihat adanya
gambaran gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli,
Streptococus anaerob, dan Bacteroides sp. Untuk melakukan identifikasi
kasus yang rentan ulkus, kini digunakan alat sederhana untuk screening, yaitu
TCD (Tactile Circumferential Discriminator) pada hallux yang korelasinya
dengan menggunakan filament dan ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam
menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh
karena kita anggap enteng, padahal lesi ini merupakan puncak dari gunung es.
(3,17,18)

Klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap
berbaring. Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada
ulkus maka perlu diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 18


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

untuk biakan bakteri. Goldstein (1996) Meneliti 25 orang yang secara


berurutan masuk dirawat dengan ulkus. la menemukan phylococcus
sebagai isolat terpenting, termasuk MRSA pada 20 % kasus.
Streptococcus enterococcus, Enterobactericcae, dan kuman anaerob terlihat
pada 40% luka. Lebih dari 80% peka terhadap Ciprofloxasin dan Levofloxasin.
(3,12,18)

Gambar 4. Ulkus Neuropati 8

Artropati Neuropatik
Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes
cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang
berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah
caput metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 19


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Bentuk yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab
terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum j elas,
tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular
akan nieningkatkan aliran darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi
tulang padahal penderita diabetes densitas tulang rendah) dan neuropati
perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih aktif berjalan dan sebagainya
meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur, kolaps sendi, dan deformitas
kaki. Awalnya kaki Charcot ini akut: panas, merah, dengan nadi yang keras,
dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah
sekali terjadi ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat berakibat
amputasi.(3,7,8)

Gambar 5. Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM Neuropatik 7,8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 20


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Gambar 6. Kaki Charcot 7,8

Edema Neuropatik.
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana
terdapat edema (pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan
dengan kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu sebab kardial dan renal).
Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang abnormal,
juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri. 3,5,6

Gambar 7. Neuropati Diabetik 8

Neuro ischeimic foot


Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang
dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio
intermitten, nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren.
Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 21
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus n europatik, disini


ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan tid ak
disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepi
lateral metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri,
kalau perlu dengan arteriografi.(3,5,6)

Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal 1988 :
Tabel I . Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal
1988 3,5,17,18
Gejala Tanda
Claudicatio Intermitent Pucat dengan tanda kaki diangkat
Nyeri pada malam hari Terlambatnya pengisian pembuluh vena
Ada chest pain Warna kemerahan dengan tergantung
Dengan digantung nyeri kaki berkurang Artrofi kulit, mengkilap, rambut tak
rontok
Kuku sering tebal dengan infeksi primer
Gangren

Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,


maka dibuat klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner ( Cit.
Levin dan O'Neal 1983).
Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetik.(1, 5)
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
kelainan bentuk kaki
Derajat I Ulkus superficial dan terbatas di kulit
Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang
Derajat II
Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis
Derajat III
Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
Dearjat IV
selulitis

Derajat V Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 22
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 23


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 24


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Sedangkan bila dilihat dan gejala klinis gangguan vascular pada kaki
diabetic, maka seperti gangguan vascular kronik lainnya mengikuti stadium
dari Fontaine yaitu sebagai berikut :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 25


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

1,3,5,17
Tabel 3. Stadium dari Fontaine
Stadium Gejala dan Tanda Klinis
I Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat
II Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila
IIa istirahat
IIb Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m
III Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m
IV Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)
Ulkus / gangrene

Adapun perbedaan gambaran klinis antara iskemia dan neuropati pada


kaki diabetes ;
Tabel 4. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetic (1,310)
Iskemia Neuropati
Gejala Klaudikasio Biasanya tidak nyeri
Nyeri saat istirahat Kadang nyeri neuropati
Inspeksi Tergantung rubor Lenngkung tinggi
Perubahan Tropik Kuku-kuku jari kaki
Tak ada perubahan tropic
Palpasi Dingin Hangat
Tak teraba nadi Nadi teraba
Ulserasi Nyeri Tak nyeri
Tumit dan jari kaki Plantar

BAB VII
EVALUASI DAN PERAWATAN KAKI PADA PENDERITA DIABETES
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 26
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

MELITUS

Klinisi harus melakukan pemeriksaan kaki yang pada seorang diabetes


harus cara integrative setiap kunjungan secara periodik. Disini klinisi seharusnya
langsung dilakukan pemeriksaan yang simple sebagai screening terhadap kelainan
kaki diabetik, masuk disini disamping anamnesis, juga inspeksi, palpasi,
pemeriksaan neurologik ringan pinprisick, sentuhan ringan, refleks tendo lutut
maupun archiles, persepsi vibras, indeks tekanan ankle-brachial. Sebaiknya hal ini
ditanggapi secara tim. Pada prinsipnya pencegahan akan lebih balk dari pada
pengobatan. Kaki diabetik terimasuk kausa mayor dari perawatan dirumah sakit
diantara pasien – pasien diabetes. Sering Chiropodist harus dilibatkan juga.
Dalam hal sudah terjadi deformitas kaki, ahli orthopedi dan ahli
rehabilitasi medik perlu dimasukkan dalam tim tersebut.(2, 3, 10, 11, 12)
Petunjuk Perawatan Kaki pada Penderita Diabetes Mellitus
Hendaknya penderita Diabetes Mellitus 1,3,8,12
1. Menjaga gula darah supaya dalam batas – batas target yang dikehendaki
2. Membasuh kaki setiap hari dengan sabun mild dan air hangat (jangan air
panas). Setelah itu keringkan secara benar, terutama sela jari, gunakan
handuk yang halus.
3. Memeriksa kaki setiap hari, dan menyadari bahwa kaki mereka butuh
perhatian khusus.
4. Minta pertolongan dalam masalah kaki apapun.
5. Control pada Chiropodist teratur.
6. Pakailah sepatu yang memadai.
7. Menjaga supaya aliran darah tetap lancar.
Hal-hal yang harus dihindari oleh penderita diabetes mellitus : (3,12,13,14,15,16)
1. Menggunakan obat corn (katimumul)
2. Menggunakan botol air panas.
3. Berjalan tanpa alas kaki .
4. Memotong Callus atau Katimumul.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 27
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

5. Mengobati sendiri kakinya.


6. Duduk dengan kedua kaki disilangkan
7. Merendam kaki
8. Memoles lotion atau krim diantara sela jari kaki.
Periksakan segera ke dokter apabila terlihat : (3,12,13,14,15,16)
1. Kaki bengkak
2. Ada perubahan warna kuku, ibu jari, atau bagian dari kaki
3. Nyeri dan cekot-cekot pada kaki
4. Ada kulit yang pecah mengeras atau corns
5. Ada kulit yang pecah, luka atau melepuh
6. Bintik-bintik merah di bawah corn atau callus.

Dalarn hal-hal tertentu penderita membutuhkan saran penggunaan sepatu


yang memadai. Yang dimaksudkan adalah, apabila ia berjalan dalam waktu yang
lama, maka diharapkan menggunakan sepatu yang rata dan tanpa hak tinggi
(low heeled) dan cukup ruang untuk jari-jari (lace up shoes). Jangan
menggunakan sandal jepit rumah . Juga pasien diharapkan untuk tidak
menggunakan slip-on, kecuali dalam peri stiwa yang amat istimewa.
Gunakanlah emollient (pelumas Wit) pads kaki kering teru tama disekitar
tumit untuk mencegah kulit pecah, retak, dan mudah infeksi.(2,3,7)

IDFNTIFIKASI FAKTOR RISIKO.


Identifikasi risiko adalah hal yang penting dalam managemen
pencegahan secara efektif pada kaki pasien diabetes. Adapun risiko untuk
terjadinya ulcus meliputi penderita dengan diabetes > 10 tahun, laki –
laki, kontrol gula darah yang buruk, adanya komp likasi
kardiovaskuler, retina, dan ginjal. hal-hal yang berhubungan dengan
peningkatan risiko antara lain neuropati perifer dengan hilangnya
sensasi protektif, perubahan biomekanik, kejadian yang meningkatkan
tekanan pads kaki, penyakit vaskuler perifer (penurunan pulsasi arteri
pada pedis), riwayat pernah dapat ulkus atau amputasi, kelainan kuku yang
berat.(2,8,11)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 28
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

BAB VIII
PENGELOLAAN KAKI DIABETIK

Usaha penyelamatan kaki secara umum terdiri atas : 1,3,8,9,12,13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 29


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

1. Memperbaiki kelainan vascular yang ada.


2. Memperbaiki sirkulasi
3. Penggunaan kaki yang teratur
4. Pengelolaan terhadap tukak/ulkus
5. Sepatu khusus
6. Kerja sama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien(1)

Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :


1,3,5,7,9,12,15

1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi

1. Evaluasi

I.a. Kedalaman ulkus.

Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus. Hati-
hati bila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal, karena

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 30


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

kadang - kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari gunung es,
dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin sudah
2,4,15
mencapai jaringan lebih dalam dan luas .

1. b Pemeriksaan X foto

Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah


didapatkan benda asing, osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur
asimptomatik.
1. c lokasi Ulkus
Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar
sembuh. Dengan pengelolaan yang adekuat. Dan pada anamnesis tidak
diakibatkan oleh suatu trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan. biopsi. Hal ini. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
4,15
keganasan pada ulkus tersebut.

1. d. Evaluasi vaskuler
Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler
kaki penderita, diusahakan pemeriksaan yang tidak invasif Salah satu
diantaranya adalah membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki
dengan tekanar. darah sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index),
normalnya > 1,1 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Pressure index
tersebut dapat dipakai untuk memperkirakan / meramalkan penyembuhan , suatu
ulkus. Pada suatu penelitian, 87% penderita ulkus dengan pressure index lebih
dari 0,6 dapat sembuh, sedangkan penderita dengan pressure index kurang dari
7,8
0,6 yang mengalami penyembuhan hanya 40 %.

Pengukuran tekanan oksigen transkutan dapat digunakan untuk menaksir


7,15
keadaan mikrosirkulasi jaringan . Normalnya, tcPO2 jaringan kaki adalah
antara 45-90 mmHg. 7,15.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 31


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

2. Pengelolaan terhadap Neuropati Diabetik

Pengelolaan neuropati diabetik (ND) sampai saat ini masih sering


menimbulkan frustasi, baik bagi para klinisi maupun penderita. Kegagalan
pengobatan ini oleh karena patogenesis ND masih belum jelas dan
tampaknya multi faktorial. Pada dasarnya pengelolaan ND dilakukan
dengan mengontrol gula darah dan pemberian obat - obatan kausal dan
simptomatik.(6)

A. Kontrol gula darah


Pengobatan ND yang paling memberikan harapan adalah kontrol
gula darah secara terus menerus Suatu penelitian "multicenter randomized

clinical trial" pada 1441 penderita tipe I selama 6,5 tahun menyimpulkan

bahwa pengobatan DM yang intensif dapat menghambat progresitifitas


(6,8)
neuropati sebesar 60%. .

B. Pengobatan kausal

B.1. Aldose reduktase inhibitor (ARI).


Pemberian ARI bertujuan untuk mengurangi penumpukkan
sorbitol di saraf perifei dan dengan demikian memperbaiki fungsi saraf
perifer.(6,9)

B.1.1. Sorbinil

Dilaporkan pemberian sorbinil dengan dosis 25 mg/hari dapat


menurunkan sorbitol saraf sampai 42% meningkatkan regenerasi serabut
saraf sekitar 4 kali serta dapat memperbaiki fungsi saraf baik
elektrofsiologis maupun klinis. Akan tetapi pemberian sorbinil telah
dihentikan karena adanya laporan bahwa pemberian sorbinil dapat
menimbulkan sindrom Steven Johnson.(6,9)
B.1.2 Tolsetrat
Suatu penelitian “double blind randomized controlled” pada 57

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 32


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

penderita selama 12 bulan memperlihatkan bahwa pemberian tolsetrat


200 mg / hari bermanfaat untuk mencegah ND.(10)

B. 2. Aminoguanidin
Aminoguanidin adalah suatu senyawa yang secara farmakologik dapat
menghambat pembentukan AGEs. Mekanisme penghambatannya melalui reaksi
antara prekursot AGEs yaitu 3 deoxyglucosone dengan aminoauanidine

membentuk 3-amino 5-triazines. Pada percobaan binatang, pemberian


aminoguanidine dapat memperbaiki kecepatan hantaran saraf motoris maupun
sensoris. Satu hal yang belum diketahui apakah senvawa int dapat
memberikan efek yang sama pada manusia.(6,9)

B.3. Gangliosid

Gangliosid adalah suatu kompleks glikolipid yang merupakan


komponen intrinsik dari membran sel saraf.(6) Pada suatu percobaan klinis
manusia yang dilakukan secara doble blind versus placebo, nampak terdapat
perbaikan dari parameter elektrofisiologis dan perbaikan gejala klinis. Suatu
multicenter randomized WHO trial di empat negara juga menunjukkan
pengaruh yang positif dari ganglioside.(9) Dosis yang dianjurkan adalah 40 mg
/ hari intra muskuler selama 8 minggu.(6,9)

B.4 Neurotropik

Pemberian neurotropik (vitamin B1. B6 dan B12) untuk mengobati atau


mengurangi gejala ND memberikan hasil yang berbeda-beda. Hal ini
mungkin oleh karena tidak ada bukti yang nyata bahwa defisiensi vitamin
(9,11)
B1, B6, B12 merupakan faktor penyebab terjadinya ND. Bahkan seorang
sarjana melaporkan bahwa pemberian Vitamin B6 dosis tinggi dapat
menyebabkan neuropati sensori.(9)

Penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo memperlihatkan bahwa


pemberian metilcobalamin 500 mg diberikan intra muskuler tiga kali

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 33


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

seminggu dapat memperbaiki parameter klinis neuropati sensorik pada


peuderita DM dengan neuropati.(12)

B. 5 Pengobatan simptomatik
Pada pengobatan ND biasanya yang kita obati adalah keluhannya
terutama rasa nyeri atau rasa sakit yang sangat menganggu penderita
Belum ada terapi yang spesifik untuk mengatasi maslah ini. (6)
Penggunaan obat amitriptilin dan flupenasin baik tunggal maupun kombinasi
sudah lama dicoba untuk mengurangi rasa nyeri pada ND. Pemberian obat
ini akan lebih baik hasilnva apabila nyeri disertai gejala depresi. Amitriptilin
dapat diberikan dengan dosis 75 mg / hari dan flupenasin 1 - 3 mg / hari. (6, 3).
Mexiletin merupakan derivat lianokain yang dapat diberikan
secara peroral. mexiletin mempunyai sifat penghambatan saluran natrium
sehingga terjadi hambatan aktivasi saraf Dosis yang dianjurkan adalah 10
mg / kg BB / hari, sebaiknya dimulai dengan dosis kecil kemudian dinaikkan
pelan - pelan untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul.(6)
Untuk rasa nyeri yang membandel dapat dicoba pemberian
karbamazepin atau fenitoin. Obat ini diduga dapat menghambat aktivitas
saraf tepi yang kuat dan iritatif.(6,13)

3. Kontrol metabolik

Istilah PVD mengacu pada penyempitan arteri besar oleh


aterosklerosis.. Hal ini sangat umum terjadi pada penderita DM. Terjadinya
aterooklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek fisik. Faktor resiko
terjadinya aterosklerosis antara lain adalah hiperglikemia.
hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, obesitas, hiperkoagulabilitas,
genetik, merokok. Semua faktor resiko yang dapat diobati seharusnya
segera dikontrol dengan sebaik – baiknnva untuk menghambat proses
(4,14)
terjadinva atheroklerosis lebih lanjut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 34


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Intervention

Defect of insulin secretion

Insulin
Insulin Insulin secretagogue
Metformin

Hepatic glucose Carbohydrate


production 
HYPERGLYCEMIA
absorption

Alpha-glucosidase
Thiazolidinedione inhibitor
Metformin
Insulin
Glucose uptake
by muscle and adipose
tissue 

Gambar 8. Algoritma Intervensi Hiperglikemi Pada DM Tipe II

3.1 Insulin
3.1.a. Indikasi insulin:
1. Pada penderita DM tipe 1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 35


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

2. Penderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol diet, olah raga, OHO.


3. Penderita DM gestasional
4. Penderita Gangguan faal hati & ginjal yang berat.
5. Penderita dengan infeksi akut (selulitis, gangren), TBC
berat, penyakit kritis (stroke/AMI)
6. Penderita dengan KAD/HONK
6. Penderita kurus (BB rendah), terkait malnutrisi (DMTM)
7. Penderita dengan penyakit Grave’s
8. Penderita dengan keganasan (tumor)
9. Penderita dengan pemberian kortikosteroid

Klasifikasi Insulin
Kelas Mulai efek Puncak Lama
Aksi pendek
Reguler insulin
Actrapid 15-
15-30 mnt 2-4jam 6-8jam
Humulin R
Campuran (premixed)
60 mnt 1-8jam 14-
14-15
Humulin 30/70
Mixtard 30/70 jam
Aksi sedang
NPH
Humulin N 2-4jam 1-8jam 14-
14-15
Monotard jam
Insulatard
Aksi panjang
Tanpa Puncak 24 jam
Lantus

3.1.b. Dosis Insulin


 Pertama kali diberikan dengan dosis yang kecil, biasanya dimulai insulin
aksi pendek 3X2n/hari (n=angka ratusan KGD)
 Dinaikkan 2-4 unit setiap sekitar 3 hari bila KGD target belum tercapai
 Dosis Insulin jangka menengah 75-80% jumlah insulin jangka pendek
perhari, dapat diberikan 2 dosis pagi dan malam (dosis malam<pagi
ànocturnal cicardian)
*Pada penurunan fungsi ekskresi hati dan ginjal  dosis dikurangi karena
dapat menyebabkan akumulasi jumlah insulin.

3.1.c. Tempat Penyuntikan Insulin


Ideal untuk insulin aksi pendek atau campuran pagi hari:
- Perut dibawah pusar
Ideal untuk insulin aksi menengah, aksi panjang atau campuran malam hari:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 36
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

- Lengan atas bagian luar


- Glutea
- Paha atas bagian luar
* Sebaiknya berpindah tempat untuk mencegah insulin lipodistrofi atau
jaringan sikatrik yang luas. Regio satu berpindah ke regio lain sekitar 2
minggu
3.1d. Efek Samping
Efek samping dari pemakaian insulin:
 Hipoglikemia
 Hipokalemia
 Reaksi alergi/urtikaria (jarang pada insulin dengan kemurnian tinggi &
Human insulin)

3.2 Hipoglikemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah < 50mg/dL disertai gejala
neuroglikopenik atau autonomic. Hal ini merupakan komplikasi akut dari DM
yang harus segera ditangani karena dapat mengakibatkan kematian.
Hal ini dapat terjadi pada
- Pemakaian OHO (t.u.aksi jangka panjang)
- Insulin
- Pemakaian bersama obat yang dapat memperkuat aksi OHO atau
Insulin,
- olah raga berlebihan, puasa atau tidak mau makan,
- penurunan fungsi hati & ginjal,
- insulinoma.
Tanda/gejala hipoglikemi:
Spesifik:
 Gemetar
 Kerngat dingin
 Berdebar-debar
 Penglihatan kabur, kunang-kunang atau bahkan terasa terang sekali
 Rasa lapar
Tidak spesifik:
 Sakit kepala
 Kelemahan umum
 Gangguan koordinasi
 Sulit konsentrasi
 Bila berat  penurunan kesadaran sampai koma.

Tatalaksana Hipoglikemi
 Pada kasus yang ringan pasien disuruh minum air gula atau makan (siap
permen di saku) edukasi pasien penting sekali
 Pada kasus berat diberikan 25 cc D40% pada pasien sadar dan 50 cc
D40% pada pasien tak sadar dilanjutkan infus D10% dengan monitor

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 37


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

KGD tiap 20 menit sampai KGD target tercapai  monitor KGD tiap
3jam sampai 3xlama aksi obat
 Dapat diberikan glukagon atau kortikosteroid (hormon kontra insulin)
 Pada insulinoma  reseksi pankreas

4.Debridement dan Pembalutan


Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka lain,
yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan
granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya
dengan istilah preparasi bed luka. 5,7,9
Debridement merupakan tahapan yang penting dalam proses
penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat
drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari
bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus
diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan
debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka
selalu dimulai dari jaringan yang bersih.7,8,10

Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti


pada gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada
tungkai dengan sirkulasi yang buruk. 5,6,8

Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik


atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka
dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti
saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah
mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada
beberapa jenis debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzymayic
debridement; Mechanical debridement; biological debridement; surgical
debridement.(6,7,8)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 38


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil
eksperimen menunjukkan jumlah antara 105- 106 organisme/gram di bed luka akan
mengganggu penyembuhan luka.(5,6,7)
Mengelola eksudat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka.
Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah
dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct
maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly absorbent
dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan irigasi
menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk
mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.(6,7)

Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan


adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin
>3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama
pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.Diperlukan
debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat. dengan cara
membuang semua jaringan nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan
menghambat penyembuhan ulkus (4,15)

Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang


sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi
angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan
debridement. Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan
memiliki korelasi yang buruk dengan kuman pathogen sebenarnya. 4,8
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara.
tradisionil masih sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena
terjadinya maserasi dan infeksi sekunder. Selain itu karena kulit penderita
tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita bermaksud
merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air
(4,15)
panas Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone
iodine asam asetat, kalium permanganas hidrogen peroksida dan
natrium hipokhlorit perlu dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 39
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

bahan-bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit


tetapi bahan tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi
sehingga menghambat penyembuhan luka (4,15). Kita juga harus hati-hati
dalam penggunaan antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus
yang dangkal dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi
yang terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut : 5,6,8,9,10

- Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan.


- Merangsang penyembuhan luka.
- Melindungi dari suhu luar.
- Melindungi dari trauma mekanis.
- Tidak memerlukan penggantian sering.
- Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.
- Bebas dari zat yang mengotori.
- Tidak melekat diluka.
- Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.
- Mempunyai daya serap terhadap eksudat.
- Mudah untuk melakukan monitor luka.
- Memudahkan pertukaran udara.
- Tidak tembus mikroorganisme.
- Nyaman untuk pasien.
- Mudah penggunaannya.
- Biaya terjangkau.

Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka


dengan memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh
makrofag, akselerasi angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Suasana lembab membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan
memacu pertumbuhan jaringan. Kemampuan hidrokoloid secara signifikan lebih
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 40
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

baik dari kasa NaCl 0,9%, dressing time rata-rata dan lama rata-rata perawatan
ulkus relatif lebih sedikit.(6,9,10)
Aplikasi Tekanan Negatif (VAC – Vaccum Assisted Closure) Pada Luka
Sulit Sembuh. Ciri-siri luka sulit sembuh adalah luka yang luas yang
memerlukan teknik berketerampilan tinggi untuk menutupnya,chrush injury, luka
dengan gangguan vaskuler, luka dengan penyerta yang kompleks, dan
membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Ulkus diabetikum termasuk dalam
kategori luka yang sulit sembuh. Penutupan luka dengan bantuan aplikasi tekanan
negatif (VAC) telah berkembang untuk mempercepat penyembuhan luka sulit
sembuh. Mekanisme kerja aplikasi tekanan negatif (VAC) tersebut melalui gaya
mekanis untuk (1) menyerap eksudat dan menghilangkan udem, (2) mempercepat
pembentukan pembuluh darah baru (proses angiogenesis), (3) mengurangi
kolonisasi bakteri, (4) meningkatkan proliferasi seluler, sehingga keseluruhan
mempercepat pembentukan jaringan granulasi untuk member fasilitas penutupan
luka definitif. Dari hasil penelitian Ford et al, menunjukkan bahwa aplikasi
tekanan negatif (VAC) memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan
terapi pada ulkus dengan 3 FDA Gel - Accuzyme, Iodosorb, dan panafil.(7,8,9)

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan platelet-derived

growth factors (PDGFs) dapat mempercepat penyembuhan lesi dan telah

resisten terhadap pengobatan yang komperhensif Platelet derived wound

healing formula (PDWHF) berasal dari sel alfa platelet dan mengandung

faktor pertumbuhan (growth factors) sebagai berikut :

a. Platelet factors 4 (PF4), yang merangsang netrofil dan monosit, bersifat


chermoattractive dan membantu membersihakan debris dan bakteri.
b. Platelet-derived growth factors (PDGF), adalah suatu unitrogen dan
chermoattractive meningkatkan sintesis matriks, menguatkan matriks,
merangsang monosit dan monoblast untuk mengontrol infeksi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 41


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

c. Platelet derived angiogenesis factor (PDAF) adalah suatu chermoattractive


merangsang pertumbuhan sel endoteliel dan jaringan granulasi oleh karena
itu meningkatkan suplai vaskuler
d. Platelet-derived epidermal growth factor (PDEGF) adalah suatu nitrogen
yang merangsang sel epidermal, menghasilkan epidermal kulit

Dalam suatu penelitian randomized double-blind penggunaan factors


pertumbuhan secara tunggal (factor pertumbuhan fibroblast) kurang berhasil
dalam mempercepat kesembuhan lesi, hal tersebut menunjukkan bahwa untuk
mempercepat peyembuhan suatu lesi diperlukan beberapa factor pertumbuhan
(multiple growth factor).(14,18)

Pada penderita KD sering dijumpai edema kaki, hal ini dapat


meningkatkan insufisiensi vaskuler oleh karena penekanan kapiler (4). Edema
tersebut dapat dikurangi dengan cara menaruh satu bantal di bawah tungkai
penderita. Jangan menaruh elevasi terlalu tinggi karena hal tersebut juga akan
mengganggu sirkulasi (4,15)

5. Biakan Ulkus

Dalam menghadapi kasus KD kita haruslah berpegang bahwa tidak semua


KD mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi tidaklah perlu
dilakukan kultur 13,14. Kuman penyebab infeksi pada KD umumnya adalah : 3,7,9,10

a. Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus.


Streptococcus)
b. Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial,
terdiri dari Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp,
Proteus sp), anaerob ( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp) (18).

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi KD diperlukan kultur.


Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur akan
lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara “curettage” dari hasil
ulkus setelah debridement (4,15) (8)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 42
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Budi Riyanto (1997) mendapatkan penyebab infeksi pada KD di RSUP Dr


Kariadi Semarang yang terbanyak adalah enterobacter (18,6%), protese (10%) dan
eschericiacoli (8,6%). Sedangkan Gatot Soegiarto (1998) di RSUP Dr. Soetomo
Surabaya mendapatkan pseudomonas sp (39,15%), Enterobacter sp (23,20%),
Eschericia sp (1,6%) dan Proteus (5,8%) (13,19).

6. Antibiotika

Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik : 3,5,8,11,13


1. Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri ditempat
yang dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
2. Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri
-bakteri tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi balk,
memungkinkan pemberian dosis yang kecil khususnya pada infeksi
yang ringan — sedang.
3. Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam
jiwa biasanya penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan
antibiotik yang melawan aerob gram positif, aerob gram negatif, dan
anaerob(18,19)

Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan


pada patogen Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life
threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri
Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob). Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan secara injeksi.
(4)

Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan
beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/ tazobactam,
Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.
Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 43


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +


aztreonam, piperacillin/tazobactam +vancomycin, vancomycin +
metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone +
vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan
selama 2 minggu atau lebih.(4,8,9,11)

Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan


sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika
juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama beberapa minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto
polos radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih,
pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
(4,8,9,11)

A. Perbaikan sirkulasi

Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk


penyembuhan maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan
(15)
gangguan rheologi pada penderita tersebut. . Penderita DM mempunyai
kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi dibandingkan yang
bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada plasma, deformabilitas
eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor von
Willbrand’s (20, 21)

Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat


memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.
Perubahan –perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya
menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang mendapat
oksigen (20, 21) Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki oksigenasi
jaringan dapat kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat antibiotic ,
dengan demikian dapat mempercepat penyembuhan (20)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 44


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

John MF Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita


KD yang mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap
hari yang diberikan secara “continous drips” selama 10 hari, dan selanjutnya
diberikan obat tablet per oral, mempunyai lama perawatan yang lebih singkat
15,16
dibandingkan kolompok control

Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit


sehingga obat – obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin,
dypirodamol, nisergolin, indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk Indonesia
adalah cilotazol sering dipakai untuk mengurangi insiden terjadinya PVD pada
penderita DM (20,22)

7. Non weight bearing


Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita KD karena
umunnya kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga
apabila dipakai berjalan maka akan menyebabkan luka bertambah besar dan
dalam, serta menyebabkan bakteri yang ada akan mengadakan penetrasi
lebih dalam sehingga. menghambat penyembuhan. Penggunaan
tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai
non weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk
(4, 15).
mencapainya adalah mempergunakan gips (“contact cast”)
8. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminenia akan sangat
berpengaruh dalain proses penyembuhan. Perlu untuk monitor kadar Hb dan
albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di atas 12 gr / dl
dan albumin darah > 3,5 gr / dl (4,15). Besi, vitamin B12, asam folat
membantu sel darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga
merupakan suatu kofaktor dakam sintesis kolagen, sedangkan vitamin C
dan Zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 45


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

respon imun. (4,15)


Pengelolaan kaki diabetic berdasarkan kriteria Wagner.
Tabel 5. Pengelolaan berdasarkan kriteria Wagner(1,5,7,1015)
Derajat 0 Sepatu yang layak
Edukasi
Perawatan Podiatrik paliatif
Bedah profilaksis
Prevensi
Derajat I Infeksi : kultur permukaan ulkus dan antibiotic
Perawatan luka
Evaluasi Radiologi
Koreksi Stress
Pembedahan
Derajat II Terapi antibiotic
Evaluasi dimensi luka
Evaluasi radiology
Pembedahan
Derajat III Rawat Rumah Sakit untuk terapi antibiotic intravena
Debribement agresif yang dalam untuk diagnosis osteomielitis
Control metabolic
Bedah plastic menutup sebagaimana diperlukan
Derajat IV Amputasi lokal sesuai lokasi nekrosis dan vaskularitas
Derajat V Amputasi mayor dikehendaki

BAB IX
KESIMPULAN

Kaki diabetes merupakan kombinasi arterioskierosis ke-2 tersering


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 46
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

sesudah arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah


tungkai bawah. Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral
Vascular Desease). Ada 3 faktor yang dapat dipandang sebagai predisposisi
kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD, dan infeksi.
Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan
komplikasi iskemia maupun neuropati. Secara. patogenetik, ada 3 faktor utama
(metabolik. autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai sebab
terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus
bersama,faktor genetik dan lingkungan misalnva (alkohol) akan lewat
ke-3 faktor tersebut disebabkan klinis neuropati. Kelainan
makrovaskuler maupun mikrovaskuler terjadi pula pada kaki pasien DM.
Kelainan vaskular tidak begitu berperan pada patogenesis ter jadinya tukak,
tetapi berperan lebih nyata pada penyernbuhan tukak dan kemudian , nasib
kaki. Dari segi praktis maka kaki diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemia
ataupun kaki neuropatik. (3)

Klinisi harus melakukan pemeriksaan kaki yang pada seorang diabetes


harus secara integrative setiap kunjungan secara periodik Selain itu
diperlukan saran sederhana bagi penderita diabetes mellitus untuk perawatan
kaki.
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 47
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Perfusi kulit daerah dengan mengukur transcutaneus oksigen tension
(tcPO2) pada daerah sekitar luka
13. Rehabilitasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik


dalam 1Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; E1-16.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 48


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

2. Preventive Foot Care in People with Diabetes in American


Diabetes Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes
Care, Volume 25, Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79.
3. Djokomoeljanto R, Tinjauan Umum Tentang Kaki Diabetes dalam Makalah
Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; A1-10.
1. Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes
Mellitus dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan
Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2002 ; 57 – 68.
1. Heyder F, Tindakan Pembedahan Pada Kaki Diabetik dalam Makalah
Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997;D1-11.
2. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di
Poliklinik Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V
Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97.
2. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrison”s Principles of Internal
Medicine –15 th Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ;
2001.
3. Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of
Foot problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094.
available at http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/footcare_scope.pdf
4. Abbott C A, Vileikyte L, Williamson S, Charrington A L, Boulton A J
M, Multicenter Study of the Incidence of and Predictive Risk Factors for
Diabetic available at
http://clinicalevidence.com/ceweb/conditions/dia/0602/0602_I5.jsp

10. Kumar, Clarck, Diabetes Mellitus and Other Disorders of Metabolism in


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 49
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Kumar and Clarck Clinical Medicine fifth Edition, WB Saunders,


U K, 2002; 1099 -1100
10. Masharani U, Karam J H, Diabetes Mellitus and Jhipoglicemia in Lange
Medical Book 2002 Current Medical Diagnosis and Treatment 41 st
Edition, Me Graw Hill, 2002, 1233 – 1235
11. Diabetes Foot Care. Last Up Date at June, 2002. Available
from file //www.diabetes.org/
12. Bethesda, Foot Care Kit For Diabetes Help Prevent Amputations in
National Diabetes Education Program. Last Up date : 2001.
Available from file ://ndep.nih.gov/
13. Skin and Foot Care in The Healing Handbook for Persons with Diabetes.
Last Up date : January 2, 1998. Available from file http: // Skin
Care and Foot Care for Diabetes.htm.
14. Diabetic Foot Care. Last Up Date : 2000. Available from file : A:Diabetic
Foot Care-Diabetes.htm
15. Why is Foot Care is Important for Person with Diabetes. Last Up Date : June
7, 2000. Available from file : A:\VirtA Hospital Foot Care.htm
16. Sutjahjo A, Pengobatan Hiperbarik Pada Kaki Diabetik dalam
Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,"1997; Bl-1 1.
17. Riyanto B, Antibiotik dan Profit Kuman Pada Pendenta Kaki Diabetik
dalam Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; C 1 -8
18. Eneroth M, Larson J Apelqvist J, Deep Foot Infections in Patients
with Diabetes and Foot Ulcer An Entity with Different Characteristics,
Treatments, and Prognosis.Journal of Diabetes and Its Complications
1999; 13; 254 – 263..
19. Lipsky B A, Evidence-Based Antibiotic Therapy of Diabetic Foot
Infections. Imunology and Medical Microbiology 26 (1999); 267 - 276.
20. Tan J S, Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Bailliere

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 50


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009
Kaki Diabetik Asep (406080089)

Clinical Rheumatology vol. 13, No I, 1999 ; 149-161.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 51


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 24 Agustus 2009- 7 November 2009

Anda mungkin juga menyukai