Anda di halaman 1dari 42

FARMAKOLOGI DASAR OBAT ANTIARITMIA

Aritmia disebabkan karena aktivitas pacu jantung yang abnormal atau penyebaran impuls
abnormal. Jadi, pengobatan aritmia bertujuan mengurangi aktivitas pacu jantung ektopik dan
memperbaiki hantaran atau pada sirkuit reentry yang membandel ke pergerakan melingkar
yang melumpuhkan. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan adalah,
Hambatan saluran natrium
Hambatan efek otonom simpatis pada jantung
Perpanjangan periode refrakter yang efektif
Hambatan pada saluran kalsium
OBAT-OBAT ANTIARITMIA SPESIFIK
Obat antiaritmia telah lama dibagi atas empat golongan yang berbeda atas dasar mekanisme
kerjanya. Golongan I terdiri atas penghambat saluran natrium, semuanya memiliki sifat
seperti anestesi lokal. Golongan I sering dibagi menjadi sub bagian tergantung pada
kelangsungan kerja potensial; Golongan IA memperpanjang, IB memperpendek, dan IC tidak
mempunyai efek atau dapat meningkatkan sedikit berlangsungnya kerja potensial. Obat yang
mengurangi aktivitas adrenalin merupakan Golongan II. Golongan III terdiri atas obat yang
memperpanjang periode refrakter efektif oleh suatu mekanisme berbeda daripada hambatan
saluran natrium.
OBAT PENGHAMBAT SALURAN NATRIUM (GOLONGAN I)
KUINIDIN (GOLONGAN IA)
Kuinidin merupakan obat paling umum yang digunakan secara oral sebagai antiaritmia di
Amerika Serikat. Kuinidin menekan kecepatan pacu jantung serta menekan konduksi dan
ekstabilitas terutama pada jaringan yang mengalami depolarisasi.
Kuinidin bersifat penghambat adrenoseptor alfa yang dapat menyebabkan atau meningkatkan
refleks nodus sinoatrial.
Efek ini lebih menonjol setelah pemberian intravena.
Biasanya diberikan peroral dan segera diserap oleh saluran cerna. Digunakan pada hamper
segala bentuk aritmia.
PROKAINAMID (GOLONGAN IA)
Efek elektrofisiologik prokainamid sama seperti kuinidin. Obat ini mungkin kurang efektif

pada penekanan aktivitas pacu ektopik yang abnormal tetapi lebih efektif pada penghambatan
saluran natrium pada sel yang mengalami depolarisasi.
Prokainamid mempunyai sifat penghambat ganglion. Dengan konsetrasi teraupeutik, efek
pembuluh darah perifernya kurang menonjol daripada dengan kuinidin.
Prokainamid aman diberiakan intravena dan intamuskular serta diabsorbsi baik melalui oral
dengan 75% keberadaan bilogik sistemik.
DISOPIRAMID (GOLONGAN IA)
Disopiramid fosfat erat hubungannya dengan isopropamid, obat yang telah lama digunakan
dengan sifat antimuskariniknya.
Efek antimuskarinik terhadap jantung bahkan lebih jelas daripada kuinidin. Karenannya, obat
yang memperlambat hantaran atrioventrikular harus diberikan bersama-sama dengan
disopiramid pada pengobatan kepak serambi atau fibrilasi atrium.
IMIPAMIN (GOLONGAN IA)
Imipramin adalah antidepresan trisiklik yang juga mempunyai aktivitas antiaritmia. Kerja
elektrofisiologik dan aktivitas dalam klinik adalah sama dengan kuinidin. Dosis permulaan
sebaiknya lebih kecil, sebab efek samping obat ini sangat menonjol dan dikurangi sambil
meningkatkan dosis perlahan-lahan.
AMIODARON (GOLONGAN I, II, III, & IV)
Sangat efektif terhadap bermacam-macam aritmia, tetapi efek samping yang menonjol dan
sifat farmakokinetik yang tidak biasa menyebabkan penggunaannya dibatasi di Amerika
Serikat.
LIDOKAIN (GOLONGAN IB)
Lidokain adalah obat antiaritmia yang paling lazim dipakai dengan pemberian secara
intravena. Insidens toksisitasnya rendah dan mempunyai efektivitas tinggi pada aritmia
dengan infark otot jantung akut.
Lidokain merupakan penghambat kuat terhadap aktivitas jantung yang tidak normal, dan
tampaknya selalu bekerja pada saluran natrium.
Karena obat ini merupakan metabolisme hati pada lintas pertama, hanya 3% lidokain yang
diberikan per oral terdapat dalam plasma. Lidokain adalah obat pilihan untuk menekan
takikardia ventrikel dan fibrilasi setelah kardioversi.

TOKAINID & MEKSILETIN (GOLONGAN IB)


Tokainid & Meksiletin adalah turunan lidokain yang tahan terhadap metabolisme hati pada
lintasan pertama. Karena itu dapat digunakan melalui oral. Kedua obat menyebabkan efek
samping neurologik, termasuk tremor, penglihatan kabur, dan letargik.
FENITOIN (GOLONGAN IB)
Karena efektivitasnya terbatas, maka hanya dipertimbangkan sebagai obat barisan kedua pada
pengobatan aritmia.
FLEKAINID (GOLONGAN IC)
Flekainid adalah penghambat saluran natrium yang kuat terutama digunakan untuk
pengobatan aritmia ventricular. Flekainid dipakai sebagai cadangan mutakhir untuk pasien
takiaritmia ventricular yang berat dengan resiko rasio manfaat lebih menguntungkan.
PROPAFENON (GOLONGAN IC)
Mempunyai struktur mirip dengan propranolol dan mempunyai aktivitas penghambat beta
yang lemah. Spectrum kerjanya mirip dengan kuinidi. Potensi penghambat saluran natrium
mirip dengan flekainid.
MORISIZIN (GOLONGAN IC)
Menghasilkan berbagai metabolit pada manusia, beberapa diantaranya mungkin aktif dan
mempunyai waktu paruh yang panjang. Efek samping yang lazim terjadi adalah kepala
pusing dan mual.

OBAT-OBAT PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR BETA (GOLONGAN II)


Propanolol dan obat sejenisnya mempunyai sifat antiaritmia karena kemampuannya sebagai
penghambat reseptor beta dan efek terhadap membrane secara langsung.
OBAT-OBAT YANG MEMPERPANJANG PERIODE REFRAKTER EFEKTIF
DENGAN MEMPERPANJANG AKSI POTENSIAL (GOLONGAN III)

BRETILIUM
Obat ini mempengaruhi pelepasan ketekolamin saraf tetapi juga mempunyai sifat sebagai
antiaritmia secara langsung. Bretilium memperpanjang masa kerja potensial ventrikel (bukan
atrium) dan efektif terhadap periode refrakter. Jadi, bretilium dapat mengubah pemendekan
masa kerja potensial yang disebabkan oleh iskemik.
Efek samping utama adalah hipotensi ortostatik. Mual dan muntah dapat terjadi setelah
pemberian intravena bolus bretilium. Bretilium hanya digunakan untuk keadaan gawat
darurat.
SOTALOL
Adalah penghambat kerja beta nonselektif yang juga memperpanjang masa kerja potensial
dan merupakan obat antiaritmia yang efektif.
VERAPAMIL
Mengahmbat saluran kalsium baik yang aktif maupun yang tidak aktif. Jadi, efeknya lebih
jelas pada jaringan yang sering terangsang, yang berpolarisasi kurang lengkap pada keadaan
istirahat, dan aktivitasnya hanya tergantung pada aliran kalsium, seperti nodus sinoatrial dan
atrioventrikular.
DILTIAZEM DAN BEPRIDIL
Obat ini tampak sama manfaatnya dengan verapamil pada penanggulangan aritmia
supraventrikular, termasuk control kecepatan pada fibrilasi atrium.

BERBAGAI MACAM OBAT-OBAT ANTIARITMIA


ADENOSIN
Adalah nukleosid yang berada di seluruh tubuh secara alamiah. Adenosine menyebabkan
muka merah pada kira-kira 20% pasien dan pernapasan singkat atau dada seperti terbakar
lebih dari 10%.
MAGNESIUM
biasanya digunakan untuk pasien aritmia yang disebabkan oleh digitalis yang mengalami
hipomagnesemia, infuse magnesium telah ditemukan mempunyai efek antiaritmia pada

beberapa pasien yang mempunyai kadar magnesium normal.


KALIUM
Efeknya dapat disimpulkan :
Kerja depolarisasi potensial istirahat
Kerja potensial membrane yang menstabilkan

PRINSIP PENGGUNAAN KLINIK OBAT-OBAT ANTIARITMIA


Kemungkinan pengobatan dengan berbagai obat menjadi efektif tergantung pada hubungan
antara dosis obat yang dibutuhkan guna menghasilkan efek terapi yang diinginkan dan dosis
obat yang berhubungan dengan toksisitas.
Manfaat pengobatan antiaritmia sebenarnya secara relative sukar dibuktikan.
Berbagai ketentuan penting yang harus dibuat sebelum memulai pengobatan berbagai
antiaritmia :
Berbagai factor yang menyebabkan aritmia harus disingkirkan
Diagnosa aritmia harus dibuktikan dengan tegas.
Penting untuk membuktikan dasar yang dapat dipercaya lalu menilai keuntungan berbagai
penanggulangan pengaruh aritmia.
Hanya dengan identifikasi irama jantung yang abnormal tidak selalu butuh pengobatan
aritmia.

Terapi aritmia yang optimal, memerlukan pemahaman yang baik tentang farmakokinetik obat
aritmia dan pengaruh penyakit terhadap obat tersebut, serta efeksamping dan interaksi obat
juga perlu diperhatikan. Obat aritmia dikelompokkan menurut efek elektrofisiologik dan
mekanisme kerjanya menjadi lima, yaitu:

Kelas I : Penyakit kanal natrium

Depresi sedang fase 0 dan konduksi lambat (+2), memanjangkan repolarisasi


(kuinidin, prokainamid, dan disopiramid)

Depresi minimal fase 0 dan konduksi lambat (0 1+), mempersingkat repolarisasi


(lidokain, meksiletin, fenitoin, dan tokainid)

Depresi kuat fase 0 dan konduksi lambat (3+ 4+), efek ringan terhadap repolarisasi
(enkainid, flekainid, indekainid, dan propafenon)

Kelas II: Penyekat adrenoreseptor beta (propanolol, esobutanol, dan esmolol)


Kelas III: Memanjangkan reolarisasi (amiodaron, bretilium, sotalol, dofetilid, dan ibutilid)
Kelas IV: Penyekat kanal Ca++ (verapamil dan diltiazem)
Kelas V: Lain-lain (digitalis, adenosin, dan magnesium
Pembahasan obat
Kelas IA
Obat aritmia ini dapat menyebabkan depresi berat nodus sinoatrial, tetapi hanya disopiramid
yang dengan jelas memperlambat aktivitas sinus SA jantung manusia yang mengalami
denervasi. Pada manusia normal kuinidin dapat meningkatkan irama sinus melalui
penghambatan kolinergik atau secara refleks meningkatkan perangsangan simpatis. Dalam
kadar terapi, kuinidin, prokainamid, dan disopiramid secara nyata menurunkan kecepatan
picu serabut purkinje. Efek ini terjadi secara langsung yaitu mengurangi kemiringan
depolarisasi fase 4 dan mengubah potensial ambang mendekati 0. Amplitudo, lonjakan
(overshoot) dan Vmax fase 0 di atrium, ventrikel, dan sel purkinje diturunkan secara dosedependent tanpa perubahan yang nyata dari Vm.
Pada hewan percobaan, kuinidin mempunyai efek menghambat efek stimulasi vagus atau
asetilkolin. Kuinidin juga mempunyai sifat penyekat reseptor-alfa. Kerja ini dapat
menyebabkan vasodilatasi, yang melalui baroreseptor merangsang aktivasi saaraf simpatis.
Secara bersamaan, penghambatan kolinergik dan peningkatan aktivitas adrenergik-beta yang

disebabkan oleh kuinidin ini dapat meningkatkan kecepatan sinus dan memperkuat konduksi
pada nodus AV pada sebagian pasien. Sementara itu obat lainnya mempunyai efek yang lebih
lemah.
Kuinidin bila diberikan secara oral, kuinidin sulfat diabsorpsi dengan cepat dan kadar puncak
dalam plasma tercapai dalam waktu 60-90 menit. Penyerapan kuinidin glukonat lebih lambat
dan kurang sempurna, kadar plasma daapt tercapai setelah 3-4 jam sesudah pemberian oral.
Kuinidin apabila diberikan secara intramuskular akan menimbulkan rasa sakit pada tempat
suntikan dan meningkatkan kreatin kinase plasma secara nyata.
Sekitar 90% kuinidin terikat pada protein. Obat ini didistribusikan dengan cepat hampir
kesemua jaringan kecuali otak, dan volume distribusinya (vd) adalah 2-3 liter perkilogram.
Metabolismenya sebagian besar di hati dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Kuinidin difiltrasi
diglomeruli dan diekskresi oleh tubuli proksimal. Karena kuinidin adalah basa lemah,
reabsorpsinya ditekan dan ekskresinya diperkuat bila pH urin asam. Bila pH urin ditingkatkan
dari 6-7 menjadi 7-8, klirens kuinidin oleh ginjal berkurang sebanyak 50% dan kadarnya
dalam plasma meningkat. Keadaan ini dalam klinik jarang terjadi, kecuali bila pasien minum
natrium bikarbonat atau asetalzolamid atau bila ada asidosis tubuli ginjal.
Prokainamid diabsorpsi dengan cepat hampir sempurna setelah pemberian peroral pada orang
nomal. Kadar puncak dicapai 45-70 menit setelah minum kapsul, tetapi sedikit lambat apabila
dalam bentuk tablet. Dalam minggu pertama setelah infark miokard akut, absorpsi oral dapat
memburuk, tercapainya kadar puncak mungkin sangat terlambat, dan kadar obat mungkin
tidak cukup untuk mengontrol aritmia. Sekitar 20% prokainamid terikat protein dalam
plasma. Obat ini dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh kecuali otak, dan volume
distribusinya (Vd) sekitar 2 liter perkilogram. Akan tetapi nilai ini dapat menurun banyak
pada pasien gagal jantung atau syok. Obat ini dieliminasi melalui ekskresi ginjal dan
metabolisme hati. Sampai sekitar 70% dari dosis prokinamid dieliminasi dalam bentuk yang
tidak bisa berubah dalam urin. Prokainamid adalah basa lemah yang mengalami filtrasi,
ekresi, dan reabsorpsi diginjal. Peningkatan pH urin menyebabkan penurunan ekskresi
prokainamid. Bila fungsi ginjal menurun, kadar prokainamid dalam plasma akan meningkat
nyata. Apabila kadar ureum darah meningkat, frkasi dosis prokainamid yang diekskresikan
secara utuh menurun, dan N-asetil prokainamid (NAPA) dapat berakumulasi ketingkat
berbahaya.

Disopiramid sekitar 90% dosis oral diabsorpsi dan sebagian kecil mengalami metabolisme
lintas pertama di hati. Kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam setelah pemberian
oral. Pada kadar terapi yang normal kira-kira 70% disopiramid terikat pada protein plasma,
fraksi yang terikat berbanding terbalik dengan kadar total dalam plasma. Volume distribusi
(Vd) disopiramid adalah sekitar 0,6 liter perkilogram, tetapi nilai ini tergantung dosis karena
ikatan proteinnya jenuh. Sekitar 50% dosis disopiramid dieksresikan oleh ginjal dalam
keadaan utuh, 20% dalam bentuk metabolit dealkilasi, dan 10% dalam bentuk lain. Metabolit
monodealkilasi memiliki efek antiaritmia dan antikolinergiknya yang lebih lemah dari
senyawa induk. Waktu paruh eliminasi adalah 5-7 jam, dan nilai ini memanjang pada gagal
ginjal dapat mencapai 20 jam atau lebih.
Obat-obat dalam kelas IA mempunyai spektrum luas dan efektif untuk pengobatan jangka
panjang dan jangka pendek aritmia supraventrikel dan ventrikel. Rekaman EKG selama 24
jam perlu dilakukan beberapa kali untuk meyakinkan kontrol aritmia yang memadai, juga
perlu diperhatikan secara cermat akan kemungkinan timbulnya reaksi toksik. Obat aritmia ini
dapat digunakan untuk pengobatan takikardia supraventrikel paroksimal (PSVT) baik yang
disebabkan arus balik di nodus AV maupun pada sindrom Wolff-Parkinson-White; sebagai
obat pemeliharaan setelah DC shock guna mencegah kambuhnya penyakit; efektif untuk
pengobatan jangka panjang depolarisasi prematurasi ventrikel dan takikardia ventrikel
berulang atau untuk mencegah fibrilasi ventrikel. Obat aritmia ini tidak digunakan untuk
pengobatan takikardia ventrikular menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis, karena efek
toksiknya mudah timbul.
Kuinidin mempunyai rasio terapi yang rendah karena efek sampingnya yang berbahaya. Pada
kadar obat yang tinggi efek toksik terhadap jantung menjadi berat, sehingga dapat timbul
blokade atau henti SA, blokade AV derajat tinggi, aritmia ventrikel atau asistol pada akhirnya
bisa menjadi sangat berbahaya menjadi aritmia bentuk aneh (bizarre arrhythmias). Selain itu
kuinidin dapat menyebabkan sinkop atau mati mendadak. Efek samping lain dari kuinidin
adalah cinchonism ringan yang gejalanya meliputi tinitus , tuli, penglihatan kabur, dan
keluhan saluran cerna. Pada keracunan berat timbul sakit kepala, diplopia, fotopobia,
perubahan persepsi warna, bingung, delirium dan psikosis.
Prokainamid efek sampingnya hampir sama dengan kuinidin hanya lebih ringan. Prokainamid
juga dapat menyebabkan gejala yang menyerupai lupus eritematosus sistemik (SLE).
Disopiramid dapat menurunkan curah jantung dan kinerja ventrikel kiri melalui efek depresi

langsung atau kontriksi aleriolar, sehingga harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien
dengan bakat gagal jantung.
Interaksi obat yang dapat terjadi pada obat aritmia jenis ini adalah dengan obat yang dapat
menginduksi enzim hati, seperti fenobarbital atau fenitoin, dengan efek dapat memperpendek
lama kerja kuinidin dengan cara mempercepat eliminasinya. Selain itu, apabila kuinidin
diberikan pada pasien yang mempunyai kadar digoksin plasma yang stabil , kadar digoksinya
akan meningkat dua kali karena klirensnya menurun. Kadang-kadang pada pasien yang
sedang menerima antikoagulan oral terjadi peningkatan waktu protrombin setelah pemberian
kuinidin. Karena kuinidin mempunyai efek penyekat adrenoreseptor-alfa, interaksi aditif
dapat terjadi bila diberikan dengan vasodilatif atau obat penurun volume plasma. Peningkatan
kadar K+ plasma akan memperbesar efek obat antiaritmia kelas IA terhadap konduksi jantung.
Kelas IB
Obat aritmia kelas IB sedikit sekali mengubah depolarisasi fase 0 dan kecepatan konduksi
diserabut purkinje bila nilai Vm normal. Berlawanan dengan obat IA, obat kelas IB
mempercepat repolarisasi membran. Dalam kadar terapi, obat kelas IB jarang menekan
nodus SA, tetapi penekanan dapat terjadi ada pasien yang mengidap gangguan sinus. Dalam
kadar terapi, obat ini mengurangi kemiringan depolarisasi fase 4 pada serabut purkinje. Efek
ini disebabkan oleh penurunan arus pacu dan peningkatan arus ion K+ keluar sel. Akan tetapi,
kemampuan tokainid dan meksiletin untuk mengurangi automatisasi serabut purkinje lebih
mirip kuinodin, yaitu menggeser potensial ambang kearah nilai Vm yang lebih positif.
Lidokain juga dapat menekan automatisasi pada serabut purkinje yang terdepolarisasi dan
terenggang, dan baik lidokain amupun fenitoin efektif dalam meniadakan trigerred activity
pada delayed afterdepolarization yang disebabkan oleh digitalis. Efek ini timbul karena arus
K+ keluar lebih banyak dari pada arus kedalam sel yang kecil yang menyebabkan
depolarisasi, atau karena penurunan arus Na+ kedalam sel.
Obat kelas IB menyebabkan peningkatan ambang arus listrik diastolik pada serabut purkinje
dengan cara meningkatkan konduktansi K+ tanpa mengubah nilai Vm atau potensial ambang.
Hubungan Vmax dan Vm di serabut purkinje hanya sedikit diubah oleh lidokain dalam kadar
terapi, terapi respon cepat dicegah pada nilai Vm yang rendah. Efek ini disebabkan karena
lidokain meningkatkan arus K+ keluar sel. Efek lidokain terhadap kesigapan membran
tergantung pada kadar K+ dalam sel; bila rendah maka pengaruh lidokain sedikit, bila tinggi

maka lidokain dalam kadar terapi menurunkan Vmax pada setiap nilai Vm. Lidokain dan
obat lain dalam kelas IB biasanya tidak mempengaruhi kecepatan konduksi dalam sistem hispurkinje atau otot ventrikel yang normal. Dalam keadaan normal obat ini dapat meningkatkan
atau menurunkan kecepatan konduksi pada kedua jaringan tersebut. Pada jaringan iskemik
obat kelas IB menurunkan kecepatan konduksi secara nyata. Pada jaringan yang
terdepolarisasi oleh rengangan atau bila K+ ekstra sel yang rendah, lidokain dapat
menyebabkan hiperpolarisasi dan eningkatan yang nyata dari sistem konduksi. Belum
diketahui apakah obat lain dalam kelas IB mempunyai sifat yang sama seperti lidokain.
Obat aritmia kelas IB hampir tidak mempengaruhi lama potensial aksi serabut atrium. Obatobat ini menurunkan secara nyata lama potensial aksi diserabut purkinje dan otot ventrikel.
Efek ini terjadi karena penghambatan arus Na+ yang terjadi selama fase plateau potensial
aksi. Perubahan yang nyata terlihat pada bagian his-purkinje, dimana lama potensial aksi
paling panjang. Obat-obat ini memperpendek masa refrakter efektif.
Obat kelas IB dapat meniadakan arus-balik di ventrikel dengan cara menimbulkan blokade
dua arah atau memperbaiki konduksi. Blokade searah dalam arus balik pada jaringan iskemik
diubah menjadi blokade dua arah. Pada pasien dengan gangguan nodus AV dan konduksi
ventrikel, tokainid dan meksiletin lebih efektif menurunkan konduksi dari pada lidokain.
Obat kelas IB jauh kurang efektif dibandingkan obat kelas IA dalam memperlambat frekuensi
denyut atrium pada flutter dan fibrilasi atrium, atau dalam mengubah aritmia ini menjadi
irama sinus. Hal ini disebabkan oleh efek obat-obat kelas IB terhadap refractoriness dan
kesigapan atrium sangat kecil.
Sistem saraf otonom tidak dipengaruhi oleh obat kelas IB kecuali fenitoin. Efek fenitoin
kebanyakan berasal dari SSP, serabut eferen vagus dipengaruhi, dan serabut eferen saraf
simpatis jantung yang terangsang pada intoksikasi digitalis dapat ditekan oleh fenitoin.
Lidokain diserap dengan baik melalui pemberian peroral, obat ini mengalami metabolisme
yang ekstensif sewaktu melewati hati, dan hanya sepertiga yang dapat mencapai sirkulasi
sistemik. Banyak pasien yang mengalami mual dan muntah, dan gangguan perut setelah
pemberian peroral, sehingga cara ini tak digunakan lagi. Obat ini hampir sempurna diserap
melalui pemberian intramuskular. Sekitar 70% lidokain dalam plasma terikat protein, hampir
semuanya dengan alfa1-acid glycoprotein. Distribusinya cepat dengan volume distribusi (Vd)

1 liter perkilogram, volume ini menurun pada pasien gagal jantung. Lidokain tidak
diekskresikan secara utuh diurin. Dietilasi di hati menghasilkan metabolit yang aktif dan tak
aktif. Klirens lidokain mendekati kecepatan aliran darah di hati, sehingga perubahan aliran
darah hati akan merubah metabolisme. Waktu paruh eliminasi adalah sekitar 100 menit.
Fenitoin dalam saluran cerna diabsorpsi lambat dan tak menentu. Absorpsi setelah suntuikan
intramuskular juga lambat dan tak sempurna. Sekitar 90% fenitoin dalam plasma diikat oleh
albumin, fraksi ini berkurang bila ada uremia. Obat ini dieliminasi melalui hidroksilasi di hati
dan metabolit yang terbentuk tidak berkhasiat antiaritmia. Metabolisme berlangsung lambat
dan tidak dipengaruhi oleh perubahan aliran darah hati. Sistem enzim yang memetabolisme
fenitoin menjadi jenuh pada rentang kadar terapi. Oleh karena itu, waktu paruh untuk
eliminasi bergantung pada dosisnya, dan toksisitas dapat muncul secara tidak terduga.
Tokainid diabsorpsi dengan sempurna setelah pemberian peroral, kadar puncak dalam plasma
muncul dalam waktu 1-2 jam, sekitar 40% tokainid diekskresikan dalam urin dalam bentuk
utuh. Waktu paruh dalam plasma adalah 11-15 jam, dan nilai ini naik duakali lipat pada
pasien gagal ginjal atau gagal hati.
Meksiletin pada pemberian peroral diabsorpsi dengan baik dan bioavaibilitas sistemiknya
adalah sekitar 90%. Obat ini dieliminasi melalui metabolisme hati, sekitar 10% dosis ditemui
dalam bentuk yang tak brubah diurin. Waktu paruhnya sekitar 10 jam.
Lidokain hanya digunakan untuk pengobatan aritmia ventrikel yang disebabkan oleh infark
miokard akut, bedah jantung terbuka, dan digitalis. Fenitoin penggunaan terapinya hampir
sama dengan lidokain hanya saja lidokain lebih mudah diberikan. Fenitoin juga dapat
digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikel yang menetap pada pasien penyakit jantung
koroner, dan taki aritmia yang menyertai sindrom Q-T panjang juga dapat diobati secara
efektif, bila fenitoin diberi bersama dengan penyekat adrenoresseptor-beta. Fenitoin tidak
efektif untuk penyakit aritmia atrium seperti flutter, fibrilasi atrium, dan SVT. Sedangkan
tokainid dan meksiletin di indikasikan untuk pengobatan aritmia ventrikel pada pasien yang
tidak berespon terhadap pengobatan kuinidin atau obat lain dan kelas IA.
Obat aritmia kelas IB mempunyai efek samping jantung yang lebih ringan dari kelas IA atau
IC. Lidokain efek sampingnya utamanya pada SSP, seperti disosiasi, parestia, mengantuk dan
agitasi; pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan pendengaran berkurang ,

disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas. Efek samping fenitoin hampir sama
dengan lidokain, yaitu pada SSP mengantuk, nistagmus, vertigo, ataksia, dan mual. Tokainid
dan meksiletin juga mempunyai efek samping terhadap SSP dimana terjadi pusing, ringan
kepala, tremor, dan saluran cerna. Selain itu tokainid juga dapat menimbulkan
granulositopenia yang dapat diikuti oleh infeksi, sepsis, dan kematian.
Interaksi obat terhadap beta blocker dapat mengurangi aliran darah hati pasien penyakit
jantung, dan akan menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme lidokain dan
meningkatkan kadarnya dalam plasma. Selain itu, obat-obat yang bersifat basa dapat
menggantikan lidokain dari ikatannya pada alfa1-acid glycoprotein. Kadar lidokain plasma
meninggi pada pasien yang menerima simetidin. Lidokain dapat memperkuat efek
suksinilkolin. Metabolisme fenitoin dapat dipercepat bila diberikan bersama fenitoin dan
rifampisin.
Kelas IC
Obat kelas ini berafinitas tinggi terhadap kanal Na+ di sarkolema. Obat ini merupakan obat
antiaritmia yang sangat poten dalam memperlambat konduksi dan menekan arus masuk
Na+kedalam sel. Obat-obat kelas IC terikat kuat dan menyekat kanal Na+ yang dapat
menurunkan Vmax dan lonjakan (overshoot) potensial aksi di atrium, ventrikel dan serabut
purkinje dibandingkan dengan penghambat kanal Na+ lainnya.
Flekainid diabsorpsi hampir sempurna melalui pemberian peroral dan kadar puncak dalam
plasma muncul dalam waktu 3 jam. Flekainid dimetabolisme oleh hati, sekitar 40%
diekskresikan melalui urin dalam bentuk tak berubah dan metabolitnya tidak berkhaisat
antiaritmia. Waktu paruhnya sekitar 11 jam. Flekainid dapat berakumulasi pada pasien gagal
ginjal,jadi harus dipantau EKGnya.
Enkainid diabsorpsi hampir sempurna melalui pemberian peroral, tetapi bioavaibilitasnya
turun menjadi 30% melalui metabolisme lintas pertama di hati. Kadar puncak dalam plasma
tercapai dalam waktu 30-90 menit. Di hati dimetabolisme oleh sitokrom P450 dengan waktu
paruh 2-3 jam.

Interaksi obatnya, simetidin dapat mengurangi klirens flekainid total sebanyak 13-27%.
Pemberian flekainid dengan digoksin dapat meningkatkan kadar digoksin. Bila diberikan
bersama propanolol, kadar kedua obat akan naik.
Efek sampingnya, bisa terjadi proaritmia pada 8-15% pasien dengan aritmia ventrikel
maligna. Nekainid dan flekainid meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti jantung
pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dan aritmia ventrikel asimptomatik.
Dosis terapi flekainid dan enkainid yang tinggi menyebabkan gangguan penglihatan pada 1015% pasien. Propafenon dilaporkan menimbulkan granulositopenia dan SLE. Kadar plasma
flekanamid, enkainid, dan propafenon meningkat bila diberikan bersama simetidin.

Kelas II Beta Blocker


Beta blocker mempunyai efek anti aritmia karena dapat menghambat dengan selektif
terhadap adrenoreseptor-beta
Propanolol pemberian oral dengan absorpsi baik, tetapi metabolisme lintas pertamanya
menurunkan bioavaibilitasnya menjadi 25%. Waktu paruhnya 4 jam. Eliminasinya di hati.
Asetobutalol mempunyai bioavaibilitas peroral 50%. Waktu paruhnya 3 jam dan 8-12 jam
untuk diasetolol. Eliminasi di ginjal
Esmolol diberikan secara intravena. Waktu paruhnya 2 menit
Penggunaan terapinya, pada pengobatan takiaritmia supraventrikel, yang meliputi fibrilasi,
atrium, flutter atrium atau takikardia supraventrikel paroksimal. Tujuannya terapi ini adalah
untuk memperlambat denyut ventrikel bukan meniadakan aritmia. Esmolol diindikasikan
untuk mengontrol dengan cepat denyut nadi ventrikel pada pasien dengan fibrilasi dan flutter
atrium pasca bedah atau keadaan darurat lain dimana dibutuhkan obat yang masa kerjanya
singkat. Dalam tiga uji klinik besar, propanolol , metoprolol, dan timolol diperlihatkan efektif
untuk menurunkan kematian dan infark non fatal dalam waktu 1 tahun setelah serangan
infark pertama.

Efek sampingnya, dapat menyebabkan hipotensi pada pasien gagal jantung. Serta,
penghentian beta-blocker secara mendadak pada pasien angina pektoris dapat memperberat
angina dan aritmia jantung dan menimbulkan infark miokard akut.
Kelas III
Obat-obat dalam kelas ini mempunyai sifat farmakologik yang berbeda-beda tetapi samasama mempunyai kemampuan memperpanjang lama potensial aksi dan refraktoriness serabut
purkinje dan serabut otot ventrikel. Obat-obat ini menghambat sistem saraf otonom secara
nyata melalui penghambatan adrenoreseptor secara non kompetitif.
Bretilium absorpsinya buruk. Melalui injeksi intramuskular. Tidak dimetabolisme, langsung
dieliminasi hampir semuanya di ginjal. Waktu paruhnya 9 jam dan naik menjadi 15-30 jam
pada pasien gagal ginjal.
Amiodaron diabsorpsi secara lambat atau tidak sempurna melalui peroral. Bioavaibilitasnya
30%. Kadar puncak tercapai setelah 5-6 jam. Dimetabolisme secara lambat di hati. Waktu
paruhnya panjang 25-60 hari.metabolitnya aktif.
Sotalol diabsorpsi dengan cepat melalui peroral. Bioavaibilitas hampir 100%. Kadar
maksimum setelah 2-3jam. Waktu paruhnya 10-11 jam. Eliminasinya melalui urin.
Penggunaan terapinya, bretilium hanya diindikasikan untuk pengobatan aritmia ventrikel
yang mengancam jiwa. Pemberian bretilium harus dilakukan di ruang perawatan intensif.
Amiodaron dapat digunakan untuk fibrilasi atrium berulang dan untuk takikardia ventrikel
yang tak stabil dan berkelanjutan. Sotalol merupakan obat yang lebih aman dibandingkan
amiodaron, sehingga dapat dijadikan obat lini pertama menangani aritmia ventrikel maligna.
Sotalol juga efektif untuk pengobatan takikardia supraventrikel paroksimal dan fibrilasi
atrium.
Bretilium dapat memberikan efek samping hipotensi. Amiodaron mempunyai efek samping
yang sering terjadi dan sangat meningkat secara nyata setelah 1 tahun pengobatan, dapat
mengenai berbagai obat dan dapat menyebabkan kematian.
Interaksi obatnya, amiodaron meningkatkan kadar dan efek digoksin, warfarin, kuinidin,
prokainamid, fenitoin, enkainid, fenkainid, dan diltiazem. Amiodaron meningkatkan

kecenderungan bradikardia, henti sinus, dan penghambatan AV bila diberikan bersama betablocker dan atau penghambat kanal Ca.
Kelas (Antagonis Kalsium) IV
Efek klinis penting dari antagonis Ca adalah penekanan potensial aksi yang Ca dependent dan
perambatan konduksi di nodus AV.verapamil adalah satu-satunya penghambat kanal Ca yang
dipasarkan sebagai obat anti aritmia. Pemberiannya secara intravena.
Penggunaan terapinya, verapamil telah menjadi obat pilihan pertama untuk pengobatan
serangan akut takikardia supraventrikel paroksimal yang disebabkan oleh arus balik pada
nodus AV atau karena anomali hubungan nodus AV. Verapamil juga bermanfaat untuk
penurunan segera respon ventrikel pada fibrilasi atau flutter atrium bila aritmia tidak disertai
dengan sindrom Wolff-Parkinson-White. Verapamil dan diltiazem tidak digunakan pada
pengobatan aritmia ventrikel, kecuali penyebabnya adalah spasme arteri koronaria.
Efek sampingnya yang utama dari verapamil dan diltiazem adalah pada jantung dan saluran
cerna. Pemberian intravena dikontraindikasikan pada pasien hipertensi, gagal jantung berat,
sindroma sinus sakit, blok AV, sindroma Wolff-Parkinson-White atau takikardia ventrikel.
Interaksi obatnya, pemberian verampamil bersama beta blocker atau digitalis secara aditif
dapat menimbulkan bradikardia atau blok AV. Pemberian verapamil atau diltiazem bersama
reserpin atau metildopa, yang dapat mendepresikan sinus dan akan memperhebat bradikardia.
Kelas V (lain-lain)
Ada tiga yaitu digitalis, adenosin, dan magnesium
Digitalis mempunyai khas vagotonik yang menyebabkan penghambatan aliran kalsium di
nodus AV dan aktivasi aliran kalsium yang diperantarai asetilkolin di atrium. Efeknya secara
tak langsung adalah hiperpolarisasi, pemendekan aksi potensial atrium dan peningkatan masa
refrakter di nodus AV. Digitalis dikhususkan untuk fibrilasi atrium yang menyertai payah
jantung

Adenosin adalah nukleosid yang alamiah ada dalam tubuh. Adenosin mengaktifkan aliran ion
kalium yang sensitif asetilkolin di atrium, sinus, dan nodus AV, yang menghasilkan
pemendekan lama aksi potensial, hiperpolarisasi dan pelambatan automtisitas.
Magnesium mempunyai efek terhadap jantung dapat langsung dan tak langsung melalui
efeknya terhadap homeostasis kalium dan kalsium. Magnesium memperpanjang siklus sinus,
memperlambat konduksi AV, dan memperlambat konduksi intraartrial dan intravena.
Magnesium juga memperpanjang masa refrakter efektif atrium, nodus AV, dan ventrikel.

Obat obat antiaritmia dibagi menjadi 4 kelas dan 1 kelas golongan lain.

Obat antiaritmia Kelas IMekanisme kerja : obat obat antiaritmia kelas 1 bekerja dengan
menghambat kanal natrium yangsensitif voltase oleh mekanisme yang sama dengan kerja
anestesi lokal. Penurunan kecepatanmasuknya natrium memperlambat kecepatan kenaikan
fase nol dari potensi yang aksi (catatan :pada dosis terapeutik, obat obat ini mempunyai efek
yang kecil terhadap membran dalam keadaanistirahat dan membran terpolarisasi penuh).
Karena itu, obat obat antiaritmia kelas 1 umumnyamenyebabkan penurunan aksi eksitabilitas
dan kecepatan konduksi. Klasifikasi obat antiaritmiakelas 1:Klasifikasi obat Mekanisme kerja
Tanggapan
IA Penyekat kanal Na+ Memperlambamemdepolarisasi fase 0
IB Penyekat kanal Na+ Memperpendek repolarisasifase 3
IC Penyekat kanal Na+ Memperlambat depolarisasifase 0 secara nyata

Contoh : IA : kuinidin, prokainamid, dan disopiramid. IB : Lidokain, fenitoin, tokinid,


meksiletin. IC: Flekainid,enkainid dan pafenon.

Obat obat antiaritmia kelas IIMekanisme kerja : termasuk antagonis beta

adrenergik. Obat obat ini mengurangi depolarisasi fase4, sehingga memerlukan otomatisasi,
memperpanjang konduksi AV, menurunkan denyut jantungdan kontraksi. Berguna untuk
pengobatan takiartimia yang disebabkan oleh karena peningkatanaktivitas simpatik,. Juga
berguna untuk fibrilasi dan futter atrium dan takikardia reentry nodus AV Contoh :
propanolol, metoprolol dan pindolol, esmolol.

Obat obat antiaritmia kelas IIIMekanisme kerja : menghambat kanal kalium dan karenanya
mengurangi arus kalium keluar selamarepolarisasi sel jantung. Obat ini memperpanjang lama
potensial aksi tanpa mengganggudepolarisasi fase 0 atau potensial membran istirahat.
Selanjutnya, obat ini memperpanjang perioderefrakter efektif. Semua obat kelas III
mempunyai potensi menimbulkan aritmia. Contoh : sotalol, bretilium, amiodaron.


Obat obat antiaritmia golongan IV.Mekanisme kerja : penyekat kanal kalsium. Obat ini
mengurangi arus masukyang dibawa kalsium.Menybabkan penurunan kecepatan depolarisasi
spontan fase 4 dan memperlambat konduksi yangterdapat dalam jaringan yang bergantung
pada arus kalsium seperti nodus AV. Meskipun kanalkalsium yang sensitif k terdapat di
berbagai jaringan, efek utama penyekat kanal kalsium adalahpada otot polos vaskular dan
jantung. Contoh : verapamil dan diltiazem.

Obat obat antiaritmia lain.1.


DigoksinMemperpendek periode refrakter pada sel sel miokard atium dan ventrikel dam
memperpanjangperioda refrakter efektif dan mengurangi kecepatan konduksi dalam serat
purkinje. Digoksindigunakan untuk mengatur kecepatan respon ventrikel pada fibrilasi atrial
dan flutter atrium.2.Adenosin Adalah nukleosid alamiah, tetapi dengan dosis tinggi
menurunkan kecepatan konduksi,memperpanjang periode refrakter, menurunkan otomatisme
nodus AV. 3. Magnesium.Memperpanjang siklus sinus, memperlambat konduksi AV, dan
memperlambat konduksi intra atrialdan intra vena.
3. Efek samping dan kontraindikasi / perhatian
Klasifikasi Obat
Efek Samping
Kontraindikasi/Perhatian
I IA IB IC Hipotensi, Cinchonism ringan(tinitus, tuli, penglihatankabur, dan keluhan
salurancerna) Pada keracunan berattimbul sakit kepala, diplopia,fotofobia, perubahan
persepsi warna, bersamaan dengangejala bingung, derilium danpsikosis.
Mengantuk,nistagamus, vertigo, ataksia,dan mual. Tokainid danmeksiletin
menyebabkanpusing, ringan kepala dantremor, dan gejala salurancerna berupa mual,
muntah,dan anoreksia. Meningkatkanresiko kematian mendadak dan henti jantung.Pasien

yang menggunakandigoxin dan digitoxinkarena dapatmeningkatkantoksisitasnya. Pada


pasien berpenyakit jantung dapatmenyebabkan berkurangnya darah hati,dan penurunan
kecepatanmetabolism lidokain danmeningkatkan kadarnyadalam plasma. Jangandigunakan
bersama dengansimetidin.
II Hipotensi, gagal ventrikel kiri,memperberat angina danaritmia jantung, danemnimbulkan
infark miokardakut.Pengobatan jangka panjangdengan digitalis dapatmenyebabkan
gagalantung. Penghentianmendadak dapatmemperberat angina dan

menimbulkan infark miokard akutIII Hipotensi, gangguan paruparu, gangguan fungsi


hati,microdeposit kornea,asimptomatik,fotosensivitaskulit, kulit berwarna biru, bertambah
beratnya antmia,gangguan fungsi tiroid, gagalantung.Interaksi denganamiodaron
dapatemningkatkan kadar danefeknya. Gejala intreraksidpat bertahan beberapaminggu
setelah obatdihentikan.
IV Gangguan jantung, gangguansaluran cerna,hipotensi,fibrilasi
ventrikel,konstipasi.Dikontraindikasikan padapasien hipertensi, gagalantung berat,
sindromsinus sakit, blok AV,sindrom wolf Parkinson

white, takikardia ventrikel.


Digitalis Dapat memperburuk fungsiantungDigitalis khusus bergunauntuk fibrilasi atrium
yangmenyebabkan payahantung, dimana apabiladiberikan bersamaantagonis kalsium
ataupenyekat reseptor betaakan memperburuk fungsiantung.
Adenosin Asistol sementara, sesak dada Pemberian secara bolusintravena cepat.
Karenaapabila diberikan secaralambat, dapatmenyebabkan obat ini tidak berefek karena
cepatdieliminasi. Jangandigunakan bersamadipiridamol, teofilin dankafein. Karena
akanmenghambat efek dariadenosin.
Magnesium Keracunan menyebabkanhipotensi, memperpanjanginterval PR dan QRS
danpeninggian puncak T,penurunan dosis secara bermakna menyebabkankematian (aritmia
berat padainfark miokard)Pemberian berlebih dapatmenyebabkan keracunan.
Daftar pustaka:

Anda mungkin juga menyukai