Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)

1. PENGERTIAN

Menurut catatan Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), pada

tahun 1996 di dunia terdapat 120

juta penderita diabetes mellitus

yang diperkirakan naik dua kali

lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur,

kelebihan berat badan (obesitas), dan gaya hidup.

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis atau resistensi insulin absolute

atau relative yang di tandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

protein, lemak

( Ballota,2012).

Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus

yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah gangguan pembuluh

darah, gangguan persyarafan dan infeksi. Kaki diabetes merupakan gambaran

secara umum dari kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita

diabetes mellitus yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus

yang sering disebut dengan ulkus kaki diabetika yang pada tahap selanjutnya

dapat dikategorikan dalam gangrene, yang pada penderita diabetes mellitus

disebut dengan gangrene diabetik (Misnadiarly, 2006).

1
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan

morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan

komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus

adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.

Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum

juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan

neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

2. ETIOLOGI DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)


a. Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan

sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan

otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,

produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler


b. Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
c. Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)

pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan

penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan

memperberat timbulnya gangrene yang luas.

d. Hiperlipidemia
 Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetes
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki

diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko

yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah

(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2
- Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a) Umur
b) Lama Menderita Diabetes Mellitus = 10 tahun.
- Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :
a) Neurophati (sensorik, motorik, perifer)
b) Hipertensi.
c) Glikolisasi Hemoglobin (HbA tidak terkontrol.
d) Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontro
e) Kebiasaan Merokok.
f) Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus.
g) Kurangnya Aktivitas Fisik.
h) Pengobatan Tidak Teratur.
i) Perawatan Kaki Tidak Teratur.
j) Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat

3. KLASIFIKASI DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi oleh

Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool,

klasifikasi wagner, klasifikasi texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah

yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot karena

dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular, infeksi,

neuropatik, sehingga arah

pengelolaan dalam pengobatan dapat

tertuju dengan baik (Waspadji,

2006).

 Klasifikasi Edmonds (2004 –

2005)

a) Stage 1 : Normal foot

b) Stage 2 : High Risk Foot

3
c) Stage 3 : Ulcerated Foot

d) Stage 4 : Infected Foot

e) Stage 5 : Necrotic Foot

f) Stage 6 : Unsalvable Foot

 Wagner kaki diabetik dibagi menjadi:

a) Derajat 0 :

Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan

kalus ”claw”

b) Derajat I :

Ulkus superfisial terbatas pada kulit

c) Derajat II :

Ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang

4
d) Derajat III :

Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis

e) Derajat IV :

Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis

f) Derajat V :

Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

 Klasifikasi Liverpool

a) Klasifikasi primer : Vascular, Neuropati, Neuroiskemik

5
b) Klasifikasi sekunder : Tukak sederhana, tanpa komplikasi, Tukak

dengan komplikasi

4. TANDA DAN GEJALA DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)


Menurut Misnadiarly, 2006 ; Subekti, 2006 Tanda dan gejala ulkus kaki

diabetes :
a) Kaki dingin
b) Nyeri nocturnal
c) Tidak terabanya denyut nadi
d) Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
e) Kulit mengkilap
f) Hilangnya rambut dari jari kaki
g) Penebalan kuku
h) Gangrene kecil atau luas.
i) Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
j) Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
k) Nyeri saat istirahat.
l) Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
m) Sensasi rasa berkurang
n) Tibialis dan poplitea
o) Kaki menjadi atrofi
A. Patofisiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah.Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer
yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di
sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di
bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang
disuplai ke kulit maupun jaringan lain,akibatnya perfusi jaringan bagian distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik,
metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi
(hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya
terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein

6
dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah
besar dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan
aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh atau luka
karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera
kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel
darah putihmembunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD)
diatas 200 mg/dl. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan
tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang
tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan
oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman
anaerob berkembang biak.

B. Pathway

Diabetes melitus

Deficit/ resistensi insulin

Hiperglikemia

7
Viskositas Darah ↑

Angiopati dan
Aterosklerosis

Aliran darah lambat

Hipoksia dan ↓suplai


Anobolisme protein ↓
nutrisi ke sel/jaringan
Kerusakan pada antibodi
Neorupati dan Ketidakefektifan perfusi
insensitivitas jaringan perifer Kekebalan tubuh ↓

Cedera/luka Resiko infeksi

Kerusakan integritas Gangguan citra tubuh

Peradangan/lesi

1. Nyeri
2. Hambatan berjalan

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis
2. Pemeriksaan glukosa darah :
a. Glukosa darah sewaktu normal < 200 mg/dl
b. Glukosa 2 jam pp normal < 140 mg/dl
c. Glukosa puasa normal 70 – 100 mg/dl
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang
menginfeksi luka segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah sensasi pada getaran, merasakan
sentuhan ringan, dan kepekaan terhadap suhu.
D. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Perawatan kaki diabetik
1) Periksalah kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki dan sela
jari kaki. Pemeriksaan dilakukan di tempat yang terang, gunakan

8
cermin untuk memudahkan pemantauan, untuk melihat bagian
bawah kaki, atau minta bantuan orang lain untuk memeriksa.
Perhatikan apakah ada luka atau tidak, kulit kemerahan atau
penebalan kulit.
2) Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih (air
hangat) dan sabun mandi. Bila perlu gosok kaki dengan sikat lunak
atau batu apung. Keringkan kaki dengan handuk bersih, lembut,
sela-sela jari kaki harus kering, terutama sela jari kaki ke-3-4 dan
ke-4-5. jangan gunakan air panas, suhu air yang digunakan untuk
mencuci kaki antara 29,5 – 30 oc (85 – 90 oF) dan bila perlu diukur
dahulu dengan termometer. Atau periksa air dengan menggunakan
sikut tanggan (jangan menggunakan kaki).
3) Berikan pelembab / losion pada daerah kaki yang kering, teteapi
tidak pada sela jari, gunanya menjaga agar kaki tidak retak.
4) Perawatan kuku dilakukan setiap hari bersamaan dengan perawatan
kulit kaki. Saat pemotongan kuku, jika kuku terlalu keras dan
kotor, rendam dalam air sabun hangat selama 5 menit agar kotoran
mudah lepas dan kuku menjadi agak lunak. Jika penglihatan
penderita terganggu, sebaiknya minta tolong pada orang lain untuk
memotong kukunya.
Arah pemotongan kuku sesuai dengan bentuk kuku. Gunting kuku
kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek
atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak
tajam. Jika ditemukan adanya kelainan kuku atau luka dianjurkan
berkonsultasi ke dokter. Pada kulit kering dapat ditambahkan
lotion, kecuali pada sela jari dan bila kulit sudah pecah-pecah atau
luka terbuka. Jangan memakai powder karena dapat menjadi lebih
kering dan merupakan bahan iritan kulit.
5) Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak
terjadi luka, juga di dalam rumah.
6) Sepatu yang dipakai harus sesuai dengan bentuk dan besarnya kaki.
Hal ini dapat dilihat dari gambaran telapak kaki yang dibuat pada
kertas yang dapat dibuat sendiri. Permukaan atas sepatu harus

9
lunak, bagian tumit sepatu harus kokoh agar kaki stabil, bagian alas
sepatu yang bersentuhan dengan kaki (insole) permukaannya harus
sesuai dengan bentuk permukaan telapak kaki yang normal, yaitu
memiliki kelengkungan (arch support). Dengan kelengkungan ini
seluruh permukaan telapak kaki akantertahan dengan baik dan
benar. Alas sepatu ini harus dilapisi dengan bahan yang halus dan
empuk agar permukaan telapak kaki tidak lecet. Apabila sepatu
yang dipakai baru dibeli, sebaiknya pada pemakaian awal diperiksa
adakah daerah kemerahan akibat penekanan yang berlebihan.
Apabila memakai kaus kaki, sebaiknya memakai kaus kaki dari
bahan katun yang dapat menyerap keringat. Tebal kaus kaki harus
sesuai dengan sepatu yang dipakai, jangan terasa sempit.
7) Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil / benda tajam
lain. Lepas sepatu setiap 4-6 jam serta gerakkan pergelangan dan
jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik.
8) Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan pembalut bersih.
Periksa apakah ada tanda-tanda radang.
9) Segera ke dokter bila kaki mengalami luka.
10) Periksakan kaki ke dokter secara rutin.
Adapun manfaat perawatan kaki diabetik adalah untuk mencegah
terjadinya luka pada kaki, pencegahan ini secara langsung akan
mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi.
b. Tindakan yang tidak boleh dilakukan pada pasien diabetes melitus :
1) Jangan merendam kaki
2) Jangan gunakan botol panas atau peralatan listrik untuk
memanaskan kaki
3) Jangan gunakan batu / silet untuk mengurangi kapalan (callus).
4) Jangan merokok
5) Jangan pakai sepatu / kaos kaki sempit
6) Jangan menggunakan obat-obat tanpa anjuran dokter untuk
menghilangkan mata ikan
7) Jangan gunakan sikat atau pisau untuk kaki
8) Jangan membiarkan luka kecil di kaki, sekecil apa pun luka
tersebut
c. Senam kaki diabetik
1) Cara senam kaki diabetik
a) Dilakukan dalam posisi berdiri, duduk dan tidur

10
b) Menggerakkan kaki dan sendi kaki
c) Berdiri dengan kedua tumit diangkat
d) Mengangkat dan menurunkan kaki
e) Gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar
atau ke dalam dan mencengkram pada jari-jari kaki
2) Fungsi senam kaki diabetik.
a) Memperbaiki sirkulasi darah (melancarkan aliran darah kaki)
sehingga nutrisi terhadap jeringan lebih lancer
b) Mennguatkan otot-otot betis dan telapak kaki sehingga
sewaktu berjalan kaki menjadi lebih stabil
c) Mencegah terjadinya kelainan pada bentuk kaki
d) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha (gastrocnemius,
hamstring, quadriceps)
e) Mengatasi keterbatasan sendi, menambah kelenturan sendi
sehingga kaki terhindar dari sendi kaku
f) Memelihara fungsi syaraf
g) Kondisi gerak tetap terpelihara, meningkatkan ketahanan
jantung dan paru sehingga daya tahan aktivitas fisik
bertambah, menambah toleransi jalan dan meningkatkan skill
dan motivasi
2. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet diabetes melitus hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet diabetes melitus adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan

11
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diit diabetes melitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung.
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita diabetes
melitus adalah:
1) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
2) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
3) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
4) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
c. Obat obatan
1) Insulin
Dilakukan dengan injeksi subkutan insulin regular mencapai
puncak kerjanya pada 1 – 4 jam
2) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identik.
d. Ulkus kaki diabetik
1) Debridement local radikal pada jaringan sehat
2) Terapi antibiotik sistemik uuntuk memerangi infeksi, diikuti tes
sensitivitas antibiotik, misalnya ciprofloxacin, ofloxacin dan
lainnya.
E. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Data subyektif
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.

12
b. Keluhan utama :
1) Tanpa dilakukan amputasi:
a) Malu bersosialisasi karena luka berbau busuk
b) Luka yang diderita lama sembuh
c) Kebas di area kaki
d) Punya riwayat penyakit diabetes
e) Tidak taat terhadap pengelolaan diabetes
2) Jika terjadi amputasi:
a) Merasa negatif terhadap tubuh
b) Malu terhadap penampilan
c) Merasa putus asa dan tidak berdaya
d) Merasa takut ditolak dalam kehidupan sosial
e) Mengeluh nyeri
f) Mengatakan sulit menggerakan kakinya
g) Sulit membalik badan
h) Mengungkapkan adanya masalah
c. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
e. Riwayat penyakit keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi

13
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.

3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak
ada gangguan.
4) Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita,
sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami
perubahan.
5) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
6) Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang

14
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
10) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain–lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
2. Data obyektif
a. Keadaan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda –tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdengung, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku, adanya
hematoma, edema, pus, slough, dan eksudat.
d. Sistem pernafasan

15
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.

h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas dan
perubahan bentuk kaki.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (luka) dan agen injuri biologi (proses
peradangan)
2. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik (daya gesek, tekanan atau
benda tajam) dan gangguan sirkulasi (hipoksia dan kurangnya suplai
nutrisi ke dalam sel)
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus
4. Hambatan berjalan b.d nyeri
5. Gangguan citra tubuh b.d cedera
6. Resiko infeksi b.d gangguan integritas kulit dan penyakit kronis (diabetes
melitus)
G. Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan

1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Pain Management


injuri fisik (luka) dan keperawatan diharapkan nyeri
agen injuri biologi yang dirasakan pasien dapat Pengkajian :
terkontrol/teratasi dengan
(proses peradangan) 1. Lakukan pengkajian nyeri
kriteria hasil:
secara komprehensif

16
Indikator IR ER termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
1. Mampu frekuensi, kualitas dan
mengontrol faktor presipitasi
nyeri (tahu 2. Gunakan teknik
penyebab nyeri, komunikasi terapeutik
mampu untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
menggunakan
3. Kaji kultur yang
tehnik mempengaruhi respon
nonfarmakologi nyeri
untuk 4. Evaluasi pengalaman
mengurangi nyeri masa lampau
nyeri, mencari 5. Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
bantuan)
tentang ketidakefektifan
2. Melaporkan
kontrol nyeri masa
bahwa nyeri lampau
berkurang 6. Kaji tipe dan sumber
dengan nyeri untuk menentukan
menggunakan intervensi
manajemen Observasi:
nyeri
1. Observasi reaksi
3. Mampu
nonverbal dari
mengenali nyeri ketidaknyamanan
(skala, 2. Monitor penerimaan
intensitas, pasien tentang manajemen
frekuensi dan nyeri
tanda nyeri) Tindakan mandiri perawat:
1. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
2. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
3. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
4. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
5. Evaluasi keefektifan

17
kontrol nyeri
6. Tingkatkan istirahat
Kolaborasi :
1. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
2. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Penkes :
1. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Pressure Management
kulit b.d faktor keperawatan diharapkan
mekanik (daya gesek, kerusakan integritas kulit pasien Pengkajian:
dapat teratasi dengan kriteria
tekanan atau benda 1. Kaji lokasi, luas, dan
hasil:
tajam) dan gangguan kedalaman luka
sirkulasi (hipoksia Indikator IR ER 2. Kaji adanya tanda-tanda
dan kurangnya suplai infeksi pada luka
1. Integritas kulit
nutrisi ke dalam sel) Observasi:
yang baik bisa
dipertahankan 1. Monitor kulit akan adanya
(sensasi, kemerahan
elastisitas, 2. Monitor aktivitas dan
temperatur, mobilisasi pasien
hidrasi, 3. Monitor status nutrisi
pigmentasi) pasien
2. Tidak ada 4. Monitor proses
luka/lesi pada kesembuhan area insisi
kulit 5. Monitor tanda dan gejala
3. Perfusi jaringan infeksi pada area insisi
perifer baik
4. Menunjukkan
pemahaman
dalam proses Tindakan mandiri perawat:
perbaikan kulit
dan mencegah 1. Hindari kerutan pada
terjadinya cedera tempat tidur
berulang 2. Jaga kebersihan kulit agar
5. Mampu tetap bersih dan kering
melindungi kulit 3. Mobilisasi pasien (ubah
dan posisi pasien) setiap dua
mempertahankan jam sekali

18
kelembaban kulit 4. Oleskan lotion atau
dan perawatan minyak/baby oil pada
alami daerah yang tertekan
5. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
6. Membersihkan, memantau
dan meningkatkan proses
penyembuhan pada luka
yang ditutup dengan
jahitan, klip atau strapless
7. Bersihkan area sekitar
jahitan atau strapless
menggunakan lidi kapas
steril
8. Ganti balutan pada
interval waktu yang sesuai
atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut)
sesuai program
Kolaborasi:

1. Konsultasikan pada ahli


gizi tentang makanan
tinggi protein, mineral,
kalori dan vitamin
2. Konsultasikan pada
dokter tentang
implementasi pemberian
makanan dan nutrisi
enteral atau parenteral
untuk meningkatkan
potensi penyembuhan
luka
3. Rujuk ke perawat terapi
enterostma untuk
mendapatkan bantuan
dalam pengkajian,
penemuan derajat luka,
dan dokumentasi
perawatan luka atau

19
kerusakan kulit
4. Perawatan luka: gunakan
unit transcutaneous
electrical Nerve
stimulation (TENS) untuk
meningkatkan proses
penyembuhan luka, jika
perlu
Penkes:

1. Ajarkan perawatan luka,


termasuk tanda dan gejala
infeksi, cara
mempertahankan luka
tetap kering saat mandi,
dan mengurangi
penekanan pada area luka
tersebut
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Peripheral sensation
perfusi jaringan keperawatan diharapkan pasien management (manajemen
perifer b.d diabetes tidak mengalami sensasi perifer)
ketidakefektifan perfusi jaringan
mellitus
perifer dengan kriteria hasil: Observasi:
Indikator IR ER 1. Monitor adanya daerah

1. Mendemonstrasi tertentu yang hanya peka


kan status terhadap
sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paretese
ditandai dengan:
3. Monitor kemampuan BAB
a. Tekanan
4. Monitor adanya
systole dan
tromboplebitis
diastole
dalam
rentang yang Tindakan mandiri perawat:
diharapkan
b. Tidak ada 1. Gunakan sarung tangan
orthostatik untuk proteksi
2. Batasi gerakan pada
hipertensi
c. Tidak ada kepala, leher dan
tanda-tanda punggung
3. Diskusikan mengenai
peningkatan
penyebab perubahan
TIK (tidak

20
lebih dari 15 sensasi
mmHg) Kolaborasi:
2. Mendemonstrasi
kan kemampuan 1. Pemberian analgetik
2. Pemberian anti
kognitif yang
trombolitik
ditandai dengan:
a. Berkomunik Penkes:
asi dengan 1. Anjurkan pasien atau
jelas dan keluarga untuk memantau
sesuai posisi bagian tubuh saat
dengan pasien mandi, duduk,
kemampuan berbaring atau mengubah
b. Menunjukan
posisi
perhatian, 2. Ajarkan pasien atau
konsentrasi keluarga untuk memeriksa
dan orientasi kulit setiap hari untuk
c. Memproses
mengetahui perubahan
informasi
integritas kulit
d. Membuat
keputusan
dengan benar
e. Menunjukan
fungsi
sensori
motori
cranial yang
utuh: tingkat
kesadaran
membaik,
tidak ada
gerakan-
gerakan
involunter

4 Hambatan berjalan Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy


b.d nyeri keperawatan diharapkan pasien
tidak mengalami hambatan Pengkajian:
berjalan dengan kriteria hasil:
1. Kaji kemampuan pasien
Indikator IR ER dalam mobilisasi

21
1. Klien meningkat Observasi:
dalam aktivitas
1. Monitoring vital sign
fisik
sebelum/sesudah latihan
2. Klien mampu
dan lihat respon pasien
berjalan dari satu saat latihan
tempat ketempat Tindakan mandiri perawat:
yang lain secara
mandiri 1. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah
terhadap cedera
2. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
3. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi
4. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
Kolaborasi:

1. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan ADLs
pasien
Penkes:

1. Ajarkan pasien atau tenaga


kesehatan lain tentang
teknik ambulasi

2. Ajarkan pasien bagaimana


merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan
5 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan Body Image Enhancement
b.d cedera keperawatan diharapkan pasien Pengkajian:
tidak mengalami gangguan citra 1. Kaji secara verbal dan non
tubuh dengan kriteria hasil: verbal respon klien
terhadap tubuhnya
Indikator IR ER 2. Identifikasi mekanisme
koping yang biasa

22
2. Body image digunakan pasien
positif Observasi:
3. Mampu 1. Monitor frekuensi
mengidentifikasi mengkritik dirinya
kekuatan Tindakan mandiri perawat:
personal 1. Dorong klien
4. Mendiskripsikan mengungkapkan
secara factual perasaannya
perubahan fungsi 2. Dengarkan pasien dan
tubuh keluarga secara aktif dan
5. Mempertahankan akui realitas kekhawatiran
interaksi sosial terhadap perawatan,
kemajuan, dan prognosis
3. Berikan dukungan dan
suport mental serta
spiritual.
4. Libatkan keluarga untuk
memberikan dukungan
sacara mental dan spiritual
5. Bantu pasien dan keluarga
untuk mengidentifikasi
dan menggunakan
mekanisme koping
6. Bantu pasien dan keluarga
untuk mengidentifikasi
kekuatan dan mengenali
keterbatasan mereka
7. Berikan perawatan dengan
cara yang tidak
menghakimi, jaga privasi
dan martabat pasien
8. Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu
9. Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam
kelompok kecil
Kolaborasi:
1. Rujuk ke layanan social
untuk merencanakan
perawatan dengan pasien
dan keluarga
2. Rujuk pasien untuk
mendapat terapi fisik
untuk latihan kekuatan dan
fleksibilitas, membantu

23
dalam berpindah tempat
dan ambulasi, atau
penggunaan prosthesis
3. Tawarkan untuk
menghubungi sumber-
sumber komunitas yang
tersedia untuk
pasien/keluarga
4. Rujuk ke tim
interdisipliner untuk klien
yang memiliki kebutuhan
kompleks (misalnya,
komplikasi pembedahan)
Penkes:
1. Jelaskan tentang
pengobatan, perawatan,
kemajuan dan prognosis
penyakit
6 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Infection control (control
gangguan integritas keperawatan diharapkan pasien infeksi)
kulit dan penyakit tidak mengalami resiko infeksi Pengkajian :
dengan kriteria hasil: 1. Inspeksi kulit dan
kronis (diabetes
melitus) membrane mukosa
Indikator IR ER
terhadap kemerahan,
1. Pasien bebas dari panas, dan drainase
tanda dan gejala 2. Inspeksi kondisi
infeksi luka/insisi bedah
2. Mendeskripsikan Observasi :
proses penularan 1. Monitor tanda dan gejala
penyakit, faktor infeksi sistemik dan local
yang 2. Monitor granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan
mempengaruhi
terhadap infeksi
penularan serta
Tindakan mandiri perawat:
penatalaksanaann 1. Bersihkan lingkungan
ya setelah dipakai pasien lain
3. Menunjukan 2. Pertahankan teknik isolasi
kemampuan 3. Batasi pengunjung bila
untuk mencegah perlu
timbulnya infeksi 4. Gunakan sabun
4. Jumlah leukosit antimikroba untuk cuci
dalam batas tangan
normal 5. Cuci tangan setiap
5. Menunjukan sebelum dan sesudah

24
perilaku hidup tindakan keperawatan
sehat 6. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai pelindung
7. Pertahankan lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat
8. Tingkatkan intake nutrisi
9. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko
10. Dorong masukan nutrisi
yang cukup
11. Dorong masukan cairan
12. Dorong istirahat
Kolaborasi :
1. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
2. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
bendungan kencing
3. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
4. Berikan terapi antibiotic
bila perlu
5. Laporkan kecurigaan
infeksi
6. Laporkan kultur positif
Penkes:
1. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara menghindari
infeksi
3. Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien

25
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.
Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi
keperawatan. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2006, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo
Brunner & Suddarth. 2006. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito & suddarth.2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC

26
Corwin, EJ. 2010. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2005. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Santosa, Budi. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-
2006. Jakarta: Prima Medika

27

Anda mungkin juga menyukai