Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELETUS

OLEH :

YULVIANTI S.Kep

2204056

CI LAHAN CI INSTITUSI

(……………...…......) (……….…….……….)

PROGRAM STUDI PROFESI NURSE

STIKES PANAKUKANG

MAKASSAR

T,A 2022/2023

1
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia atau suatu penyakit
kronis yang menimbulkan gangguan multisistem dan mempunyai karakteristik
hyperglikemia yang disebabkan difesiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak
adekuat ( Brunner dan Suddarth, 2001 ).
Pengertian lain dari diabetes melitus yaitu berupa gangguan metabolisme
karbohidrat,yang disebabkan kekurangan insulin relatif atau absolut yang dapat
timbul pada berbagai usia dengan gejala, hyperglikemmia, glikosuria, poliuria,
polidipsi, polipagi, kelemahan umum, dan penurunan berat badan.
B. ETIOLOGI
Penyebab diabetes melitus belum diketahui pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan.
Diabetes mellitus dapat dibedakan atas dua yaitu :
1. Diabetes type I (Insulin Depedent Diabetes Melitus/IDDM ) tergantung
insulin dapat disebabkan karena faktor genetik, imunologi dan mungkin
lingkungan misalnya infeksi virus.
 Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1
itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes type 1.
 Faktor immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti adanya
suatu proses respon autoimun.
 Faktor lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil penelitian
dapat memicu destruksi sel beta atau dapat memicu proses autoimun yang
dapat menimbulkan destruksi sel beta.

2
2. Diabetes type II (Non Insulin Depedent Diabetes Melitus /NIDDM) yaitu
tidak tergantung insulin. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting
dalam proses terjadinya resistensi insulin
C. PATOFISIOLOGI

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi autoimun Idiopatik, usia, genetik

Sel ß pancreas hancur Jumlah sel pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Liposis meningkat

Pembatasan diet Penurunan berat badan

Fleksibilitas Intake tidak adekuat Resiko nutrisi kurang


darah merah

Pelepasan O2 Poliuria Defisit volume cairan

Hipoksia perifer Perfusi jaringan perifer tidak efektif

Nyeri

3
a. Patofisiologi Diabetes Melitus (Tipe I)

Pada diabetes melitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan


insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan yang tidak dapat
disimpan dalam hati, meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).

Jika konsentarsi darah yang mengandung glukosa terlalu tinggi, ginjal tidak
mampu menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresi ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dianamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebih, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang dapat
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan


glukosa yang disimpan) glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.

4
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nteri abdomen, mual-
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian (Brunner dan
Suddarth, 2002).

b. Patofisiologi Diabetes Melitus (Tipe II).

Merupakan bentuk diabetes Melitus yang ringan, kadang-kadang asimtomatik


dengan awitan puncak setelah usia 40 tahun. Cadangan insulin pankreas
berkurang, tetapi selalu cukup untuk mencegah ketoasidosis diabetic dan
pengawasan diet biasanya aktif (Dorland, 1998). Pada Diabetes Melitus tipe II
ini, terdapat dua permasalahan utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
yang terganggu, keadaan in terjadi akibat dipertahankan  pada tingkat yng
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel – sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
bahan keton yang menyertainya, oleh karena itu, Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang

5
dinamakan “sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik(HHNK)”
(Brunner dan Suddarth, 2002).

D. KLASIFIKASI
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan ,
yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki
menjadi dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai,
terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati
rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

6
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Gejala utama adalah akibat tingginya kadar gula darah (hyperglikemia )
antara lain poliuria, polidipsi, polipagi.
2. Kelainan kulit yaitu gatal-gatal.
3. Kelainan ginekologis misalnya keputihan.
4. Kesemutaan, rasa gatal.
5. Kelemahan tubuh.
6. Luka yang tidak sembuh.
7. Infeksi saluran kemih.
8. Penurunan berat badan.
F. KOMPLIKASI
 Kulit : Furunkel, karbunkel
 Kepala/otak : stroke
 Mata : Glaukoma, Retinopati DM
 Jantung : Penyakit Jantung Koroner, aterosklerosis
 Paru : Tuberculosis (TB) paru
 Saluran Cerna : gastrointestinal (neuropati esofagus, gastroparese diabetikum
(gastroparese diabeticum)
 Ginjal dan saluran kencing : neuropati diabetik, pielonefritis, infeksi saluran
kencing, Saraf : Neuropati, kramp
 Sendi : Poliarthritis
 Kaki diabetika (diabetic foot), merupakan kombinasi makroangiopati,
mikroangopati, neuropati dan infeksi pada kaki.
 Makroangiopati
 Mikroangiopati: Retinopati diabetik
 Nifropati diabetic dan Diabetik ketoasidosis
G. PENATALAKSANAAN
Ada lima (5) komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus yaitu :
1. Diet

7
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes mielitus.
- Penentuan gizi, hitung persentase, Relatief Body Weigth.
- Jika kerja berat atau latihan berat maka jumlah kalori bertambah.
- Untuk klien DM pekerja biasa:
1) Kurus; < 90% : BB x 40-60 kal/hr.
2) Normal; 90-110% : BB x 30 kal/hr.
3) Gemuk; > 110% : BB x 20 kal/hr.
- Komposisi diet
1) Lemak 20%
2) Protein 20%
3) Karbohidrat 60%
2. Latihan atau Olahraga
Menimbulkan penurunan kadar gula darah yang disebabkan oleh tingginya
penggunaan glukosa didarah perifer dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Tidak berlaku bagi klien dengan kadar gula darah tinggi.
3. Pemantauan Glukosa
4. Terapi atau Obat-obatan
Pengobatan dengan oral, hipoglikemik agent yaitu bagi klien yang belum
pernah mendapat terapi insulin, ibu atau klien yang tidak hamil, pasien gemuk
dan pasien yang berusia >40 tahun. Pengobatan dengan injeksi insulin 2
x/hari atau bahkan lebih sering lagi dalam sehari.
5. Pendidikan dan Pertimbangan Perawatan di Rumah
Diabetes merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan
mandiri yang khusus seumur hidup, sehingga harus belajar keterampilan
untuk merawat diri sendiri setiap hari. Pasien diabetes juga harus memiliki
perilaku prepentif dalam gaya hidupnya untuk mencegah komplikasi sehingga
memerlukan pendidikan atau informasi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

8
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 110-199 >200
- Darah kapiler < 90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-125 >126
- Darah kapiler < 90 90-109 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
(Suddarth, Brunner, 2002).

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
 Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah

9
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.

c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

10
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan polyuria dan
dehydrasi.
b. Gangguan pola napas berhubungan dengan asidosis metabolik.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolik,
penurunan intake oral.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik dan kelemahan fisik.
e. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan diuretik
osmotik.
f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/
insulin, hilangnya konduksi nervus system.
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan kurangnya
informasi yang diperoleh.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan polyuria dan
dehydrasi.

11
Tujuan : Kebutuhan cairan elektrolit terpenuhi.
Intervensi :
- Kaji intensitas muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
Rasional: Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total.
Bila terjadi infeksi akan ditemukan adanya demam dan
hipermetabolik yang meningkatkan intensitas IWL.
- Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: Hipovolemia dimanifestasikan dengan hipotensi dan takikardia.
- Kaji pola pernapasan kusmaul, kualitasnya dan napas bau aseton.
Rasional: Paru-paru akan mengeluarkan asam karbonaat sebagai akibat
ketoasidosis. Napas bau aseton sebagai akibat pemecahan
asam acetoasetik sehingga akan menyebabkan pernapasan
kusmaul.
- Monitor intake dan out put cairan. Timbang BB secara teratur.
Rasional: Memperkirakan kebutuhan kebutuhan cairan tubuh, kerja
ginjal dan efektifitas pengobatan. Penurunan BB menunjukan
adanya pengeluaran cairan yang berlebihan.
- Pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari dalam batas toleransi jantung.
Rasional: Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
- Obervasi kemungkinan adanya perubahan tingkat kesadaran.
Rasional: Perubahan status mental klien sebagai akibat peningkatan atau
penurunan kadar glukosa, gangguan elektrolit, asidosis,
pernurunan perfusi serebral dan hipoksia.
- Pasang urin bag/kateter.
Rasional: Memfasilitasi pengukuran out put secara akurat (terutama
pada klien yang mengalami retensi urine/inkontinen).
2.Gangguan pola napas berhubungan dengan asidosis metabolik.
Tujuan : Klien dapat menunjukan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
pada jaringan serta tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh

12
paru, yang ditandai dengan klien bebas dari gejala distress
pernapasan seperti kusmaul.

Intervensi :
- Monitor kualitas dan irama pernapasan.
Rasional : Jalan napas yang kolaps dapat menurunkan jumlah alveoli
yang berfungsi, secara negative mempengaruhi pertujaran gas.
- Berikan posisi semi fowler.
Rasional : Menurunkan konsumsi atau kebutuhan oksigen dan
mempermudah pernapasan yang meningkatkan kenyamanan
fisiologi dan psikologi.
- Anjurkan kepada klien untuk istirahat yang cukup.
Rasional : Istirahat akan membantu respon klien terhadap aktivitas dan
kemampuan berpartisipasi dalam perawatan.
- Ajarkan klien untuk bernapas efektif.
Rasional : Meminimalkan fungsi paru dan jantung serta memudahkan
aliran oksigen.
3.Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolik,
penurunan intake oral.
Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan minuman yang
adekuat untuk mepertahankan berat badan dalam rangka
pertumbuhan, dengan criteria hasil porsi makan dihabiskan, BB
meningkat atau dipertahankan.
Intervensi :
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional: Merupakan indikator terhadap asupan makanan yang adekuat.
- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan.

13
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan
segera jika klien dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan oral.
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar
dan fungsi ganstrointestinalnya baik.
- Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural/etnik.
Rasional : Menghindari kelelahan saat makan, meminimalkan anoreksia
dan mual serta untuk mempertahankan kebutuhan nutrisi klien.
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik dan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam melakukan aktivitas secara mandiri.
Intervensi :
- Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas.
Rasional: Menerapkan kemam-puan klien dalam memenuhi kebutuhan-
nya dan memudahkan intervensi selanjutnya.
- Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas klien sehari-hari.
Rasional: Memungkinkan keluarga terlibat secara aktif dalam pemenuhan
ADL klien.
- Observasi TTV.
Rasional: Untuk mengetahui keadaan klien secara umum.
- Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang ditoleransi klien.
5.Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan diuretik
osmotik.

14
Tujuan : Klien dapat beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara
teratur.
Intervensi :
- Kaji kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi.
Rasional: Mengidentifikasi dan menentukan intervensi yang tepat.
- Ciptakan tempat tidur yang nyaman dan beberapa barang pribadi klien
seperti bantal guling.
Rasional: Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologi –
psikologis.
- Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi kebisingan dan
lampu yang terlalu terang
Rasional: Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur/istirahat.
- Atur klien dalam posisi yang nyaman dan bantu dalam mengubah posisi.
Rasional: Pengubahan posisi akan mengubah area tekanan dan mening-
katkan kenyamanan dalam beristirahat..
6.Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan
glukosa/ insulin, hilangnya konduksi nervus system.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan sensori persepsi.
Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital dan status mental
Rasional: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti
suhu yang meningkat dapat mempengaruhi status mental.
- Kaji respon sensori terhadap rabah/sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul
dan catat perubahan yang terjadi.
Rasional: Informasi yang didapat melalui pengkajian penting untuk

mengetahui tingkat kegawatan dan kerusakan otak

- Kaji persepsi pasien dan kemampuan berorientasi terhadap orang, tempat


dan waktu.
Rasional: Mmembantu memberikan intervensi selanjutnya.

15
- Memberikan stimulus yang berarti seperti mengajak bicara dan berikan
sentuhan.
Rasional: Untuk merangsang kembali kemampuan persepsi sensori.

- Bicaralah dengan pasien secara tenang dan lembut.


Rasional: Membantu pasien berkomunikasi semaksimal mungkin.

- Berikan keamanan pasien pada sisis tempat tidur dan bantu latihan jalan.
Rasional: Buruknya keseimbangan dapat meningkatkan resiko terjadinya
injuri
7.Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan kurangnya
informasi yang diperoleh.
Tujuan : Klien tidak menunjukkan kecemasan, ditandai dengan klien dapat
berespon terhadap prosedur pengobatan.
Intervensi :
- Jelaskan prosedur dengan cermat sesuai dengan tingkat pemahaman klien.
Rasional : Untuk menurunkan rasa takut atau cemas terhadap hal-hal
yang tidek diketahuinya.
- Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut, seperti menolak dan marah.
Biarkan klien/keluarga mengetahui ini sebagai reaksi normal.
Rasional : Perasaan yang tidak diekspresikan dapat menimbulkan
kekacauan internal dan meningkatkan kecemasan.
- Dorong keluarga untuk menganggap klien seperti sebelumnya
Rasional : Meyakinkan klien dan keluarga bahwa perannya di dalam
keluarga tidak berubah.
- Berikan informasi kepada klien dan keluarga yang jelas tentang kondisinya
Rasional : Menambah pengetahuan keluarga tentang penyakit anaknya
sehingga dapat meminmalkan kecemasannya.
- Berikan beberapa cara pada klien untuk melibatkannya dalam prosedur,
misalnya memegang suatu alat, seperti balutan.

16
Rasional : Untuk meningkatkan rasa kontrol, mendorong kerja sama dan
mendukung keterampilan koping klien.
- Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga dan keinginannya untuk belajar.
Rasional : Mengidentifikasi secara verbal tingkat pemahaman
klien/keluarga serta kesalahpahaman dan memberikan
penjelasan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Price Wilson, 1995, Pathofisiologi II Edisi 4, EGC, Jakarta.

Brunner & Suddart, 2001, Keperawatn Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC,
Jakarta.

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatn Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC,
Jakarta.

Corwin Elisabeth J., 2000, Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

Doenges, Moorhouse & Geisser, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,

Jakarta.

Nurarif, K. (2013). Asuhan keperawatan professional NANDA (North American

Nursing Diagnosis Association). Hal.201

Judith, M.W (2012). Asuhan keperawatan professional NANDA (North American

Nursing Diagnosis Association). Edisi 9

https://feripadri.wordpress.com/2015/03/01/pathway-diabetes-mellitus/

http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.co.id/2015/01/patofisiologi-dan-pathway-
diabetes.html

18

Anda mungkin juga menyukai