Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DIABETES MILITUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Diabetes Millitus
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin, 2009).
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2009).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal ,yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata , ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik electron (Mansjoer,
2001).

2. Penyebab
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus
Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan
resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat
dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran,
2001).
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan
menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan
pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006).
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami
masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati)
membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi
karena tidak dirasakannya. Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan
kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah
penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Ketiga,
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD)
diatas 200 mg/dl.

3. Tanda Dan Gejala


Menurut Mansjoer, 2001 Diabetes Mellitus awalnya diperkirakan dengan
adanya gejala yaitu:
a. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
b. Polidipsi (banyak minum)
c. Polifagi (banyak makan)
d. Lemas
e. Berat Badan Menurun
f. Kesemutan
g. Mata kabur
h. Impotensi pada pria
i. Pruritus pasa vulva
Manifestasi utama penyakit DM adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat :
a. berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel
b. berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan
c. peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan sekalipun asupan kalori
memadai, merupakan gejala utama defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma
jarang melampaui 120 mg/dL pada manusia normal, kadar yang jauh lebih tinggi
selalu dijumpai pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu
glukosa plasma dicapai (pada manusia pada umumnya >80 mg/dL), taraf
maksimal reabsorpsi glukosa pada tubulus renalis akan dilampaui, dan gula akan
diekskresikan ke dalam urine (glukosuria). Volume urine meningkat akibat
terjadinya diuresis osmotik dan kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat
yang bersamaan (poliuria) : kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi
(hiperosmolaritas), bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum
(polidipsia). Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4,1
kkal untuk setiap gram karbohidrat yang diekskresikan keluar); kehilangan ini,
jika ditambah lagi dengan hilangnya jaringan otot dan adiposa, akan
mengakibatkan penurunan berat badan yang hebat meskipun terdapat
peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang normal atau
meningkat (Granner, 2009).
Menurut Askandar (2010) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Polifagi : Banyak minum, Poliuri : Banyak kencing dan
Polifagi : banyak makan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

4. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Newsroom,2009).
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
(Santosa,budi.2007).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel – sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol
menimbulkan masalah misalnya diabetic foot.(suprajitno,2004)
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah. Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang
menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar
arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian
bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya
kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke
kulit maupun jaringan lain, akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari tungkai
menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan
amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik
dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata
mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme
karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat
menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan
oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah
kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita
neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh atau luka karena tekanan
yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak
ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan
bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas
200 mg/dl. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes
yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.
Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan
tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak.
5. Pathway

DM TIPE I DM TIPE II

F. GENETIK factor ling. usia 65 tahun obesitas

Riwayat peny. DM proses degenerative ketidaknormalan

Pada keluarga proses autoimun fungsi organ tubuh Reseptor insulin

DNA penderita DM di hematogen fungsi kelenjar pancreas intrinsik

Turunkan masuk ke kelenjar pancreas penggabungan abnormal

destruksi sel β langerhans antara kompleks rsptor

insulin& sist. transport

kelainan pengikatan

insulin dgn rsptor

Produksi insulin

kadar glukosa ke dalam sel

Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah


kadar glukosa darah
Anabolisme protein
To: Polifagia, hiperglikemia menurun
Glukosaria
mual muntah

Kerusakan pada antibodi


Dieresis Osmotik
Vikositas darah meningkat
Syok hiperglikemi

Aliran darah lambat Kekebalan tubuh menurun


Kehilangan Koma diabetik
Elektrolit dalam Hipovolemia
sel
Iskemik jaringan
Risiko infeksi Neuropati sensori perifer
Dehidrasi Ketidakseimbangan
Nutrisi Ketidakefektifan perfusi
Kurang dari kebutuhan jaringan perifer
Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Defisiensi volume cairan tubuh

Kerusakan integritas jaringan


gangrene
Nyeri Akut
Kehilangan kalori

Sel kekurangan bahan untuk


metabolisme Protein dan lemak dibakar BB menurun keletihan Intoleransi Aktivitas
6. Pemeriksaan Diagnostik
Mansjoer, 1999 mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan pada penderita DM untuk menegakkan diagnose kelompok resiko DM
yaitu kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat
keluarga DM riwayat kehamilan dengan bayi lebih dari 4000 gram, riwayat DM
selama kehamilan. Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah
sewaktu kemudian dapat diikuti dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Untuk kelompok resiko yang hasil pemeriksaan nya negatif, perlu pemeriksaan
ulang setiap tahunnya.
Pada pemeriksaan dengan DM dipemeriksaan akan didapatkan hasil gula
darah puasa >140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan gula darah post prandial
>200mg/dl. Selain itu juga dapat juga dilakukan pemeriksaan antara lain:
a. Aseton plasma (keton) > positif secara mencolok
b. Asam lemak bebas:kadar lipid dan kolesterol meningkat
c. Elektrolit :natrium naik ,turun kalium naik, turun, fosfor turun
d. Gas Darah Arteri :menunjukkan PH menurun dan HCO3 menurun (Asidosis
Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
e. Urine: Gula dan aseton positif (berat jenis dan osmolaritas meningkat.
f. Kultur dan Sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih
infeksi saluran pernafasan, dan infeksi pada luka
Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dL
mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140
hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,
dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam
setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah
strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan
ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan
dirumah.
Pemeriksaan diagnostik untuk DM dapat dilakukan dengan cara :
a. Tes toleransi glukosa (TTG)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya yaitu lebih dari 200 mg/dL.
Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
darah meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula Darah Puasa (GDP)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini
mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap
melekat pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6
%.
c. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa
ambang ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan
ketoasidosis.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah
kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%,
sehingga didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori
terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah
1) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
2) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
3) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
4) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Obat-obatan
1) Insulin
Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai puncak
kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan.
2) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik.
3) Ulcus Kaki Diabetic
Debridement local radikal pada jaringan sehat, Terapi antibiotik sistemik
uuntuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotik, misalnya
ciprofloxacin, ofloxacin.

8. Komplikasi
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang
melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih
dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena
eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa
arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler
diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan
meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian
melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang
selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
c. Penyakit makrovaskuler seperti Penyakit pembuluh darah
d. Ulkus/gangrene
Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki
diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak
dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam
identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur, karena
seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada
umur diatas 40 tahun.
b. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan gejala
khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi
apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya
riwayat obesitas, hipertensi, atau juga atherosclerosis
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetik dimana orang tua dengan diabetes
mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.

d. Menurut 11 pola pengkajian kesehatan Gordon 1982 yaitu :


1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011)
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek, mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga ( self esteem ).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan
dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakstabilan glukosa dalam darah dibuktikan dengan kurang
kepatuhan pada rencana manajemen diabetes.
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan metabolisme.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (penurunan perfusi
perifer).
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis yaitu polifagia .
e. Defisiensi volume cairan dibuktikan dengan dengan kehilangan cairan aktif.
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes
melitus.
g. Resiko infeksi dibuktikan dengan gangguang integritas jaringan (gangreng).
h. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan Antara suplai dan
kebutuhan oksigen, masalah sirkulasi, imobilitas.
(NANDA, 2018-2020)

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
Resiko ketidakstabilan Setelah dilakukan asuhan Manajemen hiperglikemi :
glukosa dalam darah keperawatan selama … ×….
1. Monitor kadar glukosa darah
dibuktikan dengan diharapkan glukosan darah
kurang kepatuhan pada pasien stabil dengan kriteria sesuai indikasi
rencana manajemen hasil NOC :
2. Monitor tanda dan gejala
diabetes.
Kadar Glukosa Darah : hiperglikemi : polyuria,
1. Glukosa darah stabil polidipsi, polifagi,
kelemahan, letargi, malaise,
Pengetahuan : Manajemen pandangan kabur, atau sakit
Diabetes kepala
1. Pasien mengetahui peran diet
3. berikan insulin sesuai dengan
dalam mengontrol kadar
resep
glukosa darah
2. Pasien mengetahui rencana 4. dorong asupan cairan oral
makan yang di anjurkan 5. monitor status cairan
3. Pasien mengetahui ( termasuk input, dan
pentingnya menjaga kadar output) sesuai kebutuhan
glukosa dalam kisaran target
6. berikan cairan IV sesuai
4. Menggunakan insulin yang
kebutuhan
benar
5. Mengetahui efek terapiutik 7. identifikasi kemungkinan
obat penyebab hiperglikemi

8. Instruksikan pada pasien dan


keluarga mengenai
manajmen diabetes selama
periode sakit, termasuk
penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan ,
penggantian karbohidrat dan
kapan mencari bantuan
petugas kesehatan sesuai
kebutuhan .
Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka
jaringan berhubungan keperawatan selama … ×….
1. Berikan perawatan ulkus
dengan gangguan diharapkan kondisi pasien
pada kulit yang diperlukan
metabolisme. membaik dengan kriteria hasil
NOC : 2. Berikan balutan yang sesuai
dengan jenis luka
Penyembuhan luka : Sekunder
3. Ganti balutan sesuai dengan
1. Ukuran luka berkurang
jumlah eksudat dan drainase
2. Tidak terjadi nekrosis
4. Periksa luka setiap kali
jaringan
perubahan balutan
3. Tidak terjadi peradangan
5. Reposisi pasien setidaknya 2
pada luka
jam dengan tepat
4. Tidak terdapat bau busuk
6. Anjurkan pasien atau
pada luka
anggota keluarga pada
5. Tidak terdapat lubang pada prosedur perawatan luka
luka
7. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala infeksi
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
dengan agens cedera keperawatan selama … ×….
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
biologis (penurunan diharapkan kondisi pasien
karakteristik, onset/durasi,
perfusi perifer). membaik dengan kriteria hasil
frekuensi, kualitas, dan
NOC :
beratnya nyeri.
2. Observasi respon
Kontrol Nyeri
ketidaknyamanan secara
1. Mengenali kapan nyeri terjadi verbal dan non verbal.
3. Pastikan pasien menerima
2. Menggambarkan factor
perawatan analgetik dengan
penyebab nyeri
tepat.
3. Menggunakan tindakan 4. Gunakan strategi

pengurangan nyeri tanpa komunikasi yang efektif

analgesic untuk mengetahui respon


penerimaan pasien terhadap
4. Menggunakan analgesic yang
nyeri.
direkomendasikan 5. Ajarkan teknik

5. Melaporkan nyeri yang nonfarmakologi kepada


terkontrol pasien (napas dalam)
6. Monitoring perubahan nyeri
7. Sediakan lingkungan yang
nyaman.
8. Kurangi faktor yang dapat
menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik
relaksasi sebelum atau
sesudah nyeri berlangsung .
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain obat
untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang
adekuat untuk meringankan
nyeri.
Manajemen obat
1. Tentukan obat yang
dibutuhkan pasien dan cara
mengelola sesuai dengan
anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari
pengobatan.
3. Monitor tanda dan gejala
serta efek samping dari obat.
4. pada pasien keluarga cara
mengatasi efek samping
pengobatan.

Pemberian Analgesik

1. Periksa perintah medis


tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik.
2. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
3. Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
4. Kolaborasi dengan dokter
untuk obat, dosis & cara
pemberian yang
diindikasikan
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Monitor Nutrisi
1. Pantau berat badan pasien
nutrisi kurang dari keperawatan selama … ×….
2. Pantau turgor kulit
kebutuhan tubuh diharapkan nutrisi pasien 3. Identifikasi abnormalitas
berhubungan dengan membaik dengan kriteria hasil kulit (perdarahan, terlalu
faktor biologis yaitu NOC : banyak memar,
polifagia . penyembuhan luka yang
Status Nutrisi
1. Intake nutrient baik buruk)
2. Intake makanan baik 4. Identifikasi abnormalitas
3. Tenaga rambut (kering, rapuh,
4. Rasio berat badan dan tinggi
rontok)
badan 5. Pantau mual dan muntah
5. Tidak terdapat hidrasi
Managemen Nutrisi
1. Tentukan status nutrisi
pasien
2. Identifikasi alergi makanan
atau intoleransi
3. Beritahu pasien tentang
kebutuhan nutrisi (diskusi
panduan diet dan piramidan
makanan)
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Kelola pengobatan/medikasi
sebelum makan
6. Pantau gejala kelebihan atau
kekurangan berat badan

Defisiensi volume cairan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Cairan


1. Pantau tanda-tanda vital, catat
dibuktikan dengan keperawatan selama … ×….
adanya perubahan ortostatik
dengan kehilangan cairan diharapkan tidak terjadi
2. Kaji nadi perifer, pengisian
aktif. kehilangan cairan yang berarti
kapiler, turgor kulit, membran
dengan kriteria hasil NOC :
membrosa
3. Pantau masukan dan
Keseimbangan Cairan pengeluaran, catat berat jenis
urine
1. TTV normal : TD 130/90 4. Frekuensi dan kualitas
mmHg, Nadi 80 x/menit pernafasan, pemasangan otot
2. Turgor kulit baik
3. Capillary refill kurang dari 2 bantu nafas, dan adanya
detik priode apnea dan munculnya
Akral hangat sianosis.
5. Catat hal-hal yang dilaporkan
seperti mual, nyeri abdomen,
muntah dan distensi lambung.
6. Kolaborasi pemberian terapi
cairan sesuai dengan indikasi
7. Berikan pengobatan insulin
secara teratur dengan metode
IV secara intermiten atau
kontinu
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Sensasi Perifer
1. Catat penurunan nadi,
jaringan perifer keperawatan selama … ×….
pengisian kapiler lambat
berhubungan dengan diharapkan kondisi pasien
2. Evaluasi sensasi bagian yang
diabetes melitus. membaik dengan kriteria hasil
sakit, contoh tangan / lutut,
NOC :
panas / dingin
3. Lihat dan kaji kulit untuk
Perfusi Jaringan: Perifer
uiserasi, lesi, area ganggren
1. Akral hangat 4. Dorong nutrisi dan vitamin
2. Kesemutan menurun yang tepat
3. Capillary refill kurang dari 2
detik

Resiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukanasuhan Kontrol Infeksi


1. Observasi tanda-tanda
dengan gangguang keperawatan selama … ×….
infeksi dan peradangan,
integritas jaringan diharapkan kondisi pasien
seperti: demam, kemurahan,
(gangreng). membaik dengan kriteria hasil
adanya pus pada luka urine
NOC :
warna keruh atau berkabut.
Keparahan Infeksi 2. Pertahankan teknik aseptic
pada prosedur infasif (seperti
1. Pasien tidak demam
2. Leukosit 4000-9000 pemasangan infus, kateter,
3. Luka tidak ada pus atau tidak
dll)
bau 3. Tingkatkan yang
4. Suhu : 36,5 – 37,5° C
berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri
upaya pencegahan dengan
melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang
4. Kolaborasi pemberian
antibiotik yang sesuai
5. Lakukan kultur luka
Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan Terapi Aktivitas
1. Diskusikan dengan pasien
berhubungan dengan keperawatan selama … ×….,
kebutuhan aktivitas, buat
ketidakseimbangan pasaien tidak terganggu dan
jadwal perencanaan dengan
Antara suplai dan tidak mudah lelah dengan
pasien dan identifikasi
kebutuhan oksigen, kriteria hasil NOC :
aktivitas yang menimbulkan
masalah sirkulasi, Toleransi Terhadap Aktivitas
kelelahan.
imobilitas. 1. Pasien mengungkapkan
2. Monitor Tanda-tanda vital
peningkatan tingkat energi,
pasien
menunjukkan perbaikan 3. Berikan aktifitas alternatif
kemampuan untuk dengan periodik istirahat
berpartisipasi dalam aktifitas yang cukup atau tanpa
yang diinginkan. diganggu
4. Diskusikan cara menghemat
kalori beraktifitas
5. Tingkatkan partisipasi
pasien dalam melakukan
aktifitas sehari-hari sesuai
toleransi

(NANDA, 2018 – 2020 )

DAFTAR PUSTAKA
Bluechek, Gloria M., dkk. (2016). NIC (Nursing Intervention Classification). Singapura:
Mocomedia.

Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Moorhead, Sue, dkk. (2016). NOC (Nursing Outcome Classification). Singapura:
Mocomedia.

NANDA Internasional. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta: EGC.

Soegondo, Harry. (2009). Diabetes Melitus tipe II. Jakarta : MediAction.

Waspadji, S. (2006). Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya Diagnosis dan


Strategi Pengelolaan. In d. Aru W, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 4. Jakarta: FKUI.
Yuliana Eline, Andarajat Retnosari. (2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TANGGAL 26 – 28 NOVEMBER 2018
OLEH :

NI PUTU NATIYA GIYANTI P07120216051

KELAS 3B SEMESTER V PRODI D – IV KEPERAWATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai