TEORI
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi Menurut (Laurentia, 2015) komplikasi yang timbul pada diabetus
melitus adalah :
a. Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung,
stroke, aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
b. Kerusakan saraf atau neuropati.
Kadar gula darah yang berlebihan dapat merusak saraf dan pembuluh darah
halus. Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya sensasi kesemutan atau perih
yang biasa berawal dari ujung jari tangan dan kaki, lalu menyebar ke bagian
tubuh lain. Neuropati pada sistem pencernaan dapat memicu mual, muntah,
diare, atau konstipasi.
c. Kerusakan mata, salah satunya dibagian retina.
Retinopati muncul saat terjadi masalah pada pembuluh darah di retina yang
dapat mengakibatkan kebutaan jika dibiarkan. Glaukoma dan katarak juga
termasuk komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes.
d. Gangren
Sulistriani (2013) menyatakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
gangrene pada penderita DM diantaranya adalah neuropati, tidak terkontrol gula
darah (hiperglikemi yang berkepanjangan akan menginisiasi terjadinya
hiperglisolia (keadaan dimana sel kebanjiran masuknya glukosa akibat
hiperglikemia kronik), hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis
biokimiawi sel yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar
terbentuknya komplikasi DM.
Gangren adalah rusak dan membusuknya jaringan, daerah yang terkena gangren
biasanya bagian ujung-ujung kaki atau tangan. Gangren kaki diabetik luka pada
kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang
terjadi dipembuluh darah sedang atau besar ditungkai, luka gangren merupakan
salah satu komplikasi kronik DM (Wirnasari, 2019).
2. Terapi gizi
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi beban kerja insulin dengan
meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi
ini melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya.
3. Intervensi gizi
Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan, perbaikan kadar
glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk dengan Diabetes Mellitus tipe II
mempunyai resiko yang lebih besar dari pada mereka yang hanya kegemukan
metode sehat untuk mengendalikan berat badan, yaitu : makanlah lebih sedikit kalori
mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan menurunkan berat badan
satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg dalan sebulan.
4. Aktivitas fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan Diabetes Mellitus tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic seperti jalan
kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relative
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi diabetes mellitus dapat dikurangi.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara menyeluruh,
maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan diagnosis keperawatan.
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien dengan diabetus
mellitus dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017 (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017):
3. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah uraian tujuan dan kriteria hasil untuk intervensi bagi klien dengan
diabetus mellitus dengan menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2018). Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan
dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi
ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya. Komponen tahap implementasi
5. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh manaperawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
(Tarwoto & Wartonah, 2018). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian,
tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara
SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan.
Format evaluasi mengguanakan :
1. Evaluasi Formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
a. S (Subjektif) Data subjektif adalah keluhan yang berupa ungkapan yang
didapat dari klien.
b. O (Objektif) Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
c. A (Analisis/assessment) Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena status klien
selalu berubah yang mengakibatkan informasi/data perlu pembaharuan,
proses analisis/assessment bersifat dinamis. Oleh karena itu sering
memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis,
rencana, dan tindakan.
d. P (Perencanaan/planning) Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil
modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien.Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan
periode yang telah ditentukan.
2. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan,
menanyakan respon klien dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan
pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait
dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu: