Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TEORI

2.1 Konsep Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik gula darah melebihi nilai normal. Diabetes adalah suatu penyakit dimana
tubuh penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula dalam darah.
Pada tubuh yang sehat pancreas melepas hormone insulin yang bertugas mengangkut
gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi. Penderita
diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula didalam
darah. Kelebihan gula yang kronis di dalam darah ini menjadi racun bagi tubuh
(Wirnasari, 2019).
2.1.2 Gejala Dan Tanda-Tanda
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan oleh
penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapatkan perhatian (Wirnasari,
2019).
1. Keluhan Fisik
a. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu yang relative singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang menyebabkan penurunan prestasi
disekolah dan lapangan olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar untuk menghasilkan tenaga. Sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan
lain yaitu lemak dan otot. Dampaknya penderita kehilangan jaringan lemak dan
otot sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan banyak akan sangat mengganggu penderita,
terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus amat sering dialami penderita karena sebanyak cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah artikan, dikiranya sebab rasa
haus yaitu udara panas atau beban kerja berat. Jadi untuk menghilangkan rasa
haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam
darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
2. Keluhan Lain
a. Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur.
b. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit Diabetes Mellitus sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong pendeita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar tetap
melihat dengan baik.
c. Gatal atau bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan
timbulnya bisul atau luka lecet karena sepatu atau tertusuk benda tajam.
d. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus
terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang
masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan
atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
2.1.3 Etiologi
Wirnasari (2019), terdapat etiologi proses terjadinya diabetes mellitus menurut
tipenya diantaranya :
1. Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes Tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi
factor genetic, imuniologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Factor-faktor genetic penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri : tetapi mewarisi sautu presdiposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic
ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte
antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab antigen
transplantasi dan proses imun lainnya. 95% pasien berkulit putih dengan diabetes tipe
1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR 3 atau DR 4). Risiko terjadinya
diabetes tipe 1 meningkat tiga hingga lima kali lipat individu yang memiliki salah
satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 kali pada individu
yng memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi
umum). Faktor lingkungan, penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap
kemungkinan factor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai
contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetes Mellitus tipe II


Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
factor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe
II, factor tersebut sebagai berikut :
a. Usia (resistensi insulin cenderung menigkat pada usia diatas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
2.1.4 WOC
2.1.5 Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan tipe
Terdapat klasifikasi diabetes mellitus menurut American Diabetes Association
(ADA) tahun 2010, meliputi diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus II, diabetes
mellitus tipe lain dan Diabetes Mellitus gestasional.

1. Diabetes Mellitus tipe 1


Diabetes mellitus tipe 1 yang disebut diabetes tergantung insulin IDDM merupakan
gangguan katabolic dimana tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glucagon plasma
meningkat dan sel-sel beta prankreas gagal berespon terhadap semua rangsangan
insulinogenic. Hal ini disebabkan oleh penyakit tertentu (antara lain infeksi virus dan
autoimun) yang membuat produksi insulin terganggu. Diabetes mellitus ini erat
kaitannya dengan tingginya frekuensi dari antigen HLA tertentu. Gen-gen yang
menjadikan antigen ini terletak pada lengan pendek kromosom. Onset terjadinya
diabetes mellitus tipe 1 dimulai pada masa anak-anak atau umur 14 tahun (Wirnasari,
2019).

2. Diabetes mellitus tipe II


Diabetes mellitus tipe II merupakan bentuk diabetes nonketoic yang tidak terkait
dengan marker HLA kromosom ke 6 dan tidak berkaitan dengan autoantibody sel.
Dimulai dengan adanya resistensi insulin yang belum menyebabkan diabetes mellitus
secara kilnis. Menurut Perkeni (2011) untuk kadar gula darah puasa normal adalah
≤126 mg/dl, sedangkan untuk kadar gula darah 2 jam setelah makan yang normal ≤200
mg/dl.

3. Diabetes melitus tipe lain


Biasanya disebabkan karena adanya malnutrisi disertai kekurangan protein,
gangguan genetic pada fungsi sel β dan kerja insulin, namun dapat pula terjadi karena
penyakit eksorin pancreas (seperti cystic fibrosis), endokrinopati, akibat obat-obatan
tertentu atau induksi kimia (Wirnasari, 2019).
4. Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus getasional yaitu diabetes mellitus yang timbul selama kehamilan.
Pada masa kehamilan terjadi perubahan yang mengakibatkan melambatnya reabsorpsi
makanan, sehingga menimbulkan keadaan hiperglikemik yang cukup lama. Menjelang
aterm kebutuhan insulin meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan keadaan normal,
yang disebut sebagai tekanan diabetonik dalam kehamilan. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya resistensi insulin secara fisiologis. Diabetes mellitus gestasional terjadi ketika
tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh insulin saat selama kehamilan.
Tanpa insulin, glukosa tidak dihantarkan kejaringan untuk dirubah menjadi energi,
sehingga glukosa meningkat dalam darah yang disebut dengan hiperglikemia
(Wirnasari, 2019).

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi Menurut (Laurentia, 2015) komplikasi yang timbul pada diabetus
melitus adalah :
a. Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung,
stroke, aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
b. Kerusakan saraf atau neuropati.
Kadar gula darah yang berlebihan dapat merusak saraf dan pembuluh darah
halus. Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya sensasi kesemutan atau perih
yang biasa berawal dari ujung jari tangan dan kaki, lalu menyebar ke bagian
tubuh lain. Neuropati pada sistem pencernaan dapat memicu mual, muntah,
diare, atau konstipasi.
c. Kerusakan mata, salah satunya dibagian retina.
Retinopati muncul saat terjadi masalah pada pembuluh darah di retina yang
dapat mengakibatkan kebutaan jika dibiarkan. Glaukoma dan katarak juga
termasuk komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes.
d. Gangren
Sulistriani (2013) menyatakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
gangrene pada penderita DM diantaranya adalah neuropati, tidak terkontrol gula
darah (hiperglikemi yang berkepanjangan akan menginisiasi terjadinya
hiperglisolia (keadaan dimana sel kebanjiran masuknya glukosa akibat
hiperglikemia kronik), hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis
biokimiawi sel yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar
terbentuknya komplikasi DM.
Gangren adalah rusak dan membusuknya jaringan, daerah yang terkena gangren
biasanya bagian ujung-ujung kaki atau tangan. Gangren kaki diabetik luka pada
kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang
terjadi dipembuluh darah sedang atau besar ditungkai, luka gangren merupakan
salah satu komplikasi kronik DM (Wirnasari, 2019).

2.1.7 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Menurut Wirnasari (2019) penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal 4
pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar
tersebut adalah edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan farmakologi.
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,
pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya,
pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara mengatasi
hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang teratur, dan cara mempergunakan fasilitas
kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien dapat mengontrol gula darah,
mengurangi komplikasi dan meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri.

2. Terapi gizi
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi beban kerja insulin dengan
meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi
ini melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya.
3. Intervensi gizi
Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan, perbaikan kadar
glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk dengan Diabetes Mellitus tipe II
mempunyai resiko yang lebih besar dari pada mereka yang hanya kegemukan
metode sehat untuk mengendalikan berat badan, yaitu : makanlah lebih sedikit kalori
mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan menurunkan berat badan
satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg dalan sebulan.

4. Aktivitas fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan Diabetes Mellitus tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic seperti jalan
kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relative
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi diabetes mellitus dapat dikurangi.

2.1.8 Terapi Farmakologi


Terapi farmakologi diberikan Bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan. Obat hipoglikemik oral, berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 5
golongan : pemicu sekresi insulin sulfonylurea dan glinid. Peningkat sensitivitas
terhadap insulin methormin dan tiazolidindion. Penghambat gluconeogenesis.
Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glucosidase alfa.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Smelzer dan Bare, pemeriksaan penunjang untuk penderita diabetes
melitus antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya (menurun
atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah-pecah , pucat, kering yang tidak normal,
pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa juga teraba lembek.
b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda asing,
osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP (Gula
Darah Puasa),
b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan
glukosa pada urine tersebut.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Diabetes Melitus
1. Pengkajian
a) Identitas Nama, usia (DM Tipe 1 usia < 30 tahun. DM Tipe 2 usia > 30 tahun,
cenderung meningkat pada usia > 65 tahun), kelompok etnik di Amerika Serikat
golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan
yang lebih besar, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal : MRS, diagnosa
masuk. Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi cenderung
mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk
mengkonsumsi makananyang banyak mengandung gula dan lemak yang
berlebihan. Penyakit ini biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya
dengan aktifitas fisik yang sedikit.
b) Keluhan Utama
1) Kondisi Hiperglikemi Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak BAK,
dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
2) Kondisi Hipoglikemi Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa
lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan
berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu
setelah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
d) Riwayat Penyakit Terdahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat–obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen,
hipertensi, dan obesitas.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya
tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
f) Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2) Pola aktivitas dan latihan
Kaji keluhan saat beraktivitas. Biasanya terjadi perubahan aktivitas
sehubungan dengan gangguan fungsi tubuh. Kemudian pada klien
ditemukan adanya masalah dalam bergerak, kram otot tonus otot menurun,
kelemahan dan keletihan.
3) Pola nutrisi dan metabolic
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi, siang
dan malam). Kemudian tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada
mual muntah, pantangan atau alergi.
4) Pola eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya.
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi. Serta
tanyakan adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
5) Pola istirahat dan tidur
Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Dan bagaimana
perasaan klien setelah bangun tidur, apakah merasa segar atau tidak.
6) Pola kognitif persepsi
Kaji status mental klien, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien
dalam memahami sesuatu, tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi
wajah, nada bicara klien, dan identifikasi penyebab kecemasan klien.
7) Pola sensori visual
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
8) Pola toleransi dan koping terhadap stress
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial atau
perawatan diri). Kemudian kaji keadaan emosi klien sehari – hari dan
bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien).
Tanyakan pakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien
sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat, apakah pasien
merasakan kecemasan yang berlebihan dan tanyakan apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
9) Persepsi diri/konsep diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya.
Kemudian tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.
10) Pola seksual dan reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya,
kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause, apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan
kebutuhan seks.
11) Pola nilai dan keyakinan
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantanganpantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara menyeluruh,
maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan diagnosis keperawatan.
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien dengan diabetus
mellitus dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017 (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017):

1) Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia (D.0009)


a. Definisi Perfusi Perifer Tidak Efektif Penurunan sirkulasi darah pada level
kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh.
b. Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : (tidak tersedia)
2. Objektif : warna kulit pucat , Turgor kulit menurun
c. Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : (tidak tersedia)
2. Objektif : Edema, Penyembuhan luka lambat
d. Kondisi Klinis terkait
1) Tromboflebitis
2) Diabetes mellitus
3) Anemia
4) Gagal jantung kongestif
5) Kelainan jantung kongenital
6) Trombosis arteri
7) Varises
8) Trombosis vena dalam
9) Sindrom kompartemen

2). Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)


a. Definisi defisit nutrisi Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
b. Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : (tidak tersedia)
2. Objektif : Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
c. Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : Nafsu makan menurun
2. Objektif : Membran mukosa pucat, Diare
d. Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Parkinson
3) Mobius syndrome
4) Cerebral palsy
5) Cleft lip
6) Cleft palate
7) Amytropic lateral sclerosis
8) Kerusakan neuromuskular
9) Luka bakar
10) Kanker
11) AIDS
3) Risiko Hipovolemia (D.0034)
a. Definisi
Berisiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler, interstisiel,dan/atau
intraseluler.
b. Faktor risiko Kehilangan cairan secara aktif.
c. Kondisi klinis terkait
a) Penyakit Addison
b) Trauma/perdarahan
c) Luka bakar
d) AIDS
e) Penyakit Crohn
f) Muntah
g) Diare
h) Kolitis ulseratif

4) Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d nekrosis luka (D.0129)


a. Definisi
Gangguan integritas kulit/jaringan Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul,
sendi dan/atau ligmen).
b. Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif :(tidak tersedia)
2. Objektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
c. Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif :(tidak tersedia)
2. Objektif : Nyeri, Perdarahan, Kemerahan, Hematoma

5). Intoleransi Aktivitas


a. Definisi Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari
b. Gejala dan Tanda mayor
1. Subjektif : Pasien mengeluh lelah
2. Objektif : Frekuensi jantung meningkat
c. Gejala dan Tanda mayor
1. Subjektif : Dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas, Merasa lemah
2. Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas, Gambaran
EKG menunjukkan iskemia, Sianosi
d. Kondisi klinis terkait
1. Anemia
2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan muskuloskeletal

6) Risiko infeksi bd hiperglikemia (D.0142)


a. Definisi risiko infeksi Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
potegenik.
b. Faktor risiko Risiko infeksi dibuktikan dengan adanya penyakit kronis (mis.
Diabetes Melitus)
c. Kondisi klinis terkait
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Kanker
9. Gagal ginjal
10. Imunosupresi
11. Lymphedema
12. Leukositopenia
13. Gangguan fungsi hati

3. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah uraian tujuan dan kriteria hasil untuk intervensi bagi klien dengan
diabetus mellitus dengan menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2018). Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan
dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi
ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya. Komponen tahap implementasi

1) Tindakan keperawatan mandiri.


2) Tindakan keperawatan edukatif
3) Tindakan keperawatan kolaboratif.
4) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan

5. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh manaperawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
(Tarwoto & Wartonah, 2018). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian,
tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara
SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan.
Format evaluasi mengguanakan :
1. Evaluasi Formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
a. S (Subjektif) Data subjektif adalah keluhan yang berupa ungkapan yang
didapat dari klien.
b. O (Objektif) Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
c. A (Analisis/assessment) Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena status klien
selalu berubah yang mengakibatkan informasi/data perlu pembaharuan,
proses analisis/assessment bersifat dinamis. Oleh karena itu sering
memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis,
rencana, dan tindakan.
d. P (Perencanaan/planning) Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil
modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien.Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan
periode yang telah ditentukan.
2. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan,
menanyakan respon klien dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan
pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait
dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:

a. Tujuan tercapai/masalah teratasi jika klien menunjukkan perubahan sesuai


dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam
proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian
kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi jika klien hanya menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali serta dapat timbul
masalah baru.

Anda mungkin juga menyukai