S DENGAN KASUS
DIABETES MELLITUS DI DESA TEMPUREJO
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDANG KABUPATEN BLORA
Disusun Oleh :
Tingkat : 3B
NIM : P1337420420110
JURUSAN KEPERAWATAN
2023
BAB I
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
a. Diabetes Tipe I
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi
faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi
virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
1) Faktor-faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggungjawab atasa antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
2) Faktor-faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya respons otoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah ke jaringan normal
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
oleh jaringan asing.
3) Faktor-fakor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
eksternal yang dapat memicu dekstruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil
penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memeang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu, terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan
proses terjadinya diabetes tipe II.
Faktor-faktor ini adalah :
- Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
- Obesitas
- Riwayat Keluarga
- Kelompok etnik
3. Tanda dan Gejala
Menurut (Utami, 2020), Diabetes Melitus awalnya diperkirakan dengan adanya
gejala yaitu :
a. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
b. Polidipsi (banyak minum)
c. Polifagi (banyak makan)
d. Lemas
e. Berat Badan Menurun
f. Kesemutan
g. Mata Kabur
h. Impotensi pada pria
i. Pruritas pada Wanita
4. Patofisiologi
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glikosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi lain). Namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini kan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbilkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang disebabkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perunahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer & Bare,
2018).
DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah
terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor
genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM
tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan
seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar
asam lemak bebas (Smeltzer & Bare, 2018).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2.
Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah
akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK)
(Smeltzer & Bare, 2018).
5. Prosedur Diagnostik
Menurut Smelzer dan Bare (2018), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain :
a. Pemeriksaan Vaskuler, pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan,
adanya benda asing, osteomelietus.
b. Pemeriksaan Laboratorium, pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula
Darah Sewaktu), GDP(GulaDarah Puasa)
c. Pemeriksaan urine, dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan
glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan dilakukan menggunakan
cara Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari
perubahan warna yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah
bata (++++).
d. Pemeriksaan kultur pus bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang
terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan
selanjutnya.
e. Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan pembedahan
6. Penatalaksanaan
a. Diit dan Pola Makan
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut Perencanaan Makanan. Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang
sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
b. Protein sebanyak 10 – 15 %
c. Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu :
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi xii
stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
d. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
1) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
2) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
3) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal
tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
Jenis obat :
a) Kerja cepat ( rapid acting) retensi insulin 5-15 menit puncak efek 1-2 jam,
lama kerja 4-6 jam. Contoh obat: insuli lispro ( humalo), insulin aspart
b) Kerja pendek ( sort acting) awitan 30-60 menit, puncak efek 2-4 jam, lama
kerja 6-8 jam.
c) Kerja menengah( intermediate acting) awitan 1,5-4 jam , puncak efek 4-
10 jam, lama kerja 8-12 jam),awitan 1-3 jam, efek puncak hampir tanpa
efek, lama kerja 11-24 jam. Contoh obat: lantus dan levemir
e. Penyuluhan atau Edukasi
Untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,
yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan diabetes.
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Suparyanto & Rosad, 2020).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI, 2015).
2) Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat (Suparyanto & Rosad, 2020).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah mg/dL.
Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan
hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak
keringat, gementar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun
sampai koma (Suparyanto & Rosad, 2020).
b. Komplikasi kronik Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi
pada pasien DM saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup
lebih lama. Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi
jangka panjang terdiri dari :
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari
pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak
ateroma. Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat timbul
lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi
epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5 kali dibandingkan orang
normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan
kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapitelah terbukti secara
epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko
mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat
menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi semakin tinggi.
Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akanmeningkatkan risiko mortalitas
koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah
besar antara lain adalah pembuluh darah jantung atau penyakit jantung
koroner, pembuluh darah otak atau stroke, dan penyakit pembuluh darah.
Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga
berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer
dan Bare, 2018)
2) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan
nefropati diabetik. Retinopati diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
retinopati non proliferatif dan retinopati proliferatif. Retinopati non
proliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai dengan adanya
pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia
retina. Seterusnya, nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat
kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati diabetik ditandai dengan
adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan
hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan
perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti
protein dapat masuk ke dalam kemih (albuminuria). Akibat dari nefropati
diabetik tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya
preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan
darah (Smeltzer dan Bare, 2018)
3) Neuropati Diabetes
Neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat DM.
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih
dahulu, lalu ke bagian tangan. Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah
diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan
risiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer
harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus
kaki (Ohotimur, 2022).
sebagai berikut :
5) Komposisi keluarga
6) Genogram, merupakan alat pengkajian yang digunakan untuk mengetahui
generasi.
b) Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga menurut (Izati, 2019), terdiri dari :
rumah, jumlah ruangan dan fungsinya, sirkulasi udara dan sinar matahari
yang masuk, pendingin udara (AC) atau kipas angin, pencahayaan, jumlah
septic tank dengan sumber air, konsumsi makanan olahan dan sumber air
minum keluarga.
maupun teman main. Interaksi ini bisa digunakan untuk melacak jejak dari
1) Fungsi afektif, yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,
menghargai.
serta perilaku.
4) Fungsi reproduksi, yang perlu dikaji adalah berapa jumlah anak, apakah
keluarga.
5) Fungsi ekonomi, hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga
Menurut (Izati, 2019), Metode yang digunakan sama dengan pemeriksaan fisik
klinik.
g) Harapan Keluarga
kelompok yaitu :
terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi
b. Pengertian
d. Faktor penyebab
Diagnosa dan intervensi keperawatan keluarga dengan diabetes mellitus yang muncul,
adalah:
DX 1
a. Dx kep
Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan diabetes
mellitus
b. Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak 5 x 50 menit keluarga mampu mengenal
dan memahami bagaimana perawatan diabetes mellitus dengan kriteria hasil :
1) Keluarga mampu menyebutkan defenisi diabetes mellitus dengan bahasa
sendiri.
2) Keluarga mampu menyebutkan 6 dari 8 penyebab, tanda dan gejala dari
diabetes mellitus.
3) Keluarga mampu menyebutkan 5 dari 7 cara pencegahan diabetes mellitus.
4) Keluarga mampu menyebutkan apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan
apa keuntungan membewa anngota keluarga yang sakit ke fasilitas
kesehatan
c. Intervensi
1) Gali pengetahuan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda gejala
diabetes mellitus
2) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda gejala dan
cara pencegahan diabetes mellitus dengan menggunakan lembar balik dan
leaflet
3) Evaluasi kembali pengertian, penyebab, tanda gejala dan pencegahan
diabetes mellitus pada keluarga.
4) Diskusikan dengan keluarga tentang komplikasi dari diabetes mellitus
5) Bimbing dan motivasi keluarga untuk mengambil keputusan dalam
menangani masalah diabetes mellitus
6) Menjelaskan dan mendemonstrasikan pada keluarga mengenai cara
mengatasi masalah diabates mellitus
7) Kaji pengetahuan keluarga tentang apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan
apa manfaat fasilitas kesehatan tersebut.
8) Diskusikan bersama keluarga apa saja fasilitas kesehatan yang ada ada dan
bagaimana memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
DX 2
a. Dx kep
Reisko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
b. Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak 5 x 50 menit keluarga mampu mengenal
dan memahami bagaimana pengaturan diit pada pasien diabetes mellitus
1) Keluarga mampu menyebutkan defenisi diit pada diabetes mellitus dengan
bahasa sendiri.
2) Keluarga mampu menyebutkan 4 dari 5 tujuan diit pada diabetes mellitus
dengan bahasa sendiri.
3) Keluarga mampu menyebutkan 8 dari 8 macam-macam diit pada diabetes
mellitus dengan bahasa sendiri.
4) Keluarga mampu menyebutkan 5 dari 8 macam-macam makanan yang baik
dikonsumsi penderita diabetes mellitus dengan bahasa sendiri.
5) Keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan diabetes mellitus dan
mampu mendemonstrasikan bagaimana cara mengatasi diabetes mellitus
c. Intervensi
1) Gali pengetahuan keluarga tentang pengertian dan tujuan diit diit diabetes
mellitus
2) Gali pengetahuan keluarga tentang macam-macam diit diabetes mellitus
3) Gali pengetahuan keluarga tentang makanan yang baik untuk penderita
diabetes mellitus
4) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian diit, tujuan diit, dan
macam-macam diit diabetes mellitus dengan menggunakan lembar balik
dan leaflet
5) Diskusikan dengan keluarga makanan yang baik untuk diabetes mellitus
dengan menggunakan lembar balik dan leaflet
6) Bimbing dan motivasi keluarga untuk mengambil keputusan dalam
menangani masalah diabetes mellitus
7) Menjelaskan dan mendemonstrasikan pada keluarga mengenai cara
mengatasi masalah diabates mellitus
8) Evaluasi kembali tentang cara merawat dan cara mengatasi diabetes
mellitus
DX 3
a. Dx kep
Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengenal masalah kesehatan.
b. Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak 5 x 50 menit keluarga dapat mengenal
masalah kesehatan diabetes mellitus.
1) Perilaku sesuai anjuran meningkat
2) Kemampuan menjelaskan kembali pengetahuan tentang diabetes mellitus
meningkat
c. Intervensi
1) mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) identifikasi pemahaman tentang kondisi kesehatan saat ini dan mengukur
tanda vital
3) edukasi dengan menjelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan, penyebab dan faktor risiko yang ditimbulkan penyakit, tanda dan
gejala yang ditimbulkan oleh penyakit, kemungkinan terjadinya komplikasi
4) evaluasi keluarga dan pasien
5) Bimbing dan motivasi keluarga untuk mengambil keputusan dalam
menangani masalah diabetes mellitus
Evaluasi kembali tentang cara merawat dan cara mengatasi diabetes mellitus
4. Perumusan Masalah
a. Prioritas Masalah
Jika dalam satu keluarga menemukan lebih dari satu masalah maka dapat
Tabel 2.3 rumus skala skoring menurut Bailon dan Maglaya, 1978 (dalam
(Izati, 2019)).
Skala Prioritas Masalah Kesehatan Keluarga
bobot.
1) Sifat Masalah
b) Lamanya masalah
4) Menonjolnya Masalah
Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan skor pada kriteria ini,
Izati, Z. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Kota Padang. In Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Kota Padang (Vol. 4).
Ohotimur, A. E. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN.Y DENGAN KASUS
DIABETES MELLITUS PADA NY.H.
Pulungan, H. R. (2019). Konsep Pengkajian Dalam Proses Keperawatan Untuk. 181101092.
Smeltzer, & Bare. (2018). Textbook of Medical Surgical Nursing.
Suparyanto, & Rosad. (2020). LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS
LUKA KAKI DIABETIK. Suparyanto Dan Rosad, 5(3), 248–253.
T. Heather Herdman, PhD, RN, F., & Shigemi Kamitsuru, PhD, RN, F. (2018). NANDA.
Utami, D. T. (2020). Diabetes melitus dengan ulkus diabetikum. Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Ilmu Keperawatan, 1, 1–7.