Oleh :
Dian Hosiana Pangaribuan
NIM 012023243011
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan konsep dasar asuhan kebidanan
kanker serviks kepada penderita sehingga dapat melakukan asuhan kebidanan
secara kompreshensif dan berkualitas.
1.3.2 Bagi pelayanan kesehatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan.
1.3.3 Bagi institusi
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi khususnya
tentang asuhan kebidanan pada penderita kanker serviks
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Penyebab
Infeksi kronik oleh virus HPV (Human Papilloma Virus) sub tipe onkogenik
terutama sub tipe 16 dan 18 menyebabkan hampir semua kanker serviks (Cohen dkk,
2019; Kemenkes RI, 2016)
2.1.4 Patofisiologi
Leher rahim normal yang terpapar virus HPV persiten, hanya sekitar 5% yang
berkembang menjadi lesi prankanker yang ditandai dengan perubahan histopatologi
yaitu lesi CIN (cervical intraepithelial neoplasia) derajat 2 dan 3 dalam waktu 3
tahun setelah infeksi. Tempat perkembangan lesi prankanker adalah di zona
transformasi (T-Zone) yaitu area dimana pertemuan ektoserviks dan endoserviks
bertemu. Lesi prankanker ini mengalami mutasi genetik sehingga mengubah
perilakunya. Sel yang bermutasi melakukan pembelahan sel yang tidak terkedali dan
menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi
genetik tidak dapat diperbaiki inilah yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan
kanker.
Perkembangan neoplasia intraepitel serviks (NIS) adalah NIS 1, NIS 2, NIS 3
karsinoma in situ (KIS), kemudian setelah menembus membran basalis akan
berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif. Hanya 20% dari lesi CIN 3
yang berkembang menjadi kanker serviks dalam waktu 5 tahun dan hanya 40% dari
lesi CIN 3 yang berkembang menjadi kanker serviks dalam waktu 30 tahun
(Kemenkes RI, 2016; NCCC, 2021)
2.1.6 Diagnosis
Penegakan diagnosa kanker serviks dapat dilakukan sebagai berikut (Cohen et al.,
2019; Kemenkes RI, 2016):
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Untuk anamnesis klien dapat mengeluh atau petugas kesehatan menanyakan
tanda gejala seperti yang tertulis di poin 2.1.5 sebelumnya. Pemeriksaan fisik
yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan panggul, pemeriksaan spekulum untuk
melihat serviks dan mukosa vagina (serviks tampak normal ketika penyakitnya
masih mikroinvasif atau masih berada di saluran endoserviks). Kanker serviks
stadium lanjut akan memiliki bau tidak sedap yang khas, dan penampakan
spekulum serviks dapat terlihat rapuh dan jika parah akan berbentuk seperti
bunga kol (Julaecha & Nurfitrian, 2019)
b. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis utama didasarkan pada penilaian histopatologis dari biopsi serviks.
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi,
rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan, CT scan atau MRI, dan
PET scan
1) Kolposkopi dan biopsi harus dilakukan pada pasien bergejala atau wanita
dengan sitologi sugestif invasif tanpa lesi yang terlihat.
2) Cone biopsi sebaiknya dilakukan jika keganasan dicurigai baik secara klinis
maupun pada sitologi serviks, namun tidak dikonfirmasi pada histopatologis
biopsi serviks.
3) Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi
dengan biopsi dan histologik.
4) Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada kasus
dengan stadium IB2 atau lebih.
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Tatalaksana lesi prankanker
Pada tingkat primer biasanya hanya ada tes IVA, jika hasil positif dapat
dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi. Pada pap smear emuan hasil
abnormal direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan
kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision
Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the
Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus
terapeutik
Beberapa metode terapi NIS destruksi lokal antara lain: (Kemenkes RI, 2016)
1) Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan
metode pembekuan atau freezing hingga sekurangkurangnya -20oC selama 6
menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2.
2) Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan
melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona
transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi
anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan
tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan.
3) Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan
efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan
dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan
jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat
dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.
4) Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu
muatan listrik dilepaskan dalam suatu abung yang berisi campuran gas
helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser
yang
mempunyai panjang gelombang 10,6u.
b. Tatalaksana kanker serviks invasif
1) Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ): Konisasi (cold knife conization).
a) Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan
fertilitas.
b) Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi.
c) Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total
d) Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai atalaksana kanker
invasif.
2) Stadium IA1 (LVSI negatif): Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi
adekuat) apabila fertilitas dipertahankan (tingkat evidens B). Bila tidak free
margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi Total
apabila fertilitas tidak dipertahankan
2) Emosional
Dukungan emosional yang dapat diberikan adalah (Dekker et al., 2020;
Slevin et al., 1996)
a) Cara penyampaian informasi yang caring dan sikap yang peka
merupakan salah satu yang terpenting dalam dukungan emosional pada
pasien kanker.
b) Sikap yang dapat kita lakukan adalah dengarkan dengan hati bukan
telinga, jangan tunjukkan denial yang mungkin kita rasakan, batasi
seberapa sering anda mengatakan “itu akan baik-baik saja”
c) Petugas kesehatan diharapkan dapat mendengarkan keluhan/kebutuhan
klien dan segera menanggapinya
d) Dukungan keluarga
e) Terkadang pasien juga membutuhkan asuhan kesehatan mental
2.1.9 Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer kanker serviks dilakukan dengan pencegahan infeksi
HPV seperti tidak melakukan aktivitas seksual, monogami bersama antara
perawan, penggunaan kondom. Walau tidak memberikan perlindungan 100%,
namun dapat mencegah penularan HPV (Cohen et al., 2019)
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah deteksi dini. Deteksi lesi pra kanker terdiri dari
berbagai metode yaitu: (Kemenkes RI, 2016)
1) Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology/LBC)
2) Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
3) Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI)
4) Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture
2.2.1 Pengkajian
1. Data subjektif
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama. Umur
perlu dikaji, kanker serviks yang invasif biasanya terjadi pada usia 35-50th
(Wartini, 2016). Pendidikan dan pekerjaan dikaji untuk memperkirakan status
\ekonomi ibu karena sosial ekonomi yang rendah merupakan faktor risiko
(Kemenkes RI, 2016)
b. Alasan kunjungan
Alasan kunjungan dapat berupa rujukan dan faskes primer atau dari rumah
sakit lain, atas keluhan ibu, follow up
c. Keluhan utama
Pada pasien rujukan dari faskes primer bisa karena hasil IVA dan pap smear
positif. Keluhannya seperti perdarahan (contact bleeding, berhubungan intim, di
antara masa haid, setelah menopause), keputihan abnormal, nyeri pinggang atau
perut, nyerti saat berkemih
d. Riwayat menstruasi
Pada kanker yang invasif dapat terjadi perdarahan diluar masa haid serta pada
pasien menopause ada perdarahan,
e. Riwayat pernikahan
Riwayat pernikahan perlu dikaji untuk memperkirakan usia pertama kali
hubungan seksual, namun bisa juga ditanyakan kapan usia pertama melakukan
hubungan seksual karena hubungan seksual pertama di usia muda merupakan
faktor risiko.
f. Riwayat obstetrik
Jumlah anak perlu dikaji karena anak banyak merupakan salah satu faktor risiko
g. Riwayat kontrasepsi
Pemakaian pil kb merupakan salah satu faktor risiko
h. Riwayat penyakit
Imunosupresi (misalnya, setelah transplantasi organ atau gangguan
imunodefisiensi seperti HIV), riwayat infeksi menular seksual, riwayat displasia
vulva atau vagina terkait HPV merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks
i. Data psikososial
Pasien penderita kanker yang baru/sudah mengetahui informasinya akan
mengalami berbagai jenis emosi kewalahan/overwhelemed, penyangkalan/denial,
marah, takut dan khawatir, berharap, stres dan kecemasan, kesedihan dan depresi,
merasa bersalah/berdosa, kesepian, bersyuku dan mampu mengatasi emosinya
(NIH, 2020). Dukungan keluarga juga perlu dikaji
j. Gaya hidup
Pasien perokok pasien/pasif (misal suami merokok) dapat meningkatkan 2x
lipat risiko kanker. Alkohol dapat memperberat keadaan pasien. Pasien dan
stadium berat mungkin terjadi keterbatasan dalam melakukan aktivitas
(disabilitas) (Kemenkes RI, 2016). Berganti-ganti pasangan seksual merupakan
faktor risiko
k. Pola fungsional
1) Nutrisi. Pasien kanker berisiko terkena malnutrisi, sehingga pola makan
yang sehat, makan buah, sayur dan biji-bijian, rendah lemak, daging merah
harus dikaji
2) Personal hygiene. Pasien kanker serviks invasif mungkin akan merasakan
nyeri didaerah genitalia yang mungkin dapat menyebabkan takut untuk
membersihkan daerah genitalianya dengan baik
3) Seksual. Gejala kanker serviks salah satunya adalah perdarahan saat/habis
coitus
2. Data objektif
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum: bervariasi tergantung stadiumnya dari baik hingga sangat
buruk
Kesadaran: bervariasi tergantung stadiumnya (compos mentis, apatis,
delirium, somnolen, stupor, semi koma, dan koma)
Berat badan: pasien kanker berisiko terkena malnutrisi
TTV: bervariasi tergantung kondisi umum pasiennya
b. Pemeriksaan fisik
Wajah: penampakan wajah klien dapat baik/lemah/merasakan nyeri,
mungkin pucat (kanker risiko anemia)
Mata: konjungtiva mungkin anemis, sklera umumnya tidak ikterik namun
bisa juga ikterik
Abdomen: apakah ada pembesaran uterus, apakah ada teraba massa, apakah
terdapat nyeri tekan
Genitalia: apakah ada keputihan abnormal, apakah vulva vagina oedema,
apakah ada varises
c. Pemeriksaan khusus
Dapat dilakukan pemeriksaan panggul. Pemeriksaan spekulum dilakukan
untuk melihat serviks dan mukosa vagina. Serviks akan tampak normal jika
penyakitnya masih mikroinvasif atau masih berada di saluran endoserviks
d. Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan penunjang ditentukan sesuai keadaan pasien,
pemeriksaan ini tidak dilakukan oleh bidan. Hasil pemeriksaan inilah yang
menentukan stadium kanker sehingga menentukan asuhan apa yang tepat
diberikan. Berbagai jenis pemeriksaanya adalah kolposkopi, biopsi cone
biopsi,
Sistoskopi, dan rektoskopi.
2.2.5 Perencanaan
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
R/ Pasien harus diberikan informasi secara singkat namun jelas, cara penyampaian
juga harus caring dan peka karena pasien kanker serviks membutuhkan dukungan
emosional yang baik ketika mengetahui keadaan dirinya (Slevin et al., 1996)
2. Melakukan tindakan segera masalah yang dialami ibu
Masalah Penanganan
a. Edukasi Pasien informasi dan instruksi tentang nyeri dan
penanganan serta didorong berperan aktif dalam penanganan
nyeri
b. Terapi medikamentosa sesuai prinsip tatalaksana nyeri WHO
(level 4) dan WHO analgesic ladder (level 2) oleh dokter
c. Terapi Non Medikamentosa Modalitas Kedokteran Fisik dan
Nyeri
Rehabilitasi seperti Trans Electrical Nerve Stimulation
(TENS) oleh dokter
d. Mengoptimalkan pengembalian mobilisasi dengan
modifikasi aktifitas aman dan nyaman dengan atau tanpa alat
bantu jalan dan atau dengan alat fiksasi eksternal serta
dengan pendekatan psikososial-spiritual
Inkontensi Pemasangan kateterisasi intermiten adalah gold standard.
a urin Melakukan edukasi pasien dan keluarga untuk melakukan
program kateterisasi intermiten mandiri di rumah, dengan
prinsip sseptik dengan frekuensi kateterisasi 4-6 kali sehari.
a. Edukasi pencegahan timbulnya edema dan atau peningkatan
edema
b. Reduksi edema dengan manual lymphatic drainage (MLD)
Tungkai dan kompresi eksternal, serta kompresi garmen dengan
bengkak balutan/stocking
c. Terapi gerak/ aktivitas motorik dan latihan pernafasan
d. Pembalutan dapat diberikan pada limfedema dengan Deep
Vein Thrombosis (DVT) tungkai
a. Jika nyeri tatalaksana medikamentosa & nonmedikamentosa
sama seperti diatas
b. Limfedema tungkai dengan atau tanpa Deep Vein
Thrombosis seperti diatas
Gangguan
c. Tirah baring lama dengan impending/sindrom dekondisi,
mobilisasi
kelemahan umum dan fatigue
d. Pelihara kemampuan fisik dengan latihan aerobik bertahap
sesuai kemampuan fisik yang ada, pelihara kestabilan emosi
antara lain dengan cognitive behavioral therapy (CBT)
a. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan
Gangguan
b. Sikap petugas kesehatan yang caring dan peka
emosional
c. Kolaborasi dengan psikiatri
3. Melakukan observasi tanda-tanda vital
R/ Pasien sedang yang dirawat dikakukan pemeriksaan ttv untuk mengetahui
perkembangan/progress perawatan, terutama pasien yang dirawat jenis intermediet
dilakukan observasi ttv tiap 4 jam dan total setiap 2 jam sekali
4. Kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi dalam pemberian
terapi obat-obatan maupun tindakan sesuai kondisi pasien
5. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
R/ Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker, perlu
mendapat terapi nutrisi adekuat dimulai dari skrining gizi, dan apabila hasil skrining
abnormal (berisiko malnutrisi), dilanjutkan dengan diagnosis serta tatalaksana nutrisi
umum dan khusus
6. Menganjurkan/Mengajarkan ibu untuk melakukan aktivitas ringan/latihan aerovik
ringan
R/ Pasien kanker penting untuk melihara kemampuan fisik dengan latihan aerobik
bertahap sesuai kemampuan fisik yang ada agar tetap melatih mobilisasinya
(mencegah disabilitas)
7. Menganjurkan ibu/membantu ibu melakukan personal hygiene
R/ Pasien mungkin malas/tidak mampu melakukan personal hygiene sehingga perlu
kita ajarkan untuk rutin mandi, sikat gigi, dan menjaga kebersihan genitalia/kita
bantu ibu membersihkan dirinya
8. Melakukan manajamen nyeri
R/ Pasien kanker dapat merasakan nyeri yang menggangu aktivitas. Petugas
kesehatan dapat mengajarkan cara mengurangi nyeri secara mandiri dengan
pendekatan psikososial-kultural. Jika diperlukan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian medikamentosa
9. Memberi dukungan emosional kepada ibu
R/ Pasien kanker dapat mengalami gangguan emosional akibat rasa takut akan
penyakitnya. Bidan dapat mengajak keluarganya untuk memberi dukungan pada
klien, petugas kesehatan dalam memberi pelayanan dilakukan dengan caring dan
peka, mendengarkan keluh kesah pasien, memberi kalimat penyemangat. Pelihara
kestabilan emosi dapat dilakukan dengan cognitive behavioral therapy (CBT)
10. Kolaborasi dengan psikiatri dalam penanganan gangguan emosional
R/ Pasien dengan gangguan emosional yang berat seperti stres berat, kecemasan
berat, dan depresi dapat dikonsulkan ke psikiatri untuk penanganan lebih lanjut.
Gangguan emosional yang berat dapat memperburuk quality of life dari pasien
tersebut.
2.2.6 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan kebidanan yang
telah ditetapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
2.2.7 Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk menilai apakah tindakan yang di berikan sudah sesuai
dengan perencanaan serta menilai apakah rencana asuhan yang di berikan cukup
efektif. Hasil evaluasi yang diharapkan pada pasien kanker serviks adalah:
1. Pasien memahami dan menerima kondisi dirinya
2. Kebutuhan segera dapat diberikan dan kondisi ibu membaik
3. Observasi tanda-tanda vital terlaksana sesuai jadwal dan tertulis pada lembar
observasi
4. Pasien bersedia untuk makan makanan bergizi atau pasien malnutrisi terdapat
perkembangan/penambahan berat badan.
5. Pasien melakukan aktivitas ringan/senam ringan
6. Pasien dapat melakukan personal hygiene secara mandiri
7. Pasien merasa lebih tenang dan menerima kondisi dirinya
2.2.8 Pendokumentasian
Asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien membutuhkan pencatatan dan
pelaporan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menuntut tanggung jawab dan
tanggung gugat dari berbagai permasalahan yang mungkin dialami oleh klien dan
bidan berkaitan dengan pelayanan yang diberikan. Dokumentasi kebidanan juga
dipakai sebagai informasi tentang status kesehatan pasien pada semua kegiatan
asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan (Handayani & Mulyati, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, P. A., Jhingran, A., Oaknin, A., & Denny, L. (2019). Cervical cancer. The
Lancet, 393(10167), 169–182. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(18)32470-X
Dekker, J., Karchoud, J., Braamse, A. M. J., Buiting, H., Konings, I. R. H. M., van
Linde, M. E., … Verheul, H. M. W. (2020). Clinical management of emotions
in patients with cancer: introducing the approach “emotional support and case
finding.” Translational Behavioral Medicine.
https://doi.org/10.1093/tbm/ibaa115
Ellyvon Pranita. (2020, February 4). Kanker Serviks Penyebab Kematian Nomor 2
Wanita Indonesia, Kenapa? Halaman all - Kompas.com. Retrieved March 20,
2021, from Sains Kompas website:
https://sains.kompas.com/read/2020/02/04/190300123/kanker-serviks-
penyebab-kematian-nomor-2-wanita-indonesia-kenapa?page=all
Handayani, S. R., & Mulyati, T. S. (2017). Bahan Ajar Dokumentasi Kebidanan (1st
ed.). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Julaecha, & Nurfitrian. (2019). DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN
PEMERIKSAAN SERVIKS DI KELURAHAN BULURAN KENALI KOTA
JAMBI TAHUN 2017. Jurnal Abdimas Kesehatan, 1(1), 56–60.
KemenkesRI. (2016). Guideline Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks.
Retrieved from http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.pdf
Kour, P., Lal, M., Panjaliya, R., Dogra, V., & Gupta, S. (2010). Study of the risk
factors associated with cervical cancer. Biomedical and Pharmacology Journal,
3(1), 179–182.
NCCC. (2021). Cervical Cancer Overview . Retrieved March 20, 2021, from
National Cervical Cancer Coalition website: https://www.nccc-
online.org/hpvcervical-cancer/cervical-cancer-overview/
NIH. (2020, August). Feelings and Cancer. Retrieved March 21, 2021, from National
Cancer Institute website: https://www.cancer.gov/about-cancer/coping/feelings
Nonik Ayu Wartini, N. I. (2016). Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA). Jurnal Ners Dan Kebidanan, 6(1), 27–34.
https://doi.org/10.26699/jnk.v6i1.ART.p027
Slevin, M. L., Nichols, S. E., Downer, S. M., Wilson, P., Lister, T. A., Arnott, S., …
Cody, M. (1996). Emotional support for cancer patients: What do patients really
want? British Journal of Cancer, 74(8), 1275–1279.
https://doi.org/10.1038/bjc.1996.529
Sulistyawati, D., Faizah, Z., & Kurniawati, E. M. (2020). An Association Study of
Cervical Cancer Correlated with The Age of Coitarche in Dr. Soetomo Hospital
Surabaya. Indonesian Journal of Cancer, 14(1), 3.
https://doi.org/10.33371/ijoc.v14i1.639
WHO. (2020). Cervical cancer. Retrieved March 20, 2021, from World Health
Organization website: https://www.who.int/health-topics/cervical-
cancer#tab=tab_1