Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak
berbahaya jika dibawah 39oC. Selain adanya tanda klinis, penentuan
hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda
dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut
(Potter & Perry,2010).

Hipotermia adalah komplikasi pascaanestesi yang sering ditemukan di


ruang pemulihan, baik pasca anestesi umum maupun regional. Hipotermia
ialah keadaan dengan temperatur inti 1C lebih rendah di bawah temperatur
rata rata inti tubuh manusia pada keadaan istirahat dengan suhu lingkungan
yang normal. Satu dari tiga pasien akan mengalami hipotermia selama
operasi bila tidak dilakukan intervensi. Sekitar 30 sampai 40% pasien
pascaanestesi ditemukan dalam keadaan hipotermia ketika tiba di ruang
pemulihan. Bila suhu kurang dari 36 C dipakai sebagai patokan, maka
insidensi hipotermia ialah sebesar 5070% dari seluruh pasien yang
menjalani operasi (Potter & Perry,2010).

Hipertermi disebabkan karena berbagai faktor. Jika tidak di


manajemen dengan baik, hipertermi dapat menjadi hipertermi
berkepanjangan. Hipertermi berkepanjangan merupakan suatu kondisi suhu
tubuh lebih dari 38C yang menetap selama lebih dari delapan hari dengan
penyebab yang sudah atau belum diketahui. Tiga penyebab terbanyak

1
demam pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-
vaskular, dan keganasan.Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi
penyebab demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus
(Sari Pediatri,2008).

Pasien geriatri termasuk ke dalam golongan usia yang ekstrem,


sehingga merupakan risiko tinggi untuk terjadi hipotermia pada periode
perioperatif. Anestesia umum yang dilakukan pada pasien usia geriatri dapat
menyebabkan pergeseran pada ambang batas termoregulasi dengan derajat
yang lebih besar dibandingkan dengan pasien yang berusia muda. Golongan
usia geriatri merupakan faktor risiko urutan 6 (enam) besar sebagai
penyebab hipotermia .Populasi geriatri akan semakin meningkat dan
diperkirakan pada tahun 2040 masyarakat usia 65 tahun ke atas berjumlah
24% dari seluruh populasi penduduk, dengan demikian pasien geriatri yang
membutuhkan tindakan bedah juga akan meningkat.14 Data Instalasi Bedah
Sentral Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2010 tercatat
sebanyak 1.267 pasien geriatri menjalani pembedahan
Kesulitan dalam mencari penyebab timbulnya demam berkepanjangan
disebabkan oleh banyak faktor terutama penyebab yang beraneka ragam.
Hipertermia disebabkan oleh mekanisme pengatur panas hipotalamus yang
disebabkan oleh meningkatnya produksi panas endogen (olah raga berat,
hipertermia maligna, sindrom neuroleptik maligna, hipertiroidisme),
pengurangan kehilangan panas (memakai selimut berlapis-lapis, keracunan
atropine), atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan
panas). Ada juga yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada
anak terjadi karena reaksi transfusi, tumor, imunisasi, dehidrasi , dan juga
karena adanya pengaruh obat. Dampak yang ditimbulkan hipertermia dapat
berupa penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan
cairan dan kejang (Alves & Almeida, 2008, dalam Setiawati, 2009). Hipertermi
berat (suhu lebih dari 41C) dapat juga menyebabkan hipotensi,kegagalan

2
organ multipel, koagulopati, dan kerusakan otak yang irreversibel.
Hipertermia menyebabkan peningkatan metabolisme selular dan konsumsi
oksigen. Detak jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh. Metabolisme ini energi yang menghasilkan panas
tambahan. Jika klien tersebut menderita masalah jantung atau pernapasan,
maka demam menjadi berat. Demam dalam jangka panjang akan
menghabiskan simpanan energi klien dan membuatnya lemah. Metabolisme
yang meningkat membutuhkan oksigen tambahan.Jika tubuh tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen tambahan, maka terjadi hipoksia selular.
Hipoksia miokardial menimbulkan angina (nyeri dada) dan hipoksia serebral
menimbulkan cemas (Potter & Perry,2010).

Beberapa penelitian telah membuktikan dampak negatif hipotermia


terhadap pasien, antara lain ialah risiko perdarahan meningkat, iskemia
miokardium, pemulihan pascaanestesi yang lebih lama, gangguan
penyembuhan luka, serta meningkatnya risiko infeksi. Hipotermia akan
menambah kebutuhan oksigen, produksi karbon dioksida, dan juga
peningkatan kadar katekolamin di dalam plasma yang akan diikuti dengan
peningkatan laju nadi, tekanan darah, serta curah jantung. Keadaan ini
sangat tidak menguntungkan bagi pasien, terutama pasien geriatri yang telah
mengalami penurunan bahkan gangguan pada fungsi kardiovaskular dan
juga pulmonal (seperti hipertensi, aritmia jantung, gagal jantung, dan infark
miokardium).
Pada pasien geriatri telah terjadi penurunan kemampuan untuk meningkatkan
laju jantung dalam merespons kondisi hipoksia, hipotensi, dan hipovolemia.
Peregangan paru dan fungsi tubular ginjal juga telah terjadi penurunan
(Setiawati,2009).
Perawat berperan penting untuk mengatasi hipertermia melalui peran
mandiri maupun kolaborasi.Untuk peran mandiri perawat dalam mengatasi
hipertermia bisa dengan melakukan kompres (Alves & Almeida,2008).

3
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila
anak mengalami demam.Selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan para ibu saat anaknya demam.Selain itu, kompres alkohol juga
dikenal sebagai bahan untuk mengompres.Namun kompres menggunakan es
sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak turun bahkan
naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan.Tindakan dengan memberikan es/air es ini dapat menyebabkan
vasokontriksi dan menggigil yang dapat memperburuk hipertermia
(Alpers,Ann, 2006). Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid
sponge (Kolcaba,2007). Kompres tepid sponge merupakan kombinasi teknik
blok dengan seka. Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya disatu
tempat saja, melainkan langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh
darah besar. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan
memberikan seka diseluruh area tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan
terhadap klien ini akan semakin kompleks dan rumit dibandingkan dengan
teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai tempat ini
akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus lebih gencar. Selain
itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer
akan memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang
akan semakin mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga, 2010). Munurut
(Suprapti,2008) tepid sponge efektif dalam mengurangi suhu tubuh pada
anak hipertermia yang mendapatkan terapi antipiretik ditambah tepid sponge
sebesar 0,53oC dalam waktu 30 menit. Sedangkan yang mendapatkan terapi
tepid sponge saja rata-rata penurunan suhu tubuhnya sebesar 0,97oC dalam
waktu 60 menit.
Hipotermia yang terjadi pada perioperatif dapat berlanjut hingga
periode pascaoperatif di ruang pemulihan. Hipotermia yang terjadi saat
pasien di ruang pemulihan harus secepat cepatnya dilakukan tindakan
intervensi untuk mengatasi keadaan tersebut. Penatalaksanaan hipotermia
yang dapat dikerjakan meliputi tindakan nonfarmakologis serta farmakologis.

4
Teknik terapi nonfarmakologis dapat dilakukan dengan pencegahan proses
redistribusi yang menyebabkan hipotermia, antara lain dengan pemberian
selimut hangat.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep teori dan Asuhan Keperawatan pada kasus


hipetermia dan hipotermia ?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui konsep teori dan Asuhan Keperawatan pada kasus


hipetermia dan hipotermia

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Pasien
Memberikan informasi dan motivasi kepada klien dan keluarga untuk
memilih dan menerapkan perawatan demam dengan tepat dan
mandiri.
2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan masukan dalam menciptakan pemberian pelayanan
kesehatan dan lebih meningkatkan mutu pelayanan serta
meningkatkan
kemampuan dalam bidang keperawatan pada klien dengan hipertermi
khususnya pada area keperawatan anak.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori keperawatan
khususnya keperawatan anak dalam penatalaksanaan hipertermi dan
hipotermi pada anak

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 HIPOTERMI
2.1.1 Pengertian
Menurut (Perry&Potter,2010) Hipotermia adalah gangguan
medis yang terjadi di dalam tubuh, sehingga mengakibatkan
penurunan suhu karena tubuh tidak mampu memproduksi panas
untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan cepat.
Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air, angin, dan
pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik Hipotermia termasuk
kondisi kesehatan yang membutuhkan penanganan medis darurat.
Keadaan ini terjadi saat temperatur tubuh menurun drastis di bawah
suhu normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan fungsi tubuh,
yaitu di bawah 35C.
Saat temperatur tubuh berada jauh di bawah titik normal, sistem
persarafan dan fungsi organ lain dalam tubuh akan mulai terganggu.
Apabila tidak segera ditangani, hipotermia dapat menyebabkan
kegagalan sistem pernafasan dan sistem sirkulasi (jantung), dan
akhirnya menyebabkan kematian.

2.1.2 Klasifikasi menurut (Perry&Potter,2010) yaitu:


1. Hipotermia ringan, suhu <36,5C
2. Hipotermia sedang, suhu antara 32C-36C
3. Hipotermia berat, suhu kurang dari 32C
2.1.3 Penyebab menurut (Perry&Potter,2010) yaitu:
1. Yang pasti, ada kontak dengan lingkungan yang dingin.
2. Adanya gangguan atau penyakit yang diderita.
3. Penggunaan obat-obatan (alcohol, barbiturate, phenothiazine,
insulin, steroid, blocker.

6
4. Sepsis, hipotiroid, radang pancreas
2.1.4 Gejala
Gejala dan Indikasi menurut (Perry& Potter,2010) penyakit
Hipotermia :
1. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 36C atau kedua kaki
dan tangan teraba dingin.
2. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah
mengalami hipotermia sedang (suhu 32C - <36C).
3. Gigi gemeretakan, merasa sangat letih dan mengantuk yang
sangat luar biasa.
4. Selanjutnya pandangan mulai menjadi kabur, kesigapan mental
dan fisik menjadi lamban.
5. Bila tubuh korban basah, maka serangan hiportemia akan
semakin cepat dan hebat.
6. Selain itu bila angin bertiup kencang, maka pendaki akan cepat
sekali kehilangan panas tubuhnya (faktor wind cill). Jadi kalau
badan basah kuyub kehujanan dan angin bertiup kencang,
maka potensi hipotermia menjadi paradoxical feeling of warmt
akan semakin cepat terjadi.
7. Puncak dari gejala hipotermia adalah korban tidak lagi merasa
kedinginan, tapi dia malah merasa kepanasan (dlm bukunya
Norman Edwin disebut paradoxical feeling of warmt). Oleh
karena itu si korban akan melepas bajunya satu per satu dan
tetap masih merasa kepanasan.
8. Hipotermia menyerang saraf dan bergerak dengan pelan, oleh
karena itu sang korban tidak merasa kalau dia menjadi korban
hipotermia. Dari sejak korban tidak bisa menahan kedinginan
sampai malah merasa kepanasan di tengah udara yang terasa
membekukan, korban biasanya tidak sadar kalau dia telah
terserang hipotermia.
9. Dalam kasus penderita hipotermia yang sampai pada taraf
paradoxical feeling of warmt selain merasa kepanasan dia
juga terkena halusinasi. Akan tetapi, dalam banyak hal lainnya,

7
halusinasi juga telah terjadi walau si korban tidak sampai
mengalami paradoxical feeling of warmt. Yang jelas, ketika si
korban hipotermia sudah kehilangan kesadaran, maka dia
akan mudah terkena halusinasi.. Jadi tidaklah mengherankan
kalau banyak korban hipotermia ditemukan jatuh ke jurang telah
meninggal dunia.
Sedangkan, pada bayi gejalanya bisa berupa:
1. Bayi tampak mengantuk
2. Kulitnya pucat dan dingin
3. Lemah
4. Lesu
5. Menggigil

2.1.5 Faktor Resiko menurut (Perry&Potter,2010) :


1. Umur: bayi baru lahir, orang tua.
2. Paparan dingin di luar ruangan: olahraga, memakai baju tipis.
3. Obat dan intoksikan: etanol, phenothiazin, barbiturate, anestesi,
bloker neuromuscular.
4. Hormon: hipoglikemia, hipotiroidisme, kekurangan adrenalin,
hipopituitarisme.
5. Neurologis: stroke, gangguan hipotalamus, Parkinson, Cedera
sumsum tulang
6. belakang.
7. Multisistem: malnutrisi, sepsis, shock, gangguan hati dan ginjal.
8. Luka bakar dan kelainan kulit eksfoliatif(mengelupas).q
9. Prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah
meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya
metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik,
dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat
badan.
2.1.6 Metode Pengobatan
Sebelum pengidap hipotermia menerima penanganan dari
petugas medis profesional, ada sejumlah metode pertolongan

8
darurat yang dapat Anda lakukan untuk membantu. Metode-metode
menurut (Perry&Potter 2010) tersebut meliputi:
1. Memantau pernapasan pengidap. Segera berikan napas buatan
jika pengidap berhenti bernapas.
2. Perlakukan pengidap dengan hati-hati. Gerakan yang kasar
atau berlebihan dapat memicu serangan jantung. Menggosok
tangan atau kaki pengidap juga sebaiknya dihindari.
3. Pindahkan pengidap ke dalam ruangan atau tempat yang
hangat jika memungkinkan. Tetapi jangan langsung
memandikan pengidap dengan air hangat.
4. Lepaskan pakaian pengidap jika basah dan ganti dengan yang
kering.
5. Tutupi tubuh pengidap (terutama bagian perut dan kepala)
dengan selimut atau pakaian agar hangat.
6. Apabila Anda berada di luar ruangan atau di alam terbuka, lapisi
tanah dengan selimut sebelum membaringkan pengidap.
7. Berbagi panas tubuh dengan pengidap, misalnya dengan
memeluknya secara hati-hati. Kontak langsung dari kulit ke kulit
akan lebih efektif.
8. Berikan minuman hangat jika pengidap masih sadar dan bisa
menelan. Tetapi jangan memberi minuman yang mengandung
alkohol atau kafein.
9. Gunakan handuk kering yang dihangatkan atau botol berisi air
hangat untuk mengompres pengidap. Kompres ini sebaiknya
diletakkan di leher, dada, atau selangkangan. Jangan
meletakkannya di bagian kaki atau tangan karena dapat
mendorong darah yang dingin untuk mengalir ke jantung, paru-
paru, dan otak.
10. Setelah sampai di rumah sakit, pengidap hipotermia akan
menerima serangkaian langkah penanganan medis. Pemilihan
jenis penanganan akan tergantung pada tingkat keparahan
hipotermia yang diderita pengidap. Beberapa jenis perawatan
intensif yang biasanya dilakukan meliputi:

9
11. Mengeluarkan dan menghangatkan darah pasien, lalu kembali
mengalirkannya ke dalam tubuh pasien. Proses ini dilakukan
dengan mesin pintas jantung dan paru (CPB) atau mesin
hemodialisis.
12. Menghangatkan saluran pernapasan dengan memberikan
oksigen yang sudah dilembapkan dan dihangatkan melalui
masker dan selang.
13. Memberikan infus berisi larutan salin yang sudah dihangatkan.
14. Mengalirkan larutan yang hangat untuk melewati dan
menghangatkan beberapa organ tubuh, misalnya sekitar paru-
paru atau rongga perut.
15. Hipotermia yang tidak diobati dapat menyebabkan beberapa
komplikasi serius, seperti radang beku atau frosbite serta
gangren (jaringan yang membusuk akibat terhambatnya aliran
darah), atau bahkan kematian.

10
2.1.7 Langkah Pencegahan
Hipotermia bisa dicegah. Langkah-langkah sederhana yang
dapat Anda lakukan untuk menghindari hipotermia menurut
(Perry&potter,2010) adalah:
1. Menjaga agar tubuh tetap kering. Segera ganti pakaian Anda
yang basah karena akan menyerap panas tubuh Anda.
2. Kenakan pakaian yang sesuai dengan cuaca dan kegiatan,
terutama bagi Anda yang gemar mendaki gunung atau
berkemah di tempat yang dingin. Gunakanlah pakaian dari
bahan yang dapat menjaga kehangatan tubuh sekaligus
menyerap keringat, misalnya wol. Hindari pakaian berbahan
katun. Gunakan jaket yang tahan angin dan air.
3. Jangan lupa untuk menggunakan topi, syal, sarung tangan,
kaus kaki, serta sepatu bot.
4. Lakukan gerakan sederhana untuk menghangatkan tubuh, tapi
jangan sampai berkeringat berlebihan. Jika terkena angin, baju
yang basah karena keringat dapat menurunkan panas tubuh.
5. Sediakan minuman dan makanan hangat, tetapi hindari
minuman yang mengandung alkohol atau kafein.
6. Bayi dan anak-anak lebih rentan terkena serangan hipotermia
dibandingkan orang dewasa. Karena itu, Anda perlu melakukan
langkah-langkah pencegahan agar mereka terhindar dari
hipotermia. Di antaranya adalah:
7. Berikan pakaian atau jaket tambahan agar lapisan perlindungan
mereka lebih tebal.
8. Jangan biarkan bayi Anda tidur di ruangan dengan suhu terlalu
dingin.
9. Jangan biarkan anak Anda bermain di luar saat hujan atau
cuaca dingin. Segera bawa anak Anda masuk ketika mulai
menggigil.
10. Menghindari dan membentengi diri dari udara dingin akan
membantu kita untuk mencegah serangan hipotermia yang
berpotensi fatal.

11
2.2 HIPERTERMI
2.2.1 Pengertian
Menurut (Perry&Potter,2010) hipertermi adalah peningkatan
suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh
untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.
Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme
kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Hipertermi
tidak berbahaya jika dibawah 39 C. Selain adanya tanda klinis,
penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada
waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai
normal individu tersebut.

2.2.2 Anatomi Fisiologi


Anatomi Fisiologi menurut (Perry&potter,2010) yaitu:
1. Sumber penghasil Suhu Tubuh
Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan
panas secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan.
Tubuh manusia memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan
tubuh menghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu
tubuh dalam keadaan konstan. Suhu tubuh dihasilkan dari.
1) Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate atau BMR)
disemua sel tubuh.
2) Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas.
3) Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan
sebagian kecil hormon lain, misalnya hormon Growth
hormone dan testosterone.
4) Metabolisme tambahan akibat pengaruh epinephrine,
norepineprine, dan rangsangan simpatis pada sel.

12
5) Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi
didalam sel itu sendiri terutama bila temperatur menurun.
2. Fungsi Kelenjar Keringat
Gangguan sistem termoregulasi dengan berkurang atau tidaknya
keringat merupakan penyebab terpenting sengatan panas pada
lingkungan panas. Respon berkeringat terhadap stimulus panas
dan neurokimia berkurang pada usia lanjut dibanding pada usia
dewasa muda. Juga terdapat ambang batas lebuh tinggi pada
usia lanjut untuk berkeringat. Pada kondisi stres panas, manusia
mengaktifkan kelenjar ekrin (di bawah kontrol kolinergik simpatis)
dan kemampuan kelenjar itu mengeluarkan keringat untuk
mengatur suhu tubuh. Meskipun terdapat variasi luas antara
individu dalam respon kelenjar keringat terhadap stimulus
farmakologis, terdapat pula stimulus yang berasal dari proses
penuaan. Pengaruh penuaan terhadap menurunnya fungsi
kelenjar keringat terlihat jelas didaerah dahi dan ekstremitas
daripada di badan.
3. Aliran Darah Kulit
Respon aliran darah kulit terhadap pemanasan lokal langsung
pada kulit nonakral berkurang pada usia lanjut. Berkurangnya
perfusi kulit pada usia lanjut berkaitan dengan berkurangnya unit
fungsional pleksus kapiler. Pada usia tua, terjadi transformasi
kulit dimana kulit menjadi lebih datar akibat berkurangnya
pembuluh darah mikrosirkuler di papilaris kulit dan pleksus
vaskular superfisial.
2.2.3 Klasifikasi menurut (Perry&potter,2010) yaitu:
1. Hipertermia yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas
1) Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan
anesthesia. Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi

13
gen yang diturunkan secara autosomal dominan. Pada
episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam
otot rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan hipertermia.
Pusat pengatur suhu di hipotalamus normal sehingga
pemberian antipiretik tidak bemanfaat.
2) Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja
yang melakukan aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu
cuaca yang panas. Pencegahan dilakukan dengan
pembatasan lama latihan fisik terutama bila dilakukan pada
suhu 300C atau lebih dengan kelembaban lebih dari 90%,
pemberian minuman lebih sering (150 ml air dingin tiap 30
menit), dan pemakaian pakaian yang berwarna terang, satu
lapis, dan berbahan menyerap keringat.
3) Endocrine Hyperthermia (EH)
Endocrine Hyperthermia adalah kondisi metabolik atau
endokrin yang menyebabkan hipertermia Kelainan endokrin
yang sering dihubungkan dengan hipertermia antara lain
hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma,
insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone suatu steroid yang
diketahui sering berhubungan dengan demam (merangsang
pembentukan pirogen leukosit).

14
2. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas
1) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh
kehilangan cairan atau paparan oleh suhu kamar yang
tinggi. Hipertermia jenis ini merupakan penyebab kenaikan
suhu ketiga setelah infeksi dan trauma lahir. Sebaiknya
dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia dengan
infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan
tanda lain dari infeksi seperti leukositosis/leucopenia, CRP
yang tinggi, tidak berespon baik dengan pemberian cairan,
dan riwayat persalinan premature atau resiko infeksi.
2) Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau
bayi terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang
lama. Trauma Lahir Hipertermia yang berhubungan dengan
trauma lahir timbul pada 24%dari bayi yang lahir dengan
trauma. Suhu akan menurun pada1-3 hari tapi bisa juga
menetap dan menimbulkan komplikasi berupa kejang.
Tatalaksana dasar hipertermia pada neonatus termasuk
menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas
semua baju bayi dan memindahkan bayi ke tempat dengan
suhu ruangan. Jika suhu tubuh bayi lebih dari 390C
dilakukan tepid sponged 350C sampai dengan suhu tubuh
mencapai 370C.
3) Trauma Lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir
timbul pada 24%dari bayi yang lahir dengan trauma. Suhu
akan menurun pada1-3 hari tapi bisa juga menetap dan
menimbulkan komplikasi berupa kejang. Tatalaksana dasar
hipertermia pada neonatus termasuk menurunkan suhu bayi
secara cepat dengan melepas semua baju bayi dan
memindahkan bayi ke tempat dengan suhu ruangan. Jika

15
suhu tubuh bayi lebih dari 390C dilakukan tepid sponged
350C sampai dengan suhu tubuh mencapai 370C.
4) Heat stroke
Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.50C
atau sedikit lebih rendah, kulit teraba kering dan panas,
kelainan susunan saraf pusat, takikardia, aritmia, kadang
terjadi perdarahan miokard, dan pada saluran cerna terjadi
mual, muntah, dan kram. Komplikasi yang bisa terjadi antara
lain DIC, lisis eritrosit, trombositopenia, hiperkalemia, gagal
ginjal, dan perubahan gambaran EKG. Anak dengan
serangan heat stroke harus mendapatkan perawatan intensif
di ICU, suhu tubuh segera diturunkan (melepas baju dan
sponging dengan air es sampai dengan suhu tubuh 38,50 C
kemudian anak segera dipindahkan ke atas tempat tidur lalu
dibungkus dengan selimut), membuka akses sirkulasi, dan
memperbaiki gangguan metabolic yang ada.
2.2.4 Etiologi
Menurut (Perry&potter,2010) hipertermia dapat disebabkan
gangguan otak atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu. zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan
terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam
disebut pirogen. zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan
protein, dan zat lain. terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh
bakteri toksik atau pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan
tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit. Fase
fase terjadinya hipertermi, sebagai berikut:
1. Fase I yaitu fase awal
1) Peningkatan denyut jantung.
2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
4) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
5) Merasakan sensasi dingin.
6) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.

16
7) Rambut kulit berdiri.
8) Pengeluaran keringat berlebih.
9) Peningkatan suhu tubuh.
2. Fase II yaitu proses demam
1) Peningkatan denyut jantung.
2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
4) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
5) Merasakan sensasi dingin.
6) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.
7) Rambut kulit berdiri.
8) Pengeluaran keringat berlebih.
9) Peningkatan suhu tubuh.
3. Fase III yaitu proses pemulihan
1) Kulit tampak merah dan hangat
2) Berkeringat
3) Menggigil ringan
4) Kemungkinan mengalami dehidrasi
2.2.5 Manifestasi Klinis menurut (Perry&potter,2010) sebagi berikut:
Sengatan panas memiliki ciri khas di mana suhu tubuh inti lebih
dari 40,60C disertai disfungsi sistem saraf pusat yang berat
(psikosis, delirium, koma) dan anhidrosis (kulit yang panas dan
kering). Manifestasi dini disebut kelelahan panas, tidak khas dan
terdiri dari rasa pusing, terasa kehausan, mulut kering, kedinginan,
lemas, anoreksia, nadi cepat dan, pernafasan tidak teratur,
kelemahan, sensasi panas, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala
dan sesak napas. Komplikasi serangan panas mencakup gagal
jantung kongestif dan aritmia jantung, edema serebral dan kejang
serta defisit neurologis difus dan fokal, nekrosis hepatoseluler dan
syok.
2.2.6 Patofisiologi menurut (Perry&potter,2010) :
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut
pemeliharaan suhu tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang
panas. Orang tua biasanya mengalami sengatanpanas yang tidak
terkait aktifitas karena gangguan kehilangan panas dan
kegagalanmekanisme homeostatik. Seperti pada hipotermia,

17
kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas berhubungan
dengan penyakit dan perubahan fisiologis.
Hipertermia, 58% disebabkan oleh infeksi, 42% disebabkan
oleh nekrosis jaringan atau oleh perubahan mekanisme
termoregulasi yang terjadi jika lesi mengenai daerah anterior
hipotalamus. Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat
pirogen dari dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik
oleh zat pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme
atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Pirogen eksogen ini juga dapat karena
obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone. Pirogen
eksogen bekerja pada fagosit untuk menghasilkan IL-1, suatu
polipetida yang juga dikenal sebagai pirogen endogen. IL-1
mempunyai efek luas dalam tubuh.
Zat ini memasuki otak dan bekerja langsung pada area
preoptika hipotalamus. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang
pelepasan asam arakhidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintesis PGE-2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia
atau demam.
Penyebab demam selain infeksi ialah keadaan toksemia,
adanya keganasan atau akibat reaksi pemakaian obat. Sedangkan
gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan
peninggian temperature seperti yang terjadi pada heat stroke,
ensefalitis, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya.
Pada perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi darah dapat
pula menyebabkan peninggian temperatur
Reaksi tubuh terhadap stress pada keadaan injury akan
menimbulkan peningkatan metabolic, hemodinamik dan hormonal
respons. Peningkatan pengeluaran hormon katabolik (stress
hormon) yang dimaksud adalah katekolamin, glukagon dan kortisol.

18
Ketiga hormon ini bekerja secara sinergistik dalam proses
glukoneogenesis dalam hati terutama berasal dari asam amino yang
pada akhirnya menaikkan kadar glukosa darah (hiperglikemia).
Faktor lain yang menambah pengeluaran hormon katabolik
utamanya katekolamin ialah dilepaskannya pirogen dapat merubah
respon hiperkatabolisme dan juga merangsang timbulnya panas
2.2.7 Komplikasi
Menurut (Perry&potter,2010) Pengaruh hipertermia terhadap
sawar darah otak adalah meningkatkan permeabilitas darah otak
yang berakibat langsung baik secara partial maupun komplit dalam
terjadinya edema serebral. Selain itu hipertermia meningkatkan
metabolisme sehingga terjadi laktik asidosis yang mempercepat
kematian neuron (neuronal injury) dan menambah adanya edema
serebral. Edema serebral ini mempengaruhi tekanan perfusi otak
dan menghambat reperfusi adekuat dari otak, dimana kita ketahui
edema serebral memperbesar volume otak dan meningkatkan
resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran
darah otak akan menurun karena resistensi serebral meninggi.
Apabila edema serebral dapat diberantas dan tekanan perfusi bisa
terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka aliran darah otak
dapat bertambah.
Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa
mendapat sirkulasi kolateral yang cukup aktif, kemudian darah akan
mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena terdapatnya
pembuluh darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui
mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin
nekrotik (daerah penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga
lesi vaskuler dapat diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja
yang tidak dapat diselamatkan lagi atau nekrotik.

19
Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong
daerah perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah
nekrotik akan meluas, sehingga lesi irreversible mencakup juga
daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja yang tentunya
berkorelasi dengan cacat fungsional yang menetap, sehingga
dengan mencegah atau mengobati hipertermia pada fase akut
stroke berarti kita dapat mengurangi ukuran infark dan edema
serebral yang berarti kita dapat memperbaiki kesembuhan
fungsional.
2.2.8 Penatalaksanaan
Dalam penaggulangan hipertermi dapat dilakukan dengan cara
(Perry&potter,2010).
1. Antipiretik
Antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap
penderita panas karena panas merupakan usaha
pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat
menutupi kemungkinan komplikasi. Pengobatan terutama
ditujukan terhadap penyakit penyebab panas.

2. Antipiretika
1) Pemberian parasetamol: 10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat
diberikan secara oral atau rektal).
2) Metamizole (novalgin): 10 mg/kg BB/kali per oral atau
intravenous. Ibuprofen: 5-10 mg/kg BB/ kali, per oral
atau rektal.
3. Pendinginan secara fisik
Pendinginan secara fisik merupakan terapi pilihan utama.
Kecepatan penurunan suhu > 0,1 oC /menit sampai tercapai
suhu 38,5 C. Cara-cara physical cooling ataucompres.
4. Evaporasi

20
Evaporasi dilakukan dengan cra penderita dikompres dingin
seluruh tubuh, disertai kipas angin untuk mempercepat
penguapan. Cara ini paling mudah, tidak invasif dan efektif.
5. Cara lain yang bisa digunakan
Cara lain dapat dilakukan dengan kumbah lambung dengan
air dingin, infus cairan dingin, enema dengan air dingin atau
humidified oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.
6. Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks
vasokonstriksi dan shivering yang akan meningkatkan
kebutuhan oksigen dan produksi panas yang merugikan
tubuh. Untuk mengurangi dampak ini dapat diberi, sebagai
berikut:
1) Diazepam: merupakan pilihan utama dan lebih
menguntungkan karena mempunyai efek antikonvulsi
dan tidak punya efek hipotensi.
2) Chlorpromaz
2.2.9 Pencegahan menurut (Perry&potter,2010) :
1. Kesehatan lingkungan.
2. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
3. Pembuangan kotoran manusia pada tempatnya.
4. Pemberantasan lalat.
5. Pembuangan sampah pada tempatnya.
6. Pendidikan kesehatan pada masyarakat.
7. Pemberian imunisasi lengkap kepada bayi.
8. Makan makana yang bersih dan sehat.
9. Jangan biasakan anak jajan diluar
2.3 Konsep Asuhan keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan

21
a) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat
pengkajian) : panas
b) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita
pasien saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam,
sifat demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya:
mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll),
apakah menggigil, gelisah.
c) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
d) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang
lain baik bersifat genetik atau tidak).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi
b. Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori
b. Sistem persyarafan : kesadaran
c. Sistem pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler
e. Sistem gastrointestinal
f. Sistem integumen
g. Sistem perkemihan
3. Pada fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perseptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
4. Pemeriksaan penunjang
a. laboratorium
b. foto rontgent
c. USG

2.3.2 Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


1. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit

22
2. Resiko injury berhubungan dengan infeksi mikroorganisme
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
kurang dan diaporesisi

23
2.3.3 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


. Keperawatan Hasil (NOC)
1. Hipertemia Setelah dilakukan
1. Mengontrol panas
2. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
berhubungan tindakan perawatan
3. Monitor suhu basal secara
dengan proses selama 3X 24 jam,
kontinyu sesui dengan
penyakit. pasien mengalami
kebutuhan.
Batasan keseimbangan 4. Monitor TD, Nadi, dan RR
5. Monitor warna dan suhu kulit
karakeristik : termoregulasi
6. Monitor penurunan tingkat
1. kenaikan dengan kriteria hasil
kesadaran
suhu tubuh : 7. Monitor WBC,Hb, Hct
8. Monitor intake dan output
diatas rentang 1. Suhu tubuh
9. Berikan anti piretik
normal dalam rentang 10. Berikan pengobatan untuk
2. serangan normal 35,9 C mengatasi penyebab demam
11. Selimuti pasien
atau konvulsi 37,5 C
12. Lakukan Tapid sponge
(kejang) 2.Nadi dan RR 13. Berikan cairan intra vena
14. Kompres pasien pada lipat paha,
3. kulit dalam rentang
aksila dan leher
kemerahan normal
15. Tingkatkan sirkulasi udara
4. pertambahan 3.Tidak ada 16. Berikan pengobatan untuk
RR perubahan warna mencegah terjadinya menggigil
5. takikardi kulit
6. saat disentuh 4. Tidak ada pusing
Temperature Regulation
tangan terasa
1.Monitor tanda- tanda hipertermi
hangat 2.Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
3.Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
4.Diskusikan tetang pentingnya

24
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negative dari
kedinginan
5.Berikan obat antipiretik sesuai
dengan kebutuhan
6.Gunakan matras dingin dan
mandi air hangat untuk
mengatasi gangguan suhu
tubuh sesuai dengan kebutuhan
7.Lepasakan pakaian yang
berlebihan dan tutupi pasien
dengan hanya selembar
pakaian.
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, Nadi, Suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor vital sign saat
pasien berdiri, duduk dan
berbarin
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingka
5. Monitor TD, Nadi, dan RR
sebelum, selama, dan
sesudah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit

25
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya tekanan
nadi yang melebar ,
bradikardi, peningkatan
sistolik (Chusing Triad)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital Sign
2. Resiko injury Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang
berhubungan tindakan aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan
dengan infeksi keperawatan
keamanan pasien sesuai
mikroorganisme selama 3 x 24 jam,
dengan kondisi fisik dan
pasien tidak
fungsi kognitif pasien dan
mengalami injury.
riwayat penyakit terdahulu
Risk Injury
pasien
Kriteria Hasil :
3. Menghindari lingkungan yang
1. Klien
berbahaya misalnya
terbebas dari
memindahkan perabotan
cidera 4. Memasang side rail tempat
2. Klien mampu
tidur
menjelaskan 5. Menyediakan tempat tidur
cara/metode yang nyaman dan bersih
6. Meletakan saklar lampu
untuk
ditempat yang mudah
mencegah
dijangkau pasien
injury atau
7. Membatasi pengunjung
cedera 8. Memberikan penerangan
3. Klien mampu
yang cukup
menjelaskan 9. Menganjurkan keluarga
factor resiko untuk menemani pasien
10. Mengontrol lingkungan dari
dari
kebisingan
lingkunga
11. Memindahkan barang-
atau perilaku
barang yang dapat

26
personal membahayakan
4. Mampu 12. Berikan penjelasan pada
memodifikasi pasien dan keluarga atau
gaya hidup pengunjung adanya
untuk perubahan status kesehatan
mencegah dan penyebab penyakit.
injury
5. Menggunaka
n fasilitas
kesehatan
yang ada
6. Mampu
mengenali
perubahan
status
kesehatan

3 Resiko Setelah dilakukan Fluid management:


kekurangan tindakan 1. Pertahankan catatan intake
volume cairan keperawatan dan output yang akurat
2. Monitor status
dengan faktor selama 3x 24 jam,
dehidrasi( kelembaban
resiko faktor fluid balance
membrane mukosa, nadi
yang dengan kriteria hasil
adekuat, tekanan darah
mempengaruhi :
ortostatik)
kebutuhan 1. Mempertahankan
3. Monitor vital sign
cairan urine output sesuai 4. Monitor asupan makanan/
(hipermetabolik) dengan usia dan cairan dan hitung intake
BB, BJ urine kalori harian
5. Lakukan terapi IV
normal, HT normal
6. Monitor status nutrisi
2. Tekanan darah, 7. Berikan cairan
8. Berikan cairan IV pada suhu

27
nadi, suhu tubuh ruangan
9. Dorong masukan oral
dalam batas normal
10. Berikan penggantian
3. Tidak ada tanda-
nasogastrik sesuai output
tanda dehidrasi, 11. Dorong keluarga untuk
elastisitas turgor membantu pasien makan
12. Anjurkan minum kurang lebih
kulit baik,
7-8 gelas belimbing perhari
membrane mukosa
lembab, tidak ada 13. Kolaborasi dokter jika tanda
rasa haus yang cairan berlebih muncul
berlebihan. memburuk
14. Atur kemungkinan transfusi

28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 KASUS
Anak O berumur 5 tahun di antar oleh ibunya ke puskesmas
sukorame karena sudah demam selama 2 hari dan sering kejang-kejang.
Menurut ibunya demam An.O naik turun dan kejang. Setelah hari ke dua
mulai timbul bintik-bintik merah pada kulit dan An.O jalannya
sempoyongan karena badannya lemas. An. O. kemudian An. O
mengatakan mengeluh pusing dan badannya merasa lemas. Ibu An. O
mengatakan sulit kalau makan sehingga badannya kurus .
Dari analisa perawat K didapatkan An. O datang ke pukesmas dengan
bantuan ibunya . An. O tampak lemas , bibir pecah-pecah dan kulit
kering. Kemudian perawat K melakukan pengkajian didapat hasil :
Hasil Vital Sign :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 65 x/ menit
Rr : 26 x/menit
BB : 17 Kg
TB : 100 cm
SUHU: 39 0C
Hasil check darah :
Hb : 12 gram/de
Hematrosit : 31 %
Leokosit : 4300/mm3
Trombosit : 110.00 sel/mm3
LED : 8 mm
Eritrosit : 3,3 juta sel/mm3

3.2 PENGKAJIAN

29
Dilaksanakan tanggal :19 Maret 2013
Ruang :X
No kamar/ TT :2B
Biodata Pasien
Nama : An.O
Umur : 5 tahun
Agama : Islam
Alamat : Perum cepoko griya indah , Piyungan bantul
Pendidikan : Tk Guna Bangsa
Pekerjaan :-
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tgl MRS : 19 Maret 2013
No. RM : 00985
Diagnosa Medis : Demam Berdarah

Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Pendidikan :S-1 Farmasi
Pekerjaan : Swasta
Status pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Perum cepoko griya indah, Piyungan ,Bantul
Hubungan : Ibu klien
1. Status kesehatan saat ini
Keluhan Utama : demam dan kejang
Lama keluhan : 2 hari
Kualitas keluhan : Sedang
Faktor pencetus : gigitan nyamuk Aides Aigepty
Faktor pemberat : lingkungan panas
Upaya yang telah Dilakukan : minum parasetamol

30
2. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan Saat ini :
Anak O berumur 5 tahun karena sudah demam selama 2 hari dan
sering kejang-kejang. Setelah hari ke dua mulai timbul bintik-
bintik merah pada kulit dan An.O jalannya sempoyongan karena
badannya lemas. An. O. kemudian An. O mengatakan
mengeluh pusing dan badannya merasa lemas. Ibu An. O
mengatakan sulit kalau makan sehingga badannya kurus
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu : types
1) Penyakit yang pernah dialami :
a. Kecelakaan (Jenis&waktu) :-
b. Perna dirawat : Pernah,usia 1 tahun karena types
c. Operasi (Jenis&waktu) :
d. Penyakit:
- Kronis : -
- Akut : types
e. Terakhir masuk RS : 2003
2) Alergi :
3) Imunisasi :
( ) BCG ( * ) Hepatitis
( * ) Polio ( * ) Campak
( ) DPT

31
4) Kebiasaan :
Jumlah/ Jenis Frekuensi
lamanya
Merokok - - -
Kopi - - -
Alcohol - - -

5) Obat-obatan
Jenis lamanya Frekuensi
- - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada

3. Basic Promoting physiology of Health


1) Aktifitas dan latihan :
Kemampuan ambulasi dan ADL
Rumah Rumah sakit
Makan/Minum 0 -
Mandi 2 -
Berpakaian/berdandan 2 -
Toileting 2 -
Mobilitas di tempat tidur 0 -
Berpindah 0 -
Berjalan 2 -
Naik tangga 0 -

Pemberian skor;0 = mandiri , 1=alat bantu , 2=dibantu orang


lain , 3=dibantu orang lain , 4=tidak mampu
2) Tidur dan Istirahat
a. Lama tidur : Tidur malam = 7 jam (jam 21.00-
04.00) Tidur Siang = 1 jam
b. Kesulitan tidur di RS : -
c. Alasan : -

32
d. Kesulitan tidur : -
3) Kenyamanan dan nyeri
Nyeri : Palliative
Quality : hilang timbul
Region : kepala
Scala : sedang : 5
Time : pagi
4) Nutrisi
a. Frekuensi makan : 3x sehari
b. Berat badan / tinggi badan : 17 kg /100 cm
c. IMT/BBR :
d. BB dalam 1 bulan terakhir : turun, 0,5 kg , alasan: sulit makan
karena mulutnya terasa pahit.
e. Jenis makanan : nasi rames (nasi + telur + sayur)
f. Makanan yang disukai : sop ayam
g. Makanan pantang :
h. Nafsu makan : kurang
i. Masalah pencernaan : -
j. Riwayat operasi/trauma gastrointestinal : -
k. Diit RS : -
l. Kebutuhan pemenuhan ADL makan : mandiri
5) Cairan , elektrolit dan asam basah
a. Frekuensi minum : sering , konsumsi air/hari : 2 liter/hari
b. Turgor kulit : -
c. Support IV line : -
6) Oksigenasi
a. Sesak nafas : tidak
b. Batuk : tidak
c. Sputum : tidak
d. Nyeri dada : tidak
e. Hal yang dilakukan untuk meringankan nyeri dada : -
f. Riwayat penyakit : tidak ada
g. Riwayat merokok : pasif
7) Eliminasi fekal/bowel :
a. Frekuensi : 3x/hari , penggunaan pencahar : -
b. Waktu : Pagi,siang ,malam
c. Warna : Kuning , pucat
d. Gangguan Eliminasi Bowel : -
e. Kebutuhan pemenuhan ADL bowel : dibantu orang tua
b. Eliminasi Urin :
a. Frekuensi :5x/hari , penggunaan pencahar : -

33
b. Warna : kuning bening
c. Gangguan Eliminasi bladder : tidak ada
d. Riwayat terdahulu : tidak ada
e. Penggunaan kateter : tidak
f. Kebutuhan pemenuhan bladder : Mandiri
g. Warna : Normal
h. Keluhan : tidak ada
8) Sensori,Persepsi dan Kognitif :
a. Gangguan Penglihatan : tidak ada
b. Gangguan Pendengaran : tidak ada
c. Gangguan Penciuman : tidak ada
d. Gangguan sensasi taktil : tidak ada
e. Gangguan Pengecapan : tidak ada
f. Riwayat Penyakit : tidak ada ada
4. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum :
Kesadaran : CM
GCS : -
Vital Sign : TD : 90/60 mmHg
Nadi : Frekuensi : 65x/menit
Irama : Reguler
Kekuatan : sedang
Respirasi : Frekuensi : 26 x/menit
Irama : Reguler
Suhu : 39 C
b. Kepala :
Kulit : bintik-bintik merah
Rambut : Normal
Muka : Normal
Mata : Konjungtiva : anemis
Sclera : Normal
Pupil : Isokor
Palpebra : Normal
Lensa : Normal
Visus : Normal Ka/Ki
Hidung : Normal ,tidak ada gangguan indra penghidu/secret
Mulut : Gigi : Normal , tidak ada caries gigi maupun gigi palsu
Bibir : Normal , tidak ada stomatitis/sianosis
Telinga : Simetris , bersih , dan tidak ada gangguan
pendengaran
c. Leher : Normal , tidak ada pembesaran thyroid

34
d. Tenggorokan : Normal , tidak ada keluhan nyeri telan
e. Dada : Bentuk : Normal
Pulmo : Inspeksi :normal
Palpasi : Fremitus taktil Ka/Ki :normal
Perkusi : Ka/Ki :normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I (SI) :normal
Bunyi Jantung II (SII) :normal
Bunyi Jantung III (SIII) :-
Murmur :
f. Abdomen : Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi : Normal , timpani
Auskultasi : Peristaltik: 20 x/menit
g. Genelatia : Pria : Normal
Perempuan : -
h. Rectum: tidak terkaji
i. Ektermitas :
atas : kekuatan otot Ka/Ki : 5/5
Bawah : Kekuatan otot Ka/Ki : 5/5
5. Psiko sosio budaya dan spiritual :
1. Psikologi :
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah :
An.O merasa badannya demam dan pusing kepala dan terganggu
dalam sekolahnya dan klien merasa cemas .
2. Social :
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah :
Sebagai bagian dari masyarakat An.O merasa terganggu
aktivitasnya.
3. Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya : jawa
4. Spiritual :
Aktifitas ibadah sehari-hari : An.O mengatakan masih jarang untuk
melakukan ibadah

6. Pemeriksaan penunjang : Check Darah


7. Terapi Medis : -

35
1) Aktivitas Latihan
An.O beraktivitas berkurang karena merasa lemas dan demam.
2) Tidur dan istirahat
Klien tidur malam dengan frekuensi 7 jam setiap hari dan tidur
siang 1 jam .
3) Kenyamanan dan nyeri
P : Klien mengatakan nyeri pada kepala seperti diremas-remas.
Q : Klien mengatakan nyeri sekali dan bisa beraktivitas tapi
dikurangi.
R : Nyeri klien berada dikepala.
S : Skala nyeri antara 1-10 klien mengatakan skala nyerinya
diangka 7
T : Klien merasa nyeri saat pagi.
4) Nutrisi
Klien makan 3x sehari dengan nutrisi yang cukup dan porsi
yang di berikan tiadak selalu habis.
5) Cairan Elektrolit dan Asam Basa
Klien minum 8 gelas standar 250 cc , sebelum sakit klien
minum 8 gelas standar 250cc perhari.
6) Oksigenasi
Klien tidak mengalami gangguan pada pernafasan dan klien
tidak terpasang alat bantu pernafasan
7) Eliminasi bowel
Klien BAB normal yaitu 3 kali sehari.
8) Eliminasi urin
Setelah sakit klien bisa BAK 6x sehari dengan konsistensi
warna urin kuning pekat.klien juga tidak terpasang kateter.
9) Sensori persepsi dan kognitif
Setelah melakukan pengkajian klien tidak mengalami gangguan
pada Sensori, persepsi dan kognitif.

36
ANALISA DATA

Nama Klien : An.O No. Register : 092341


Umur : 5 tahun Dx. Medis : DHF
Ruang Rawat : Ruang Anggrek

N TANGGAL DATA ETIOLOGI PROBLEM


O FOKUS
1 16 Mei 2016 DS: Menurut Penyakit Hipertermia
ibunya
demam An.O
naik turun.
Setelah hari
ke dua mulai
timbul bintik-
bintik merah
pada kulit An.
O.
DO:
Hasil TTV:
TD : 100/60
mmHg
Nadi : 90 x/
menit
Rr : 26
x/menit
BB : 17 Kg
TB : 100 cm
SUHU: 39 0C

37
2 16 MEI 2016 DO:- Agen cidera Nyeri akut
DS:
biologis
kemudian
An. O
mengatakan
mengeluh
pusing dan
badannya
merasa
lemas.

3 16 MEI 2016 DS: Ibu An. O Factor biologis Ketidakseimbanga


mengatakan n nutrisi: Kurang
sulit kalau dari kebutuhan
makan tubuh
sehingga
badannya
kurus .
DO:
TTV:
TD : 100/60
mmHg
Nadi : 90 x/
menit
Rr : 26
x/menit
BB : 17 Kg
TB : 100 cm
SUHU: 39 0C

38
4 13 MEI 2013 DS:- Factor yang Resiko kekurangan
DO: mempengaruhi volume cairan
An. O datang kebutuhan
ke pukesmas cairan (missal :
dengan status
bantuan hipermetabolik)
ibunya . An.
O tampak
lemas dan
bibir pecah-
pecah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

N Diagnosa keperawatan
O
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
2 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologis
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik.

39
40

Anda mungkin juga menyukai