Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS JURNAL

Pengaruh Water Tepid Sponge Terhadap Penurunan Hipertermi Pada Anak

OLEH

NAMA : FATRA MOKODOMPIT

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tepid Sponge adalah bentuk umum mandi terapeutik. Tepid Sponge


dilakukan bila kien mengalami demam tinggi. Prosedur meningkatkan control
kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi. Demam biasanya terjadi pada
anak. (Potter dan Perry, 2012).
Anak merupakan potensi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu
perkembangan anak harus mendapatkan perhatian dari orang tua dan juga dari
pemerintah. Jika anak dipupuk dan dipelihara dengan baik sesuai dengan
keinginan dan harapan maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik
pula, akan tetapi apabila anak tidak dipupuk dan dipelihara maka anak tidak akan
tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.(Wong, 2012).
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sering mengalami
kejadian sakit. Kejadian sakit yang dialami anak biasanya akan diikuti dengan
beberapa gejala diantaranya adalah demam. Demam akan muncul pada berbagai
penyakit khususnya penyakit infeksi. Demam dapat diartikan sebagai kenaikan
suhu tubuh diatas normal.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di
seluruh Dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap
tahunnya (Setyowati, 2013). Data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik di
Brazil terdapat sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam.
Penelitian oleh Jalil, Jumah, dan Al - Baghli (2007), di Kuwait menunjukkan
bahwa sebagian besar anak usia tiga bulan sampai 36 bulan mengalami serangan
demam rata - rata enam kali pertahunnya (Setiawati, 2009).
Di Indonesia penderita demam sebanyak 465 (91.0%) dari 511 ibu yang
memakai perabaan untuk menilai demam pada anak mereka sedangkan sisanya
23,1 saja menggunakan thermometer (Setyowati, 2013).
Penatalaksanaan yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh yang
mengalami hipertermi diantaranya adalah dengan tindakan farmakologis maupun

2
non farmakologis. Tindakan farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh adalah
dengan cara pemberian antipiretik. Pemberian antipiretik ini berfungsi
menghambat produksi prostaglandin, menyebabkan anak berkeringat dan
vasodilatasi (Totapally, 2005). Selain pemberian antipiretik, dapat juga dilakukan
tindakan non farmakologis yaitu seperti memberikan baju yang tipis pada anak,
menyuruh anak untuk banyak minum air putih, istirahat, dan memberikan water
tepid sponge (Budi, 2006 dalam Hartini, 2012).
Dampak yang ditimbulkan apabila hipertermia tidak segera ditangani
adalah dehidrasi, terjadi karena peningkatan pengeluaran cairan tubuh sehingga
dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Hipertemia juga dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung (1-12 menit/10 C) dan
metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit
kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), dan
pada keadaan tertentu dapat menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi
(delirium karena demam) serta kejang. Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika
suhu inti tubuh mencapai 400 C, pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan
pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi, sikap
apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
analisis jurnal tentang “Pengaruh water tepid sponge terhadap penurunan
Hipertermi pada Anak”.
1.2 Tujuan
Mendeskripsikan Pengaruh water tepid sponge terhadap penurunan
Hipertermi pada Anak.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Bagi Program Studi Profesi Ners, diharapkan analisis jurnal ini dapat
dijadikan sebagai perkembangan teori yang dapat diterapkan dalam teori
tambahan dan aplikasi dalam asuhan keperawatan Anak.

1.3.2 Manfaat Praktis

3
a. Bagi Program Studi Profesi Ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan teori dan
bahan bacaan tentang keperawatan Anak.
b. Bagi Perawat
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi perawat dalam asuhan keperawatan Anak.
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi Rumah
Sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
Anak.
d. Bagi Pasien
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi referensi bagi keluarga
pasien agar dapat menggunakan metode water tepid sponge terhadap
penurunan Hipertermi pada Anak.

4
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS
2.1 Metode Pencarian
1. Analisis jurnal ini menggunakan 4 (empat) database dengan metode
pencarian jurnal, yaitu menggunakan database dari science direct,
Google scholar, portal garuda, dan proquest.com sebagai berikut :
Kata Kunci Hasil Pencarian
Water tepid sponge 930
S1 AND Hipertermi 121
S2 (membatasi tahun publikasi 2013 - 100
2019)

Kata Kunci Hasil Pencarian


Metode Water tepid sponge 400
S1 AND Hipertermi 113
S2 (membatasi tahun publikasi 2013 - 32
2019)

2.2 Konsep Tentang Tinjauan Teoritis


2.2.1.Hipertermi
1. Definisi Hipertermia
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
yang tidak teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan
pembatasan panas (Sodikin, 2012).
Hipertermia adalah kondisi kegagalan pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi) akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan atau
mengeluarkan panas atau produksi panas yang berlebihan oleh tubuh
dengan pelepasan panas dalam laju yang normal (El Radhi,
2009).
2. Etiologi Hipertermia
Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan mikroba. Mikroba

5
serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat pirogen eksogen
yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk
pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh (Widagdo, 2012).
Menurut El-Radhi, (2009), Penyebab hipertermia dapat dibagi
menjadi 2:
a. Hipertermia yang disebabkan karena produksi panas
1) Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan
anesthesia. Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen yang
diturunkan secara autosomal dominan (Nybo, 2013). Pada episode akut
terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga
terjadi kekakuan otot dan hipertermia
2) Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang
melakukan aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas
(Dalal, 2016).
3) Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic atau endokrin yang menyebabkan hipertermia
lebih jarang dijumpai pada anak dibandingkan dengan pada dewasa.
Kelainan endokrin yang sering dihubungkan dengan hipertermia antara
lain hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma,
insufisiensi adrenal dan ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui
sering berhubungan dengan demam (merangsang pembentukan pirogen
leukosit).
b. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas
1) Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga
kehidupan bisa disebabkan oleh:
a) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan

6
atau paparan oleh suhu kamar yang tinggi.Hipertermia jenis ini
merupakan penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan trauma
lahir.Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia
dengan infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda
lain dari infeksi seperti leukositosis atau leucopenia, CRP yang tinggi,
tidak berespon baik dengan pemberian cairan, dan riwayat persalinan
premature atau resiko infeksi.
b) Overheating
Overheating adalah pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu
panas, atau bayi atau anak terpapar sinar matahari langsung dalam
waktu yang lama (Curran, 2014).

3. Manifestasi Klinis Hipertermia


Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut Huda (2013)
a. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
b. Konvulsi (kejang)
c. Kulit kemerahan
d. Pertambahan RR
e. Takikardi
f. Saat disentuh tangan terasa hangat
g. Fase – fase terjadinya hipertermia
1) Fase I : awal
a) Peningkatan denyut jantung.
b) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
c) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
d) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
e) Merasakan sensasi dingin.
f) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.
g) Rambut kulit berdiri.
h) Pengeluaran keringat berlebih.
i) Peningkatan suhu tubuh.

7
2) Fase II : proses demam
a) Proses menggigil lenyap.
b) Kulit terasa hangat / panas.
c) Merasa tidak panas / dingin.
d) Peningkatan nadi & laju pernapasan.
e) Peningkatan rasa haus.
f) Dehidrasi ringan sampai berat.
g) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf.
h) Lesi mulut herpetik.
i) Kehilangan nafsu makan.
j) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein.
3) Fase III : pemulihan
a) Kulit tampak merah dan hangat.
b) Berkeringat.
c) Menggigil ringan.
d) Kemungkinan mengalami dehidrasi.

4. Patofisiologi Hipertermia

Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh hipotalamus


dapat diakibatkan dari infeksi bakteri, virus, tumor, trauma, dan
sindrom malignan dan lain-lain bersifat pirogen eksogen yang
merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk
pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam
tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen akan mempengaruhi sistem
imun (Widagdo, 2012).
Saat substansi ini masuk ke sirkulasi dan mengadakan interaksi
dengan reseptor dari neuron preoptik di hipotalamus anterior, dan
menyebabkan terbentuknya prostaglandin E2. IL-2 yang bertindak
sebagai mediator dari respon demam, dan berefek pada neuron di

8
hipotalamus dalam pengaturan kembali (penyesuaian) dari thermostatic
set point. Akibat demam oleh sebab apapun maka tubuh membentuk
respon berupa pirogen endogen termasuk IL- 1, IL-6, tumor necrotizing
factor (TNF) (Widagdo, 2012).
Oleh karena itu, sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk
meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Selain itu, substansi
sejenis hormon dilepaskan untuk selanjutnya mempertahankan melawan
infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set
point. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi tubuh
memproduksi dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk
mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama periode ini, orang
tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan, meskipun suhu
tubuh meningkat (Potter & Perry, 2010).
Fase menggigil berakhir ketika set point baru yaitu suhu yang lebih
tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang
dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah
“melampaui batas”, atau pirogen telah dihilangkan, terjadi fase ketiga
episode febris. Set point hipotalamus turun, menimbulkan respons
pengeluaran panas. Kulit menjadi hangat dan kemerahan karena
vasodilatasi.Diaforesis membantu evaporasi pengeluaran panas (Potter
& Perry, 2012).

5. Komplikasi Hipertermia
Kerugian yang bisa terjadi pada bayi yang mengalami demam dan
hipertermia adalah dehidrasi, karena pada keadaan demam terjadi pula
peningkatan pengeluaran cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan
tubuh kekurangan cairan. Pada kejang demam, juga bisa terjadi tetapi
kemungkinannya sangat kecil (Hartini, 2012)

Silbernagl, (2016) dalam patofisiologinya menjelaskan akibat yang


ditimbulkan oleh demam adalah peningkatan frekuensi denyut jantung
(1-12 menit/1oC) dan metabolisme energi.Hal ini menimbulkan rasa

9
lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, gelombang tidur yang lambat
(berperan dalam perbaikan fungsi otak), dan pada keadaan tertentu
dapat menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena
demam) serta kejang.

Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh mencapai
40oC karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat lagi
mentoleransi. Bila mengalami peningkatan suhu inti dalam waktu yang
lama antara 40oC-43oC, pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan
pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi,
sikap apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).

6. Penatalaksanaan Hipertermia
a. Tindakan farmakologis
Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi farmakologik
yaitu dengan pemberian antipiretik.Obat yang umum digunakan untuk
menurunkan demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi dan
neoplasama) adalah obat antipiretik. Antipiretik ini bekerja dengan
mempengaruhi termoregulator pada sistem saraf pusat (SSP) dan
dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Hartini, 2012).
Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin dan
magnesium salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan obat-obat
anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Asetaminofen merupakan obat
pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak boleh diberikan pada anak-anak
dan remaja. Ibuprofen, penggunaannya disetujui untuk menurunkan
demam pada anak-anak yang berusia minimal 6 bulan.Hindari
pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan
perdarahan (Hartini, 2012).
Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui penggunaannya untuk
anak-anak adalah nuprin, motrin IB, medipren.Pemberian antipiretik
yang berlebihan perlu diperhatikan, karena dapat menyebabkan
keracunan (Totapally, 2015).

10
b. Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk
banyak minum air putih, istirahat, serta pemberian water tepid sponge.
Penatalaksanaan lainnya anak dengan demam adalah dengan
menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal dan mengusahakan
agar pakaian anak tidak tebal (Budi (2006) dalam Setiawati (2015).

2.2.2. Water Tepid Sponge

1. Pengertian
Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar
superfisial dengan teknik seka (Alves, 2014).
2. Tujuan Water Tepid Sponge
Water Tepid Sponge bertujuan untuk membuat pembuluh darah
tepi melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori akan
membuka dan mempermudah pengeluaran panas (Hartini, 2012).
3. Manfaat Water Tepid Sponge
Menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi
nyeri dan ansietas (Sodikin, 2012).
4. Mekanisme Kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid sponging sama dengan
kompres hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit
dimodifikasi. Ketika pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada
penyaluran sinyal ke hypothalamus yang memulai keringat dan
vasodilatasi perifer. Karena itulah blocking dilakukan pada titik-titik
yang secara anatomis dekat dengan pembuluh besar. Vasodilatasi
inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari kulit
(Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).

11
5. Prosedur Kerja
a. Alat dan Bahan

1. Ember atau baskom untuk tempat air hangat (37°C)


2. Lap mandi/wash lap
3. Handuk mandi
4. Selimut mandi
5. Perlak
6. Termometer digital.

b. Teknik Tepid Sponge bath


1. Tahap Persiapan
a. Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air
hangat (37°C), lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut
mandi, perlak, termometer digital.
b. Cuci tangan 6 langkah sebelum kontak dengan pasien dan
demgan lingkungan pasien.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga
cara tepid water sponge.
b. Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum
dilakukan tepid water sponge.
c. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu
pemberian antipiretik pada klien.
d. Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.
e. Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian
basahkan wash lap atau lap mandi, usapkan mulai dari
kepala, dan dengan tekanan lembut yang lama, lap seluruh
tubuh, meliputi leher, kedua ketiak, perut, ekstremitas atas
dan lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah secara

12
bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu
air (37°C).
f. Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali
dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.
g. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau
segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti
klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien
baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.

13
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Author Tahun Judul Metode Hasil Source
Aryanti 2016 Perbandingan quasi Hasil uji statistik Google
Wardiyah Efektifitas eksperiment menunjukkan scholar
Setiawati Pemberian dengan ada perbedaan
Dwi Kompres rancangan penurunan suhu
Setiawan Hangat Dan penelitian tubuh antara
Tepid sponge pre test kompres hangat
Terhadap andpost test dengan mean 0,5
Penurunan designs °C dan tepid
Suhu Tubuh with two sponge dengan
Anak Yang comparison mean 0,8°C
Mengalamide treatments (p value˂ α, 0,003
mam Rsud Dr. ˂ 0,05)
H. Abdul .
Moeloek
Provinsi
Lampung

Bartolom 2015 Pengaruh eksperimen Hasil penelitian science


eus Kompres Tepid semu one menunjukkan ada direct
Maling Sponge group pre test pengaruh kompres
Ns. Sri Hangat post test tepid sponge
Haryani Terhadap hangat
S, S.Kep, Penurunan terhadap
Ns. Suhu Tubuh penurunan suhu
Syamsul Pada Anak tubuh pada anak
Arif, Umur 1 - 10 umur 1 - 10 tahun
S.Kep.,M Tahun Dengan dengan
.Kes Hipertermia hipertermia.
(Biomed) (Studi Kasus Dilihat dari hasil
Di Rsud analisis uji
Tugurejo wilcoxon signed
Semarang) rank test
didapatkan p-value
sebesar 0,0001 <
0,05 dengan
penurunan rata-
rata sebesar 1,40C.

12
Siti 2018 Pengaruh Quasi Hasil penelitian portal
Haryani, Tepid Sponge Experimental menunjukkan suhu garuda
Eka Terhadap Design sebelum dilakukan
Adimaya Penurunan Dengan tepid sponge
nti, Ana Suhu Tubuh Pretest- sebagian besar (73,
Puji Pada Anak Pra Posttest Non 34 %) berada pada
Astuti Sekolah Yang Equivalent suhu 38-39°
Mengalami Control Celcius. Suhu
Demam Di Group Design tubuh setelah
Rsud Ungaran dilakukan tepid
sponge sebagian
besar (63 %) bera
da pada suhu 37 -
38° Celsius.

Arie 2016 Perbedaan quasy Ada perbedaan proquest


Kusumo Penurunan experiment yang signifikan, .com
Dewi Suhu Tubuh with pre - test antara penurunan
Antara and post - test suhu pada kel.
Pemberian design Penggunaan
Kompres Air . kompres air
Hangat hangat, kel.
Dengan Tepid Pemakaian tepid
Sponge Bath sponge bath, dan
Pada Anak kontrol.
Demam Berdasarkan hasil
analisis uji anova
tunggal didapatkan
hasil nilai
signifikansi (p)
sebesar 0,000. Hal
ini menunjukkan
bahwa ada
perbedaan
penurunan suhu
yang signifikan
antara kelompok
pemberian
kompres air hangat
dengan kelompok
pemberian tepid
sponge bath pada
anak demam

13
Rana 2017 Pengaruh quasi Hasil analisis Google
Ashshafa Tepid Sponge experiment bivariat dengan scholar
Nur Terhadap dengan menggunakan uji
Afrah, Perubahan rancangan statistik yaitu uji T
Faisal Suhu Tubuh pre and post berpasangan yang
Kholid Anak Usia Pra test without menunjukkan
Fahdi, Sekolah Dan control group terjadi perubahan
Suhaimi Sekolah Yang suhu tubuh
Fauzan Mengalami sebelum dan
Demam Di sesudah intervensi
Rsud Sultan dengan nilai p=
Syarif 0,001 (p<0,05).
Mohamad
Alkadrie
Kota Pontanak

PEMBAHASAN
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus (Sodikin, 2012). Sebagian besar
demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas
(termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya
Demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan
dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, 2012). Badan
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh Dunia
mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya (Setyowati,
2013).
Di Indonesia penderita demam sebanyak 465 (91.0%) dari 511 ibu yang
memakai perabaan untuk menilai demam pada anak mereka sedangkan sisanya
23,1 saja menggunakan thermometer (Setyowati, 2013). Demam pada anak
dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi
demam tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak terganggu. Demam dapat membahayakan keselamatan anak
jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain
seperti, hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran (Maharani, 2011). Demam

14
yang mencapai suhu 41°C angka kematiannya mencapai 17%, dan pada suhu
43°C akan koma dengan kematian 70%, dan pada suhu 45°C akan meninggal
dalam beberapa jam (Said, 2014)
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya .Tindakan
farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik. Sedangkan tindakan non
farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan panas setelah
pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas
seperti memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu
normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres.

Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh
bila anak mengalami demam. Selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan yang diterapkan para ibu saat anaknya demam. Selain itu, kompres
alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres. Namun kompres
menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak
turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan. Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge
(Kolcaba, 2013)

Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang


menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan
teknik seka. Menurut Suprapti, (2014) tepid sponge efektif dalam mengurangi
suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga membantu dalam mengurangi
rasa sakit atau ketidaknyamanan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi, A.K (2016) berdasarkan


hasil penelitian perbedaan dalam pengaruh penurunan suhu tubuh dapat
disimpulkan bahwa pemberian tepid sponge bath lebih efektif dalam menurunkan
suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan dengan kompres air hangat. Hal ini
disebabkan adanya seka tubuh pada teknik tersebut akan mempercepat
vasodilatasi pembuluh darah perifer di sekujur tubuh sehingga evaporasi panas
dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat dibandingkan hasil yang

15
diberikan oleh kompres air hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi
hipotalamus.

Tepid sponge merupakan salah satu metode kompres hangat yang dapat
dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yang demam. Intervensi yang
dilakukan pada penelitian ini selama 15 menit. Setelah diberikan intervensi, suhu
tubuh responden di observasi hingga 30 menit dan menunjukkan penurunan suhu
tubuh. Rata-rata suhu tubuh responden sebelum diberikan tepid sponge adalah
38,288 dengan standar deviasi adalah 0,3263 turun menjadi 37,763 dengan standar
deviasi 0,4334 Afrah dkk (2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maling (2012) di RS
Tugurejo Semarang yang menunjukkan suhu tubuh sebelum intervensi adalah
38,5oC dengan standar deviasi 0,4 dan setelah dilakukan intervensi turun menjadi
37,1oC dengan standar deviasi 0,5 dengan p-value sebesar 0,0001 (<0,05)
sehingga dapat disimpulkan terjadi penurunan suhu tubuh setelah diberikan tepid
sponge.

Hasil analisis Suhu tubuh pada kelompok intervensi terdapat penurunan


mean suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge. Hasil kelompok control
juga mengalami sedikit penurunan suhu tubuh. Sehingga bisa disimpulakn bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna sebelumdan sesudah dilakukan kompres tepid
sponge. Penurunan nilai mean suhu tubuh ini disebabkan oleh tindakan
mengkompres dengan menggunakan tehnik water tepid sponge. Dengan demikian
secara sederhana dapat dikatakan bahwa penurunan suhu tubuh merupakan efek
dari pemberian kompres tepid sponge

Penurunan suhu tubuh setelah pemberian kompres hangat sebesar 0,5°C


sedangkan rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian tepid sponge sebesar
0,7°C. Hasil uji statistik Independent Sample TTest didapatkan nilai p value =
0,003 padaalpha 5% maka dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas penurunan
suhu tubuh pada kompres hangat dan Tepid sponge

16
Tepid sponge merupakan suatu prosedur yang diberikan kepada pasien
dengan tujuan untuk menurunkan atau mengurangi suhu tubuh dengan
menggunakan air hangat (Dagoon, et. All, 2014). Seperti pada kompres hangat,
tepid sponge bekerja dengan cara mengirimkan implus ke hipotalamus bahwa
lingkungan sekitar sedang dalam keadaan panas. Keadaan ini akan mengakibatkan
hipotalamus berespon dengan mematok suhu tubuh yang lebih tinggi dengan cara
menurunkan produksi dan konservasi panas tubuh (Guyton & Hall, 2015).

Oleh karena itu metode tepid sponge dapat di lakukan sebagai tindakan
nonfarmakologi untuk menurunkan demam. Teknik tepid sponge ini
menggunakan kompres blok langsung dibeberapa tempat yang memiliki
pembuluh darah besar seperti di leher, ketiak, dan lipatan paha. Selain itu teknik
ini ditambah dengan dengan memberikan seka dibeberapa area tubuh
sehinggaperlakuan yang diterapkan akan lebih kompleks. Kompres blok langsung
diberbagai tempat ini akan menyampaikan sinyal ke hipotalamus dengan lebih
gencar dan pemberian seka akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah
perifer serta memfasilitasiperpindahan panas di tubuh kelingkungan sekitar
sehingga terjadi penurunan suhu tubuh.

3.3 Implikasi Keperawatan


Tepid sponge dapat di jadikan alternatif tindakan mandiri keperawatan untuk
membantu keluarga dalam menurunkan demam pada anak.

17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan
teknik seka. Menurut Suprapti, (2008) tepid sponge efektif dalam mengurangi
suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga membantu dalam mengurangi
rasa sakit atau ketidaknyamanan.

4.2 Saran
a. Bagi Program Studi Profesi Ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan teori dan bahan
bacaan tentang keperawatan pada Anak.
b. Bagi Perawat
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
perawat dalam asuhan keperawatan Anak.
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit
dalam melaksanakan penatalaksanaan asuhan keperawatan Anak.
d. Bagi Pasien
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi referensi bagi keluarga pasien
agar dapat menggunakan metode Tepid Sponge untuk menurunkan demam
pada anak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Afrah, R. A., Fahdi, F. K., & Fauzn, S. (2017). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap
Perubahan Suhu Tubuh Anak Usia Pra Sekolah Dan Sekolah Yang
Mengalami Demam Di Rsud Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontanak.
Alves, J. G. B., & Almeida, C. D. C. M. 2014.Tepid Sponge Plus Dipyrone versus
dipyrone alone for reducing body temperature in febrile children. Sao
Paulo: Medical Journal. Http://www.scieolo.br diunduh tanggal 7 Mei
2019
Bartolomeus, dkk.2012. Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Yang Mengalami
Hipertermi.Http://portalgaruda.ac.id/ diunduh tanggal 7 Mei 2019
Curran AK, Xia L, Leiter CJ, Bartlett D Jr. 2014. Elevated body temperature
enhances the laryngeal chemoreflex in decerebrate piglets. J Appl
Physiol. Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh tanggal 7 Mei 2019
Dalal, S., Zhukovsky, D.S. 2016. Pathophysiology and Management of
Fever.JSupport Oncol.Http://d.yimg.com diunduh tanggal 7 mei 2019.
Dewi, AK. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu tubuh antara pemberian Kompres
Air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah,1 (1): 63-71 diakses tanggal 7 Mei 2019
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. 2009. Clinical manual of fever in
children.Edition9. Berlin: Springer-Verlag; 1-24.Http://www.spinger.com
diunduh tanggal 7 Mei 2019
Guyton, A.C., John E.Hall 2015 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Jakarta: EGC
Hartini. 2012. Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine Dalam Asuhan
Keperawata n Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Rawat Infeksi Anak
RSUP Dr. Cipto Mangunkusuma. Skripsi.Http://lib.ui.ac.id diunduh
tanggal 7 Mei 2019
Hartani, S., Adimayanti, E., & Astuti, A. P. (2018). Pengaruh Tepid Sponge
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Pra Sekolah Yang
Mengalami Demam Di Rsud Ungaran. Jurnal Keperawatan Dan
Kesehatan Masyarakat P-Issn 2252-8865 E-Issn 2598-4217 Vol 7.

19
Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Maling, B. 2012 Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia (Studi
Kasus Di RSUD Tugurejo Semarang. Diunduh pada 7 Mei 2019
Nybo, L. 2013. Hyperthermia and fatigue.J Appl Physiol, 104, 871–878.
Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh 7 Mei 2019
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2012).Fundamentals of nursing: fundamental
keperawatan; buku 2 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Setiawati, T. 2013. Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan
kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalai
demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah. Bandung:
Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan.
Suprapti. 2014. Perbedaan Pengaruh Kompres hangat dengan Kompres Dingin
terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien anak karena infeksi di BP
RSUD Djojonegoro Temanggung .http: //diligib. unimus.ac.id/ diunduh
tanggal 7 Mei 2019
Wardiyah, A., Setiawati, & Setiawan, D. (2016). Perbandingan Efektifitas
Pemberian Kompres Hangat Dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak Yang Mengalami Demam Rsud Dr.H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung. Jurnal Keperawatan Vol : 4,No.1.
Wong, L.D. Wong 2012 Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol. 2, Edisi 6.
Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai