OLEH
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2
non farmakologis. Tindakan farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh adalah
dengan cara pemberian antipiretik. Pemberian antipiretik ini berfungsi
menghambat produksi prostaglandin, menyebabkan anak berkeringat dan
vasodilatasi (Totapally, 2005). Selain pemberian antipiretik, dapat juga dilakukan
tindakan non farmakologis yaitu seperti memberikan baju yang tipis pada anak,
menyuruh anak untuk banyak minum air putih, istirahat, dan memberikan water
tepid sponge (Budi, 2006 dalam Hartini, 2012).
Dampak yang ditimbulkan apabila hipertermia tidak segera ditangani
adalah dehidrasi, terjadi karena peningkatan pengeluaran cairan tubuh sehingga
dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Hipertemia juga dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung (1-12 menit/10 C) dan
metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit
kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), dan
pada keadaan tertentu dapat menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi
(delirium karena demam) serta kejang. Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika
suhu inti tubuh mencapai 400 C, pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan
pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi, sikap
apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
analisis jurnal tentang “Pengaruh water tepid sponge terhadap penurunan
Hipertermi pada Anak”.
1.2 Tujuan
Mendeskripsikan Pengaruh water tepid sponge terhadap penurunan
Hipertermi pada Anak.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Bagi Program Studi Profesi Ners, diharapkan analisis jurnal ini dapat
dijadikan sebagai perkembangan teori yang dapat diterapkan dalam teori
tambahan dan aplikasi dalam asuhan keperawatan Anak.
3
a. Bagi Program Studi Profesi Ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan teori dan
bahan bacaan tentang keperawatan Anak.
b. Bagi Perawat
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi perawat dalam asuhan keperawatan Anak.
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi Rumah
Sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
Anak.
d. Bagi Pasien
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi referensi bagi keluarga
pasien agar dapat menggunakan metode water tepid sponge terhadap
penurunan Hipertermi pada Anak.
4
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS
2.1 Metode Pencarian
1. Analisis jurnal ini menggunakan 4 (empat) database dengan metode
pencarian jurnal, yaitu menggunakan database dari science direct,
Google scholar, portal garuda, dan proquest.com sebagai berikut :
Kata Kunci Hasil Pencarian
Water tepid sponge 930
S1 AND Hipertermi 121
S2 (membatasi tahun publikasi 2013 - 100
2019)
5
serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat pirogen eksogen
yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk
pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh (Widagdo, 2012).
Menurut El-Radhi, (2009), Penyebab hipertermia dapat dibagi
menjadi 2:
a. Hipertermia yang disebabkan karena produksi panas
1) Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan
anesthesia. Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen yang
diturunkan secara autosomal dominan (Nybo, 2013). Pada episode akut
terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga
terjadi kekakuan otot dan hipertermia
2) Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang
melakukan aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas
(Dalal, 2016).
3) Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic atau endokrin yang menyebabkan hipertermia
lebih jarang dijumpai pada anak dibandingkan dengan pada dewasa.
Kelainan endokrin yang sering dihubungkan dengan hipertermia antara
lain hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma,
insufisiensi adrenal dan ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui
sering berhubungan dengan demam (merangsang pembentukan pirogen
leukosit).
b. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas
1) Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga
kehidupan bisa disebabkan oleh:
a) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan
6
atau paparan oleh suhu kamar yang tinggi.Hipertermia jenis ini
merupakan penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan trauma
lahir.Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia
dengan infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda
lain dari infeksi seperti leukositosis atau leucopenia, CRP yang tinggi,
tidak berespon baik dengan pemberian cairan, dan riwayat persalinan
premature atau resiko infeksi.
b) Overheating
Overheating adalah pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu
panas, atau bayi atau anak terpapar sinar matahari langsung dalam
waktu yang lama (Curran, 2014).
7
2) Fase II : proses demam
a) Proses menggigil lenyap.
b) Kulit terasa hangat / panas.
c) Merasa tidak panas / dingin.
d) Peningkatan nadi & laju pernapasan.
e) Peningkatan rasa haus.
f) Dehidrasi ringan sampai berat.
g) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf.
h) Lesi mulut herpetik.
i) Kehilangan nafsu makan.
j) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein.
3) Fase III : pemulihan
a) Kulit tampak merah dan hangat.
b) Berkeringat.
c) Menggigil ringan.
d) Kemungkinan mengalami dehidrasi.
4. Patofisiologi Hipertermia
8
hipotalamus dalam pengaturan kembali (penyesuaian) dari thermostatic
set point. Akibat demam oleh sebab apapun maka tubuh membentuk
respon berupa pirogen endogen termasuk IL- 1, IL-6, tumor necrotizing
factor (TNF) (Widagdo, 2012).
Oleh karena itu, sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk
meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Selain itu, substansi
sejenis hormon dilepaskan untuk selanjutnya mempertahankan melawan
infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set
point. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi tubuh
memproduksi dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk
mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama periode ini, orang
tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan, meskipun suhu
tubuh meningkat (Potter & Perry, 2010).
Fase menggigil berakhir ketika set point baru yaitu suhu yang lebih
tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang
dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah
“melampaui batas”, atau pirogen telah dihilangkan, terjadi fase ketiga
episode febris. Set point hipotalamus turun, menimbulkan respons
pengeluaran panas. Kulit menjadi hangat dan kemerahan karena
vasodilatasi.Diaforesis membantu evaporasi pengeluaran panas (Potter
& Perry, 2012).
5. Komplikasi Hipertermia
Kerugian yang bisa terjadi pada bayi yang mengalami demam dan
hipertermia adalah dehidrasi, karena pada keadaan demam terjadi pula
peningkatan pengeluaran cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan
tubuh kekurangan cairan. Pada kejang demam, juga bisa terjadi tetapi
kemungkinannya sangat kecil (Hartini, 2012)
9
lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, gelombang tidur yang lambat
(berperan dalam perbaikan fungsi otak), dan pada keadaan tertentu
dapat menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena
demam) serta kejang.
Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh mencapai
40oC karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat lagi
mentoleransi. Bila mengalami peningkatan suhu inti dalam waktu yang
lama antara 40oC-43oC, pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan
pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi,
sikap apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).
6. Penatalaksanaan Hipertermia
a. Tindakan farmakologis
Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi farmakologik
yaitu dengan pemberian antipiretik.Obat yang umum digunakan untuk
menurunkan demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi dan
neoplasama) adalah obat antipiretik. Antipiretik ini bekerja dengan
mempengaruhi termoregulator pada sistem saraf pusat (SSP) dan
dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Hartini, 2012).
Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin dan
magnesium salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan obat-obat
anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Asetaminofen merupakan obat
pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak boleh diberikan pada anak-anak
dan remaja. Ibuprofen, penggunaannya disetujui untuk menurunkan
demam pada anak-anak yang berusia minimal 6 bulan.Hindari
pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan
perdarahan (Hartini, 2012).
Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui penggunaannya untuk
anak-anak adalah nuprin, motrin IB, medipren.Pemberian antipiretik
yang berlebihan perlu diperhatikan, karena dapat menyebabkan
keracunan (Totapally, 2015).
10
b. Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk
banyak minum air putih, istirahat, serta pemberian water tepid sponge.
Penatalaksanaan lainnya anak dengan demam adalah dengan
menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal dan mengusahakan
agar pakaian anak tidak tebal (Budi (2006) dalam Setiawati (2015).
1. Pengertian
Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar
superfisial dengan teknik seka (Alves, 2014).
2. Tujuan Water Tepid Sponge
Water Tepid Sponge bertujuan untuk membuat pembuluh darah
tepi melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori akan
membuka dan mempermudah pengeluaran panas (Hartini, 2012).
3. Manfaat Water Tepid Sponge
Menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi
nyeri dan ansietas (Sodikin, 2012).
4. Mekanisme Kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid sponging sama dengan
kompres hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit
dimodifikasi. Ketika pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada
penyaluran sinyal ke hypothalamus yang memulai keringat dan
vasodilatasi perifer. Karena itulah blocking dilakukan pada titik-titik
yang secara anatomis dekat dengan pembuluh besar. Vasodilatasi
inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari kulit
(Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).
11
5. Prosedur Kerja
a. Alat dan Bahan
12
bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu
air (37°C).
f. Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali
dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.
g. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau
segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti
klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien
baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
13
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Author Tahun Judul Metode Hasil Source
Aryanti 2016 Perbandingan quasi Hasil uji statistik Google
Wardiyah Efektifitas eksperiment menunjukkan scholar
Setiawati Pemberian dengan ada perbedaan
Dwi Kompres rancangan penurunan suhu
Setiawan Hangat Dan penelitian tubuh antara
Tepid sponge pre test kompres hangat
Terhadap andpost test dengan mean 0,5
Penurunan designs °C dan tepid
Suhu Tubuh with two sponge dengan
Anak Yang comparison mean 0,8°C
Mengalamide treatments (p value˂ α, 0,003
mam Rsud Dr. ˂ 0,05)
H. Abdul .
Moeloek
Provinsi
Lampung
12
Siti 2018 Pengaruh Quasi Hasil penelitian portal
Haryani, Tepid Sponge Experimental menunjukkan suhu garuda
Eka Terhadap Design sebelum dilakukan
Adimaya Penurunan Dengan tepid sponge
nti, Ana Suhu Tubuh Pretest- sebagian besar (73,
Puji Pada Anak Pra Posttest Non 34 %) berada pada
Astuti Sekolah Yang Equivalent suhu 38-39°
Mengalami Control Celcius. Suhu
Demam Di Group Design tubuh setelah
Rsud Ungaran dilakukan tepid
sponge sebagian
besar (63 %) bera
da pada suhu 37 -
38° Celsius.
13
Rana 2017 Pengaruh quasi Hasil analisis Google
Ashshafa Tepid Sponge experiment bivariat dengan scholar
Nur Terhadap dengan menggunakan uji
Afrah, Perubahan rancangan statistik yaitu uji T
Faisal Suhu Tubuh pre and post berpasangan yang
Kholid Anak Usia Pra test without menunjukkan
Fahdi, Sekolah Dan control group terjadi perubahan
Suhaimi Sekolah Yang suhu tubuh
Fauzan Mengalami sebelum dan
Demam Di sesudah intervensi
Rsud Sultan dengan nilai p=
Syarif 0,001 (p<0,05).
Mohamad
Alkadrie
Kota Pontanak
PEMBAHASAN
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus (Sodikin, 2012). Sebagian besar
demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas
(termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya
Demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan
dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, 2012). Badan
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh Dunia
mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya (Setyowati,
2013).
Di Indonesia penderita demam sebanyak 465 (91.0%) dari 511 ibu yang
memakai perabaan untuk menilai demam pada anak mereka sedangkan sisanya
23,1 saja menggunakan thermometer (Setyowati, 2013). Demam pada anak
dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi
demam tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak terganggu. Demam dapat membahayakan keselamatan anak
jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain
seperti, hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran (Maharani, 2011). Demam
14
yang mencapai suhu 41°C angka kematiannya mencapai 17%, dan pada suhu
43°C akan koma dengan kematian 70%, dan pada suhu 45°C akan meninggal
dalam beberapa jam (Said, 2014)
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya .Tindakan
farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik. Sedangkan tindakan non
farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan panas setelah
pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas
seperti memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu
normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres.
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh
bila anak mengalami demam. Selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan yang diterapkan para ibu saat anaknya demam. Selain itu, kompres
alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres. Namun kompres
menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak
turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan. Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge
(Kolcaba, 2013)
15
diberikan oleh kompres air hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi
hipotalamus.
Tepid sponge merupakan salah satu metode kompres hangat yang dapat
dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yang demam. Intervensi yang
dilakukan pada penelitian ini selama 15 menit. Setelah diberikan intervensi, suhu
tubuh responden di observasi hingga 30 menit dan menunjukkan penurunan suhu
tubuh. Rata-rata suhu tubuh responden sebelum diberikan tepid sponge adalah
38,288 dengan standar deviasi adalah 0,3263 turun menjadi 37,763 dengan standar
deviasi 0,4334 Afrah dkk (2017).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maling (2012) di RS
Tugurejo Semarang yang menunjukkan suhu tubuh sebelum intervensi adalah
38,5oC dengan standar deviasi 0,4 dan setelah dilakukan intervensi turun menjadi
37,1oC dengan standar deviasi 0,5 dengan p-value sebesar 0,0001 (<0,05)
sehingga dapat disimpulkan terjadi penurunan suhu tubuh setelah diberikan tepid
sponge.
16
Tepid sponge merupakan suatu prosedur yang diberikan kepada pasien
dengan tujuan untuk menurunkan atau mengurangi suhu tubuh dengan
menggunakan air hangat (Dagoon, et. All, 2014). Seperti pada kompres hangat,
tepid sponge bekerja dengan cara mengirimkan implus ke hipotalamus bahwa
lingkungan sekitar sedang dalam keadaan panas. Keadaan ini akan mengakibatkan
hipotalamus berespon dengan mematok suhu tubuh yang lebih tinggi dengan cara
menurunkan produksi dan konservasi panas tubuh (Guyton & Hall, 2015).
Oleh karena itu metode tepid sponge dapat di lakukan sebagai tindakan
nonfarmakologi untuk menurunkan demam. Teknik tepid sponge ini
menggunakan kompres blok langsung dibeberapa tempat yang memiliki
pembuluh darah besar seperti di leher, ketiak, dan lipatan paha. Selain itu teknik
ini ditambah dengan dengan memberikan seka dibeberapa area tubuh
sehinggaperlakuan yang diterapkan akan lebih kompleks. Kompres blok langsung
diberbagai tempat ini akan menyampaikan sinyal ke hipotalamus dengan lebih
gencar dan pemberian seka akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah
perifer serta memfasilitasiperpindahan panas di tubuh kelingkungan sekitar
sehingga terjadi penurunan suhu tubuh.
17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan
teknik seka. Menurut Suprapti, (2008) tepid sponge efektif dalam mengurangi
suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga membantu dalam mengurangi
rasa sakit atau ketidaknyamanan.
4.2 Saran
a. Bagi Program Studi Profesi Ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan teori dan bahan
bacaan tentang keperawatan pada Anak.
b. Bagi Perawat
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
perawat dalam asuhan keperawatan Anak.
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit
dalam melaksanakan penatalaksanaan asuhan keperawatan Anak.
d. Bagi Pasien
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi referensi bagi keluarga pasien
agar dapat menggunakan metode Tepid Sponge untuk menurunkan demam
pada anak.
18
DAFTAR PUSTAKA
Afrah, R. A., Fahdi, F. K., & Fauzn, S. (2017). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap
Perubahan Suhu Tubuh Anak Usia Pra Sekolah Dan Sekolah Yang
Mengalami Demam Di Rsud Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontanak.
Alves, J. G. B., & Almeida, C. D. C. M. 2014.Tepid Sponge Plus Dipyrone versus
dipyrone alone for reducing body temperature in febrile children. Sao
Paulo: Medical Journal. Http://www.scieolo.br diunduh tanggal 7 Mei
2019
Bartolomeus, dkk.2012. Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Yang Mengalami
Hipertermi.Http://portalgaruda.ac.id/ diunduh tanggal 7 Mei 2019
Curran AK, Xia L, Leiter CJ, Bartlett D Jr. 2014. Elevated body temperature
enhances the laryngeal chemoreflex in decerebrate piglets. J Appl
Physiol. Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh tanggal 7 Mei 2019
Dalal, S., Zhukovsky, D.S. 2016. Pathophysiology and Management of
Fever.JSupport Oncol.Http://d.yimg.com diunduh tanggal 7 mei 2019.
Dewi, AK. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu tubuh antara pemberian Kompres
Air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah,1 (1): 63-71 diakses tanggal 7 Mei 2019
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. 2009. Clinical manual of fever in
children.Edition9. Berlin: Springer-Verlag; 1-24.Http://www.spinger.com
diunduh tanggal 7 Mei 2019
Guyton, A.C., John E.Hall 2015 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Jakarta: EGC
Hartini. 2012. Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine Dalam Asuhan
Keperawata n Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Rawat Infeksi Anak
RSUP Dr. Cipto Mangunkusuma. Skripsi.Http://lib.ui.ac.id diunduh
tanggal 7 Mei 2019
Hartani, S., Adimayanti, E., & Astuti, A. P. (2018). Pengaruh Tepid Sponge
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Pra Sekolah Yang
Mengalami Demam Di Rsud Ungaran. Jurnal Keperawatan Dan
Kesehatan Masyarakat P-Issn 2252-8865 E-Issn 2598-4217 Vol 7.
19
Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Maling, B. 2012 Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia (Studi
Kasus Di RSUD Tugurejo Semarang. Diunduh pada 7 Mei 2019
Nybo, L. 2013. Hyperthermia and fatigue.J Appl Physiol, 104, 871–878.
Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh 7 Mei 2019
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2012).Fundamentals of nursing: fundamental
keperawatan; buku 2 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Setiawati, T. 2013. Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan
kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalai
demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah. Bandung:
Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan.
Suprapti. 2014. Perbedaan Pengaruh Kompres hangat dengan Kompres Dingin
terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien anak karena infeksi di BP
RSUD Djojonegoro Temanggung .http: //diligib. unimus.ac.id/ diunduh
tanggal 7 Mei 2019
Wardiyah, A., Setiawati, & Setiawan, D. (2016). Perbandingan Efektifitas
Pemberian Kompres Hangat Dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak Yang Mengalami Demam Rsud Dr.H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung. Jurnal Keperawatan Vol : 4,No.1.
Wong, L.D. Wong 2012 Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol. 2, Edisi 6.
Jakarta: EGC
20