Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS JURNAL

PENCEGAHAN IRITASI MUKOSA HIDUNG PADA PASIEN YANG


MENDAPATKAN OKSIGEN NASAL

OLEH:

FATRA MOKODOMPIT

NIM. 841718130

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali
bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem
respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan oksigen
ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan
kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan (Anggraini & Hafifah, 2014).
Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yangditemukan dalam atmosfir lingkungan (Smeltzer dan Bare, 2008).
Bentuk support oksigen meliputi metode sistem aliran tinggi dan sistem aliran rendah.
Sistem aliran tinggi ini memungkinkan pemberian oksigen dengan fraksi oksigen
(FiO2) lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat
menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Sistem aliran rendah
diberikan pada pasien yang membutuhkan oksigen tetapi masih mampu bernapas
normal, karena teknik sistem ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi atau tidak
konstan, sangat dipengaruhi oleh aliran, resorvoir, dan pola napas pasien. Salah satu
pemberian oksigen dengan metode aliran rendah yaitu nasal kanul (Tarwoto dan
Wartonah, 2010). Pada metode nasal kanul bahaya yang ditimbulkan adalah iritasi
hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus dan epistaksis (Saryono, 2012).
Angka kejadian iritasi mukosa hidung di Indonesia yang pasti belum diketahui karena
sampai saat ini belum dilakukan penelitian multisenter.
Iritasi mukosa hidung pada terapi oksigen nasal kanul dapat terjadi karena
pemberian oksigen dengan non humidifier, yaitu humidifier yang tidak diberi air
steril. Kurniawati dan Bakar (2011) melakukan penelitian pada 20 pasien dan flow
oksigen kurang dari 5 liter per menit (LPM) dengan pemakaian oksigen non
humidifier hasil menunjukan bahwa 2 pasien terjadi iritasi dengan lama pemakaian
72 jam. Penelitian Hilton (2006) menyebutkan bahwa pemberian non humidifier tidak
boleh lebih dari 4 jam karena dapat merusak mukosa hidung. Meskipun demikian
non humidifier masih dapat menjadi pilihan terapi karena dapat mengurangi biaya
dan mempermudah tugas perawat pada waktu perawatan tabung.
Humidifier merupakan suatu alat untuk melembabkan oksigen sebelum diterima
oleh pasien (Pavlovic, 2000). Penggunaan humidifier penting pada terapi oksigen,
tetapi hasil penelitian Nafisah (2007) menemukan bahwa pemakaian humidifier
selama lebih dari 24 jam sudah mulai ditumbuhi bakteri.
Terapi oksigen nasal kanul dengan non-humidifier di salah satu Rumah Sakit
swasta di Surabaya ditemukan di setiap ruang perawatan. Pemakaian non-
humidifier ditemukan hampir disetiap ruang perawatan sekitar 25% pasien. Lama
penggunaan oksigen rata-rata selama 1–14 hari. Penggunaan non-humidifier di ruang
perawatan, selama ini tidak ditemukan adanya dokumentasi khusus atau yang
dilaporkan berkaitan efek samping. Penggunaan non-humidifierperlu dicermati,
karena sesuai teori penggunaan non-humidifier untuk terapi oksigen dapat dilakukan
bila kurang dari 5 LPM (Kenji, 2004). Keadaan ini secara teori masih memungkinkan
tubuh untuk mengkompensasi. Pemberian oksigen dengan non-humidifierditakutkan
menyebabkan iritasi mukosa hidung. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan analisis jurnal tentang “Pencegahan Iritasi Mukosa Hidung
Pada Pasien Yang Mendapatkan Oksigen Nasal”.

1.2 Tujuan
Mengetahui cara Pencegahan Iritasi Mukosa Hidung Pada Pasien Yang Mendapatkan
Oksigen Nasal
1.3.Manfaat
 Untuk menambah wawasan tentang bagaimana cara Pencegahan Iritasi Mukosa
Hidung Pada Pasien Yang Mendapatkan Oksigen Nasal
 Peneliti, sebagai bahan kajian lanjutan bagi peneliti yang akan meneliti secara
mendalam untuk aspek yang sama
BAB II

METODE DAN TINJAUAN TEORI

2.1 Metode Pencarian

Analisis jurnal dilakukan dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi ilmiah


tahun 2010 – 2018 dengan penelusuran menggunakan data based google scholar.
Strategi pencarian literature penelitian yang relevan untuk analisis jurnal dapat dilihat
pada skema dibawah ini.

Identifikasi

Terapi pencegahan iritasi mikosa


hidung pada pasien yang mendapatkan
Google Scholar oksigen nasal, n = 205
Prevention of nasal mucosal irritation
in patients receiving nasal oxigen = 92

1. FULL TEXT
2. Bahasa Inggris
Screening 3. Bahasa Indonesia 1. Google Scholar, n =
5
Tahun 2010-2018

Kelayakan Pencegahan iritasi mukosa hidung


pada pasien yang mendapatkan
oksigen nasal

Intervensi Keperawatan E-journal medika


Analisis pencegahan iritasi keperawatn, n = 1
mukosa hidung pada Jurnal keperawatan, n = 2
pasien yang Respiratory care n = 1
mendapatkan oksigen
nasal

.
2.2 Konsep Tentang Tinjauan Teoritis
2.2.1 Terapi Oksigen
1. Definisi

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi
oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Hidayat,2007).
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan
Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah (Andarmoyo, 2012).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen adalah
memberikan oksigen melalui saluran pernafasan dengan alat agar kebutuhan oksigen
dalam tubuh terpenuhi yang ditandai dengan peningkatan saturasi oksigen.
2. Tujuan/ kegunaan
a. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan
untuk memfasilitasi metabolisme aerob
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
 Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
 Menurunkan kerja nafas dan miokard.
 Menilai fungsi pertukaran gas
Fi O2 (fraksi oksigen
Alat Aliran (L/menit)
inspirasi)
1 0,24
2 0,28
Kanula 3 0,32
nasal 4 0,36
5 0,40
6 0,44
5-6 0,40
Masker
6-7 0,50
oksigen
7-8 0,60
6 0,60
Masker
7 0,70
dengan
8 0,80
kantong
9 ≥0,80
reservoir
10 ≥0,80

3. indikasi terapi oksigen adalah :


a) Pasien hipoksia
b) Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c) Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d) Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
e) Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
f) Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
4. kontra indikasi meliputi :
a) Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b) Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,
akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
5. Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :
a. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi.
b. Tahanan jalan nafas yang rendah.
c. Tidak terjadi penumpukan CO2
d. Efisien
e. Nyaman untuk pasien.
6. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal
yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada
pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan
pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas
melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan
oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat
menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang
terlalu ketat. Cara pemasangan :
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang elastis
sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien.(Membuat
aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas bagian atas. Klien akan tetap
menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul tersebut pas kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (1–6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan
mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua steril
setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah inhalasi
oksigen tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit.
(terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan epistaksis.
Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi
kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia
telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Penulis Judul Tahun Metode Hasil Source
Ninuk Pencegahan Iritasi 2011 cross- Pemberian flow goole
Dian Mukosa Hidung sectional oksigen sampai scholar
Kurniawat Pada Pasien dengan 4 lpm tidak
i, Abu Yang Mendapatkan mengakibatkan
Bakar Oksigen Nasal efek negatif pada
mukosa hidung
yaitu tidak adanya
tanda iritasi pada
daerah mukosa
hidung
Berdasarkan, Hasil
pengambilan data
tentang pengaruh
lama pemberian
oksigen nasal
dengan
menggunakan
non humidifier
lebih dari 8 jam
terhadap
pencegahan iritasi
mukosa hidung
didapatkan data
yang ditampilkan
pada gambar 2 di
mana menunjukkan
bahwa lama
pemakaian oksigen
nasal terbanyak 72
jam (9 responden).
Pemakaian oksigen
nasal non-
humidifier terlama
sampai 140 jam,
kondisi ini tidak
berpengaruh
terhadap keadaan
mukosa hidung
(tidak ada tanda
iritasi mukosa
hidung).

Nuryanti Tidak Ada 2014 cross Hasil perhitungan Google


Sindif, Hubungan Antara sectional Statistik scholar
Muhamat Durasi Pemberian menggunakan
Nofiyanto, Oksigen Melalui Uji Fisher’s Exact
Ranggono Nasal Kanul seperti disajikan
Joko NonHumidifier pada tabel
Prasojo Dengan Insiden 7, diperoleh p-
Iritasi Mukosa value sebesar 0,419
Hidung Pada > (0,05) bahwa
Pasien Di Icu tidak ada hubungan
lama pemakaian
oksigen melalui
nasal kanul non
humidifier dengan
kejadian iritasi
mukosa hidung
pada
pasien ICU di
RSUD
Panembahan
Senopati Bantul.

Arief Pelaksanaan 2015 deskriptif pelaksanaan Google


Bachtiar, Pemberian Terapi pemberian terapi scholer
Nurul Oksigen Pada oksigen pada
Hidayah, Pasien Gangguan pasien gangguan
Amana Sistem Pernafasan sistem pernapasan
Ajeng di RSUD Bangil
Pasuruan.
Berdasarkan Tabel
2 Menunjukkan
bahwa pelaksanaan
pemberian terapi
oksigen di RSUD
Ba ngil Pa sur ua n
mayoritas adalah
cukup (58,3%) dan
10 responden yang
dapat melakukan
pelaksanaan terapi
oksigen dengan
baik ( 41,6%). Ini
dapat dibuktikan
bahwa hampir
sebagian besar
responden dapat
melaksanakan
setiap point
perintah dengan
nomor 1-15 kecuali
nomor 10
dilakukan dengan
baik serta nilai
yang dicapai adalah
3 dan jika di total
nilai yang didapat
yaitu sebesar 540
serta tidak sedikit
pula responden
yang lupa atau
melaksanakan
tindakan pemberian
terapi oksigen
dengan nilai di
bawah 3 ini terjadi
pada point perintah
no10,16,17,18,19,2
0 dengan
keseluruhan nilai
yang didapat yaitu
sebesar 120

Dominic Humidification of 2013 The sampling and NCBI


Dellweg Inspired Oxygen Is analysis system
MD, Increased With showed good
Markus Pre-nasal Cannula, correlation to a
Wenze Compared to standard
MD, Intranasal Cannula hygrometer within
Ekkehard the tested humidity
Hoehn, range (r 0.99, P <
Olaf .001). In our
Bourgund subjects intranasal
MD, and humidity dropped
Peter significantly, from
Haidl MD 40.3 8.7% to 35.3
5.8%, 325.6%, and
29.06.8% at flows
of 1, 2, and 3 L,
respectively, when
oxygen was given
intra-nasally
without
humidification
(P.001, P<.001,
and P<.001,
respectively). We
observed no
significant change
in airway humidity
when oxygen was
given pre-nasally
without
humidification.
With the addition
of humidification
we observed no
significant change
in humidity at any
flow, and
independent of pre-
or intranasal
oxygen admin-
istration

3.2 Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawaty & Bakar (2017) tentang
pengambilan data tentang pengaruh pemberian oksigen non-humidifier dengan flow
kurang dari 5 liter per menit (lpm) terhadap pencegahan iritasi mukosa hidung didapatkan
hasil yang ditampilkan pada gambar 1 dimana menunjukkan bahwa pemberian flow
oksigen pada responden terbanyak adalah 3 lpm(14 responden). Pemberian flow oksigen
sampai dengan 4 lpm tidak mengakibatkan efek negatif pada mukosa hidung yaitu tidak
adanya tanda iritasi pada daerah mukosa hidung. Hasil pengambilan data tentang pengaruh
lama pemberian oksigen nasal dengan menggunakan non humidifier lebih dari 8 jam
terhadap pencegahan iritasi mukosa hidung didapatkan data yang ditampilkan pada gambar
2 di mana menunjukkan bahwa lama pemakaian oksigen nasal terbanyak 72 jam (9
responden). Pemakaian oksigen nasal non-humidifier terlama sampai 140 jam, kondisi ini
tidak berpengaruh terhadap keadaan mukosa hidung (tidak ada tanda iritasi mukosa
hidung).
Hasil ini membuktikan bahwa pemakaian non-humidifier dengan flow meter
kurang dari 4 lpm atau dengan nasal kanul, aman digunakan pasien. Pernyataan ini
memperkuat pendapat Potter dan Perry (2006) yang menyebutkan bahwa terapi oksigen
menggunakan nasal kanul dengan kecepatan aliran oksigen kurang dari 4 lpm tidak perlu
memakai humidifier.
Hasil penelitian ini juga memperkuat penelitian dari Kenji (2004). Kenji melakukan
penelitian dengan demonstrasi matematika dan menemukan bahwa pemakaian oksigen 4–5
lpm tidak membutuhkan humidifierkarena aliran oksigen 4–5 lpm dengan menggunakan
alat nasal kanul atau masker sederhana, masih dipengaruhi oleh udara ruangan.
Kelembapan udara ruangan masih mencukupi untuk membantu kelembapan terapi oksigen
yang diberikan.
Menurut Sindif dkk (2014) sebagian besar pasien ICU di RSUD Panembahan
Senopati Bantul tidak mengalami kejadian iritasi mukosa hidung (96,8%) dengan flow rata
- rata 3 liter per menit (LPM). Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan tidak ada hubungan
antara lama pemakaian oksigen melalui nasal kanul non humidifier dengan kejadian iritasi
mukosa hidung pada pasien ICU di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, yang menyimpulkan bahwa lama pemberian
terapi oksigen dengan non humidifier tidak berpengaruh pada kondisi mukosa hidung.
Pemakaian oksigen dengan menggunakan alat nasal kanul masih dipengaruhi oleh suhu
ruangan. Kelembaban udara ruangan masih mencukupi untuk membantu kelembaban
terapi oksigen yang diperlukan. Keadaan ini juga ditunjang dari hasil salah satu responden
yang mendapat terapi oksigen dalam waktu 152 jam (6 hari lebih 8 jam) tidak ditemukan
tanda – tanda iritasi mukosa hidung maupun keluhan tidak nyaman di daerah hidung.
Menurut Bachtiar (2015), bahwa penderita gangguan system pernapasan harus
terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan cara pemberian terapi oksigen. Pemberian terapi
oksigen adalah suatu kemampuan untuk memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Depkes RI, 2005)
tentunya cara pemberiannya pun harus benar dan tepat. Menurut Depkes (2003) , salah satu
penyebab dari terjadinya infeksi nosokomial adalah karena dekontaminasi tangan. Padahal
transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari
tangan. Tetapi pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya
alasan seperti waktu mencuci tangan yang lama, kurangnya pengetahuan mengenai cuci
tangan yang benar, kurangnya peralatan cuci tangan. Dari sinilah virus, bakteri dapat
tertular melalui kontaminasi tangan yang sering tidak dilakukan atau dilakukan namun
kurang maksimal adalah tindakan mengobservasi setelah melakukan tindakan pemberian
terapi oksigen. Menurut teori Pooter and Perry (2005) pemberian oksigen tidak hanya
memberikan efek terapi tetapi jika penggunaannya tidak tepat dapat menyebabakan efek
seperti depresi ventilasi, keracunan oksigen. Keadaan yang trerjadi diatas dapat merusak
struktur jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan, akibatnya proses difusi
diparu akan terganggu bila kita tidak sering mengontrol saturasi oksigen.

3.3. Implikasi Keperawatan


Isi analisis jurnal ini dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam ilmu keperawatan,
khususnya dibidang keperawatan sebagai upaya pencegahan iritasi mukosa hidung pada
pasien yang mendapatkan oksigen nasal.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Pemberian oksigen nasal dengan non-humidifier dapat mencegah terjadinya iritasi
mukosa hidung. Pemakaian non-humidifier digunakan selama 140 jam dengan flow
oksigen kurang dari 5 lpm, dan tidak hubungan antara lama pemakaian oksigen
melalui nasal kanul non humidifier dengan kejadian iritasi mukosa hidung pada
pasien.
4.2 Saran
1. Bagi perawat, diharapkan melaksanakn pemberian terapi oksigen serta partisipasi
perawat untuk memperhatikan SOP yang sudah ditentukan.
2. Bagi rumah sakit, diharapkan dapat menjadi salah satu dasar intervensi dalam teori
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Arief Bachtiar, dkk (2015), Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien
Gangguan Sistem Pernafasan JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1,
NO. 2
Bakar, A., (2011). Pencegahan Iritasi Mukosa Hidung Pada Pasien Yang Mendapatkan
Oksigen Nasal Jurnal Ners Vol. 6 No. 2

Dominic Dellweg MD (2013) Humidification of Inspired Oxygen Is Increased With Pre-


nasal Cannula, Compared to Intranasal Cannula RESPIRATORY CARE•
AUGUST 2013 VOL 58 NO 8

Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Nuryanti Sindif, dkk (2014) Tidak Ada Hubungan Antara Durasi Pemberian Oksigen
Melalui Nasal Kanul NonHumidifier Dengan Insiden Iritasi Mukosa Hidung Pada
Pasien Di Icu Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 3

Perry, A.G., dan Potter, P.A., 2006. Clinical nursing skills techniques. vol 2, 6thed.
Australia: Elsevier-Mosby.

Wijaya & Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta
: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai