Disusun Oleh :
20101440118001
SEMARANG
2021
A. Definisi
Post Partum adalah masa 6 minggu sejak janin lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke kondisi sebelum hamil ( Bobak, 2005). Post Partum (
puerpurium) adalah masa yang dimulai setetelah partus selesai dan berakhir
kira-kira setelah enam minggu, tetapi seluruh organ genitalia baru pulih
kembali seperti sebelum hamil dalam waktu tiga bulan ( Winkjosastro,2006).
Post Partum (masa nifas) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (
Doengoes,2001).
Sectio caesarea didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Jitowiyono, 2010).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, section caesarea
juga dapat didefinisikan sebagai suatu histektomia untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Mochtar, 2011).
Sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar atau caesarean
section adalah salah satu tindakan persalinan untuk mengeluarkan bayi
melalui sayatan abdomen dan uterus. SC merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa ibu dan janin bila diperlukan (dr. Joshephine
Darmawan, 2019).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer,2001). Menurut WHO ( 1978 ),
tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi.
B. Etiologi
Etiologi dilakukan Sectio Caesarea :
1. Etiologi yang berasal dari ibu
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion ) Chepalo Pelvik Disproportion
(CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis
juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,
adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
2. Etiologi yang berasal dari janin
a. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana
janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
5) Etiologi yang berasal dari kontra
1) Infeksi intrauterine.
2) Janin mati.
3) Syok / anemia berat yang belum diatasi dan kelainan berat
(Apriyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014)
6) Hipertensi
1. Faktor keturunan
2. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
3. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
4. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
5. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
6. Kegemukan atau makan berlebihan, Stress, Merokok
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan misalnya plasenta
previlia sentralis dan lateralis, panggul sempit, dispropsisi cephalo pelvic,
rupture, uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviksdan malpresentasi janin, kondisi tersebul perlu adanya
tindakan tindakan pembedahan yaitu sectio caesarea (SC). Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan dan penyembuhan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien selain itu dalam proses
pembedahan juga akan dilkukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah
dan saraf-saraf disekitar daerah insisi hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah
proses pembedahan berakhir luka insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
infeksi.(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
D. Manifestasi Klinik
1. Post Partum
Manifestasi klinik masa nifas adalah hal-hal yang bersifat karakteristik
dalam masa nifas :
a. Adaptasi Fisiologi
Perubahan fisiologis pada masa post partum menurut Bobak,
Lowdermik,Jensen (2004) meliputi :
1) Involusi
Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke
keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel
menjadilebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan
dibuang.
a) Involusi uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri :
1. Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi
FundusUteri 1 - 2 jari dibawah pusat.
2. Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di
pertengahan simphisis pubis dan pusat.
3. Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.
2. Uri/ Plasenta lahir Dua jari bawah pusat 750 gram 12,5 cm Lunak
Bertambah kecil
Fundus Uteri kira-kira sepusat dalam hari pertama
bersalin. Penyusutan antara 1-1,5 cm atau sekitar 1 jari per
hari. Dalam 10-12 hari uterus tidak teraba lagi di abdomen
karena sudah masuk di bawah simfisis. Pada buku
Keperawatan maternitas pada hari ke-9 uterus sudah tidak
terba. Involusi ligament uterus berangsur-angsur, pada
awalnya cenderung miring ke belakang. Kembali normal
antefleksi dan posisi anteverted pada akhir minggu keenam.
c) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
periodik sering dialami multipara dan biasa menimbulkan
nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa
nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu
melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada
bayi besar, dan kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan
biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya
merangsang kontraksi uterus.
2) Lochea
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim
terjadi pada stratum spongiosum bagian atas. Setelah 2-3 hari
tampak lapisan atas stratum yang tinggal menjadi nekrotis,
sedangkan lapisan bawah yang berhubungan dengan lapisan otot
terpelihara dengan baik dan menjadi lapisan endomerium yang
baru. Bagian yang nekrotis akan keluar menjadi lochea.Lochea
adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas mempunyai reaksi
basa/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita.
Lochea juga mengalami perubahan karena proses involusi.
Perubahan lochea tersebut adalah :
a) Lochea rubra (Cruenta)
Muncul pada hari pertama sampai hari kedua post partum,
warnanya merah mengandung darah dari luka pada plasenta
dan serabut dari decidua dan chorion.
b) Lochea Sanguilenta
Berwarna merah kuning, berisi darah lendir, hari ke 3-7 paska
persalinan.
c) Lochea Serosa
Muncul pada hari ke 7-14, berwarna kecoklatan mengandung
lebih banyak serum, lebih sedikit darah juga leukosit dan
laserasi plasenta.
d) Lochea Alba
Sejak 2 -6 minggu setelah persalinan, warnanya putih
kekuningan menngandung leukosit, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati.
3) Tempat Tertanamnya Plasenta
Saat plasenta keluar normalnya uterus berkontraksi dan
relaksasi/ retraksi sehingga volume/ ruang tempat plasenta
berkurang atau berubah cepat dan 1 hari setelah persalinan
berkerut sampai diameter 7,5 cm. Kira-kira 10 hari setelah
persalinan, diameter tempat plasenta ± 2,5 cm. Segera setelah
akhir minggu ke 5-6 epithelial menutup dan meregenerasi
sempurna akibat dari ketidakseimbangan volume darah, plasma
dan sel darah merah.
4) Perineum, Vagina, Vulva, dan Anus
Berkurangnya sirkulasi progesteron membantu pemulihan
otot panggul, perineum, vagina, dan vulva kearah elastisitas dari
ligamentum otot rahim. Merupakan proses yang bertahap akan
berguna jika ibu melakukan ambulasi dini, dan senam nifas.
Involusi cerviks terjadi bersamaan dengan uterus kira-kira 2-3
minggu, cervik menjadi seperti celah. Ostium eksternum dapat
dilalui oleh 2 jari, pingirannya tidak rata, tetapi retak-retak karena
robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama dilalui
oleh satu jari. Karena hyperplasia dan retraksi dari serviks,
robekan serviks menjadi sembuh. Pada awal masa nifas, vagina
dan muara vagina membentuk suatu lorong luas berdinding licin
yang berangsur-angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali
ke bentuk nulipara. Rugae mulai tampak pada minggu ketiga.
Himen muncul kembali sebagai kepingan-kepingan kecil
jaringan, yang setelah mengalami sikatrisasi akan berubah
menjadi caruncule mirtiformis. Estrogen pascapartum yang
munurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya
rugae.
Mukosa vagina tetap atrofi pada wanita yang menyusui
sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali.
Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi
ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah
pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal
dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai
fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi.
Mukosa vagina memakan waktu 2-3 minggu untuk sembuh tetapi
pemulihan luka sub-mukosa lebih lama yaitu 4-6 minngu.
Beberapa laserasi superficial yang dapat terjadi akan sembuh
relatif lebih cepat. Laserasi perineum sembuh pada hari ke-7 dan
otot perineum akan pulih pada hari ke5-6. Pada anus umumnya
terlihat hemoroid (varises anus), dengan ditambah gejala seperti
rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang
pada waktu defekasi. Ukuran hemoroid biasanya mengecil
beberapa minggu postpartum.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Ibu menjadi lapar dan siap untuk makan pada 1-2 jam setelah
bersalin. Konstipasi dapat menjadi masalah pada awal puerperium
akibat dari kurangnya makanan dan pengendalian diri terhadap BAB.
Ibu dapat melakukan pengendalian terhadap BAB karena kurang
pengetahuan dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila BAB.
Dalam buku Keperawatan Maternitas(2004), buang air besar secara
spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini biasa disebabkan karena tonus otot usus
menurun. Selama proses persalinan dan pada awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, kurang makan, atau
dehidrasi. Ibu seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi karena
nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi, atau
hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali
setelah tonus usus kembali ke normal.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama
puerperium. Diuresis yang banyak mulai segera setelah persalinan
sampai 5 hari postpartum. Empat puluh persen ibu postpartum tidak
mempunyai proteinuri yang patologi dari segera setelah lahir sampai
hari kedua postpartum, kecuali ada gejala infeksi dan preeklamsi.
Dinding saluran kencing memperlihatkan oedema dan hyperaemia.
Kadang-kadang oedema dari trigonum, menimbulkan obstruksi dari
uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam
puerperium kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga
kandung kencing poenuh atau sesudah kencing masih tinggal urine
residual. Sisa urine ini dan trauma pada kandung kencing waktu
persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan
pyelum, normal kembali dalam waktu 2 minggu.
d. Perubahan sistem Muskusluskeletal
Adaptasi system muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup
hal-hal yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi
lengkap akan terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita
melahirkan. Striae pada abdomen tidak dapat menghilang sempurna
tapi berubah menjadi halus/ samar, garis putih keperakan. Dinding
abdomen menjadi lembek setelah persalinan karena teregang selama
kehamilan. Semau ibu puerperium mempunyai tingkatan diastasis
yang mana terjadi pemisahan muskulus rektus abdominus. Beratnya
diastasis tergantung pada factor-faktor penting termasuk keadaan
umum ibu, tonus otot, aktivitas/ pergerakan yang tepat, paritas, jarak
kehamilan, kejadian/ kehamilan denagn overdistensi. Faktor-faktor
tersebut menentukan lama waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan kembali tonus otot.
e. Perubahan Sistem Endokrin
1) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di
dalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan
pada waktu yang sama membantu proses involusi uterus.
2) Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan oleh
glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari
payudara sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang
menyusui kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan
stimulasi folikel di dalam ovarium ditekan.
3) HCG, HPL, Estrogen, dan progesterone
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat
hormone HCG, HPL, estrogen, dan progesterone di dalam darah
ibu menurun dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.
4) Pemulihan Ovulasi dan Menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi
sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi diatas 28 minggu pada ibu
yang melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu yang tidak
menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7-10
minggu.
f. Perubahan Tanda-tanda Vital
Tekanan darah seharusnya stabil dalam kondisi normal.
Temperatur kembali ke normal dari sedikit peningkatan selama
periode intrapartum dan menjadi stabil dalam 24 jam pertama
postpartum. Nadi dalam keadaan normal kecuali partus lama dan
persalinan sulit. Dalam buku Keperwatan Maternitas, terdapat table
perubahan tanda-tanda vital sebagai berikut :
No. Tanda Vital
1. Temperatur
2.
Selama 24 jam pertama dapat meningkat saampai 38 derajat selsius sebagai
3. akibat efek dehidrasi persalinan. Setelah 24 jam wanita tidak harus demam.
4.
Denyut nadi Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap
tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai
menurundengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai
ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kewmbali ke frekunsi sebelum
hamil.
Pernapasan
Tekanan Darah
Nyeri Resiko
akut infeksi
Hmbatan
mobilitas
fisik
F. Komplikasi
1. Melukai organ sekitar rahim
Di sekitar rahim terdapat organ penting seperti kandung kemih, saluran
kencing, dan usus besar. Organ-organ serta syaraf yang terletak
berdekatan bisa saja terkena goresan pisau bedah. Meski begitu, kasus ini
sangat jarang terjadi.
2. Melukai bayi
Bayi juga bisa terluka ketika dinding rahim dibuka.
3. Perdarahan
Perdarahan lanjutan yang terjadi akibat kontraksi rahim tidak baik setelah
plasenta dilahirkan sehingga Anda membutuhkan tranfusi darah. Bila
terjadi perdarahan berat saat operasi maka pada kasus yang lebih parah
akan dilakukan pengagkatan rahim.
4. Problem buang air kecil
Pada saat pembedahan dokter akan menodorong kandung kencing agar
tidak ikut tersayat ketika membuka dinding rahim. Akibatnya, otot-otot
saluran kencing akan terganggu sehingga masih ada sisa urin di kandung
kemih meski Anda sudah buang air kecil. Penderita akan mengeluarkan
urin saat tertawa, batuk, atau mengejan. Untuk mengatasinya akan
dipasang selang kateter untuk membantu mengeluarkan urin. Lakukan
latihan otot dasar panggul untuk menghindari masalah ini.
5. Infeksi
Infeksi bisa terjadi akibat kurangnya sterilitas alat-alat operasi, retensi
urin, luka operasi yang terkontaminasi atau melalui transfusi darah.
Infeksi bakteri pada umumnya dapat ditangani baik dengan antibiotik.
6. Perlengketan
Ibu yang menjalani operasi caesar berisiko mengalami perlengkatan
plasenta pada rahim (plasenta akreta). Perlengketan juga bisa terjadi bila
darah, jaringan rahim (endometrium) atau jaringan plasenta tertinggal
dan menempel pada usus atau organ dalam lainnya.
7. Trombus dan emboli
Pemberian obat bius selama operasi berlangsung dapat membuat otot-
otot berelaksasi, dimikian pula dengan otot-otot pembuluh darah. Kondisi
ini menyebabkan aliran darah melambat. Akibatnya, resiko pembentukan
trombus dan emboli meningkat. Trombus merupakan bekuan darah yang
bisa menyumbat aliran darah. Bila bekuan darah terbawa aliran darah
maka dapat menyumbat pembuluh darah di kaki, paru-paru, otak atau
jantung. Kondisi ini dapat menimbulkan kematian bila penyumbatan
sampai terjadi otak dan jantung.
8. Emboli air ketuban
Emboli terjadi bila cairan ketuban dan komponennya masuk ke dalam
aliran darah hingga menyumbat pembuluh darah. Emboli air ketuban bisa
terjadi pada persalinan normal atau operasi Caesar, sebab ketika proses
persalinan berlangsung terdapat banyak pembuluh darah yang terbuka.
Kejadian ini amat sangat jarang terjadi.
9. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
G. Data Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan kadar pra
operasi dan untuk mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) untuk mengidentifikasi adanya infeksi.
c. Urinalisis/ kulture urine
d. Pemeriksaan elektrolit.
(Doengoes M, 2010)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien : nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan dan nama penanggung jawab/suami,
umur, suku bangsa dll.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : nyeri karena trauma karena pembedahan
section caesaria
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Provocative : adanya indikasi section caesaria ,
menyebabkan klien dilkukan operasi SC trauma
pembedahan discontinuiras jaringan menimbulkan nyeri.
b) Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek
anestesi secara perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek
pemberian analgetika berakhir ( 4 jam setelah pemberian)
dan akan hilang saat analgetika di berikan. Qualitas nyeri
bersifat subyektif tergantung bagaimana klien
mempersepsikan nyeri tersebut.
c) Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi
yang terdapat pada abdomen. Insisi pada SC klasik di
Midline Abdomen antara pusat dan simpisis pubis, pada SC
Transprovunda di daerah supra simpisis pubis dengan luka
insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai
bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang
dirasakan klien sampai ke pinggang.
d) Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat,
dengan skala numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.
e) Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section
caesaria, dan 1-3 hari pertama SC.
Pemberian Analgesik
(2210)
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2. Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuensi
3. Monitor tanda-tanda
vital
(00004) Resiko Setelah dilakukan tindakan Perawatan postpartum
Infeksi b.d prosedur keperawatan selama 3x24 jam (6930)
invasif diharapkan klien dapat 1. Pantau TTV
Kontrol Resiko (1902) 2. Pantau nyeri pasien
1. (190216) mengenali perubahan 3. Berikan analgesik
status kesehatan sesuai kebutuhan
2. (190217) memonitor 4. Ajarkan penanganan
perubahan status kesehatan teknik non farmakologi
5. Pantau perineum atau
luka operasi dan
ajringan sekitarnya
(merah, edema,
ekimosis, cairan,
perkiraan tepi luka
(00092) Hambatan Pergerakan (0208) Perawatan tirah baring
mobilitas fisik b.d 1. (020810) tidak ada gangguan (0740)
nyeri berjalan 1. Jelaskan alasan
2. (020803) dapat menggerakan diperlukannya tirah
otot sendi baring
2. Monitor komplikasi
dari tirah baring
(nyeri)