Definisi
Infeksi oportunistik adalah infeksi oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan
penyakit tetapi pada keadaan tertentu, misalnya gangguan sistem imun dapat menjadi
patogenik.
Dalam tubuh kita membawa banyak organisme seperti bakteri, parasit, jamur, dan
virus. Sistem imun yang sehat mampu mengendalikan semua organisme ini. Tetapi sistem
imun lemah yang disebabkan oleh penyakit HIV atau obat tertentu, kuman ini mungkin tidak
terkendali lagi dan menyebabkan masalah kesehatan. ( Syivia vol 2)
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan patogen yang menyerang sistem
imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penanda CD4+ dipermukaan seperti
makrofag dan limfosit T sementara Acquired Immunodeficiency syndrome (AIDS) kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV. Virus ini merusak sistem imun tubuh manusia
sehingga tubuh mudah diserang penyakit penyakit lain yang berakibat fatal atau merupakan
suatu kondisi sindrom imunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik
dan manifestasi neurologik. Penderita infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika
menunjukkan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan
tubuh yang disebabkan virus HIV atau tes darah menujukkan jumlah CD4 < 200/mm3
Etiologi
AIDS menyebabkan dekstruksi progresif fungsi imun. Mortalitas dan mordibitas
disebabkan oleh infeksi oportunistik yang timbul karena gagalnya surveilans dan kerja sistem
imun. Pasien dengan AIDS rentan terhadap beragam infeksi protozoa, bakteri, fungus, dan
virus. Infeksi ini bersifat menetap, parah dan sering kambuh. IO dapat disebabkan oleh
bakteri (mis. tuberculosis, infeksi salmonella,dll), virus (mis. herpes simplex virus, oral hairy
leukoplakia, sitomegalovirus, dll), jamur (mis. kandidiasis, kriptokokosis, pneumocystis
jiroveci, dll), parasit (mis. kriptosporidiosis, dll), dan beberapa kondisi klinis lainnya berupa
malignansi (mis. non-hodgkin limfoma, sarkoma kapossi, dll). Dan juga IO dapat menyerang
berbagai macam organ, seperti saluran napas, saluran pencernaan, neurologis, kulit, dan lain
sebagainya
Epidemiologi
Infeksi oportunistik (IO) merupakan penyebab kematian utama pada penyandang
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dengan persentase 90%.1 Pada tahun 2005,
infeksi oportunistik yang dominan muncul pada penyandang AIDS ialah tuberkulosis paru
(50%), hepatitis (30%), kandidiasis (25%), pneumonia (33%), diikuti oleh diare kronis, dan
tuberkulosis ekstra paru.2 Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya IO pada pasien
AIDS ialah status gizi, kadar sel T CD4+, faktor risiko penularan, jenis kelamin dan rentang
usia.3 Terapi penanggulangan AIDS masih terbatas pada pencegahan kematian dengan
mengurangi
risiko
infeksi
oportunistik.
Jumlah
penyandang
HIV/AIDS
(Human
sehingga
tidak
menimbulkan
manifestasi.
Munculnya
infeksi
oportunistik
mengindikasikan adanya efek pada imunitas yang dimediasi sel akibat imunodefisiensi dan
berhubungan dengan jumlah sel T CD4+. Disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa infeksi
oportunistik merupakan penyebab kematian utama pada penyandang AIDS. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian terhadap infeksi oportunistik yang menyebabkan kematian pada
penyandang AIDS.(1-8 jurnal unpad)
2
penurunan penurunan jumlah sel limfosit CD4+ selama bertahun-tahun hingga terjadi
mnaifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi oportunistik). (KAPITA
SELEKTA HAL 573-574 & PATOF Silvya vol.1 hal 227-230).
Manifestasi Klinik
Menurut The Center of Disease Control (CDC), setelah terpapar HIV, penderita tidak
secara langsung menimbulkan gejala klinis AIDS. Ada beberapa tahapan infeksi HIV sampai
timbulnya manifestasi klinis; yaitu tahap infeksi HIV akut, infeksi HIV asimtomatik (masa
laten) yang tidak menimbulkan gejala, limfadenopati (radang kelenjar getah bening) yang
persisten dan menyeluruh, sampai akhirnya timbul tanda-tanda penyakit yang menakutkan
pada pasien, yaitu tahap AIDS.
a. Infeksi HIV akut
Sekitar dua sampai enam minggu setelah terinfeksi (biasanya dua minggu), akan
terjadi sindrom retroviral akut. Lebih dari setengah orang yang terinfeksi HIV akan
menunjukkan gejala infeksi primer yang bervariasi seperti demam, adenopati, faringitis,
kelainan kulit, diare, sakit kepala, mual dan muntah, hepatosplenomegali, penurunan berat
badan, gangguan jamur di rongga mulut, dan gejala neurologis (nyeri kepala, nyeri belakang
kepala, depresi). Gejala ini tidak spesifik pada infeksi HIV saja, tetapi juga akan terjadi pada
infeksi retrovirus lain. Setelah dua sampai enam minggu gejala dapat menghilang disertai
serokonversi, dengan atau tanpa pengobatan.
Setelah terinfeksi HIV, ada saat dimana pemeriksaan serologi antibodi HIV terhadap
pasien menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah ada dalam tubuh hospes.
Fase ini disebut periode jendela (window period), yaitu penderita sudah dapat menularkan
HIV kepada orang lain walaupun pemeriksaan antibodinya menunjukkan hasil negatif.
Periode ini dapat berlangsung selama tiga sampai dua belas minggu.
b. Infeksi HIV asimtomatik (masa laten)
Terdapat jeda waktu yang panjang pada pasien, yang mana pasien tidak mengalami
manifestasi fisik dari infeksi, tapi tetap anti-HIV positif. Sebagian besar pengidap HIV berada
pada fase laten ini tidak terlihat gejala pada pasien. Penderita terlihat sehat, dapat melakukan
aktivitas secara normal, namun sudah dapat menularkan virus kepada orang lain. Jumlah
virus di dalam darah dan jaringan limfoid pasien berada dalam batas rendah dan jumlah CD4
limfosit masih berada dalam batas normal. Masa laten klinis ini dapat terjadi selama dua
minggu sampai delapan tahun atau lebih.
c. Fase simtomatik dini (Limfadenopati persisten yang menyeluruh)
Limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening didefinisikan dengan adanya
nodus limfe yang berdiameter lebih dari satu sentimeter pada dua atau beberapa daerah ekstra
inguinal selama lebih dari tiga bulan, tetapi tidak terdapat penyakit atau kondisi lain selain
infeksi HIV yang menjelaskan alasan dari keadaan tersebut. Dan juga terdapat gejala
konstitusi yang signifikan misalnya demam menetap, keringat malam, diare, penurunan berat
badan, dan mencerminkan dimulainya dekompensasi sistem imun, peningkatan replikasi
virus, dan awitan penyakit AIDS yang lengkap.
d. Infeksi HIV simtomatik (AIDS)
Pada fase ini terjadi perubahan progresif dalam pengaturan kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh limfopenia sel-T, dan berkurangnya fungsi T-cell helper ini yang
mengakibatkan AIDS berkembang sepenuhnya. Penyakit ini ditandai oleh infeksi-infeksi
oportunistik dan kerentanan terhadap bentukbentuk kanker tertentu. Jumlah CD4 pasien
sudah berada pada taraf kritis, hingga dibawah 200sel/ul darah.
Beberapa penyakit yang dapat timbul pada pasien seperti di bawah ini:
memperoleh manfaat dari pemberian INH profilaksis. Seiring dengan timbulnya AIDS yang
disertai menurunnya imunokompetensi, banyak pasien menjadi anergik, dengan demikina uji
kulit PPD memiliki masalah tersendiri. Uji PPD yang positif pada orang yang terinfeksi HIV
didefinisikan sebagai daerah indurasi dengan garis tengah sama atau lebih besar daripada 5
mm, uji negatif tidak menyingkirkan infeksi TB. Pasien yang terinfeksi HIV dengan biakan
sputum positif dan sputum BTA positif mungkin memperlihatkan gambaran radiografi toraks
yang normal.
Infeksi fungus mencakup kandidiasis, kriptokokosis dan histopalsmosis. Kandidiasis
oral sering terjadi pada pasien AIDS yang menyebabakan kekeringan dan iritasi mulut.
Kandidiasis bronkus, paru, trakea, atau esofagus patognomonik, untuk diagnosis AIDS.
Pasien jarang mengalami penyakit sistemik. Infeksi Crytococcus neoformans terjadi pada 7%
pasien AIDS, dengan gambaran utama berupa meningitis. Terapi dengan flukonazol hanya
menghasilkan profilaksis berbatas baik untuk infeksi Cryptococcus neoformans maupun
kandidiasis oral.
Infeksi oportunistik yang disebabkan oleh invasi virus sangat beragam dan merupakan
penyebab semakin parahnya patologi yang terjadi. Infeksi oleh Herves simplex virus (HSV)
pada pasien AIDS bisanya menyebabkan ulkus genital atau perianus yang mudah didiagnosis
dengan biakan virus. HSV dapat menyebar melalui kontak kulit langsung, HSV juga
menyebabkan esofagitis serta dapat menimbulkan pneumonia dan ensepalitis. Asiklovir
adalah obat pilihan untuk HSV dan herpes zoozter.
Pada sesorang yang terinfeksi HIV timbulnya herpes zooster (shingles) dapat
mennadakan perkembangan penyakit. Infeksi kulit dan mata mendahului infeksi infeksi
oportunistik.
Subgrup D : Kanker Sekunder
Diagnosis dari satu atau beberapa kanker yang terbukti mempunyai hubungan dengan
infeksi HIV merupakan indikator dari hilangnya imunitas sel sebagai mediator. Infeksi kanker
sekunder yang sering terjadi adalah Sarkoma Kaposi, limfoma non-Hodgkin, atau limfoma
primer dari otak.
- Subgrup E : keadaan lain pada Infeksi HIV
Tanda klinis dari penyakit, yang tidak diklasifikasikan seperti di atas, dapat berperan
pada infeksi HIV dan merupakan indikator dari cacat pada imunitas sel sebagai mediator
pasien, simptom yang berhubungan dengan infeksi HIV termasuk Pneumositis interstisial
7
limfoid kronis dan simtom-simtomnya, dan penyakit infeksi sekunder dan neoplasma lain
yang tidak tercantum di atas.
Diagnosis
Diagnosis HIV/AIDS di negara berkembang
Diagnosis sering terlambat karena :
-
didiagnosis karena :
Kurang dikenal
Manifestasi klinis atipikal
Sarana diagnostik kurang
Diagnosis klinis
Curiga AIDS secara klinis :
-
Penyakit kulit :
Dermatitis seborroik kambuhan,
Psoriasis
Prurigo noduler,
Dermatitis generalisata
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur kambuhan ( kandidiasis vagina / keputihan ) pada alat kelamin wanita
Pneumonia berat berulang
TB kulit
TB paru + kandida oral
TB MDR , TB-XDR
Diagnosis Laboratorium :
Serologis / deteksi antibodi : rapid tes, ELISA, Western Blot ( untuk konfirmasi )
Deteksi virus : RT-PCR, antigen p24
Indikasi :
Pasien secara klinis curiga AIDS
Orang dengan risiko tinggi
Pasien infeksi menular seksual
Ibu hamil di antenatal care ( PMTCT )
Pasangan seks atau anak dari pasien positip HIV
Diagnosis laboratorium
-
Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan setelah Diagnosis HIV ditegakkan
a. Pemeriksaan staium klinis setiap kali kunjungan
b. Pemeriksaan hitung CD4+ adalah sekitar 70-100 sel/mm3 /tahun. Jumlah limfosit
total tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4+.
c. Pemeriksaan laboratorium idealnya sebelum memulai terapi antiretovirus (ARV)
dilakukan pemeriksaan berikut: (perlu disesuaikan dengan sumber daya yang
tersedia)
- Darah lengkap SGOT,SGPT, kreatinin serum, urinalisis:
- HbsAg, anti HCV, profil lipid serum, gula darah, VDRL/TPHA/PRP, Rontgen
toraks.
- Tes kehamian pada perempuan usia reproduksi ( perlu anamnesis menstruasi
terakhir)
- PAP smear atau IVA untuk menyingkirkan keganasan serviks serta
- Jumlah virus (viral load RNA HIV).
2. Pencegahan infeksi oportunistik dengan kotrimoksasol. Pencegahan dengan
kotrimoksasol diberikan sebagai profilaksis primer (untuk mencegah infeksi yang
9
suatu infeksi.
Bila tidak tersedia pemeriksaan hitung CD4+, kotrimoksasol diberikan pada semua
pasien segera setelah dinyatakan HIV positif. Dosis : 1x960 mg/hari dosis tunggal.
pansitopenia serta interaksi obat dengan ARV dan obat lain yang sedng digunakan.
3. Terapi Antiretroviral (ARV)
Tujuan terapi ARV adalah untuk menurunkan jumlah RNA virus (viral load)
hingga tidak terdeteksi, mencegah komplikasi HIV, menurunkan transmisi
HIV, serta menurunkan angka mortalitas. Pada prinsipnya , terapi ARV
menggunakna kombinasi tiga obat sesuai rekomendasi dan kondisi pasien,
memastikan kepatuhan minum obat pasien, dan menjaga kesinambungan
ketersediaan ARV.
a. Inisiasi ARV pada pasien remaja dan dewasa diberikan pada: (WHO,2014)
i.
Seluruh individu dengan infeksi HIV derajat berat (severe) atau
ii.
iii.
sel/mm3
Seluruh individu dengan hitung CD4+ > 350 sel/mm 3 dan
iv.
10
- TDF + 3TC (atau FTC) + EFV bila regimen ini dikontraindikasika maka
alternatifnya:
- AZT + 3TC +EFV
- AZT + 3TC +NVP
- TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
Tidak direkomendasikan menggunaka d4T sebgai regimen lini pertama
karena efek samping toksisitas metabolik yang berat. Daftar dan dosis
regimen ARV dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Nucleoside atau Nucleotide Reserve Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Zidovudin (AZT)
Didanosin (ddi)
300 mg 2x/hari
Buffered : Butuh 2 tablet untuk
mencapai
terhadap
buffering
asam
lambung,
adekuat
harus
mg/hari.
0,75 mg 3x/hari
60 kg, 40 mg 2x/ hari , < 60 kg ,
Lamivudin (3TC)
30 mg 2x/hari
150 mg 2x/hari atau 300mg/hari
Emtricitabin (FTC)
200 mg/hari
Tenofovir (TDF)
300 mg 4x/hari
200 mg/hari
selama 14 hari lalu 200
Non nucleotide reverse transcripte inhibitor
(NNRTI)
Nevirapin (NVP)
Efavirenz (EFV)
Protease Inhibitor (PI)
Lopinavir / ritonavir
Entry Inhibitor (EI)
Enfuvirtid
90 mg subkutan 2x/hari
Maraviroc
Intregase Inhibitor
Pencegahan
Raltegrvir
Infeksi
Oportunistik Elvitegravir
pada Infeksi HIV menurut NIH/CDC/IDSA 2009
Patogen
M. tuberculosis
Indikasi
Sensitif isoniazid:
400 mg 2x/hari
150 mg
Lini Pertama
Alternatif
Isoniazid 300
Rifambutin 300
Tes
sebelumnya
terapi atau
Kontak
dengan
mg/hari atau
mg/hari PO selama 4
bulan
mg PO 2x/ minggu +
positif piridoksin 50 mg/hari
paru aktif
bulan
Resisten Isoniazid :
Serupa tetapi dengan Rifabutin 300
resiko tinggi [ajanan mg/hari atau
TB
isoniazid.
12
Toxoplasma gondii
TMP/SMX 1 tablet
DS/hari PO
3x/minggu PI atau
TMP/SMX 1 tablet
100/l
SS/hari PO atau
Dapson 50 mg/minggu
PO+ Pirimetamin 50
mg/minggu PO +
leukovorin 25
mg/minggu PO. Atau
Dapson 200
mg/minggu PO+
Pirimetamin 50
mg/minggu PO +
leukovorin 25
mg/minggu PO
Atovaquon 1500
mg/hari PO
Pirimetamin 25
mg/hari PO +
Leukovorin 10 mg/
hari PO
Kindamisin 600 mg/8
mg 4x/hari PO +
toksoplasma
Pirimmetamin 25-50
sebelumnya dan
mg/hari PO +
Leukovorin 10-25
mg/hari PO
25-50 mg/hari PO +
leukovorin 10-25 mg
/hari PO
Atovaquone 750 mg/612 jam PO
Dapat stop
Pirimetamin 25
mg/hari PO +
Leukovorin 10 mg/hari
13
Varicella zooster
PO
bulan
Pajanan terhadap
Ig varicella zooster
Asiklovir 800 mg
injek IM dalam 96
5x/hari PO selama 6
hari.
riwayat
imunisasi/pajanan
sebelumnya
Cytomegalovirus
Valgansiklovir
organ sebelumnya.
mg 2x/hari PO atau
Implan
90-120 mg/kg/hari IV
Herpes simpleks
Rekurensi
Valasiklovir 500 mg
tinggi/berat
2x/hari PO
atauAsiklovir 400
mg 2x/hari PO atau
Famsiklovir 500 mg
Candida sp,
Rekurensi
2x/hari PO
Flukonazol 100-200
Solusi Itrakonazol
tinggi/berat
mg/hari PO
200 mg/hari PO
Posacomagole 400
mg 2x/hari PO
14