Anda di halaman 1dari 25

AIDS dan Infeksi

HIV
Joyeti Darni, S.Gz., M.Gizi
 Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah RNA
retrovirus yang menyebabkan Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS), di mana terjadi kegagalan sistem imun
progresif. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
adalah suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel
kekebalan tubuh yang meliputi infeksi primer, dengan atau
tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium
lanjut.
 Acquired Immunodeficiency Sindrom (AIDS) adalah suatu
Definisi kumpulan gejala yang didapat akibat dari penurunan
respon sistem kekebalan tubuh akibat infeksi virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Dapat diartikan juga
sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus
HIV, dan merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
 Perjalanan infeksi HIV sampai menjadi AIDS merupakan
proses keseimbangan antara kemampuan tubuh
mengisolasi virus dengan kemampuan virus bertahan
terhadap gempuran sistem imunitas dari tubuh inangnya.
Etiologi
SEJARAH
 Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada
tahun 1981.
 Virus penyebab AIDS diidentifikasi oleh Luc
Montagnier pada tahun 1983, yang awal diberi
nama LAV (lymphadenopathy virus), dan pada
tahun 1984 Robert Gallo menemukan virus
penyebab AIDS, yang saat itu diberi nama HTLV-III.
 Tes untuk memeriksa antibodi terhadap HIV sendiri
baru tersedia pada tahun 1985.
 Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan secara
resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987,
yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali.
PATOGENESIS
 HIV termasuk dalam famili Retroviridae, subfamili
Lentivirinae. Genus Lentivirus. HIV berbeda dalam
struktur dari retrovirus lainnya. Genom HIV
mengodekan 16 protein virus yang memainkan
peran penting selama siklus hidupnya.
 HIV mampu mengubah informasi genetik dari RNA
menjadi DNA, yang membentuk provirus.
 HIV juga memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan mekanisme yang sudah ada di
dalam sel target untuk membuat kopi diri sehingga
terbentuk virus baru dan matur yang memiliki
karakter HIV. Kemampuan virus HIV untuk
bergabung dengan DNA sel target pasien,
membuat seseorang yang terinfeksi HIV akan terus
terinfeksi seumur hidupnya.
LANJUTAN...
 Secara perlahan seiring waktu, limfosit T yang
menjadi salah satu sel target HIV akan tertekan dan
semakin menurun melalui berbagai mekanisme,
seperti kematian sel secara langsung akibat
hilangnya integritas membran plasma oleh karena
infeksi virus, apoptosis, maupun oleh karena
respons imun humoral dan seluler yang berusaha
melenyapkan virus HIV dan sel yang telah
terinfeksi.
 Penurunan limfosit T dan CD4 ini menyebabkan
penurunan sistem imun sehingga pertahanan
individu terhadap mikroorganisme patogen
menjadi lemah dan meningkatkan risiko terjadinya
infeksi sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS.
 Cairan genital: cairan sperma dan cairan vagina
pengidap HIV memiliki jumlah virus yang tinggi dan
cukup banyak untuk memungkinkan penularan.
 Kontaminasi darah atau jaringan: penularan HIV
Cara dapat terjadi melalui kontaminasi darah seperti
penularan transfusi darah dan produknya (plasma, trombosit)
dan transplantasi organ yang tercemar virus HIV
HIV melalui atau melalui penggunaan peralatan medis yang
alur sebagai tidak steril.
berikut:  Perinatal: penularan dari ibu ke janin/bayi.
Penularan ke janin terjadi selama kehamilan
melalui plasenta yang terinfeksi; sedangkan ke bayi
melalui darah atau cairan genital saat persalinan
dan melalui ASI pada masa laktasi.
 Terdapat dua tipe virus HIV yang sudah
teridentifikasi berdasarkan susunan genom dan
hubungan filogeniknya, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
 Virus HIV-1 merupakan tipe yang paling umum dan
Dua tipe HIV-1 merupakan virus klasik pemicu AIDS,
virus HIV didapatkan pada sebagian besar populasi di dunia.
 Perbedaan keduanya terutama pada glikoprotein
kapsul, dan virus HIV-2 umumnya kurang
patogenik serta memerlukan waktu lebih lama
untuk memunculkan gejala dan tanda penyakit.
 Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda
atau gejala tertentu. Dalam perjalanannya, infeksi HIV
dapat melalui 3 fase klinis.

Tahap 1: Infeksi Akut


 Dalam 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi HIV,
seseorang mungkin mengalami penyakit seperti flu,
Manifestasi yang dapat berlangsung selama beberapa minggu. Ini
Klinis Infeksi adalah respons alami tubuh terhadap infeksi.

HIV  Setelah HIV menginfeksi sel target, yang terjadi adalah


proses replikasi yang menghasilkan berjuta-juta virus
baru (virion), terjadi viremia yang memicu sindrom
infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom
semacam flu. Gejala yang terjadi dapat berupa demam,
nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, nyeri otot, dan sendi atau batuk.
 Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi asimtomatik
(tanpa gejala), yang umumnya berlangsung selama
8-10 tahun.
 Pembentukan respons imun spesifik HIV dan
terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler
di pusat germinativum kelenjar limfe menyebabkan
virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai
Tahap 2: memasuki fase laten.
Infeksi Laten  Meskipun pada fase ini virion di plasma menurun,
replikasi tetap terjadi di dalam kelenjar limfe dan
jumlah limfosit T-CD4 perlahan menurun walaupun
belum menunjukkan gejala (asimtomatis).
 Beberapa pasien dapat menderita sarkoma
Kaposi’s, Herpes zoster, Herpes simpleks, sinusitis
bakterial, atau pneumonia yang mungkin tidak
berlangsung lama.
 Sekelompok kecil orang dapat menunjukkan perjalanan
penyakit amat cepat dalam 2 tahun, dan ada pula yang
perjalanannya lambat (nonprogressor).
 Akibat replikasi virus yang diikuti kerusakan dan
kematian sel dendritik folikuler karena banyaknya virus,
fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun
dan virus dicurahkan ke dalam darah.
Tahap 3:  Saat ini terjadi, respons imun sudah tidak mampu
meredam jumlah virion yang berlebihan tersebut.
Infeksi Kronis Limfosit T-CD4 semakin tertekan oleh karena intervensi
HIV yang semakin banyak, dan jumlahnya dapat
menurun hingga di bawah 200 sel/mm3.
 Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun
menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai
penyakit infeksi sekunder, dan akhirnya pasien jatuh
pada kondisi AIDS.
 Seiring dengan makin memburuknya kekebalan
tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat
infeksi oportunistik seperti berat badan menurun,
demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar
getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur,
Lanjutan... herpes, dan lain-lain.
 Sekitar 50% dari semua orang yang terinfeksi HIV,
50% berkembang masuk dalam tahap AIDS
sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun, hampir
semua menunjukkan gejala AIDS, kemudian
meninggal.
 Adapun WHO membagi tahap klinis infeksi HIV
menjadi 4 stadium yaitu:
1. Stadium 1 pasien tidak bergejala atau mempunyai
limfadenopati persisten generalisata (setidaknya
dua tempat dan bertahan lebih dari 6 bulan)
Tahap klinis 2. Stadium 2 pasien stadium awal infeksi namun
menunjukan gejala klinis. Adapun gejala klinis
infeksi HIV yang masuk ke stadium 2 adalah penurunan berat
menjadi 4 badan kurang dari 10% dan gejala saluran napas
atas yang berulang serta penyakit kulit termasuk
stadium flare dari herpes zoster, cheilitis angular, ulkus oral
berulang, erupsi papular pruritik, dermatitis
yaitu: seboroik, dan infeksi jamur di kuku
3. Stadium 3, terdapat gejala atau manifestasi tambahan
yaitu penurunan berat badan >10%, diare memanjang
(lebih dari 1 bulan), TB paru, infeksi bakteri sistemik
termasuk pneumonia, pyelonefritis, empiema,
piomiositis, meningitis, infeksi tulang dan sendi, dan
bakteremia. Kondisi mukokutan seperti kandidiasis
oral, oral hairy leukoplakia, dan stomatitis ulseratif
nekrotikans.
4. Stadium 4 meliputi pasien dengan gejala berat yaotu
AIDS-defining illness seperti HIV-wasting syndrome,
Lanjutan.... PCP, pneumonia berat berulang, TB ekstraparu,
ensefalopati HIV, toksoplasmosis serebral, infeksi
herpes simpleks kronik (>1 bulan), esofagitis kandida,
dan sakoma Kaposi. Kondisi infeksi lain yaitu CMV
selain infeksi hati, limpa, atau getah bening,
cryptococcosis ekstraparu, mikosis endemik
diseminata, cryptosporodiosis, isosporiasis, infeksi
mycobacteria non-TB diseminata, infeksi kandidiasis
invasif, fistula rektal, limfoma non-
Hodgkin, progressive multifocal
leukoencephalopathy (PML), dan HIV-associated
cardiomyopathy atau nephropathy.
 1. Keadaan umum, yakni kehilangan berat badan > 10% dari
berat badan dasar; demam (terus menerus atau intermiten,
temperatur oral > 37,5) yang lebih dari satu bulan; diare
(terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan;
limfadenopati meluas.
Gejala dan  2. Kulit, yaitu didapatkan pruritic papular eruption dan kulit
klinis yang kering yang luas; merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
Beberapa kelainan kulit seperti genital warts, folikulitis, dan
patut diduga psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait
infeksi HIV dengan HIV.

adalah  3. Infeksi jamur dengan ditemukan kandidiasis oral;


dermatitis seboroik; atau kandidiasis vagina berulang.
sebagai  4. Infeksi viral dengan ditemukan herpes zoster (berulang
berikut atau melibatkan lebih dari satu dermatom); herpes genital
berulang; moluskum kontangiosum; atau kondiloma.
(Kemenkes
 5. Gangguan pernapasan dapat berupa batuk lebih dari satu
RI, 2012). bulan; sesak napas; tuberkulosis; pneumonia berulang;
sinusitis kronis atau berulang.
 6. Gejala neurologis dapat berupa nyeri kepala yang semakin
parah (terus menerus dan tidak jelas penyebabnya); kejang
demam; atau menurunnya fungsi kognitif.
 Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium. Berikut jenis pemeriksaan laboratorium
HIV:
 1. Tes cepat / Rapid Test → Tes cepat hanya dilakukan
untuk keperluan skrining, dengan reagen yang sudah
dievaluasi oleh institusi yang ditunjuk Kementerian
Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi terhadap
HIV-1 maupun HIV-2.
KRITERIA  2. Tes Enzyme Immunoassay (EIA) → sebagai skrining
maupun diagnosis HIV dengan mendeteksi antibodi
DIAGNOSIS untuk HIV-1 dan HIV-2.
 3. Tes Western Blot → Tes ini merupakan tes antibodi
untuk konfi rmasi pada kasus yang sulit.
 4. Tes antigen p24 HIV → Tes antigen p24 dapat
mendeteksi protein p24 rata-rata 10 hingga 14 hari
setelah terinfeksi HIV. Tes ini direkomendasikan oleh
WHO dan CDC yang bertujuan untuk mengurangi waktu
yang diperlukan untuk mendiagnosis infeksi HIV.
 Pemeriksaan laboratorium HIV memiliki beberapa
tahapan, yaitu pemeriksaan untuk skrining dan
konfirmasi.
 Individu yang termasuk dalam kategori berisiko terinfeksi
HIV disarankan untuk melakukan pemeriksaan skrining
HIV dan bila hasilnya reaktif (positif) atau indeterminate
maka harus dilakukan pemeriksaan konfirmasi.
 Penanda pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis HIV
dapat dilakukan berdasarkan waktu setelah pasien
terpajan infeksi HIV
 Pada periode jendela (0-12 hari setelah terinfeksi), HIV
RNA (plasma) muncul paling awal sekitar hari ke-10 dan
mencapai kadar puncaknya sekitar hari ke-30
pascainfeksi, kemudian kadarnya menurun sampai hari
ke-40 dan menetap. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada tahap ini adalah pemeriksaan virologi RNA virus
dalam plasma darah.
5. Tes virologis terdiri atas:
 a. HIV DNA kualitatif (EID) →Tes ini mendeteksi
keberadaan virus dan tidak bergantung pada
keberadaan antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk
diagnosis pada bayi.
 b. HIV RNA kuantitatif →Tes ini untuk memeriksa
jumlah virus di dalam darah, dan dapat digunakan
untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan
Lanjutan... diagnosis pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.
 c. Tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR) →Tes
virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak
berumur kurang dari 18 bulan. Tes virologis yang
dianjurkan: HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau
Dried Blood Spot (DBS), dan HIV RNA kuantitatif
dengan menggunakan plasma darah. Bayi yang
diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan tes virologis paling awal pada umur 6
minggu.
 Penatalaksanaan HIV tergantung pada stadium
penyakit dan setiap infeksi oportunistik yang
terjadi.
 Secara umum, tujuan pengobatan adalah untuk
mencegah sistem imun tubuh memburuk ke titik di
PENATALAK mana infeksi oportunistik akan bermunculan

SANAAN  Untuk semua penderita HIV/AIDS diberikan anjuran


untuk istirahat sesuai kemampuan atau derajat
sakit, dukungan nutrisi yang memadai berbasis
makronutrien dan mikronutrien untuk penderita
HIV & AIDS, konseling termasuk pendekatan
psikologis dan psikososial, dan membiasakan gaya
hidup sehat.
 Terapi antiretroviral adalah metode utama untuk
mencegah perburukan sistem imun tubuh.
 Terapi infeksi sekunder/oportunistik/malignansi
diberikan sesuai gejala dan diagnosis penyerta yang
ditemukan.
 Prinsip pemberian ARV adalah menggunakan kombinasi
3 jenis obat yang ketiganya harus terserap dan berada
dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal dengan
Lanjutan... highly active antiretroviral therapy (HAART) sering
disingkat menjadi ART (antiretroviral therapy) atau terapi
ARV.
 Paduan yang digunakan dalam pengobatan ARV dengan
berdasarkan pada 5 aspek, yaitu efektivitas, efek
samping/ toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan harga
obat.
 Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara,
yaitu secara oral, enteral (sonde), dan parenteral (infus).
 Penurunan berat badan secara drastis sering terjadi pada
pasien HIV/AIDS. Pemberian diet ETPT (Energi tinggi Protein
Tinggi) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan
protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi
kerusakan jaringan tubuh, serta menambah berat badan
hingga mencapai berat badan normal.
 Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, AIDS II, dan AIDS
III.
Asuhan Gizi  Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengan
gejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas
berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah
pasien dapat diberi makan. Makanan berupa cairan dan bubur
susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan
pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam.
 Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan diet AIDS I setelah
tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring
atau cincang setiap 3 jam.
 Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II
atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk
makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan
sering.

Anda mungkin juga menyukai