Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari semua pengetahuan yang kita miliki, pengetahuan dan keterampilan yang
menyangkut komunikasi termasuk di antara yang paling penting dan berguna karena
dapat menyampaikan segala keinginannya kepada lingkungannya. Melalui komonikasi
dengan orang lain. Komunikasi itu sendiri dapat didefenisikan sebagai proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau
untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung (secara lisan) maupun
tidak langsung (melalui media); proses dimana pesan diberikan atau diterima melalui
pembicaraan, tulisan dan melalui isyarat. Di samping pentingnya berkomunikasi dengan
orang lain, dibutuhkan empati dalam komunikasi tersebut agar dapat terjadi pemahaman
antara kedua belah pihak dan saling menerima apa adanya. Empati tersebut yaitu
malakukan sesuatu kepada orang lain dengan menggunakan cara berpikir dari orang lain
tersebut yang menurut orang lain itu menyenangkan dan menurutnya benar. Menerapkan
komunikasi empati dapat menjadikan seseorang merasa lebih diperhatikan terlebih
khusus dasar dari empati tersebut, yaitu kasih sayang yang bersifat tanpa pamrih kepada
sesama manusia.

1.2 Skenario
Dalam suatu kunjungan sosial, seorang mahasiswa mengunjungi rumah seorang nenek
berumur 80 tahun. Nenek tersebut ditemani oleh seorang pengasuh. Anak, mantu, cucu,
buyut nenek itu berada di luar negeri. Biaya nenek itu selalu dikirim dari anaknya yang
berada di Amerika, melalui salah seorang saudara nenek itu. Nenek tersebut sudah sering
lupa dan pendengarannya sudah berkurang.

1.3 Rumusan Masalah

1
Seorang mahasiswa yang berusaha berkomunikasi dengan seorang nenek yang sering
lupa dan pendengarannya kurang baik dan hanya tinggal dengan pengasuh.

1.4 Hipotesis

Seorang mahasiswa dapat berkomunikasi baik dengan seorang nenek berusia 80 tahun
yang sering lupa dan pendengarannya kurang baik apabila menggunakan komunikasi
empati.

1.5 Sasaran pembelajaran

1. Mampu menggunakan komunikasi dan empati saat berinteraksi dengan orang lain.
2. Mampu menerapkan ilmu perilaku pada orang lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Empati
Henry Bachrach (1976) mendefenisikan empati sebagai “kemampuan seseorang untuk
‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu dari sudut
pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Berempati adalah merasakan
sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan
perasaan yang sama dengan cara yang sama.2

Dalam berkomunikasi diperlukan beberapa hal agar komunikasi tersebut dapat berjalan
dengan baik, yaitu mendengar aktif, terampil berdialog, memahami perasaan,
mengandalikan emosi dan empati. Pada empati, pengirim pesan atau konselor harus dapat
menerima orang lain apa adanya. Dalam arti berupaya dan mampu untuk mengerti,
menghayati dan menempatkan diri seseorang di tempat orang lain sesuai dengan identitas,
pikiran, perasaan, keinginan, perilaku dari orang itu.

Pada level 0-2, seseorang mengenal sudut pandang seseorang secara implisit. Pada
komunikasi ini, seseorang belum memiliki empati karena mengenal sudut pandang orang
lain berdasarkan dari dalam diri yang berempati. Sedangkan pada level 3-5, seseorang
mengenal sudut pandang seseorang secara eksplisit. Pada komunikasi ini, seseorang telah
memiliki empati karena mengenal sudut pandang orang lain berdasarkan dari orang yang
diempati (bukan yang berempati).

Pada saat berempati, perlu upaya dan kemampuan dalam hal :


 Kemampuan kognitif : mengerti kebutuhan orang lain
 Kemampuan afektif : peka pada perasaan orang lain
 Kemampuan perilaku : memperlihatkan / menyampaikan empati pada orang lain

Pada skenario B, kita melakukan empati kepada nenek maupun pengasuh nenek tersebut.
Mendengar secara empati dengan cara menjadi pendengar yang aktif, yaitu sungguh-sungguh
ingin mengetahui pemikiran, perasaan, keinginan dari pengasuh nenek itu.

3
2.2 Komunikasi
Komunikasi atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”), secara
etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicare dan perkataan
ini bersumber pada kata communis. Kata communis memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi
milik bersama’, yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan
makna.1

Rudolf F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama,


fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain,
membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni
memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu.4

Komunikasi yang efektif menerapkan prinsip REACH, yaitu :


 Respect : saling menghargai
komunikasi dua arah
bahasa penerimaan (apa adanya)
 Empathy : pendengar aktif
pesan verbal dan nonverbal
 Audible : suara dapat didengar dengan baik dan jelas
 Clarity : bahasa yang jelas, mudah dimengerti
 Humble : rendah hati, manusiawi
tidak otoriter, tidak interogatif
wawancara yang efektif

Tingkat / level empati dalam komunikasi :


Level 0 : menolak sudut pandang orang
Level 1 : mengenal orang secara sambil lalu
Level 2 : mengenal sudut pandang orang secara implisit
Level 3 : memghargai pendapat orang
Level 4 : mengonfirmasi kepada orang
Level 5 : berbagi perasaan dan pengalaman

4
Apabila motif komunikasi kita maknai sebagai tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan
bahwa (1) Apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan yang diharapkan, dikatakan
bahwa komunikasi berlangsung efektif. (2) Apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari
tujuan yang diharapkan, dikatakan bahwa komiunikasi berlangsung sangat efekif. Sebaliknya,
(3) apabila hasil yang didapatkan lebih kecil daripada tujuan yang diharapkan, dikatakan
bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif. 3

Tanda-tanda komunikasi efektif menimbulkan lima hal :


1. Pengertian : Penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksaudkan
oleh komunikator.
2. Kesenangan : Komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan
menimbulkan kesengangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita
hangat, akrab dan menyenangkan.
3. Memengaruhi sikap : Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang
faktor-faktor pada diri komunikator dan pesan menimbulkan efek pada
komunikan. Persuasi didefenisikan sebagai “proses memengaruhi pendapat, sikap
dan tindakan dengan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak
seperti atas kehendaknya sendiri.
4. Hubungan sosial yang baik : Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan
hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham
Maslow menyebutnya dengan “kebutuhan akan cinta” atau belongingness”.
William Schutz merinci kebutuhan dalam tiga hal : kebutuhan untuk
menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang
lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan
(control), cinta serta kasih sayang (affection).
5. Tindakan : Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki.
Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting.
Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dulu menanamkan
perhatian, membentuk dan mengubah sikap, atau menumbuhkan hubungan yang
baik.2

5
Komunikasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal.
1. Komunikasi Verbal
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan
maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai
aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita
yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep
yang diwakili kata-kata itu.4

Untuk dapat memahami kata dengan baik, maka bukan hanya kita tahu kata itu,
akan tetapi kita juga harus mengetahui konsep yang terkandung dalam kata-kata
tersebut. Makna tidak melekat pada kata. Kata hanya bermakna bila telah dirujukkan
pada sejumlah referen. Manusialah yang memberi makna pada kata.2

Pada komunikasi verbal ini, seseorang perlu :


1. Mendengar aktif
Pendengar sungguh-sungguh ingin mengetahui pemikiran, perasaan, keinginan
dari pembaca. Dalam mendengar secara aktif, pendengar aktif menginformasikan
pemahamannya sebelum memberikan tanggapan.
2. Terampil berdialog
Berkomunikasi secara dua arah, yaitu berkomunikasi secara timbal balik,
memungkinkan pemberi dan penerima pesan mengukur tingkat pemahamannya
dan menyikapi kesalahpahaman atau meluruskan.
Pada saat melakukan dialog, perlu diperhatikan Refleksi, Assertive dan Persuasi.
- Refleksi : memberi kesempatan pada orang lain untuk mengemukakan
perasaaannya.
- Assertive : berekspresi untuk meyakinkan orang lain dan tetap menghargainya.
- Persuasi : mengajak pasien untuk melakukan sesuatu dengan halus.
3. Memahami perasaan
Dalam berkomunikasi, perasaan diri sendiri dan lawan bicara harus dapat
dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman.
4. Mengendalikan emosi
Pendengar harus sabar dalam arti memberi waktu pada pasien untuk berbicara
sesuai irama bicaranya, berpikir tentang apa yang akan dibicarakan atau hening.

6
5. Empati
Mampu menghayati perasaan orang lain tanpa harus larut di dalamnya.

Pada skenario, pewawancara yang bertanya kepada pengasuh nenek tersebut dapat
mendengar aktif, yaitu mendengar,memberi perhatian, tanggap pada pernyataan pengasuh
nenek tersebut dan tahu pokok permasalahan dari cerita pengasuh tersebut. Pewawancara
juga mampu memahami perasaan pengasuh dan membicarakan sesuatu secara sabar dan
sopan agar tidak menyinggung.

2. Komunikasi Nonverbal
Kode nonverbal adalah kumpulan perilaku yang digunakan untuk menyampaikan
arti. Judee Burgoon menggolongkan sistem kode nonverbal seperti halnya memiliki
beberapa struktur sifat. Pertama, kode nonverbal cenderung analog daripada digital.
Sinyal digital mempunyai ciri tersendiri, seperti huruf dan angka, sedangkan sinyal
analog berkesinambungan,membentuk sebuah tingkatan atau spektrum, seperti
volume suara dan intensitas cahaya. Oleh karena itu, sinyal nonverbal, seperti ekspresi
wajah dan intonasi suara tidak dapat dengan sederhana digolongkan menjadi kategori
yang mempunyai ciri-ciri tersebut, tetapi dilihat sebagai perbedaan.5

Perilaku nonverbal dapat diklasifikasikan menjadi :


1. Body motion atau kinesics behaviour, termasuk di dalamnya gestur (gerak isyarat),
gerakan tubuh, pernyataan air muka, perilaku/gerakan mata.
2. Physical characteristic (karakteristik fisik), yang termasuk di dalamnya tanda-
tanda fisik yang tak bergerak seperti bau badan/mulut, berat, tinggi, dan
sebagainya.
3. Teaching behavior yaitu perilaku-perilaku dalam kontak dengan orang lain seperti
usapan, salaman, ucapan selamat tinggal, memukul dan memegang.
4. Paralanguage yaitu hal-hal yang berhubungan dengan lisan/bahasa/suara,
termasuk kualitas bahasa seperti tekanan suara, ritme/irama, tempo, artikulasi,
resonansi dan karakteristik.
5. Proxemics yaitu penggunaan jarak atau pendekatan.
6. Artifac yaitu penggunaan lipstik, parfum, kacamata, wig, dan sebagainya.
7. Environmental factor : penggunaan perabotan, dekorasi interior, lampu-lampu,
pengharum, warna, temperatur, musik, suara, dan sebagainya.2

7
Pada skenario ini, pewawancara menggunakan komunikasi nonverbal, yaitu gerak atau
isyarat tubuh dan sikap yang berempati pada pengasuh maupun nenek tersebut. Pewawancara
juga menanyakan pertanyaannya secara ramah agar tidak menyinggung perasaan pengasuh
yang sebenarnya lelah mengurus nenek itu.

2.3 Perilaku Kebutuhan Manusia


Hirarki perilaku kebutuhan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis : lapar, haus, tidur
2. Kebutuhan akan rasa aman : aman, tidak ada bahaya
3. Kebutuhan untuk dicintai : terlibat dan diterima
4. Kebutuhan untuk dihargai : pengakuan, mencapai, kompeten
5. Kebutuhan kognitif : mengetahui, memahami
6. Kebutuhan estetika : keteraturan, keindahan
7. Kebutuhan aktualisasi diri : puas dengan hidupnya dan menyadari potensinya

Pada tingkat hirarki di atas, skenario B menjelaskan bahwa kebutuhan nenek yang sudah tua
dan penfengarannya berkurang dalam hal kebutuhan fisiologis telah terpenuhi karena
hidupnya tercukupi akan kebutuhan dasarnya yaitu makanan, minumanan dan istirahat yang
cukup dapat ia terima melalui kehidupan yang tersedia di tempat di mana ia diasuh. Pada
kebutuhan rasa amannya, nenek itu telah merasa aman dengan situasi tempatnya diasuh.
Dalam hal kebutuhan untuk dicintai juga dirasakan oleh nenek tersebut karena ia masih
diperhatikan oleh anak cucunya yang jauh terpisah dengannya dengan cara mengirimkan
uang.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi dua arah yang efektif adalah dengan menerapkan konsep Respect,
Empathy, Audible, Clarity dan Humble.Saling menghargai dalam berkomunikasi,
ada empati dalam hal menjadi pendengar yang aktif dan melakukan pesan verbal
dan nonverbal dengan tepat tanpa menyinggung perasaan nenek maupun pengasuh
tersebut. Memiliki sikap rendah hati dan tidak bersikap interogatif juga merupakan
wawancara yang efektif. Mampu mengerti kebutuhan, peka akan perasaan dan
memperlihatkan atau menyampaikan empati pada nenek dan pengasuhnya tersebut
dilakukan sebagai upaya untuk menolong nenek tersebut dalam permasalahannya.

9
2.2 Daftar Pustaka

1. Dhewi, Ratih Maria, Hubeis, Musa, Kartika, Lindawati. 2012. Komunikasi


Profesional. Bogor: IPB Press; h.4-5.
2. Gumelar, Gumgum, Maulana, Herdiyan. 2013. Psikologi Komunikasi dan
Persuasi. Jakarta Barat: @kademia; h.3,5-6,80,97.
3. Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor Selatan: Ghalia
Indonesia; h.110,261.
4. Mulyana, Deddy. 2009. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya; h.5,
5. Foss, Karen A, Littlejohn, Stephen W. 2008. Teori Komunikasi. Jakarta:
Salemba Humanika; h.158.

10
11

Anda mungkin juga menyukai