Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Kanker
Kanker atau keganasan adalah segolongan penyakit yang ditandai
dengan pembelaahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel sel
tersebut menyerang jaringan biologis / hidup lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan bersebelahan (invasi) atau dengan
migrasi atau perpindahan sel ke tempat yang jauh (metastasis) melalui
peredaran darah, pembuluh getah bening, dan lain-lain. Pertumbuhan
yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan
mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel (7).
kanker rahim adalah kanker yang paling umum dari sistem
reproduksi wanita. kanker rahim dimulai ketika sel-sel sehat dalam
perubahan rahim dan tumbuh di luar kendali, membentuk massa yang
disebut tumor. Sebuah tumor dapat bersifat kanker atau jinak. Sebuah
tumor kanker ganas, yang berarti dapat tumbuh dan menyebar ke bagian
lain dari tubuh. Sebuah tumor jinak berarti tumor dapat tumbuh tetapi tidak
akan menyebar. kondisi non-kanker rahim termasuk fibroid, yang adalah
tumor jinak pada otot rahim (8).
Kondisi non-kanker lain adalah endometriosis, yang menggambarkan kondisi ketika jaringan endometrium, biasanya melapisi
rongga rahim, berkembang di luar rahim atau organ lainnya. hiperplasia

endometrium yang merupakan jumlah peningkatan sel di lapisan rahim,


juga bisa terjadi dan bisa bersifat kanker (8).
Ada 2 jenis utama kanker rahim :
1. Adenokarsinoma. Jenis ini mencakup lebih dari 80% dari kanker rahim.
Jenis Ini berkembang dari sel-sel di endometrium. Kanker ini juga
biasa disebut kanker endometrium. Secara umum adenokarsinoma
endometrium disebut karsinoma endometrioid dengan pengobatan
bervariasi tergantung pada kelas tumor, seberapa jauh sel masuk ke
rahim, dan tahap atau luasnya penyakit. Jenis lainnya disebut
karsinoma serosa endometrium yang terlihat mirip dengan kanker
ovarium yang juga biasa berasal dari jenis serous.
2. Sarkoma. Jenis kanker rahim berkembang di jaringan pendukung
kelenjar rahim atau dalam miometrium yang merupakan otot rahim.
Sarkoma menyumbang sekitar 2% sampai 4% dari kanker rahim.
Sarkoma

diperlakukan

berbeda

dari

adenokarsinoma

dalam

kebanyakan situasi. Jenis kanker endometrium dengan beberapa


elemen dari sarkoma termasuk leiomyosarcoma, atau endometrial
stroma sarkoma (8).

Gambar II.1 Kanker Rahim


II.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
A. Anatomi
Anatomi sistem reproduksi wanita terbagi 2, yaitu (9,10):
1. Organ Kelamin Luar
Organ kelamin luar (vulva) dibatasi oleh labium mayor (sama
dengan skrotum pada pria). Labium mayor terdiri dari kelenjar keringat
dan kelenjar sebasea (penghasil minyak); setelah puber, labium mayor
akan ditumbuhi rambut. Labium minor terletak tepat di sebelah dalam
dari labium mayor dan mengelilingi lubang vagina dan uretra.
Lubang pada vagina disebut introitus dan daerah berbentuk
separuh bulan di belakang introitus disebut forset. Jika ada
rangsangan, dari saluran kecil di samping introitus akan keluar cairan
(lendir) yang dihasilkan oleh kelenjar Bartolini. Uretra terletak di depan
vagina dan merupakan lubang tempat keluarnya air kemih dari
kandung kemih.

Labium minora kiri dan kanan bertemu di depan dan


membentuk klitoris, yang merupakan penonjolan kecil yang sangat
peka. Klitoris dibungkus oleh sebuah lipatan kulit yang disebut
preputium. Klitoris sangat sensitive terhadap rangsangan dan biasa
mengalami ereksi.
Labium mayor kiri dan kanan bertemu dibagian belakang
membentuk perineum, yang merupakan suatu jaringan fibromuskuler
diantara vagina dan anus. Kulit yang membungkus perineum dan
labium mayor sama dengan kulit di bagian tubuh lainnya, yaitu tebal,
kering, dan biasa membentuk sisik. Sedangkan selaput pada labium
minor dan vagina merupakan selaput lendir, lapisan dalamnya memiliki
struktur yang sama dengan kulit, tetapi permukaannya tetap lembab
karena adanya cairan yang berasal dari lapisan yang lebih dalam.
Karena kaya akan pembuluh dara, maka labium minora dan vagina
tampak berwarna pink.
Lubang vagina dikelilingi oleh hymen (selaput dara). Kekuatan
himen pada setiap wanita bervariasi, karena itu pada saat pertama kali
melakukan hubungan seksual, himen biasa robek atau biasa juga
tidak.
2. Organ Kelamin Dalam
Dalam keadaan normal, dinding vagina bagian depan dan
belakang saling bersentuan sehingga tidak ada ruang di dalam vagina,
kecuali jika vagina terbuka (misalnya selama pemeriksaan atau selama
melakukan hubungan seksual). Pada wanita dewasa, rongga vagina

memiliki panjang sekitar 7,6-10 cm. Sepertiga di bawah bagian vagina


merupakan otot yang mengontrol liang vagina. Dua pertiga bagian atas
vagina terletak di atas otot tersebut dan mudah merenggang.
Serviks (leher rahim) terletak di puncak vagina. Selama masa
reproduktif, lapisan mukosa vagina memiliki permukaan yang berkerutkerut. Sebelum pubertas dan sesudah menopause, lapisan mukosa
menjadi licin.
Rahim merupakan suatu organ yang berbentuk seperti buah pir
dan terletak di atas vagina. Rahim terletak di belakang kandung kemih
dan di depan rectum, dan diikat oleh 6 ligamen. Rahim terbagi menjadi
2 bagian, yaitu serviks dan korpus (badan rahim). Serviks merupakan
bagian bawah yang membuka kea rah vagina. Korpus

biasanya

melengkung kea rah depan, Selama masa reproduktif, panjang korpus


adalah 2 kali dari panjang serviks. Korpus merupakan jaringan kaya
otot yang bias melebar untuk menyimpan janin. Selama proses
persalinan, dinding ototnya mengerut sehingga bayi terdorong keluar
melalui serviks dan vagina.
Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik bagi
bakteri, kecuali selama masa menstruasi dan selama masa ovulasi
(pelepasan sel telur). Saluran di dalam serviks berukuran sempit,
bahkan terlalu sempit sehingga selama kehamilan janin tidak dapat
melewatinya. Tetapi pada proses persalinan saluran ini akan meregang
sehingga bayi bisa melewatinya.
B. Fisiologi

Berdasarkan

fungsinya

(fisiologinya),

alat

reproduksi

wanita

mempunyai 3 fungsi, yaitu (10):


1. Fungsi Seksual
Alat yang berperan adalah vulva dan vagina. Kelenjar pada
vulva yang dapat mengeluarkan cairan, berguna sebagai pelumas
pada saat sanggama. Selain itu vulva dan vagina juga berfungsi
sebagai jalan lahir.
2. Fungsi Hormon
Yang disebut fungsi hormonal ialah peran indung telur dan
rahim didalam mempertahankan ciri kewanitaan dan pengaturan haid.
Perubahan-perubahan fisik dan psikhis yang terjadi sepanjang
kehidupan seorang wanita erat hubungannya dengan fungsi indung
telur yang menghasilkan hormon-harmon wanita yaitu estrogen dan
progesteron.

Dalam

masa

kanak-kanak

indung

telur

belum

menunaikan fungsinya dengan baik. Manakala indung telur mulai


berfungsi, yaitu kurang lebih pada usia 9 tahun, mulailah ia secara
produktif menghasikan hormon-hormon wanita. Hormon-hormon ini
mengadakan

interaksi

dengan

hormon-hormon

yang

dihasilkan

kelenjar-kelenjar di otak. Akibatnya terjadilah perubahan-perubahan


fisik pada wanita.
3. Fungsi Reproduksi (melanjutkan keturunan)
Tugas reproduksi dilakukan oleh indung telur, saluran telur dan
rahim. Sel telur yang setiap bulannya dikeluarkan dari kantung telur
pada saat masa subur akan masuk kedalam saluran telur untuk
kemudian bertemu dan menyatu dengan sel benih pria (spermatozoa)
membentuk organisme baru yang disebut Zygote, pada saat inilah

ditentukan jenis kelamin janin dan sifat -sifat genetiknya. Selanjutnya


zygote akan terus berjalan sepanjang saluran telur dan masuk
kedalam rahim. Biasanya pada bagian atas rahim zygote akan
menanamkan diri, tumbuh dan berkembang sebagai janin yang
kemudian akan lahir pada umur kehamilan cukup bulan. Masa subur
pada siklus haid 28 hari, terjadi sekitar hari ke empat belas dari hari
pertama haid. Umur sel telur sejak dikeluarkan dari indung telur hanya
berumur 24 jam, sedangkan sel benih pria berumur kurang lebih 3 hari.

Gambar II.2 Anatomi Alat Reproduksi Wanita

II.3 Patofisiologi Penyakit


Fibroblas Growth Factor Reseptor 2 (FGFR2) adalah reseptor
tirosin kinase yang berperan dalam proses biologikal. Mutasi pada FGFR
telah dilaporkan pada 10-12% dari kanker endometrium identik dengan

10

penemuan yang didapatkan dari kelainan kraniofasial kongenital. Inhibisi


pada FGFR2 diharapkan akan menjadi terapi masadepan bagi penderita
kanker endometrium. Beberapa peneliti menduga terdapat dua peran
FGFR2 dalam mempengaruhi endometrium, yaitu dengan menghambat
proliferasi sel endometrium pada siklus menstruasi dan sebagai onkogen
pada karsinoma endometrial (11).
Selain itu, kadar hormon sex estrogen yang tinggi juga dapat
menyebabkan peningkatan masa dan jumlah sel lapisan uterus jika tidak
terdapat cukup progesteron, salah satu hormon sex yang penting pada
wanita (11).
Siklus menstrual normal, rata-rata berlangsung 28 hari, terdapat 2
fase. Pada 2 minggu pertama, estrogen adalah hormon seks yang
dominan. Estrogen menyebabkan lapisan sel uterus bertumbuh dan
bertambah jumlahnya. Pada 14 hari selanjutnya, hormon sex yang
dominan adalah progesteron. Progesteron menyebabkan kematangan sel
sehingga lapisan uterus dapat menerima dan menutrisi ovum yang sudah
difertilisasi (11).
Apabila tidak terdapat cukup progesteron, sel pada lapisan uterus
(epitelium) akan bertumbuh dan bermultiplikasi semakin banyak. Hal ini
disebut hiperplasia simpleks. Apabila situasi ini terus berlanjut, akan
terbentuk kelenjar baru pada lapisan uterus. Hal ini disebut hiperplasia

11

kompleks. Akhirnya, sel menjadi atipikal dan menunjukkan perilaku yang


menyimpang (12).
Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat
ditemukan pada beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu
yang lama, mengkonsumsi estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil
estrogen, malfungsi tiroid, penyakit hepar (12).
Kanker endometrium mungkin berasal di area minoris (misalnya,
sebuah polip endometrium) atau multifokal difus. Pertumbuhan awal dari
tumor dicirikan oleh pola eksofitik yang menyebar. Pertumbuhan tumor
ditandai dengan kerapuhan dan perdarahan spontan, bahkan pada tahap
awal. Kemudian pertumbuhan tumor ditandai oleh invasi miometrium dan
pertumbuhan menuju leher rahim (11).
Empat rute penyebaran terjadi di luar rahim:
1. Langsung
Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat terutama
pada yang differensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan
kavum uteri dan endoserviks. Dari kavum uteri menuju ke stroma
endometrium ke miomterium ke ligamentum latum dan organ
sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks, penyebaran selanjutnya
seperti pada adenokarsinoma serviks (12).
2. Melalui kelenjar limfe
Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke para
aorta dan melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka
interna, eksterna dan iliaka komunis serta melalui kelenjar limfe

12

ligamentum rotundum akan sampai ke kelenjar limfe inguinal dan


femoral (12).
3. Melalui aliran darah
Biasanya proses penyebarannya

sangat

lambat

dan

tempat

metastasenya adalah paru, hati dan otak (12).


4. Intrperitoneal atau melalui tuba.
Biasanya disertai pappilary serous carcinoma (UPSC), serupa dengan
penyebaran kanker ovarium (12).
II.4 Etiologi (6)
Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui. Kebanyakan
kasus kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar
stimulasi estrogen secara kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal
adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah
besar estrogen yang disuntikkan pada hewan percobaan di laboratorium
menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker.
Adanya hubungan antara pajanan estrogen dengan kanker
endometrium telah diketahui selama lebih dari 50 tahun. Satu faktor risiko
yang paling sering dan paling terbukti untuk adenokarsinoma uterus
adalah obesitas. Jaringan adiposa memiliki enzim aromatase yang aktif.
Androgen adrenal dengan cepat dikonversi menjadi estrogen di dalam
jaringan adiposa pada individu yang obes. Estrogen yang baru disintesis
ini juga memiliki bioavailabilitas yang sangat baik karena perubahan
metabolik yang berhubungan dengan obesitas menghambat produksi
globulin pengikat hormon seks oleh hati. Individu yang obes mungkin
mengalami

peningkatan

drastis

pada

estrogen

bioavailabel

yang

13

bersirkulasi dan pajanan ini dapat menyebabkan penumbuhan hiperplastik


pada endometrium.
Dasar pemikiran yang menganggap estrogen sebagai faktor
etiologis berasal dari tiga sumber:
1. aktivitas biologis estrogen dan progesteron pada endometrium
2. data pada hewan dan manusia mengenai pengaruh dietilstilbestrol (DES)
terhadap karsinogenesis
3. hubungan antara kanker endometrium dengan hiperplasia endometrium
dalam kaitannya dengan hubungan antara hiperplasia dengan pajanan
estrogen yang tidak dihambat dan bcrlangsung lama.
Bukti yang paling kuat untuk sensitivitas endometrium yang tinggi
terhadap hormon steroid ovarium adalah perubahan dramatis yang terjadi
pada jaringan ini selama siklus menstruasi. Pada siklus wanita normal:
endometrium mengubah morfologinya setiap hari.
Pada fase folikular siklus: estrogen menstimulasi proliferasi epitel
yang menutupi kelenjar endometrium dan stroma di bawahnya. Estrogen
menginduksi produksi reseptorya sendiri dan reseptor progesteron selama
fase ini. Progesteron yang disekresi dengan cepat setelah ovulasi
menahan aktivitas proliferasi pada kelenjar-kelenjar dan mengkonversi
epitel menjadi keadaan sekretorik. Stroma merespons progesteron
dengan angiogenesis dan maturasi fungsional. Jika kehamilan terjadi,
perubahan-perubahan ini akan mempersiapkan endometrium untuk

14

implantasi. Dipercaya bahwa efek mitogenik yang poten dari estrogen


pada epitel kelenjar endometrium mempercepat tingkat mutasi spontan
dari onkogen yang merupakan predisposisi dan/atau gen penekan tumor.
Hal ini mengarah pada suatu transformasi neoplastik.
Data pada hewan dan manusia yang dikumpulkan setelah
berkembangnya pajanan DES menambah bukti biologis untuk potensi
karsinogenik dari estrogen di saluran reproduksi. DES adalah agonis
estrogen nonsteroid yang merupakan salah salu estrogen sintetik pertama
yang dikembangkan. DES tersebut diberikan kepada lebih dari dua juta
wanita pada tahun 1940-1970 sebagai pengobatan terhadap ancaman
keguguran spontan (miscarriage).
Pada tikus. pajanan neonatal terhadap DES menghasilkan kanker
endometrium pada 95% binatang saat berusia 18 bulan. Pada wanita,
pajanan DES pranatal mengarah pada kelainan struktur saluran
reproduksi dan pada adenokarsinoma sel jemih vagina dan serviks.
Aktivitas karsinogenik pada DES tampaknya dimediasi sebagian oleh
aktivasi

reseptor

estrogen. Apakah

pajanan

DES

pranatal

akan

menyebabkan kanker endometrium pada manusia akan ditentukan


setelah penelitian kohort pada wanita-wanita ini berlangsung sampai
menopause. Mekanisme genetik molekular mengenai bagaimana DES
menyebabkan karsinoma sel jernih mungkin sama dengan bagaimana
estroge alami menyebabkan kanker endometrium tipe I. Ketidakstabilan
genetik telah ditunjukkan pada kedua tumor ini.

15

II.5 Faktor Resiko (13)


1. Faktor resiko reproduksi dan menstruasi.
Kebanyakan peneliti menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai
risiko 3x lebih besar menderita kanker endometrium dibanding
multipara. Hipotesis bahwa infertilitas menjadi factor risiko kanker
endometrium didukung penelitian-penelitian yang menunjukkan resiko
yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah
menikah.
Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan
infertilitas dikaitkan dengan risiko kanker endometrium adalah siklus
anovulasi ( terpapar estrogen yang lama tanpa progesteron yang
cukup),

kadar

androstenedion

serum

yang

tinggi

(kelebihan

androstenedion dikonversi menjadi estron), tidak mengelupasnya


lapisan endometrium setiap bulan (sisa jaringan menjadi hiperplastik)
dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum yang rendah pada
nulipara. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang
pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen
yang

disuntikkan

kepada

hewan

percobaan

di

laboratorium

menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker.


2. Usia
Menarche dini (<12 tahun) berkaitan dengan meningkatnya
risiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Benyak
penelitian menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan
langsung terhadap meningkatnya kanker ini. Sekitar 70% dari semua
wanita

yang

didiagnosis

kanker

endometrium

adalah

pasca

16

menopause. Wanita yang menopause secara alami diatas 52 tahun 2,4


kali lebih beresiko jika dibandingkan sebelum usia 49 tahun.
3. Hormon.
a. Hormone endogen.
Risiko terjadinya kanker endometrium pada wanita-wanita muda
berhubungan dengan kadar estrogen yang tinggi secara abnormal
seperti polycystic ovarian disease yang memproduksi estrogen.
b. Hormone eksogen pascamenopause.
Terapi sulih hormon estrogen menyebabkan risiko kanker
endometrium meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan risiko
ini terjadi setelah pemakaian 2-3 tahun. Risiko relatif tinggi setelah
pemakaian selama 10 tahun.
4. Kontrasepsi oral.
Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah
progestin. Sebaliknya pengguna kontrasepsi oral kombinasi estrogen
dan progestin dengan kadar progesterone tinggi mempunyai efek
protektif dan menurunkan risiko kanker endometrium setelah 1-5 tahun
pemakaian.
5. Tamoksifen.
Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan risiko
kanker endometrium 2-3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang
diberi terapi tamoksifen. Tamoksifen merupakan antiestrogen yang
berkompetisi

dengan

estrogen

untuk

menduduki

reseptor.

Di

endometrium, tamoksifen malah bertindak sebagai faktor pertumbuhan


yang meningkatkan siklus pembelahan sel.
6. Obesitas.
Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium.
Kelebihan 13-22 kg BB ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 x

17

lipat. Sedangkan kelebihan di atas 23 kg akan meningkatkan risiko


sampai 10x lipat.
obesitas adalah penyebab paling umum dari kelebihan produksi
estrogen endogen. Jaringan adiposa berlebihan akan meningkatkan
aromatisasi androstenedion perifer menjadi estrone. Pada wanita
premenopause, tingkat estrone memicu umpan balik peningkatan
abnormal pada aksis-hipofisis-ovarium hipotalamus. Hasil klinisnya
adalah

oligo-atau

anovulasi.

Dengan

tidak

adanya

ovulasi,

endometrium terkena stimulasi estrogen hampir terus menerus tanpa


efek progestasional berikutnya dan terjadi gangguan menstruasi.
7. Faktor diet.
Perbedaan pola demografi kanker endometrium diperkirakan
oleh peran nutrisi, terutama tingginya kandungan lemak hewani dalam
diet. Konsumsi sereal, kacang-kacangan, sayuran dan buah terutama
yang tinggi lutein, menurunkan risiko kanker yang memproteksi melalui
fitoestrogen.

18

8. Kondisi medis.
Wanita premenopause dengan diabetes meningkatkan 2-3 x
lebih besar berisiko terkena kanker endometrium jika disertai diabetes.
Tingginya kadar estrone dan lemak dalam plasma wanita dengan
diabetes menjadi penyebabnya. Hipertensi menjadi faktor risiko pada
wanita pancamenopause dengan obesitas.
9. Faktor genetik.
Seorang wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker
payudara meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium. Begitu
juga dengan riwayat kanker endometrium dalam keluarga.
10. Merokok.
Wanita perokok mempunyai resiko kali jika dibandingkan
yang bukan perokok (faktor proteksi) dan diperkirakan menopause
lebih cepat 1-2 tahun.
11. Ras.
Kanker endometrium sering ditemukan pada wanita kulit putih.
12. Faktor risiko lain.
Pendidikan dan status sosial ekonomi diatas rata-rata
meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium akibat konsumsi
terapi pengganti estrogen dan rendahnya paritas.

19

II.6 Gejala Kanker Endometrium (14)


Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah
perdarahan pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan
perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Keluhan
keputihan merupakan keluhan yang paling banyak menyertai keluhan
utama. Gejalanya bisa berupa:
Perdarahan rahim yang abnormal
Siklus menstruasi yang abnormal
Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih

mengalami menstruasi)
Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause
Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang

berusia diatas 40 tahun)


Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca

menopause)
Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

II.7 Diagnosis Kanker Endometrium (14)


Sebagian besar kanker endometrium terdiagnosis pada stadium
dini. Hal ini dikarenakan wanita menopause cenderung memeriksakan
dirinya ke dokter apabila terdapat perdarahan vaginal. Untuk menegakkan
diagnosis, dokter akan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
termasuk melakukan pap smear dan pemeriksaan pelvis.
Pemeriksaan pelvik merupakan langkah awal pemerikasaan fisik
pada kanker endometrium. Pada pemeriksaan pelvis, dokter memeriksa
daerah sepanjang kandungan apakah terdapat lesi, benjolan, atau

20

mengetahui daerah mana yang terasa sakit jika diraba. Untuk daerah
kandungan bagian atas dokter menggunakan alat spekulum. Teknik
pemeriksaan ini sebenarnya harus rutin dilakukan oleh wanita untuk
mengetahui kondisi vaginanya.
Biopsi endometrial diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker
endometrium. Pada pemeriksaan biopsi, akan diambil sebagian kecil dari
lapisan uterus (endometrium) kemudian dilihat sediaan tersebut di
mikroskop. Karena kanker endometrium dimulai di dalam uterus,
kelainannya tidak selalu dapat dideteksi dengan pap smear. Karena itu,
sampel dari jaringan endometrium harus diambil dan dilihat dengan
mikroskop untuk dideteksi apakah terdapat sel kanker atau tidak. Salah
satu prosedur dibawah ini dapat dilakukan:
-

Biopsi endometrium : Mengambil sebagian kecil jaringan endometrium,


dengan memasukkan selang yang kecil dan fleksibel melalui serviks
kedalam uterus. Selang ini kemudian akan mengikis sebagian kecil
jaringan endometrium sehingga kemudian didapatkan sampel jaringan.
Patolog kemudian akan memeriksa sampel sel kanker di bawah

mikroskop.
Dilatasi dan kuretase : Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan
dilatator kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan.
Memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim lewat vagina.
Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di PA-kan. Sampe jaringan
endometrium yang didapatkan dari kuretase kemudian diperiksa di
mikroskop.

21

Gambar II. 3 Dilatasi dan Kuretase Pada pemeriksaan Kanker Rahim

Tes tambahan untuk menegakkan diagnosis meliputi :


-

USG transvaginal.
Transvaginal ultrasound, adalah suatu alat yang dimasukkan ke
dalam rahim dan berfungsi untuk mengetahui ketebalan dinding rahim.
Ketebalan dinding yang terlihat abnormal akan dicek lanjutan dengan
pap smear atau biopsi. Pada pemeriksaan USG didapatkan tebal
endometrium di atas 5 mm pada usia perimenopause. Pemeriksaan
USG dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya keganasan
endometrium dimana terlihat adanya lesi hiperekoik di dalam kavum
uteri/endometrium yang inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas
dengan ukuran 6,69 x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan USG transvaginal
diyakini banyak penelitian sebagai langkah awal pemeriksaan kanker
endometrium, sebelum pemeriksaan-pemeriksaan yang invasif seperti
biopsi endometrial, meskipun tingkat keakuratannnya yang lebih
rendah, dimana angka false reading dari strip endometrial cukup tinggi.
Sebuah meta-analisis melaporkan tidak terdeteksinya kanker
endometrium sebanyak 4% pada penggunaan USG transvaginal saat
melakukan pemeriksaan pada kasus perdarahan postmenopause,

22

dengan angka false reading sebesar 50%. USG transvaginal dengan


atau tanpa warna, digunakan sebagai tehnik skrining. Terdapat
hubungan yang sangat kuat dengan ketebalan endometrium dan
kelainan pada endometrium. Ketebalan rata-rata terukur 3,41,2 mm
pada wanita dengan endometrium atrofi, 9,72,5 mm pada wanita
dengan hiperplasia, dan 18,26,2mm pada wanita dengan kanker
endometrium. Pada studi yang melibatkan 1.168 wanita, pada 114
wanita yang menderita kanker endometrium dan 112 wanita yang
menderita hiperplasia, mempunyai tebal endometrium 5 mm. Metode
-

non-invasif lainnya adalah sitologi namun akurasinya sangat rendah.


Papanicolau Test
Adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias
Papanicolau, untuk mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh
human papilomavirus. Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya
di periksa dengan mikroskop (PA). Cara untuk mendapatkan sampel
adalah dengan aspirasi sitologi dan biopsy hisap (suction biopsy)
menggunakan suatu kanul khusus. Alat yang digunakan adalah novak,
serrated novak, kovorkian, explora (mylex), pipelly (uniman), probet.
Pap smear tidak sensitif untuk mendiagnosa kanker endometrium.
Pada

pemeriksaan

pap

smear,

50%

dari

penderita

kanker

endometrium menunjukkan hasil yang normal. Sel endometrium yang


jinak terkadang ditemukan saat pemeriksaan pap smear pada wanita
diatas 40 tahun Bia sel ini ditemukan, maka resiko kanker pada wanita
tersebut adalah 3-5%. Pada wanita premenopause, temuan ini kurang

23

akurat, terutama bila hasil didapatkan saat penderita sedang haid.


Pada penderita yang memakai terapi hormon, resiko keganasan
berkurang (1-2%).
Pada pemeriksaan

kanker

endometrium

dapat

ditemukan

hiperplasia endometrium. Hiperplasia endometrium bukan kanker namun


dapat berkembang menjadi kanker. Salah satu tipe hiperplasia, atypical
adenomatous hyperplasia, berkembang menjadi kanker pada 1 dari 3
penderita.
Untuk menentukan stadium kanker endometrium, serangkaian
pemeriksaan dibawah ini harus dilakukan sebelum operasi :
- Cek darah lengkap untuk memeriksa anemia dan kelainan darah.
- Antigen kanker 125. Pemeriksaan CA-125 diperlukan untuk
-

mengetahui apakah kanker telah bermetastasis atau belum.


Intravenous Pyelogram untuk memeriksa fungsi ginjal
Foto roentgen untuk mengetahui apakah sel kanker telah
bermetastasis ke uterus.
Pemeriksaan imaging dilakukan sebelum operasi untuk melihat

apakah kanker telah menyebar ke abdomen dan pelvis. Ini dilakukan juga
untuk membuat perencanaan terapi. Pemeriksaan imaging meliputi :
-

Computed Tomography (CT) scan abdomen dan pelvis


Magnetic Resonance Imaging (MRI) abdomen dan pelvis. MRI juga
dapat membedakan kanker endometrium dari penyebaran servikal
primary endocervical adenocarcinoma.
Setelah diagnosis kanker endometrium

ditegakkan,

operasi

dilakukan untuk mengangkat uterus, serviks, ovarium, tuba falopi.


Prosedur

ini

dinamakan

Histerektomi

dengan

bilateral

salphingo-

24

oophorectomy. Kadang kelenjar limfe pelvis juga diangkat. Jaringan yang


diangkat kemudian diperiksa untuk menentukan stadium kanker.
II.8 Klasifikasi Stadium Kanker Endometrium (14)
Saat ini, stadium kanker endometrium ditetapkan berdasarkan
surgical staging, menurut The International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO) 2009.

Stage I
Pada stadium I, kanker ditemukan dalam rahim saja. Tahap I dibagi
menjadi tahap IA dan IB, berdasarkan seberapa jauh kanker telah
menyebar.
Tahap IA : Kanker ditemukan di endometrium saja atau belum melalui
(lapisan otot rahim) miometrium.
Tahap IB : kanker telah menyebar hingga mendekati lapisan
miometrium

.
Gambar II.4 Kanker Rahim Stage I

25

Stage II
Pada tahap II, kanker telah menyebar ke jaringan ikat leher rahim,
namun belum menyebar di luar rahim.

Gambar II.5 Kanker Rahim Stage II

Stage III
Pada tahap III, kanker telah menyebar ke luar rahim dan leher rahim,
namun belum menyebar ke luar panggul. Tahap III dibagi menjadi
tahap IIIA, IIIB, dan IIIC, berdasarkan seberapa jauh kanker telah
menyebar di dalam pelvis.
Stadium IIIA : Kanker telah menyebar ke lapisan luar rahim dan / atau
ke tuba tabung, ovarium, dan ligamen uterus.
Stadium IIIB : Kanker telah menyebar ke vagina dan / atau ke
parametrium (jaringan ikat dan lemak di sekitar rahim).
Tahap IIIC : Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di
panggul dan / atau di sekitar aorta (arteri terbesar dalam tubuh, yang
membawa darah dari jantung).

26

Gambar II.6 Kanker Rahim Stage III

Stage IV
Pada tahap IV, kanker telah menyebar ke luar panggul. Tahap IV dibagi
menjadi tahap IVA dan IVB, berdasarkan seberapa jauh kanker telah
menyebar.
Tahap IVA : kanker telah menyebar ke kandung kemih dan / atau
dinding usus.
Tahap IVB : kanker telah menyebar ke bagian lain dari tubuh luar
panggul, termasuk perut dan / atau kelenjar getah bening di
selangkangan.

27

Gambar II.7 Kanker Rahim Stage IV

Tabel II.1 FIGO staging system for carcinoma of the endometrium 2009

28

II.9 Penatalaksanaan Kanker Endometrium (13)


Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis
merupakan pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih
terlokalisasi, sedangkan staging surgical yang meliputi histerektomi simple
dan pengambilan contoh kelenjar getah bening para-aorta adalah
penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium
1. Pembedahan
Kebanyakan

penderita

akan

menjalani

histerektomi

(pengangkatan rahim). Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat


(salpingo-ooforektomi bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke

29

ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin


tertinggal

kemungkinan

akan

terangsang

oleh

estrogen

yang

dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam


kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening
tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di dalam
kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar
endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani
pengobatan lainnya.

Gambar II.8 Pembedahan Pengangkatan Rahim (Histerektomi)


2. Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal,
hanya menyerang sel-sel kanker di daerah yang disinari. Pada stadium
I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan. Angka
ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker endometrium menurun
20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan penyinaran.
Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil

30

ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel


kanker yang tersisa). Stadium I dan II secara medis hanya diberi terapi
penyinaran. Pada pasien dengan risiko rendah (stadium IA grade 1
atau 2) tidak memerlukan radiasi adjuvan pasca operasi.
Radiasi adjuvan diberikan kepada :
Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III

dan/atau invasi melebihi setengah miometrium.


Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati

kanker endometrium :

Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar


untuk mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran
biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa
minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada
radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke

dalam tubuh.
Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang
mengandung suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui
vagina dan dibiarkan selama beberapa hari. Selama menjalani
radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.

31

3. Kemoterapi
Adalah

pemberian

obat

untuk

membunuh

sel

kanker.

Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang menyebar keseluruh


tubuh dan mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain. Saat ini obat kemoterapi yang memiliki
reaksi paling baik adalah kombinasi CAP (cyclophosphamida 600
mg/m2, aderiamycin 45-50 mg/m2, cisplatin 60 mg/m2)
a. Tujuan Kemoterapi
1) Membunuh sel-sel kanker.
2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.
b. Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvant
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau
bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel
yang telah bermetastase.
2) Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan
massa tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi.
3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor,

yang

kemungkinan kecil untuk diobati, dan kemoterapi digunakan


hanya untuk mengontrol gejalanya
4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi
berikutnya.
5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
c. Cara Pemberian Kemoterapi
1) Per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian
peroral, diantaranya chlorambucil dan etoposide (VP-16).
2) Intra-muskulus

32

Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak


diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga
kali berturut-turut. Yang dapat diberikan secara intra-muskulus
antara lain bleomicin dan methotreaxate.
3) Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau
diberikan secara infus (drip). Cara ini merupakan cara
pemberian

kemoterapi

yang

paling

umum

dan

banyak

digunakan.
4) Intra arteri
Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan
sarana yang cukup banyak, antara lain, alat radiologi diagnostik,
mesin, atau alat filter, serta memerlukan keterampilan tersendiri.
5) Intra peritoneal
Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus
(kateter intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi
karena pemasangan perlu narkose.
d. Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus
pembelahan sel yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan
membentuk sel baru dan sel yang lain akan mati. Sel yang
abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak
terkontrol yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang
disebut tumor.
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap:
1) Fase G0: Fase istirahat
2) Fase G1: Sel siap membelah diri yang diperantarai oleh
beberapa protein penting untuk bereproduksi. Berlangsung 1830 jam

33

3) Fase S: DNA sel akan dicopy,18-20 jam


4) Fase G2: Sintesa sel terus berlanjut,2-10 jam
5) Fase M: sel dibagi menjadi 2 sel baru,30-60 menit
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat
kemoterapi mempunyai target dan efek merusak bergantung pada
siklus selnya. Obat kemoterapi aktif pada saat sel bereproduksi,
sehingga sel tumor yang aktif merupakan target utama dari
kemoterapi. Namun, efek samping obat kemoterapi yaitu dapat
mempengaruhi sel yang sehat.
e. Persiapan Kemoterapi
Darah tepi
: HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.
Fungsi hepar
: bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.
Fungsi ginjal
: ureum, kreatinin, dan creatinine clearance test
(bila serum kreatinin meningkat).
Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).
EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin).
f. Syarat Pemberian Kemoterapi
1) Syarat yang harus dipenuhi
Keadaan umum cukup baik.
Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek
samping yang akan terjadi.
Faal ginjal dan hati baik.
Diagnosis histopatologik.
Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
Riwayat pengobatan (radioterapi atau kemoterapi)
sebelumnya.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb > 10 gr%,
leukosit > 5000/mm3, trombosit > 150.000/mm3.

2) Syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi pengobatan.

34

Mempunyai

pengetahuan

kemoterapi

dan

menejemen

kanker pada umumnya


Sarana laboratorium yang lengkap.
g. Efek samping :
1) Pada kulit.
Alopesia.
Berbagai kelainan kulit lain.
2) Gangguan di mukosa.
Stomatitis.
Enteritis yang menyebabkan diare.
Sistitis hemoragik.
Proktitis
3) Pada saluran cerna.
Anoreksia.
Mual muntah.
4) Depresi sumsum tulang.
Pansitopenia atau anemia.
Leukopenia.
Trombositopenia.
5) Menurunnya imunitas.
6) Gangguan organ.
Gangguan faal hati.
Gangguan pada miokard.
Fibrosis paru.
Ginjal.
7) Gangguan pada saraf.
Neuropati.
Tuli.
Letargi.
8) Penurunan libido.
9) Tidak ada ovulasi pada wanita.
4. Terapi Hormonal
a. Terapi primer
Salah satu keunikan kanker endometrium adalah merespon
terapi hormon. Progestin digunakan sebagai terapi primer wanita
yang mempunyai resiko tinggi operasi. Namun terapi ini jarang
dilakukan. Ini bisa saja merupakan satu-satunya pilihan terapi
paliatif dalam beberapa kasus. Pada kasus yang jarang lainnya,

35

pada adenocarcinoma stadium 1 yang sulit di operasi, intrauterine


progestional dapat membantu. Namun terapi ini harus digunakan
dengan hati-hati.
b. Terapi Hormonal Adjuvan
Single-agent progestin telah menunjukkan aktifitas pada
penderita dengan stadium lanjut. Tamoxifen memodulasi ekspresi
dari progesteron reseptor dan meningkatkan efikasi progestin.
Tamoksifen

dan

progestin

sebagai

terapi

adjuvan

telah

menunjukkan tingkat respon yang tinggi. Secara umum, toksisitas


sangat rendah, kombinasi ini paling sering digunakan untuk
penyakit rekuren.
c. Terapi Pengganti Estrogen
Karena dugaan kelebihan estrogen sebagai penyebab
perkembangan kanker endometrium, ada kekhawatiran bahwa
penggunaan estrogen pada wanita dengan kanker endometrium
dapat meningkatkan resiko kekambuhan atau kematian. Namun,
efek seperti itu belum ada penelitiannya. Gog meneliti efek terapi
pengganti estrogen secara acak pada 1236 wanita yang telah
menjalani operasi

kanker stadium I dan II dengan memberikan

estrogen atau plasebo.

Hasilnya terdapat kekambuhan yang

rendah. Karena beresiko dan keamanannya belum terbukti, pasien


harus diberi konseling hati-hati sebelum memulai rejimen estrogen
pasca operasi.
d. Terapi adjuvan
Pemakaian postoperatif radiasi pada wanita dengan kanker
endometrium stadium 1 masih kontroversial karena rendahnya

36

tingkat kekambuhan pada stadium 1 dan data-data penelitian yang


masih

kurang.

Beberapa

penelitian

mendukung

pemberian

postoperative external beam pelvic radiotherapy pada penderita


stage IC, dan grade III. Sebagian besar data retrospektif,
pengalaman

institusim dan

beberapa

penelitian

mendukung

pemberian external beam pelvic radiation, vaginal brachytherapy


pada penderita stadium II. Pada stadium III, tumor directed
postoperative external beam radiation diindikasikan dengan atau
tanpa kemoterapi. Kebanyakan terapi radiasi ditujukan spesifik
pada penyakit pelvis namun dapat juga ditujukan ke area para
aortic bila ada metastasis. Beberapa pasien dengan stadium IV
radioterapi bertujuan sebagai terapi kuratif. Namun pada penyakit
stadium IV B dimana metastasis intraperitoneal berada di luar
jangkauan radiasi radioterapi, tidak disarankan untuk dilakukan
radiasi di seluruh bagian abdomen. Oleh sebab itu, pada stadium
ini radioterapi dimaksudkan sebagai terapi paliatif bukan kurati.

Anda mungkin juga menyukai