Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang

dewasa, baik dari segi fisik, emosi, pola pikir, maupun perlakuan terhadap anak

membutuhkan spesialisasi perlakuan khusus dan emosi yang stabil. Pada anak

tertumpu tanggungjawab yang besar. Anak harapan masa depan bangsa dan

agama disandarkan. Anak adalah bapak masa depan, penerus cita-cita dan pewaris

keturunan. Bahwa anak adalah tunas bangsa, dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

yang menjamin kelangsungan eksistensial bangsa dan negara pada masa depan.

Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang

mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih

bersifat afektif.

Ada pula yang menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode dalam

menerapkan kepatuhan dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik

maupun psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan

membentuk perilaku yang diharapkan. Sering pula kekerasan pada anak hadir

tanpa kita sadari. Di sekolah–sekolah bermunculan geng-geng yang bernuansa

kekerasan, kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswanya, ataupun

tawuran antar pelajar. Jika kekerasan di sekolah ini tidak ditangani maka budaya

bullying dapat subur dan membudaya yang menyebabkan anak akan membentuk

geng-geng kekerasan di sekolah. Geng-geng inilah yang mewarnai layar televisi


akhir-akhir ini. Tawuran antar pelajar, yang disinyalir sebagai kegagalan program

dan kurikulum pendidikan. Sekolah, hanya berhasil dalam penanaman teoritis

akademis namun gagal dalam penerapan nilai-nilai/akhlak. Akibatnya, anak

diarahkan kesuatu jurang yang menganga dan melintas diatas titian yang rapuh.

Lingkungan rumah, dan sekolah adalah lahan subur dan sumber utama terjadinya

kekerasan, karena anak lebih banyak berinteraksi dengan orangtuanya/pengasuh

ataupun guru.

Kasus anak jalanan adalah kasus yang unik, dimana mereka hidup dijalan,

mencari nafkah sendiri ataupun untuk “agen” dari penyedia jasa anak. Banyak

anak tidak dapat memperoleh haknya sebagai seorang anak. Kasus-kasus

kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik, tertekan secara mental, kekerasan

seksual, pedofilia, anak bayi dibuang, aborsi, pernikahan anak dibawah umur,

kasus tenaga kerja dibawah umur, trafficking, anak-anak yang dipekerjakan

sebagai PSK, dan kasus perceraian. Semua kasus ini berobjek pada anak yang

tentu saja akan berdampak buruk pada perkembangan dan kepribadian anak, baik

fisik, maupun psikis dan jelas mengorbankan masa depan anak.

Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Dr. Seto Mulyadi :

Kekerasan pada anak juga dipengaruhi oleh tayangan televisi yang marak akhir-

akhir ini, namun semua itu harus disikapi bijaksana oleh para orangtua, seperti

mengingatkan agar anak tidak banyak nonton sinetron televisi yang menayangkan

kekerasan. "Kita pernah melakukan dengar pendapat tentang kekerasan yang

ditayangkan televisi, namun semua itu adalah nafas dari siaran televisi. Jadi, kita

tidak bisa berkutik. Karena itu, orang tua harus mengalah jangan menonton
televisi sepanjang hari. Jika tidak begitu, maka anak akan ikut-ikutan menonton

televisi sampai larut dan mengabaikan tugas utamanya, yaitu belajar," kata Seto.

Ditambahkannya, orang tua harus mampu menjadi contoh anak-anaknya untuk

bertingkah laku positif di rumah, seperti membelikan buku-buku cerita dan

sekaligus bersedia mendongeng untuk si anak. Sebaliknya, orang tua jangan hanya

bisa bercerita apa yang mereka tonton di televisi.

Kasus kekerasan pada anak adalah kasus yang sangat pelik. Dimana jenis

kasusnya yang beragam, interprestasi mengenai kekerasan pun masih penuh

dengan perdebatan. Sebagian orang menganggap bahwa kasus kekerasan

digunakan sebagai hak otonominya, dan bersifat pribadi, dan orang lain tidak

boleh mengetahuinya karena terhasuk aib yang harus ditutupi. Dengan alasan ini,

sehingga banyak kasus-kasus kekerasan tidak bisa diungkap. Anak adalah buah

hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai pewaris dan penerus kedua

orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang,

apapun dikorbankan demi anak buah hati. Tetapi sekarang ini berita-berita tentang

ditemukannya bayi baru lahir dalam keadaan meninggal yang dimasukan dalam

tas platik sering dimuat di media masa. Masalah pembunuhan bayi merupakan

sebutan yang bersifat umum bagi setiap perbuatan merampas nyawa bayi di luar

kandungan, sedangkan infantisid (yang dikenal di negara-negara Common Law)

merupakan sebutan yang bersifat khusus bagi tindakan merampas nyawa bayi

yang belum berumur satu tahun oleh ibu kandungnya sendiri.


BAB II

ISI

A. INFANTISID

Infantisid menurut pasal 341 KUHP adalah pembunuhan bayi yang

dilakukan oleh ibu

kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut

diketahui bahwa ia telah melahirkan anak. Infantisid atau pembunuhan anak

sendiri (PAS) adalah merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa yang

unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya

sendiri, dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah

karena si ibu takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh karena anak

tersebut umumnya adalah hasil hubungan gelap. Cara yang paling sering

digunakan dalam kasus PAS adalah membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu

pembekapan, pencekikan, penjeratan dan penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan

bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun dilakukan dengan cara

asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala

(5-10%) dan kekerasan tajam pada

leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).

Pembunuhan Anak sendiri (PAS) menurut undang-undang di Indonesia

adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika

dilahirkan atau tidak


berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak.

Pada tindak pidana pembunuhan anak, faktor psikologik ibu yang baru melahirkan

diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan tersebut menyebabkan

si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam keadaan sadar yang penuh, dan belum

sempat timbul rasa kasih sayang.

Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan:

(1) pengertian “pembunuhan” mengharuskan kita untuk membuktikan bahwa bayi

lahir hidup, terdapat tanda kekerasan dan sebab kematian akibat kekerasan

(termasuk peracunan)

(2) pengertian “baru lahir” mengharuskan penilaian atas: cukup bulan atau belum,

usia gestasi, usia pasca lahir serta memberikan pula asupan laik hidup (viable)

atau tidaknya bayi tersebut

(3) pengertian “takut diketahui” diasosiasikan dengan belum timbulnya rasa kasih

sayang si ibu kepada bayinya yang diperlihatkan dengan belum tampaknya

tanda-tanda perawatan. Anggapan ini ingin mengatakan bahwa adanya

perawatan menunjukkan adanya kasih sayang ibu kepada bayinya, sehingga

dapat diartikan bahwa rasa takut diketahui telah melahirkan tersebut telah

hilang

(4) pengertian “si ibu membunuh anaknya sendiri” mengharuskan kepada kita

untuk berupaya membuktikan apakah mayat bayi yang diperiksa adalah anak

dari tersangka ibu yang diajukan. Tanda lahir hidup adalah adanya udara dalam

paru-paru, lambung dan usus, dan liang telinga tengah. Adanya udara dalam
paru-paru ditandai gambaran paru-paru memenuhi rongga dada, paru – paru

berwarna merah ungu, dan gambaran mozaik, tepi paru tumpul, terdapat

krepitasi dan bila dibenamkan dalam air akan tampak gelembung udara, berat

1/35 berat badan, tes apung positif, pada pemeriksaan mikroskopik tampak

pengembangan alveoli yang tidak merata dengan dinding alveoli licin tanpa

ada penonjolan ( projection ). Adanya makanan dalam lambung menandakan

bahwa anak sudah cukup lama hidup.

Tanda – tanda perawatan, antara lain :

- keadaan tubuh sudah bersih dari darah dan verniks caseosa

- tali pusat telah terpotong dan diikat

- anak sudah berpakaian atau diberi susu

Untuk membuktikan PAS harus dapat ditentukan apakah bayi lahir hidup atau

lahir mati. Dari hasil pemeriksaan dalam secara makroskopik terlihat gambaran

mozaik pada kedua paru dan uji apung paru positif sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa pada kasus ini bayi lahir hidup. Seyogyanya juga harus

dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada paru, akan tetapi buku teks

menyebutkan bahwa paru dengan gambaran mozaik selalu memberikan hasil uji

apung paru yang positif yang bisa diasumsikan bahwa bayi sudah pernah bernafas.

Adanya asfiksia mekanik berupa pembengkapan dan pencekikan dapat

disimpulkan dari hasil pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam. Memar pada

lidah kiri memberikan petunjuk akibat pembengkapan. Sedangkan luka lecet pada

leher memberikan ciri-ciri yang khas sesuai dengan kasus pencekikan. Lebam
mayat yang luas (wajah, leher, belakang tubuh dan tungkai), bintik perdarahan

pada mata, pangkal batang tenggorok serta pada piala ginjal juga merupakan

temuan yang mendukung tanda-tanda asfiksia.

Pembengkapan dan atau pencekikan merupakan cara yang paling sering

digunakan dalam kasus PAS oleh pelaku, hal ini dilakukan untuk mencegah bayi

menangis agar tidak diketahui oleh orang lain bahwa ia melahirkan bayi. Bentuk

kekerasan lain yang ditemukan pada mayat bayi ini adalah kekerasan tajam pada

daerah kepala dan dada, serta kekerasan tumpul pada daerah kepala, lidah, dagu

dan leher. Luka terbuka pada daerah kepala merupakan kekerasan tajam yang

terjadi intravital karena ditemukan tanda-tanda intravitalitas seperti resapan darah

dan perdarahan pada kulit kepala. Tidak ditemukannya darah pada rongga dada

kanan maupun kiri sebagai akibat kekerasan tajam pada dada kanan menunjukkan

bahwa luka merupakan luka pasca mati. Tulang tengkorak yang patah dan

hancurnya jaringan otak menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi adalah

kekerasan tumpul. Beberapa studi menunjukkan bahwa asfiksia mekanik

merupakan metode yang paling sering digunakan, kekerasan tumpul jarang dan

kekerasan tajam amat jarang, hanya 2,1% dari keseluruhan PAS.

Metode – metode yang dapat dilakukan untuk penentuan identitas seseorang,

antara lain:

1. Metode visual

Dilakukan dengan memperlihatkan korban kepada anggota keluarga atau teman

dekatnya.
2. Pemeriksaan pakaian

Meliputi bahan pakaian, model pakaian, inisial merek.

3. Pemeriksaan dokumen

Seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), kartu

golongan darah, paspor, struk – struk pembayaran.

4. Pemeriksaan perhiasan

Seperti anting – anting, kalung, gelang, atau cincin.

5. Identifikasi medis

Meliputi pemeriksaan dan pencarian data bentuk tubuh, tinggi dan berat badan,

ras, jenis kelmin, warna rambut, warna tirai mata, cacat tubuh / kelainan

khusus, jaringan parut bekasi operasi / lka, tato, dsb.

6. Pemeriksaan serologis

Untuk menentukan golongan darah korban. Sampel dapat dari darah, rambut,

kuku, atau tulang.

7. Pemeriksaan sidik jari

Dengan membuat sidik jari langsung dari jari korban atau pada keadaan

dimana jari telah

keriput, sidik jari dibuat dengan mencopot kulit ujung jari yang mengelupas

dan mengenakan pada jari pemeriksa yang sesuai lalu dilakukan pengambilan

sidik jari.

8. Pemeriksaan gigi

Meliputi oencatatan data gigi (odontogram) dan rahang secara manual,

radiologis, dan
pencetakan gigi dan rahang.

9. Metode eksklusi

Dilakukan jika terdapat korban yang banyak dengan daftar tersangka korban

pasti seperti pada kecelakaan masal penumpang pesawat udara, kapal laut,

(melalui daftar penumpang). Bila semua korban kecuali satu yang terakhir

telah dapat ditentukan identitasnya dengan metoda identifikasi lain, maka

korban yang terakhir tersebut kangsung diidentifikasikan dari daftar korban

tersebut.

Pemeriksaan Pada Bayi Autopsi

Pada kasus dilakukan Autopsi forensik atau Autopsi mediko-legal. Yaitu

dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan Undang – Undang,

dengan tujuan :

a. Membantu dalam hal penentuan identitas

b. Menentukan sebab pasti kematian

c. Memperkirakan cara kematian. Wajar (natural death) atau tidak wajar.

Kematian wajar sebagai contoh, cedera atau luka akibat penyakit.

Sedangkan kematian tidak wajar adalah, akibat kecelakaan, bunuh diri, atau

pembunuhan.

d. Memperkirakan mekanisme kematian

e. Mengumpulkan serta mengenali barang-barang bukti

f. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta Visum et

Repertum.
g. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu penuntutan terhadap yang

bersalah

Pemeriksaan Hubungan Bayi dan Wanita

a. Identifikasi DNA

Setiap orang memiliki DNA yang unik. DNA adalah materi genetik yang

membawa informasi yang dapat diturunkan. Di dalam sel manusia DNA dapat

ditemukan di dalam inti sel dan di dalam mitokondria. Di dalam inti sel, DNA

membentuk satu kesatuan untaian yang disebut kromosom. Setiap sel manusia

yang normal memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom

somatik dan 1 pasang kromosom sex (XX atau XY). Kedua pola penurunan

materi genetik dapat diilustrasi seperti gambar sebelumnya. Dengan

perkembangan teknologi, pemeriksaan DNA dapat digunakan untuk

mengidentifikasi dan membedakan individu yang satu dengan individu yang lain.

Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan pribadi dan hukum

antara lain: tunjangan anak, perwalian anak, adopsi, imigrasi, warisan dan

masalah forensik (dalam Identifikasi korban pembunuhan). Hampir semua sampel

biologis dapat dipakai untuk tes DNA, seperti buccal swab (usapan mulut pada

pipi sebelah dalam), darah, rambut beserta akarnya, walaupun lebih dipilih

penggunaan darah dalam tabung (sebanyak 2ml) sebagai sumber DNA.


b. Aspek Hukum

Hasil tes ini hanya dapat digunakan sebagai referensi pribadi, kecuali jika

sampel yang diperiksa diambil melalui prosedur hukum (surat dan polisi atau

jaksa), maka sampel tersebut memiliki kekuatan hukum. Hingga saat ini

pengaturan mengenai penggunaan alat bukti tes DNA hanya diatur dalam

KUHAP. Berikut adalah beberapa paparan mengenai pengaturan mengenai alat

bukti tes DNA dari peraturan hukum tersebut berdasarkan ketentuan dalam

KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981). Sebagai produk hukum yang mengatur

mengenai pidana formil, di dalam KUHAP tidak banyak kita temui pengaturan

mengenai penggunaan alat bukti tes DNA sebagai alat bukti. Dalam hal ini hanya

terdapat satu pasal yang mengatur alat bukti, yaitu :

Pasal 184 KUHAP yang menyebutkan “Alat bukti yang sah ialah”;

(1) Keterangan saksi

(2) Keterangan ahli

(3) Surat

(4) Petunjuk

(5) Keterangan terdakwa

Mengingat pembuktian dengan menggunakan tes DNA memang tidak

diatur secara khusus dalam KUHAP, sehingga berakibat masalah legalitasnya

bersifat sangat interpretatif. Namun sebelum melangkah lebih jauh mengenai


memanfaatkan alat bukti tes DNA sebagai alat bukti di persidangan, berbagai

pemikiran dan ulasan serta kerangka pikir yang terbangun nampaknya sudah

mulai mengerucut bahwa alat bukti tes DNA paling dekat korelasinya dengan alat

bukti petunjuk.

B. KEKERASAN TERHADAP ANAK

Kekerasan, sebagai salah satu bentuk agresi, memiliki definisi yang

beragam. Meski tampaknya setiap orang sering mendengar dan memahaminya.

Salah satu definisi yang paling sederhana adalah segala tindakan yang cenderung

menyakiti orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau

permusuhan ( Abu Huraerah:2006). Masing-masing bentuk kekerasan memiliki

faktor pemicu dan konsekuensi yang berbeda-beda. Penderaan anak atau

penganiayaan anak atau kekerasan pada anak atau perlakuan salah terhadap anak

merupakan terjemahan bebas dari child abuse, yaitu perbuatan semena-mena

orang yang seharusnya menjadi pelindung (guard) pada seorang anak (individu

berusia kurang dari 18 tahun) secara fisik, seksual, dan emosional. Pengertian

kekerasan Menurut UU perlindungan anak no 23 tahun 2003 dalam Pasal 3 UU

PA adalah meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.

UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak adalah “Semua

bentuk perlakuan salah secara fisik dan/atau emosional, penganiayaan seksual,

penelantaran, atau eksploitasi secara komersial atau lainnya yang mengakibatkan

gangguan nyata ataupun potensial terhadap perkembangan, kesehatan, dan

kelangsungan hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam konteks hubungan


yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan”. Faktor penyebab

terjadinya kekerasan terhadap anak antara lain :

(1) Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku,

autisme, terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan

anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung kepada orang dewasa.

(2) Kemiskinan keluarga, banyak anak.

(3) Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam

jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah.

(4) Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan

mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak

diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah.

(5) Penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua.

(6) Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering

ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering

memperlakukan anak- anaknya dengan pola yang sama, serta

(7) Kondisi lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan. Namun, di

luar faktor-faktor tersebut, sebenarnya kekerasan struktural menjadi

problem utama kehidupan anak-anak Indonesia.

Menurut Emmy (2007) Komisi Perlindungan Anak Indonesia kekerasan

terhadap anak terbagi atas: kekerasan fisik, penelantaran, kekerasan seksual, dan

kekerasan emosional. Namun antara kekerasan yang satu dengan lainnya saling

berhubungan. Anak yang menderita kekerasan fisik, pada saat yang bersamaan

juga menderita kekerasan emosional. Sementara yang menderita kekerasan


seksual juga mengalami penelantaran. Secara umum ciri-ciri anak yang

mengalami kekerasan adalah sebagai berikut :

- Menunjukkan perubahan pada tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.

- Tidak memperoleh bantuan untuk masalah fisik dan masalah kesehatan yang

seharusnya menjadi perhatian orang tua.

- Memiliki gangguan belajar atau sulit berkonsentrasi, yang bukan merupakan

akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu.

- Selalu curiga dan siaga, seolah-olah bersiap-siap untuk terjadinya hal yang

buruk.

- Kurangnya pengarahan orang dewasa.

- Selalu mengeluh, pasif atau menghindar.

- Datang ke sekolah atau tempat aktivitas selalu lebih awal dan pulang terakhir,

bahkan sering tak mau pulang ke rumah.

C. UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBUNUHAN DAN KEKERASAN

TERHADAP ANAK

1. Pasal 341 KUHP

Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada

ketika dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah dilahirkan, karena takut

ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap

anak, dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.


2. Pasal 342 KUHP

Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang

diambilnya sebabtakut ketahuan bahwa ia tak lama lagi akan melahirkan anak,

menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian

dari pada itu, dihukum karena pembunuhan anak yang direncanakan

(kindermoord) dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun. Pasal-

pasal diatas (pasal 341 dan 342) berlaku jika dan hanya jika pembunuh adalah ibu

kandung sendiri. Apabila pembunuh bukan ibu kandung, berarti orang tersebut

dihukum karena pembunuhan tanpa rencana (pasal 338; ancaman pidana 15

tahun) atau pembunuhan berencana (pasal 339 dan 340 ancaman pidana 20 tahun,

seumur hidup, atau hukuman mati)

3. Pasal 343 KUHP

Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan

dalam pasal 341 dan342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau

pembunuhan.

4. Pasal 181 KUHP

Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau

menghilangkan mayat

dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak

empat ribu lirna ratus rupiah.


5. Pasal 308 KUHP

Bila seorang ibu, karena takut akan diketahui orang bahwa ia telah

melahirkan anak, menempatkan anaknya itu untuk ditemukan atau

meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, maka

maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.

6. Pasal 305 KUHP

Barang siapa menempatkan anak yang berumur di bawah tujuh tahun

untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan

diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam

bulan.

7. Pasal 306 KUHP

(1) Bila salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 304 dan 305 mengakibatkan

luka-luka berat, maka yang bersalah dianeam dengan pidana penjara paling

lama tujuh tahun enam bulan.

(2) Bila mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun Apabila bayi yang lahir mati itu sebelumnya

masih dapat hidup di dalam kandungan ibunya, namun karena usaha-usaha

tertentu mengakibatkan pengeluaran janin tersebut sebelum waktunya, terkena

pasal :

1. Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana

paling lama empat tahun


2. Pasal 347 :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana

penjara paling lama dua belas tahun

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan

pidana penjara paling lama lima belas tahun

3. Pasal 348 :

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungan seorang wanita

dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan

pidana penjara paling lama tujuh tahun.

4. Pasal 349

Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan

kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu

melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan

348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah

sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam

mana kejahatan dilakukan. Kekerasan Pada Anak Menurut UU

Perlindungan Anak Definisi anak menurut Undang-Undang Perlindungan

Anak No 23 tahun 2002; Anak adalah seseorang yang belum berusia 18

tahun, termasuk anak dalam kandungan. Definisi undang-undang ini


mencakup janin, bayi, anak-anak sampai berumur 18 tahun. Undang-

undang ini juga mengatur tanggung jawab sosial anak dan tanggung jawab

anak dimuka hukum. Kekerasan (Bullying) menurut Komisi Perlindungan

Anak (KPA) adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang

yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak

mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk

melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma/depresi

dan tidak berdaya.

Batas-batas kekerasan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

nomor 23 tahun 2002 ini, Tindakan yang bisa melukai secara fisik maupun psikis

yang berakibat lama, dimana akan menyebabkan trauma pada anak atau kecacatan

fisik akibat dari perlakuan itu. Dengan mengacu pada defenisi, segala tindakan

apapun seakan-akan harus dibatasi, dan anak harus dibiarkan berkembang sesuai

dengan hak-hak yang dimilikinya (Hak Asasi Anak). Hak anak untuk menentukan

nasib sendiri tanpa intervensi dari orang lain.


BAB III

PENUTUP

Kasus-kasus pembunuhan bayi (infantisid), untuk mengetahui:

(1) Siapa orang tua bayi

(2) Berapa umur bayi, berkenan dengan penetapan berat ringannya sanksi dalam

kasus abortus kriminalis, seperti yang diatur dalam KUHP pasal-pasal 306, 308,

342 dan 349. Umur bayi dalam bulan dapat diperkirakan berdasarkan ukuran

panjang badan menurut Haase (puncak kepala-tumit) atau menurut Streeter

(puncak kepala-tulang ekor). Untuk mengetahui apakah bayi lahir hidup atau mati

dapat diektahui melalui tes apung paru-paru atau dapat juga melalui pemeriksaan

histologis garis-garis neonatal gigi.

Mengenai garis-garis neonatal ini, disebutkan bahwa proses mneralisasi

pada gigi berlangsung kontinyu dan ritmis, fase aktif dan istirahat silih berganti

dalam keseimbangan yang halus dan peka. Ritme perkembangan ini berpola,

terlihat sebagai garis-garis sejajar disebut garis-garis pertumbuhan (incremental

lines) “Retzius” dalam email dan “Owen” dalam dentin. Pada gigi geligi yang

proses kalsifikasinya mulai prenatal, yaitu gigi-gigi susu dan geraham tetap

pertama, disebutkan tampak dalam penampang mikroskopis ada garis-garis

pertumbuhan yang menyimpang polanya dan bentuknya lain. Hal ini disebabkan

karena goncangan dan perubahan dalam metabolisme mineral pada saat lahir,

karena pengaruh makanan dan perubahan lingkungan. Sejumlah garis


pertumbuhan yang menunjukkan aksentuasi sesaat lahir, dinamakan garis-garis

neonatal.

Upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak jelas menjadi kewajiban

pemerintah, yang didukung oleh keluarga dan masyarakat. Masyarakat Indonesia

modern ternyata belum sadar bahwa anak memiliki hak penuh untuk diperlakukan

secara manusiawi. Anak harus mendapatkan jaminan keberlangsungan hidup dan

perkembangannya di bawah naungan ketetapan hukum yang pasti, yang harus

dijalankan semua pihak, baik keluarga masyarakat maupun pemerintah (negara).

Sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta jauh dari berbagai

tindak kekerasan. Kita menyadari bahwa kekerasan telah meremukkan kekayaan

imajinasi, keriangan hati, kreatifitas, bahkan masa depan anak-anak kita.


DAFTAR PUSTAKA

1. Afandi D, Swasti D, dkk. Pembunuhan anak sendiri (PAS) dengan kekerasan

multipel. Maj Kedokt Indon 2008, Vol 5, No.9.

2. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Cetakkan Kedua. Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994.

3. Elfia Desi & Vivik Shofiah. Hubungan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak

(Child Abuse) dengan Konsep Diri. Fakultas Psikologi UIN Suska Riau: Jurnal

Psikologi, Vol.3 No. 2, 2007.hal. 16

4. Putrika P.R. Gharini. ( 2004) . ‘Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan

Tinjauan Agama . Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma

ke-3, 13-19 September 2004

Anda mungkin juga menyukai

  • Otitis Media Efusi
    Otitis Media Efusi
    Dokumen29 halaman
    Otitis Media Efusi
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Abstrak Document
    Abstrak Document
    Dokumen1 halaman
    Abstrak Document
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Bab 8 Aye
    Bab 8 Aye
    Dokumen1 halaman
    Bab 8 Aye
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada AIDS
    Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada AIDS
    Dokumen19 halaman
    Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada AIDS
    Adiwena Swardhani Rahayu
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Neuropati Dan Ulkus
    Neuropati Dan Ulkus
    Dokumen20 halaman
    Neuropati Dan Ulkus
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Insomnia 2
    Insomnia 2
    Dokumen19 halaman
    Insomnia 2
    Regina Caecilia
    Belum ada peringkat
  • Demam Typhoid
    Demam Typhoid
    Dokumen47 halaman
    Demam Typhoid
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Pcos Bab II
    Pcos Bab II
    Dokumen22 halaman
    Pcos Bab II
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • Lapkas New
    Lapkas New
    Dokumen14 halaman
    Lapkas New
    sasaraisma
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustak1
    Daftar Pustak1
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustak1
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat
  • JURNAL
    JURNAL
    Dokumen1 halaman
    JURNAL
    tiara asa juwita
    Belum ada peringkat