2
DAFTAR ISI
Tropical Medicine
DAFTAR ISI
Dengue Hemorrhagic Fever ………………..……....………. 1
dr. Doni Priyambodo Wijisaksono, Sp.PD
TB-HIV …..……………………………………………………... 32
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
Trematoda ………………………………………………………... 54
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Epidemiologi
Alur
DEN virus
Tatalaksana
DHF
Klasifikasi & Aedes
Diagnosis Aegypti
Manifestasi
1
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
• Dengue ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, paling
banyak di wilayah urban dan semi urban
• Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk dengue, namun perawatan
medis yang sesuai seringkali dapat menyelamatkan nyawa pasien dengan
penyakit serius
• Satu-satunya cara untuk mencegah persebaran virus dengue adalah
dengan cara membasmi nyamuk yang merupakan vektor penyakit
Virus Dengue
2
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
• Merupakan Single-stranded RNA yang menyebabkan infeksi Dengue,
ringan maupun berat
• Terdapat 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3 & DEN-4.
• Dengue-3 (DEN-3) merupakan serotipe terbanyak, paling sering
menyebabkan DBD berat, dan yang paling luas distribusinya, selanjtnya
disusul oleh DEN-2, DEN-1, & DEN-4.
Aedes aegypti
• Virus Dengue ditransmisikan oleh nyamuk
betina yang terinfeksi
• Terutama menggigit pada pagi hingga siang
hari
• Hidup disekitar lingkungan tempat tinggal
manusia
3
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
• Menetaskan telur dan memproduksi larva di tempat air buatan
Manifestasi Klinis
Berdasarkan WHO, 2007, sindrom klinis Dengue dibedakan menjadi:
1. Undifferentiated fever
2. Classic dengue fever
3. Dengue hemorrhagic fever
Undifferentiated Fever
Dengue Fever
Merupakan demam akut dengan durasi 2-7 hari (terkadang dengan 2 puncak
demam) dengan diikuti dua atau lebih manifestasi berikut:
• Sakit kepala
• Nyeri retro orbital
• Myalgia/arthralgia
• Ruam
• Perdarahan (petekie dan tourniquet test +)
• Leukopenia.
4
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
5
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Klasifikasi dan Tingkat Keparahan Dengue
6
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Diagnosis Dengue
Diagnosis dengue dapat ditegakkan melalui metode langsung dan tidak langsung.
7
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Periode Waktu Gambaran Klinis, Laboratorium, dan Serologis Infeksi Dengue
8
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Pendekatan Bertahap untuk Pengelolaan Dengue
Merupakan pasien yang mampu mengonsumsi cairan melalui per oral dan buang
air kecil minimal satu kali dalam enam jam, tidak terdapat warning sign,terutama
ketika demam reda.
9
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
• Minta keluarga untuk segera membawa pasien ke Rumah Sakit apabila:
tidak ada perbaikan klinis, penurunan kesadaran, nyeri abdomen berat,
muntah persisten, menggigil dan akral basah, letargi atau iritabilitas,
perdarahan (feses hitam atau muntah darah), tidak berkemih selama lebih
dari 4-6 jam.
10
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
dengan cepat, tingkatkan cairan menjadi 5-10ml/kg/jam untuk 1-2 jam.
Cek ulang status klinis dan hematokrit, dan berikan cairan berdasarkan
hasil tersebut.
11
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
12
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
13
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
14
Wisnu Nadia - Itqi
Dengue Hemorrhagic Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Perdarahan berat dapat diketahui dari:
Perdarahan mukosa mungkin terjadi pada semua pasien dengan dengue, namun
jika pasien tetap stabil dengan resusitasi cairan, perdarahan digolongkan sebagai
minor. Perdarahan mungkin meningkat cepat selama masa recovery. Pada pasien
dengan trombositopenia parah, pastikan pasien bed rest total dan terhindar dari
trauma untuk menghindari resiko perdarahan. Jangan berikan injeksi IM untuk
menghindari hematoma. Harus dipahami bahwa transfusi platelet profilaktik
untuk trombositopenia berat pada pasien stabil adalah tidak efektif dan tidak
diperlukan.
15
Wisnu Nadia - Itqi
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
Assalamualaikum guys. Ini materi terakhir dr. Sri Sundari ya. Mepet sekali dengan ujian.
Semangat baca... btw, kalau bingung baca materinya inget-inget pelajaran pembentukan
DNA RNA yaaa
Misal nih kita menemukan kasus dimana ada seorang laki-laki datang
dengan keluhan demam 7 hari dengan hasil lab gambaran eritrosit membesar dan
1
cincin (tropozoit muda) eritrositnya. Maka kita seabagai dokter mau ngapain
3
dulu?
Jawaban :
16
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
Primakuin per oral selama 14 hari. Namun obat ini kontraindikasi
terhadap defisiensi G6PD (maka dari itu G6Pdnya harus di cek dulu)
dan pada kehamilan/ibu hamil.
Chloroquine
Fancidar (sulfadoxine-pyrimethamine)
Mefloquine
Malarone (atavaquone-proguanil)
Nb:
17
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
• Jangan lupa untuk diberikan :
- Doxycycline ini merupakan antibiotik yang harus dikombinasikan
dengan obat anti malaria
- Quinine
Klorokuin
Fisiologi normal :
Resistensi klorokuin
Sulfadoxime-pyrimethamine
Fisiologi normal :
Resistensi Sulfodoxime-pyrimethamine :
18
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
• Resistensi terjadi karena adanya akuisisi sekuensial mutasi pada gen
dihydrofolate reduktase (DHFR)
Titik mutasi pada DFHR mengurangi afinitas untuk pririmetamin
- Sehingga terjadi pergantian asparagin menjadi serin di posisi 108
Atovaquone-proguanil
Fisiologi normal
Resistensi Atovaquone-proguanil
• Pergantian dari serin menjadi tirosin pada kodon 268 dari sitokrom b gen
Y2685 memungkinkan terjadi resistensi terhadap atovakuon dan
kombinasi
Doxycycline
Fisiologi normal :
Resistensi Doxycycline
19
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
• Pembentukan kompleks obat ini akan toksik untuk parasit dengan cara
mengikat heme
20
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
Terapi Malaria
Jika pasien mampu mengontrol obat, Malaria tanpa komplikasi dapat
diberikan obat-obatan Per Oral. Jadi tidak perlu obat-obatan IV.
21
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
• Tidak ada rekomendasi umum yang cukup, sejak terjadi resistensi yang
meluas di seluruh dunia
• Pasien yang belum pernah terpapar malaria falciparum harus sering
diobservasi di rumah sakit karena komplikasi berat dapat terjadi dengan
cepat dalam 48 jam jika tidak ada respon terhadap terapi
Sangat jarang ada pasien dengan malaria non-falcparum
membutuhkan perawatan di rumah sakit (jadinya bisa aja rawat jalan).
Terapi
Efek samping
Nb: Gunakan Primaquin pada penderita malaria P. Vivax atau P. Ovale tanpa defisiensi
G6PD .
22
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
Terapi
Kontraindikasi
Efek samping
Terapi
23
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
Indikasi
*Clindamycin dapat digunakan untuk pengganti doxycycline saat hamil atau anak
kurang dari 8 tahun
Nb : Tetap mengkonsumsi obat ini selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik
Terapi
24
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
• Ditoleransi dengan baik dan jarang terjadi resisten
25
Wisnu Shiddiq
Terapi Malaria
dr. Sri Sundari
Maksimal 1800 mg sampai dapat digunakan obat PO
Nb:
_Alhamdulillah_
26
Wisnu Shiddiq
DRAFT PEDOMAN
PENANGGULANGAN/PENANGANAN
MALARIA
DI DAERAH BENCANA
Komposisi obat :
Artesunat : 50 mg/ tablet
Amodiakuin : 200 mg/ tablet ≈ 153 mg amodiakuin base / tablet
Semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia < 1 tahun) diberikan tablet Primakuin (1
tablet berisi: 15 mg primakuin basa ) dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral, dosis tunggal
pada hari I (hari pertama minum obat).
Dosis pada tabel diatas merupakan perhitungan kasar bila penderita tidak ditimbang berat
badannya. Dosis yang direkomendasi berdasarkan berat badan adalah:
Artesunat: 4 mg/kgBB dosis tunggal/hari/oral, diberikan pada hari I, hari II dan hari III
ditambah Amodiakuin: 25 mg basa/kgBB selama 3 hari dengan pembagian dosis: 10 mg
basa/kgBB/hari/oral pada hari I dan hari II, serta 5 mg basa/kgBB/oral pada hari III.
Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua seperti
tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10–14 > 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun
1 Kina *) *) 3x½ 3x1 3 x 1½ 3x2
Tetrasiklin / - - - - - 4 x 1/1x1
doksisiklin
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
2-7 Kina *) *) 3x½ 3x1 3 x 1½ 3x2
Tetrasiklin / - - - - - 4 x 1/1x1
doksisiklin
Keterangan:
*) Kina:
Pemberian kina pada anak usia < 1 tahun harus berdasarkan berat badan (ditimbang berat
badannya). Dosis kina: 30 mg/kgbb/hari (dibagi 3 dosis).
I. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun
II. Dosis doksisiklin untuk anak usia 8 – 14 tahun: 2 mg/kg BB/hari
III. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin
IV. Dosis Tetrasiklin: 25-50 mg/ kgBB/4 dosis/hari atau 4 x 1(250 mg) selama 7 hari;
tetrasiklin tidak boleh diberikan pada umur < 12 tahun dan ibu hamil.
V. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 1 tahun.
VI. Dosis primakuin: 0,75 mg/kgbb, dosis tunggal.
Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua seperti
tabel 4 di bawah ini.
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
1/3 penduduk di dunia atau sekitar 2 milyar telah terkena TBC. TBC sangat
berhubungan dengan sistem imun. Jika sistem imun seseorang turun bisa jadi
akan muncul TBC dalam tubuhnya (TB Reaktivasi). Jadi secara epidemiologi
seseorang dengan HIV akan menyebabkan TBC meningkat. Di wilayah Asia
pasifik dan Asia tenggara mobiditas dan mortalitas karena TBC terus meningkat .
Sebagian besar pasien HIV meninggal karena TBC. Oleh karena itu perlu
tatalaksana yang holistik yaitu mengelola TBC dan juga HIV nya.
32
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
33
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
HIV dapat menjadikan seseorang menjadi MDR (Multi drug resisten). Dari
pengalaman klinis dokter Sumardi, pasien yang MDR TBC kebanyakan mengidap
HIV karena pengobatan TBC sanagt berhubungan dengan sistem Imun. Standart
pengobatan TBC-HIV adalah 9 bulan. Jika hanya dengan TBC cukup 6 bulan.
Jika TBC otak dengan HIV standar pengobatannya sampai 2 tahun. Pengobatan
yang lama ini tidak menjamin pasien akan sembuh total.
34
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
35
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
TB ekstra paru lebih sering pada pasien dengan HIV (+) dibandingkan populasi
umum. Adanya TB ekstra paru pada pasien HIV merupakan tanda bahwa
penyakitnya sudah lanjut
Jenis TB Ekstra paru ,diantaranya :
Kelenjar getah bening
Pleura, Pericardia
Saluran kemih dan alat kelamin
Jaringan saraf pusat: meningitis, cerebral
Tulang dan sendi
Saluran Cerna
Payudara, dll
Bila menemukan TB ekstra paru ingat TB HIV
Klinis TB-HIV
• Extra pulmonary and smear-negative pulmonary TB cases in HIV(+) patients
more difficult to diagnose
• Tahun 2009 di Sardjito7 pasien berumur muda dengan appendicitis
TB4 diantaranya HIV(+)
Latent TB Infection (LTBI)
• Pernah terinfeksi TB, tanpa keluhan, tanpa gejala
• Pasien dengan LTBI apabila terinfeksi HIV akan cepat menjadi TB aktif
• Pada pasien HIV : Pasien dengan LTBI menjadi aktif 3-12 kali >
populasi umum
Diagnosis LTBI pada pasien HIV :
Gejala Klinis tidak ditemukan
Mantoux test : HIV (Immunokompromais ) < 5 mm (+)
Laboratoriumsangat berkembang saat ini
36
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
37
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
38
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
PENEMUAN KASUS TB PADA PASIEN HIV
Klasifikasi dan Tipe Pasien
1. Berdasarkan organ tubuh yang terkena :
• TB Paru
• TB Ekstra paru
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :
• BTA Positif
• BTA Negatif
3. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :
• Kasus baru
• Kasus yang sudah pernah diobati
• Kasus Pindahan
• Kasus lain (tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
kembali diobati dengan BTA negatif)
4. Berdasarkan Status HIV : TB dengan HIV (+)
39
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
40
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
41
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
42
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
Menghilangkan gejala sementara
Kemungkinan timbulnya resistensi
• Antibiotik golongan quinolon ini dicadangkan sebagai OAT lini kedua
43
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
Ketika CD4 masih 200 akan terlihat masih normal, tetapi jika sudah dibawah 200
biasanya terdapat pola khas di radiologi paru nya. Efusi dengan manifestasi gejala
sesak sering ditemukan pada pasien TBC.
Terlihat seluruh lapang paru telah Paru relatif normal dengan BTA (-)
terkena infeksi TBC. tetapi setelah di cek GeneXpertnya
(+). Pasien ini terlihat sehat bugar.
44
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
TBC nya muncul kembali.
BTA (-) tapi pake gen-expert positif
CXR TB-HIV (demam 1 bulan, berat
bada turun >10%, Stage 4, batuk)
Terlihat normal, tapi sangat kurus
Problem Diagnosis
• Apusan sputum AFB negatif (hanya 40% (+) di rumah sakit sarjdjito dengan
pasien HIV/AIDS)
• Penampakan yang tidak spesifik pada CXR paru
• PPD skin test yang tidak reaktif
Problem Pengobatan
45
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
• Infeksi tuberkulosis muncul kerika seseorang membawa tuberkel bacili di
tubuhnya, tapi bakterianya kecil dan pada fase dorman
• Rifampicin vs Nevirapin (NNRTI)
Nevirapin diganti dengan stavudin
• Rifampicin vs Protease Inhibitor (PI)
Rifampicin diganti dengan rifambutin
• Zidovudin vs Anemia
Zidovudin diganti dengan stavudin
• IRIS (Immune Reconstitution Inflamatory Syndrome) – diobati tambah
jelek dengan penapakan menjadi baik, lalu menjadi jelek dengan BB yang
naik, dan limfonodi keliatan, dengan leher seperti leher badak, dikarenakan
perbaikan sistem imun yang terlalu cepat.
Steroid Oral
Jangan berhentikan ARV
• Coincidencce Hepatitis B&C (flare) – biasanya pasien meninggal karena obat
TB, biasanya pengguna narkoba injeksi
Disebabkan oleh OAT?
Disebabkan oleh ARV?
46
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
pasien TB dengan risiko tinggi terpajan HIV
• Pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi : pendekatan yang terintegrasi
untuk pencegahan dan penatalaksanaan kedua infeksi.
47
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
Paduan OAT
TB baru diobati TB pernah diobati
Kategori 1 Kategori 2
2 RGZE 4RH 2 RHZES 1 RHZE 5 RHE
2 RHZE 4 R3H3 2 RHZES 1 RHZE 5
R3H3E3
Pada pasien koinfeksi TB-HIV : OAT fase lanjutan dianjurkan setiap hari, Obat
KDT(FDC) sangat direkomendasi
48
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
• Pasien TB dan infeksi HIV juga harus diberi kotrimoksasol sebagai
pencegahan infeksi lainnya (PCP)
• Semua pasien dengan TB dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk
menentukan perlu/tidaknya pengobatan antiretroviral selama pengobatan
TB.
• Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat antiretroviral seharusnya
dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi.
• Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh
ditunda.
• Pasien TB dan infeksi HIV juga harus diberi kotrimoksasol (bisa bikin
meninggal karena melepuh) sebagai pencegahan infeksi lainnya (PCP)
49
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
50
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
Terapi Pencegahan Isoniazid ISTC Standard 16.
Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi dengan seksama, tidak
menderita tuberculosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi tuberculosis laten
dengan isoniazid selama 6-9 bulan.
• Program IPT Telah dilakukan implementasi awal pada beberapa RS.
• Saat ini sedang dilakukan perluasan implementasi IPT
• ISTC ed 3 : IPT merupakan fokus tambahan
51
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
Kesuksesan ini tergantung pada sejauh mana program TB dan HIV dapat
berkerja sama
• memanfaatkan sinergi yang ada
• mengembangkan cara-cara baru untuk memberikan perawatan canggih
dalam skala besar untuk beberapa orang yang kurang mampu
• menemukan cara kreatif untuk mengurangi penularan, terutama HIV.
• Bekerja satu langkah lebih, dan terus-menerus, tidak berhenti !!!
Kesimpulan
• Program penanggulangan Tuberkulosis harus ditingkatkan sehubungan
angka prevalensi HIV yang semakin meningkat dan berperan dalam
kontribusi meningkatan infeksi TB.
• Kolaborasi TB-HIV sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan
dalam penanggulangan TB-HIV.
• Diagnosis dini TB pada pasien HIV dan diagnosis dini HIV pada pasien TB
perlu ditingkatkan untuk mempercepat pemberian terapi dan meningkatkan
keberhasilan pengobatan.
• Pada pasien TB HIV , pemberian OAT harus disegerakan
• Antiretroviral diberikan segera mungkin setelah toleransi OAT baik (2-8
minggu, tanpa melihat nilai CD4)
• Pada pasien HIV yang terdiagnosis TB segera diberikan Kotrimoksazol
untuk mencegah infeksi lainnya
• Pencegahan TB pada pasien HIV dengan pemberian Isoniazide (IPT)
belum direkomendasi di Indonesia, masih dalam implementasi awal.
• Manajemen TB-HIV mengikuti ISTC 14-17
52
Wisnu Irham, Bimo
TB-HIV
dr. Sumardi, Sp.PD (KP)
TB. Diliat dari fisiologisnya beruang-ruang jadinya bisa aja TB tidur
Dulu ada mahasiswa yang stress karena skripsi, dulunya ada flek terus karena
stress ya muncul deh TBnya. Dan ada lagi tu sang istri yang jagain suami TB, dan
si istri di skrining di foto rontgen dan bta semua bersih dan negatif, kenapa
gitu?karena makrofagnya makan TB
Bisa aja kan ya yang dulu flek terus gedenya jadi boss, sedentary lifestyle dan
makan enak terus, eh timbul DM. Udah timbul DM timbul lagi TB yang tidur.
Wasalam deh he he he.
53
Wisnu Irham, Bimo
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
1. Endoparasitik
2. Termasuk cacing pipih (platyhelminthes)/ Cacing daun
3. Bentuk pipih, seperti daun, tidak bersegmen, hermafrodit (kecuali
trematoda darah)
4. Mempunya 2 alat isap yaitu alat isap mulut dan alat isap perut
5. Porus ekskretorius terletak di pertengahan badan bagian posterior
6. Stadia perkembangan pada mollusca dengan tida atau lebih generasi dan
membutuhkan
dua atau lebih hospes
7. Larva bersilia disebut mirasidium
8. Muara saluran genital jantan dan betina terdapat di dekat ventral succer
(penghisap
ventral) disebut porus genitalis.
9. Habitat: usus, hati, paru, darah.
54
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
55
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Trematoda Usus
1. Epidemiologi:
a) Penyebaran : Asia Tengah (Cina, Taiwan, Vietnam) dan Asia Tenggara
(Thailand,Malaysia, Indonesia).
b) Penularan melalui termakannya metaserkaria yang terdapat pada
tumbuhan air (yaitu Fasciolopsis buski biasa disebut juga dengan cacing
daun), ikan (Heterophyids), atau keong (Echinostoma ilocanum).
2. Spesies:
Yang termasuk didalamnya adalah
a) Fasciolopsis buski,
b) Echinostoma,
56
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
c) Heterophyids (Heterophyes-heterophyes dan Metagonimus yokogawai),
d) Gastrodiscoides hominis
3. Habitat:
a) Di usus halus (duodenum, jejunum)
b) Usus besar (G. hominis)
4. Siklus Hidup Fasciolopsis buski
5. Patologi:
a) Cacing daun melekatkan diri pada mukosa usus, menyebabkan:
peradangan, ulserasi dan hemoragi.
57
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
b) Infeksi berat yang disebabkan oleh F. buski : obstruksi usus, ileus
akut, absorbsi metabolit cacing yang toksik atau alergik yg
menyebabkan edema umum dan ascites
6. Gejala Klinis:
Gejala klinis terbagi menjadi 3:
a) infeksi ringan: tanpa adanya gejala.
b) Infeksi sedang ditandai dengan: nyeri epigastrik, mual dan diare,
terutama pagi hari.
c) Infeksi berat ditandai dengan: diare, feses berwarna kuning terang dan
mengandung makanan tak terdigesti (disebut giardiasis), tidak adanya
absorbsi vit B12, edema umum dan ascites (toxin/ malabsorbsi jika
sudah lama).
7. Diagnosis
b) HINDARI!!!
58
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
iii. keong mentah yang terkontaminasi metaserkaria (terdapat
Echinostoma)
Trematoda Hati
Clonorchis sinensis
CE= cecum, OS= oral sucker, PH= pharynx, AC= ventral sucker, UT=uterus,
VT= vitellaria, TE= testis
59
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Fasciola Hepatica
1. Distribusi Geografis
c) F. gigantica di Hawaii.
2. Spesies
60
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
3. Siklus Hidup Clonorchis sinensis
61
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
5. Patologi
6. Gejala Klinis
7. Diagnosis
62
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
b) USG cacing dewasa di hepar;
63
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Trematoda Paru
1. Epidemiologi
64
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
4. Symptoms
5. Diagnosis
65
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Trematoda Darah
1. Epidemiologi
a) Diperkirakan 250 juta orang terinfeksi dan 600 juta berisiko terinfeksi.
b) Distribusi geografis:
66
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
S. mansoni: Afrika, Arabia, Brazil Venezuela, Suriname
2. Siklus Hidup
67
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Penyakit ini ditularkan melalui fecal oral. Telur cacing yang ikut keluar
bersatu dengan feces manusia mencemari air maupun tanah. Di lingkungan
tersebut telur berkembang menjadi mirasidium dan akan penetrasi ke
dalam tubuh siput cercaria yang berada di air itulah yang akan masuk ke
tubuh manusia. Manusai akan terinfeksi karena cercaria tumbuh menjadi
cacing dewasa dalam tubuh manusia.
3. Patologi - Simptom
68
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
d) Pembesaran vena esophagus dan gastrium mengakibatkan rupturnya
vena tersebut.
69
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
4. Diagnosis
70
Wisnu Rizallurosidin
Trematoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Telur S. japonicum (55 - 65 x 70 –
100 mikrometer) lebih membulat
dengan tonjolan duri kecil di
samping (cenderung tidak
terlihat).
Telur S. hematobium di urin (55 -
65 x 110 – 170 mikrometer)
mempunyai tonjolan di ujung
a) Praziquantel 40 mg/kg BB
1) dosis tunggal S. mansoni, S. haematobium, S. intercalatum.
2) 3 x 20 mg/kg BB S mansoni, S. haematobium, S. japonicum, S. mekongi
b) Hindari kolam yang terinfeksi, Pengendalian ditujukan pada perbaikan
sanitasi, pembuangan sampah dan pemberantasan keong.
c) Belum ada vaksin.
71
Wisnu Rizallurosidin
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
Polio
PENDAHULUAN
• WHO memulai Program Eradikasi Polio (ERAPO) pada tahun 2000
♥ Satu-satunya reservoir dari virus ini adalah manusia
♥ Virus polio tidak dapat bertahan hidup lama di luar tubuh manusia
♥ Adanya vaksin yang cukup efektif dan murah
• Indonesia:
♥ Terakhir ditemukan VPL (virus polio liar) th 1995 di Jatim
♥ April 2005: di Sukabumi outbreak
VIRUS POLIO
• Virus RNA, termasuk dalam kelompok enterovirus, famili Picornaviridae.
• 3 macam serotipe (strain) yaitu P1 (Brunhilde), P2 (Lansing) dan P3 (Leon)
• Tipe 1 yang paling paralitogenik
• Sifat: mati panas, formaldehid, klorin, pasteurisasi (600C selama 30
menit) dan sinar ultraviolet, direndam Na-hipoklorit 1% atau kaporit.
• Tahan sabun, alkohol dan lisol.
72
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
GEJALA KLINIS
• Masa inkubasi: 6-20 hari
D. Poliomielitis paralitik
73
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
– Lumpuh layuh atau paralisis flaksid: < 2%
– Fase prodromal demam bifasik terutama pada anak-anak dengan
permulaan gejala ringan dipisahkan oleh periode 1-7 hari dari gejala utama.
Demam Bifasik yaitu demam dengan 2 episode yang berbeda (pelana kuda/
saddleback fever), demam pertama dengan durasi 2-3 hari, kemudian turun
sampai dengan hari ke-5, kemudian demam lagi bahkan kenaikan suhu bisa
lebih tinggi.
– Tipe spinal:
• Hilangnya refleks superfisial, permulaan meningkatnya refleks tendon
dalam (deep tendon), rasa nyeri otot dan spasme pada anggota tubuh dan
punggung.
• Paralisis flasid disertai hilangnya refleks tendon dalam
• Dari proksimal, asimetris, permanen tanpa kehilangan sensori dan
kesadaran
– Tipe bulbar:
• Kerusakan motorneuron pada batang otak
• Insufisiensi pernafasan, kesulitan menelan, tersedak, kelumpuhan pita
suara dan kesulitan bicara
– Tipe bulbospinal kombinasi antara paralisis bulbar dan spinal.
• Strain virus
• Usia semakin muda makin berat
• Aktifitas fisik dan trauma
• Tonsilektomi
• Suseptibilitas genetik
• Kehamilan
74
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
DIAGNOSIS
A. Perjalanan klinis:
Panas pada permulaan sakit, terjadi perubahan paralisis yang cepat menjadi
maksimal (dalam waktu 4 hari)
Kelumpuhan layu, proksimal, unilateral dan tidak adanya gangguan sensori.
Gejala residual (permanen) : 60 hari
B. Virologi:
Feses: 2 minggu pertama kelumpuhan
Faring: kurang sensitif
C. LCS:
Jumlah sel lekosit (10-200 sel/mm3), sebagian besar limfosit)
Terjadi kenaikan kadar protein ringan (40-50 mg/100ml
DIAGNOSIS BANDING
• Acute anterior poliomyelitis
Strain lain virus Enterovirus, enterovirus 70 dan 71; virus coxsackie
A4,6,7,11,14,18,21; virus coxsackie B1-6; virus Echo 1-4,6,7,9,11,14,16,19,30
• Acute myelopathy
Proses desak ruang (abseb paraspinal, tumor atau hematoma); mielopati
transverses idiopati akut
• Peripheral neuropathy
Guillain Barre sindroma; neuropati demielinating akut, neuropati aksonal akut;
pasca pemberian vaksin rabies; neuropati dalam perjalanan penyakit seperti
difteri, rabies, lyme, borrelios, intoksikasi logam berat, toksin biologis
• Penyakit sistemik
Porpiria intermiten akut; neuropati pada penyakit kritis
• Kelainan transmisi neuron
Miastenia gravis; gigitan ular; botulisme; intoksikasi insektisida; tick paralisa
• Kelainan otot
Miopati inflamasi idiopatis; trichinosis; hipokalemia dan hiperkalemia paralisa,
termasuk familial periodic paralysis.
TATA LAKSANA
• Fase akut:
– Di RS 1-2 minggu, diisolasi untuk cegah penularan
– Suportif, analgetik, istirahat total
– Foot board atau splint untuk mencegah kontraktur ankle pada posisi fleksi
dan exorotasi hip.
75
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
PENCEGAHAN
1. Imunisasi: OPV dan IVP, vaksin trivalen
2. Imunisasi awal: pada saat lahir
76
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
3. Dilanjutkan: 2, 3, 4 bulan (interval 4-8 mg)
4. ASI tidak mempengaruhi respon imun
5. Bila muntah < 10 menit, diulang
OPV
• Hidup yang dilemahkan *lemah tanpamu*
• Murah, mudah
• Efektif: Pemberian 1 dosis memberikan kekebalan pada 50 % resipien, 3 dosis
akan meningkatkan kekebalan sampai 95 %.
• Virus polio vaksin akan menempel, kolonisasi dan replikasi di usus selama
sekitar 100 hari dikeluarkan melalui tinja dan akan masuk ke orang lain
disekitar resipien sehingga akan juga memberikan manfaat pada komunitas
(community effect).
• IgA sekretorik penting untuk menghalangi penempelan, invansi dan
replikasi virus polio liar dikeluarkan feses mati.
• Kerugian: bereplikasi dan mutasi sehingga menyebabkan terjadinya lumpuh
layu atau Vaccine Associated Paralytic Poliomyelitis (VAPP).
IVP
– Sangat efektif: 2 dosis antibodi yang protektif pada sekitar 90 % resipien
dan 3 dosis 99 %.
– Vaksin yg dimatikan tidak dapat replikasi dan tidak dapat menyebabkan
kelumpuhan. Aman diberikan pada penderita dengan defisiensi imun.
– Kerugian:
• Mahal, intramuskuler butuh tenaga kesehatan terlatih
• Hanya merangsang IgG tapi tidak IgA sekretorik sehingga tidak dapat
mengurangi transmisis virus polio liar
• Pada daerah yang sudah bebas polio, penderita defisiensi imun
STRATEGI ERAPO
a. Imunisasi Rutin:
♥ OPV 4 kali, cakupan UCI 80 % di tingkat desa.
♥ kekebalan pada kelompok sasaran agar tidak terinfeksi polio
♥ Tiap 3 bulan sweeping
♥ Tiap 2 tahun: backlog fighting pada desa yg cakupan rendah imunisasi
masal terhadap semua anak dibawah 2 tahun, tanpa memandang status
imunisasinya.
b. PIN
♥ PIN (Pekan Imunisasi Nasional) atau NID (National Immunizations
Days).
- PIN dilaksanakan di negara yang masih terdapat transmisi polio liar
di negara di mana tidak dapat dibuktikan bahwa tidak ada lagi
transmisi polio liar.
♥ PIN dilaksanakan pada awal pelaksanaan eradikasi polio (Indonesia th
1995, 1996,1997) karena alasan:
- Transmisi polio liar umumnya masih tersebar luas sebelum program
dimulai, atau luas transmisinya tidak diketahui
♥ Surveilans AFP belum adekuat, sehingga tidak dapat digunakan untuk
menentukan daerah risiko tinggi
78
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
c. Surveilans AFP dan polio liar.
d. Mopping Up
o Tahap akhir program eradikasi polio, dimana telah dibuktikan melalui
surveilans AFP yang memenuhi standar kinerja WHO bahwa transmisi
virus polio liar terjadi secara terbatas.
o Transmisi virus polio liar telah terreduksi dan terbatas pada daerah
tertentu (focal)
o Kunjungan dari rumah ke rumah
KESIMPULAN
♥ Mencapai ERAPO masih dibutuhkan kerja keras / dukungan semua pihak
melalui kegiatan:
o Imunisasi rutin
o Imunisasi suplemen (PIN, Mopping up)
o Survailance AFP sosialisasi
79
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
PAROTIS EPIDEMIKA
(Mumps, Gondongan)
• Atau Mumps
• Penyakit virus akut dan menular
• Pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotitis
ETIOLOGI:
• Virus genus Paramyxovirus
EPIDEMIOLOGI
• Tersebar di seluruh dunia
• Pada semua umur, 85% usai < 15 th
• Proporsi tertinggi pada 5-9 th
• 20-40% gejala sub klinis (tanpa pembesaran kelenjar parotitis) sulit
dikenali
• Reservoir manusia, melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan
tercemar saliva yang terinfeksi
• Mungkin melalui urine
• Virus dapat diisolasi dari saliva 6-9 hari setelah pembengkakan kelenjar
• Ditemukan dalam urine sejak hari 1-14 setelah pembengkakan kelenjar
• Infeksi klinis dan subklinis kekebalan seumur hidup
• Kekebalan melalui placenta melindungi bayi 6-8 bulan
• Infeksi kehamilan trimester I abortus
• Trimester terakhir parotitis bayi lahir/ periode neonatus
PATOGENESIS
• Ada 2 teori yaitu:
1. Melalui mulut ke duktus stensen kelenjar parotitis, multiplikasi pertama
pada kelenjar ini, kmd diikuti oleh viremia umum, dan lokasi yang dituju :
testis, ovarium, pankreas, tyroid, ginjal, jantung atau otak.
2. Replikasi primer terjadi dalam epitel permukaan saluran nafas kemudian
diikuti oleh viremia umum dan lokalisasi serentak dalam kelenjar saliva dan
alat tubuh lainnya.
80
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
*Pembengkakan kelenjar parotitis hasil dari reaksi hipersensitivitas terhadap
multiplikasi virus lokal
MANIFESTASI KLINIS
• Inkubasi : 14-24 hari
• Masa Prodromal :
1. lesu, nyeri otot (leher), sakit kepala
2. nafsu makan menurun
3. diikuti pembesaran satu/ kedua kelenjar parotitis serta kelenjar ludah
lainnya, sangat cepat
4. perasaan sakit, edema di kulit
5. mereda perlahan 3-7 hari
6. demam tidak tinggi
PENYULIT
• Viremia awal penyakit
• Meluas ke organ lain: testis, otak, ovarium, pakreas, ginjal, tyroid, jantung,
kelenjar payudara, telinga, mata dan nadi
• Orkitis Epididimitis:
- Sering terjadi pada remaja dan dewasa
(14-35% kasus)
- Biasanya 8 hari setelah infeksi
- Unilateral, 17-38% bilateral
- Testis nyeri, membengkak, kulit edema dan merah
- Lama rata-rata 4hari
- Dapat terjadi atrofi, kemandulan pd orkitis bilateral
• Meningoensefalitis
- Paling sering anak-anak (250/100.000 kasus)
- Laki-laki 3-5x lebih sering
- Gejala:
* Kenaikan suhu, sakit kepala, muntah, iritabilitas dan kejang
* Tidak bisa dibedakan dg meningoensefalitis oleh karena penyebab lain
• Ooforitis:
- + 7% kasus perempuan prapubertas
- Tidak terbukti terjadinya gangguan kesuburan
81
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Polio dan Parotis Epidemika
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
• Prakreatitis
• Nefritis
• Tiroiditas
• Miokarditas
• Mastitis peradangan pada payudara
• Ketulian
• Penyakit okuler
• Artritis
DIAGNOSIS
• Berdasarkan gejala klinis
• Diduga selama epidemi
• Laboratorium tidak spesifik
• Isolasi virus, pemeriksaan serologik
1. ISOLASI:
- Dari saliva, cairan serebrospinal, urine
- Di inokulasi sel ginjal monyet
2. SEROLOGI :
- Kenaikan antibodi serum 4x atau lebih
- Uji komplemen diagnosis sementara
3. ANTIGEN UJI KULIT:
- Hipersensitivitis tipe lambat
- 3-4 minggu setelah infeksi
- Kurang dapat diandalkan
DIAGNOSIS BANDING
1. Parotitis penyebab lain
2. Parotitis Supurativa
3. Kalkulus saliva
4. Lesi pada ramus mandibula (osteomielitis)
5. Pembesaran kelenjar limfe bagian proksenal kelenjar parotitis
PENGOBATAN
- Simtomatik
- Tidak ada antivirus untuk penyakit ini, karna mumps merupakan self-limited
disease
72
PENCEGAHAN
- Pasif – Gamma-globulin-tidak efektif
- Aktif – imunisasi MMR
PROGNOSIS
- Baik
73
74
75
76
77
78
1. HEPATITIS B
Vaksin hepatitis B1 (HBsAg 10 ug) dianjurkan diberikan dalam umur 12
jam, diberikan setelah vitamin K1.
IM, paha anterolateral (bukan gluteus)
Vaksin hep B2, B3 (monovalen) pada 1 dan 6 bulan
Bila mau menggunakan vaksin kombinasi (Pentabio) maka pada usia 1
bulan tidak perlu pemberian hep b
Dosis booster 18 bulan dengan pentabio Hep B 5 kali tidak
berbahaya dan meningkatkan titer AB
o Rekomendasi IDAI tentang kelangkaan vaksin
79
2. POLIO
• Vaksin polio 0: polio oral (saat saat bayi pulang) atau selambatnya pada
umur 1 bulan (kecuali DIY)
• Untuk vaksin polio 1, 2, 3 dan booster: polio oral (OPV) atau polio
inaktivasi (IPV)
• April 2016 tOPV switch bOPV. Seluruh tOPV ditarik kemudian
dimusnahkan
• Juli 2016 Pemberian IPV 1 dosis
• Rekomendasi: paling sedikit 1 dosis IPV yang penting dalam masa
transisi dalam menuju eradikasi polio
• Diharapkan dunia bebas polio pada 2018
• WHO: Indonesia bebas polio 27 Maret 2014
80
3. BCG
Indikasi kontra:
• Bayi HIV positif dgn / tanpa gejala
• Bayi status HIV ? dgn gejala HIV, ibu HIV+
• Keganasan (e.g. leukemia, limfoma)
• Imunodefisiensi primer/sekunder
• Dapat imunosupresif (radio/kemoterapi, steroid)
4. DTP
81
82
6. PNEUMOKOKUS
83
• Dosis ulangan diberikan minimal 6-8 minggu setelah dosis terakhir dari
imunisasi dasar (dikutip dari AAP, Committee on Infectious Diseases 2006)
• Pada umur < 12 bulan, vaksin dapat diberikan dengan interval minimum
antara 2 dosis adalah 4 minggu (CDC edisi ke-7 tahun 2005)
84
8. HEPATITIS A
9. VAKSIN INFLUENZA
85
10. VARISELA
Vaksin varisela : virus hidup yg dilemahkan
Rekomendasi : mulai umur 1 tahun, terbaik sebelum masuk sekolah
Dosis 0,5 ml secara subkutan, dosis tunggal
Pada anak ≥ 13 tahun : diberikan dua kali selang 1 bulan.
Kombinasi MMR- Varicela: 2017
86
87
88
89
90
FAKTA
• 194 negara melakukan imunisasi rutin dengan cakupan > 80 %
– di negara kaya dan negara miskin
– negara dgn penduduk mayoritas muslim dan non muslim,
termasuk Israel Yahudi
• Cakupan baik: penurunan kasus
• Cakupan menurun ada outbreak
91
92
93
Alhamdulillah materi kali ini selesai. YEAY ! Semoga materinya bisa bermanfaat
dengan baik ya gaes. Sukses MCQ nya. Let’s reach the top together !
-MEDALLION-
94
Latihan Soal
1. Karakteristik ruam kulit pada varisela yang khas adalah...
A. Terdapat semua tingkatan lesi kulit pada satu area, waktu
bersamaan
B. Kadang-kadang terasa gatal
C. Menimbulkan bekas pada kulit setelah sembuh
D. Muncul di muka, badan, dan ekstremitas
2. Untuk tindakan pencegahan terhadap penyakit parotitis yang paling
efektif dan efisien adalah...
A. Imunisasi MMR
B. Menghindari kontak dengan penderita
C. Memperbaiki sanitasi lingkungan
D. Pemberian gamma globulin
3. Di Indonesia efektivitas vaksin campak yang diberikan pada waktu bayi
berumur 9 bulan barlangsung selama...
A. 6 tahun
B. Seumur hidup
C. 10 tahun
D. 4 tahun
4. Penularan penyakit campak terjadi secara droplet pada waktu...
A. Sebelum keluar ruam (exantema)
B. Sebelum dan beberapa hari setelah keluar ruam
C. Sewaktu keluar koplik’s spot
D. Sewaktu keluar ruam
95
Imaging Radiology in
Tropical Disease
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Diagnosis,
Imaging Tropical
Treatment,
Radiology Diseases
Evaluation
95
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Gambaran radiologi pada penyakit tropis juga dapat digunakan sebagai
alat bantu diagnosis (pemeriksaan penunjang), alat bantu terapi, dan sebagai alat
skrinning atau alat bantu evaluasi terapi.
TUBERKULOSIS
• Global Tuberculosis Report tahun 2014 (WHO, 2015) Indonesia no 2 di
dunia
• WHO, 2013 6800 kasus MDR TB 2% TB baru dan 12% Kasus TB dg
pengobatan ulang
• 55% kasus MDR TB belum terdiagnosis dan belum diberikan terapi
96
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
• Sebagai alat untuk mengevaluasi hasil pengobatan
Gambaran radiologi yang ditemukan pada TBC, bisa bersifat tipikal dan bersifat
atipikal. Gambaran atipikal TBC adalah gambaran yang biasa ditemukan pada
TBC (pola – pola tertentu), tetapi gambaran atipikal TBC adalah gambaran yang
tidak biasanya ditemukan pada penderita TBC yang biasanya muncul karena
keterlambatan diagnosis atau keterlambatan pengobatan dikarenakan kurangnya
pengetahuan ahli radiologi.
Cara Penularan TB
1. Ekspulsi
Pengidap TBC batuk atau bersin sehingga droplet yang mengandung M.
Tuberculosis tersebar ke udara.
2. Nasib TB
Sinar matahari dan angin dapat mensterilisasi mendispersi udara yang
mengandung M.Tuberculosis. Sedangkan tempat gelap dan lembap dapat
menjadi sarang M. Tuberculosis yang infeksius.
3. Host terinfeksi
97
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Host dapat terinfeksi melalui inhalasi, ingesti (susu yang terinfeksi), kemudian
M. Tuberculosis terimplantasi dalam paru, tonsil, nodus limfatika, usus atau
jari-jari.
Infeksi juga dapat mengalami diseminasi ke organ-organ lain melalui jalur
udara, peredaran darah dan limfatika atau melalui usus.
Faktor Infeksi
1. Ada sumber infeksi
2. Jumlah Kuman, terpapar terus menerus
3. Virulensi Kuman TBC
4. Daya Tahan Tubuh turun
98
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Kompleks Primer
Asimptomatik
99
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Patogenesis TB
1. Mycobacterium tuberculosis terhirup oleh manusia normal,
droplet tersebut masuk ke dalam paru – paru
2. makrofag alveolar yang bertugas menjaga kebersihan paru
melawan droplet tsb dengan cara memakannya (fagositosis),
namun karena bakterinya terlalu kuat, makrofagnya justru
terinfeksi
3. Bakteri bereplikasi dalam makrofag sehingga makrofag lisis
4. Makrofag yang lisis membentuk Ghon's focus di sekitar
tempat masuknya bakteri.
5. Bakteri bermigrasi ke saluran limfatik menyebabkan
limfangitis
6. Infeksi menyebar ke Kelenjar Getah Bening (KGB)
menyebakan limfadenopati
7. Terbentuk kompleks primer (Rankhe)
100
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Penyebaran
Kuman TB
Paru sekitar
Pleura dan Saluran Udara
Perikardium
Saluran Peredaran
Pencernaan Darah
Pembuluh Limfe
101
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Gambaran pada Pasien Positif Pulmonary Tuberculosis (PTB)
PTB
PTB Pos-Primer
(Konsolidas dengan/tanpa
PTB Primer
kavitasi jarang terjadi
pembesaran limfonodi)
Konsolidasi ekstensif di
area kecil paru, paling Lobus atas segmen apikal Lobus bawah segmen
sering di bagian tengah atau posterior apikal
atau atas
Pembesaran limfonodi
unilateral (95%)
102
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Lokasi : di mana saja, tersering di lapang tengah, lapang bawah,
atau segmen anterior lobus atas
Konsolidasi atau nodul
Penyembuhan komplit, fibrosis, kalsifikasi
Limfadenopati perihiler atau paratrakhea
unilateral atau bilateral
Konsolidasi (+) / (-)
Penyembuhan kalsifikasi
103
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
2. Limfadenopati
104
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Komplek Ghon
TBC Pos-Primer
Seseorang yang pernah terinfeksi TBC sekarang bisa terinfeksi lagi atau karena
adanya reaktivasi TBC nya yang dulu, atau dulu minum obat yang sudah resisten.
Hal ini disebut TBC postprimer.
105
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
• Efusi Pleura
106
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
• Terdapat infiltrat.
• Trakhea dan mediastinum
tertarik ke rongga dada
sebelah kanan.
• Rongga dada sebelah kiri
kempes, semua organ
tertarik ke kanan
107
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
108
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Gambaran TB Ekstrapulmoner
109
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
110
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Tuberkulosis Arthritis
• Terutama menginfeksi sendi-sendi besar seperti lutut, pinggul, bahu, sendi
sakroiliaca, dst;
• Ada Phemister’s triad :
1) juxta-articular osteoporosis,
2) marginal bone erosion,
3) gradual loss of joint space.
111
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Tuberkulosis Kelenjar Limfe
Tuberkulosis Intrakranial
• Melibatkan leptomeninges (meningitis) dan parenkim (granulomas, abscesses,
atau cerberitis);
• Hasil dari penyebaran secara hematogen dari fokus di thorax, abdomen atau
saluran genitourinari.
• Sisterna basalis paling sering terkena sehingga menyebabkan hidrosefalus.
112
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
113
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Tuberkulosis pada Saluran Genitourinari
• Biasanya berasal dari fokus di paru-paru atau tulang
• Radiologic imaging ditemukan :
Kalsifikasi hampir di semua tempat
- Autonephrectomy;
- Kavitas di sistem caliceal;
- Penyempitan pelvis dan ureter.
114
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Tuberkulosis pada Saluran Gastrointestinal
• Seringnya pada region ileo-caecal;
• Ireguleritas pada ileum terminal, terdapat kontraksi dan retraksi dari caecum ;
• Ascites, peritonitis, and limphadenopathy ( US dan CT biasanya sensitif).
MALARIA
• Gejala Pernapasan: pemeriksaan Chest X Ray
• Splenomegali: pemeriksaan Ultra Sonografi
• Gejala Sistem Saraf Pusat: pemeriksaan CT Scan atau MRI
115
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
VARICELLA
• Dapat menyebabkan pneumonia dan defisit Sistem Saraf Pusat (SSP).
• Pemeriksaan imaging dengan Chest X Ray. Bila dicurigai terdapat myelitis atau
ensefalitis, MRI bisa digunakan.
MUMPS
• Pemeriksaan imaging digunakan bila ada komplikasi; parotitis, orchitis atau
meningoensefalitis.
DEMAM TIFOID
• Hepatomegali (USG)
• Perforasi usus : Abdomen 3 posisi
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
• Pemeriksaan radiografi dada dapat menemukan pneumonia CMV.
• CT Scan lebih sensitif untuk mendeteksi infiltrat.
• CT Scan atau MRI dapat digunakan untuk mendeteksi meningitis aseptik atau
ensefalitis akibat CMV.
116
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
CONTOH KASUS I
Anak, 8 tahun
Benjolan sebesar biji jagung di punggung 3 bulan yll
Anak tak bisa jalan
117
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
118
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
CONTOH KASUS II
• Laki-laki, 23 tahun , gangguan kesadaran
119
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Meningoencephalitis TB dengan tuberculomata.
Post-terapi
Keluhan Sistem Saraf Pusat (SSP)
• Bayi-anak :
1) Gangguan tumbuh kembang
2) Hydrocephallus
3) Gangguan kesadaran
• Remaja-dewasa:
1) Gangguan kesadaran
2) Nyeri kepala kontinyu
120
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
INFEKSI JAMUR
Aspergillosis
INFEKSI PARASIT
121
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Cysticercosis
A B, C,D.
CT Scan kepala dengan MRI T1W,T2W,dan PDW;
kontrast. Tampak adanya Baik CT Scan maupun MRI,
kista-kista subependym (SE), menunjukkan adanya kista-
dalam parenchym otak (P). kista yang berisi larva scolices.
Tidak tampak adanya edema
dan tidak ada hydrocephalus
122
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Imaging Radiologi TropMed
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Osteomyelitis
123
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
LANJUTAN MATERI
(lanjutan materi amygdala blok 19 chapeter 1 halaman 155 – judul materi
Diptheria prof. Jauhar Ismail)
124
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
Reaksi sistemik berat seperti urtikaria umum, anafilaksis, atau komplikasi
neurologis telah dilaporkan setelah pemberian toksoid difteri.
Toksoid difteri harus ditunda untuk orang-orang yang memiliki moderat untuk
penyakit akut yang berat, tetapi untuk orang dengan penyakit ringan dapat
divaksinasi.
125
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
PERTUSIS
Pertusis biasa dikenal dengan sebutan “batuk rejan” atau “batuk seratus hari”
dimana penyakit ini merupakan infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri
Bordetela pertusis yang masuk golongan bakteri gram negative. Penularan
bakteri ini melalui air borne/udara dari droplet penderita selama batuk. Pertusis
bersifat endemik disuatu wilayah terutama dinegara berkembang , WHO
memperkirakan 600.000 kematian terjadi per tahunnya pada anak yang belum
diimunisasi khususnya anak usia < 1 tahun, karena Imunoglobulin/Ig G ibu tidak
protektif terhadap bayinya.
Gejala klinis
Masa inkubasi 6-20 hari, rata-rata 7 hari
etiologi spesifik
usia, pada usia muda maka akan makin berat dan lama
status imunisasinya
Perjalanan klinis penyakit berlangsung 6-8 minggu, yang terdiri dari 3 stadium:
126
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
Selama serangan batuk akan terjadi gejala penyerta seperti muka merah, sianosis,
mata menonjol, lidah terjulur, lakrimasi, dan hipersalivasi. Pada stadium ini batuk
dapat disertai dengan muntah sehingga dapat berpengaruh pada berat badan
turun pada pasien. Beberapa pencetus timbulnya batuk antara lain stres
(menangis, sedih, gembira) dan aktifitas fisik.
Diagnosis
Perjalanan klinis
Dari perjalanan klinis pasien dapat kita tanyakan serangan yang khas yaitu dimana
batuk mula-mula timbul pada malam hari dan tidak mereda, lalu dapat meningkat
menjadi siang dan malam hari, dan ditanyakan juga suara batuk “whoop” serta
riwayat kontak dengan penderita pertusis.
Riwayat imunisasi
Pemeriksaan laboratorium, seperti terdapat lekositosis 20.000-50.000/mL
dengan limfositosis absolute khas pada akhir stadium kataral dan selama stadium
127
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
paroksismal. Tetapi lekositosis tidak berlaku untuk penegakan diagnosis pada bayi
karena lekositosis dapat disebabkan oleh infeksi lain.
Komplikasi/ Penyulit
Pneumonia, 90% dapat menyebabkan kematian oleh karena Bordetella pertusis
ataupun akibat infeksi sekunder
Aktifasi TB laten
Atelektasis (dapat timbul oleh karena ada sumbatan mukus yang kental)
Ensefalitis
Dehidrasi, hiponatremia
Penurunan BB
128
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
Pencegahan :
Imunisasi aktif DPT
Dosis total 12 unit protektif vaksin pertusis dalam 3 dosis yang seimbang dengan
jarak 8 minggu. Efek samping imunisasi dapat berupa timbulnya eritem, indurasi,
rasa sakit ditempat suntikan, sering panas, mengantuk, dan jarang terjadi kejang,
kolaps, hipotonik, hiporesponsif, ensefalopati,anafilaksis.
Pengobatan :
Eritromisin 50 mg/ kg BB/ hari, terutama diberikan pada stadium kataral.
Eritromisin tidak memperbaiki gejala apabila diberikan terlambat.
Suportif seperti mengatur nutrisi dan hidrasi serta menghindari faktor yang dapat
menimbulkan batuk.
129
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
EKSANTEMA SUBITUM
(Roseola Infantum, Pseudorubela, Eksantema
Kritikum, Fifth Disease, Three Days Fever)
Eksantema Subitum merupakan penyakit virus yang menyerang bayi dan anak
kecil, biasanya terjadi demam selama 3-5 hari, dan perbaikan klinis akan terjadi
bersamaan munculnya ruam pada kulit.
Epidemiologi
Penyebab utama yaitu Human Herpes Virus-6,
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi: 7-17 hari (umumnya 10 hari)
Gejala mendadak demam tinggi (39,1oC – 41,2oC), lama demam 3-5 hari, dan
temperatur umumnya turun secara krisis
130
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
Muntah dan diare jarang
LABORATORIUM
DIAGNOSIS BANDING
Permulaan demam, sulit dibedakan dengan penyakit lain
Dapat dibedakan berdasarkan timbulnya ruam yaitu rubela, campak, dengue dan
alergi obat
Campak:
ruam
koplik
131
Wisnu Shidiq – Zhara,
Diphteria #2
Prof. dr. Jauhar Ismail, MPH., Sp.A(K)
PENYULIT
Kejang sering terjadi
Pengobatan :
Tidak spesifik, hanya dengan pengobatan simptomatis dan penderita dapat
sembuh
Pencegahan :
tindakan pencegahan yang tepat, tidak ada
132
Wisnu Shidiq – Zhara,