Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

KATARAK JUVENILLE OD, STRABISMUS EKSOTROPIA OD


DAN NISTAGMUS OD

Disusun oleh:

Solideo Gloria Tering, S. Ked

I4061192015

Pembimbing:

dr. Sri Yuliani Elida, Sp. M., M. Sc

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT UMUUM DR. SOEDARSO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2022

1
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

Katarak Juvenille OD, Strabismus Eksotropia OD


Dan Nistagmus OD

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata

Pontianak, Desember 2022


Pembimbing Penyusun,

dr. Sri Yuliani Elida, Sp. M., M. Sc Solideo Gloria Tering, S. Ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak merupakan penyebab kebutaan yang mencakup kurang lebih separuh
dari seluruh kebutaan di dunia terutama di negara berkembang. Mekanisme
pembentukan katarak sangat multifaktorial. Hilangnya transparansi di nukleus dan
kortek lensa mata dapat terjadi akibat oksidasi membran lipid, protein struktural
atau enzimatik oleh peroksida atau radikal bebas yang disebabkan oleh sinar UV.
Sebagian besar kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya
pada masing-masing mata jarang sama. Usia merupakan penyebab paling sering
terjadinya katarak. Selain itu katarak juga dapat disebabkan karena faktor
kongenital, herediter, dan juga berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik,
metabolik, penyakit okular lainnya, trauma, radiasi, infeksi maternal, trauma
elektrik dan pemakaian obat-obatan.
Pada laporan kasus ini sebagian besar membahas tentang katarak yang terjadi
pada anak. Katarak anak adalah salah satu penyebab utama gangguan penglihatan
dan kebutaan pada anak. Menurut data IAPB pada tahun 2018, kebutaan terjadi
pada 1.025 juta anak di seluruh dunia. Kebutaan pada anak berada pada posisi
kedua sebagai penyebab kebutaan paling tinggi setelah katarak dewasa. Katarak
merupakan penyebab kebutaan anak yang dapat dicegah. Hal ini merupakan
prioritas untuk VISION 2020.1,2 Katarak anak dapat diklasifikasikan kongenital,
developmental, dan traumatika. Katarak dapat terjadi unilateral atau bilateral.
Katarak traumatika biasanya unilateral, dan terutama terjadi sekunder karena
trauma tumpul atau penetrasi okular. Katarak kongenital didefinisikan apabila
terdapat kekeruhan lensa saat lahir atau segera setelah lahir sedangkan katarak
developmental yaitu apabila kekeruhan lensa muncul setelah tahun pertama
kehidupan.3
Prevalensi katarak kongenital secara global 1 - 15 per 10.000 kelahiran, lebih
sering muncul pada negara berkembang dibandingkan negara maju. 4 Prevalensi

3
kebutaan yang lebih rendah di negara maju disebabkan penanganan katarak yang
lebih baik. Penelitian meta-analisis di Sub Sahara Afrika mengatakan prevalensi
katarak kongenital yaitu 4, 24 per 10.000 anak. Penyebab katarak kongenital dapat
idiopatik, herediter, gangguan kromosom, gangguan metabolisme, dan infeksi. 1
Penatalaksanaan yang tepat pada pasien katarak anak merupakan tantangan
tersendiri bagi dokter mata. Pemeriksaan katarak anak dimulai diagnosis, evaluasi,
intervensi bedah dan perawatan pasca operasi, secara signifikan berbeda dengan
katarak dewasa. Operasi merupakan satu-satunya penanganan yang efektif untuk
sebagian besar katarak anak. Visus pasca operasi katarak terdapat berbagai variasi
yaitu sebagian mencapai visus pasca operasi yang baik, sedangkan yang lain
mendapatkan visus yang pasca operasi yang buruk. Komplikasi pasca operasi
katarak anak yaitu ambliopia. Ambliopia deprivatif merupakan penyebab umum
terjadinya kebutaan monokular dan mengenai 3%-5% seluruh populasi dunia.5,6,7

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Lensa


Secara embriologi, mata di bentuk dari 3 lapisan embrionik primitive, yaitu
ectoderm permukaan, ectoderm neural dan mesoderm. Lensa sendiri berasal dari
bagian ectoderm permukaan, hari ke-25 masa gestasi 2 tonjolan lateral disebut
vesikel optic terbentuk dari otak bagian depan, saat vesikel optic membesar dan
berkembang ke lateral, vesikel akan semakin mendekati ectoderm permukaan yang
terdiri dari selapis sel kuboid. Pada hari ke-27 masa gestasi, sel-sel ectoderm
permukaan yang melapisi vesikel optic akan berubah menjadi bentuk kolumnar dan
menebal, area ini disebut dengan lens plate / lens placode. 8

5
Gambar 1. Embriologi Lensa

Lens pit atau fovea lentis muncul pada hari ke-29 masa gestasi sebagai suatu
penonjolan kecil yang terletak di sisi inferior dari pusat lens plate. Lens pit ini menjadi
semakin dalam melalui proses multiplikasi dan invaginasi seluler, seiring dengan itu
tangkai sel-sel yang menghubungkan lens pit dengan permukaan ectoderm akan
mengalami konstriksi dan menghilang, menghasilkan sebuah bulatan terdiri atas
selapis sel kuboid yang terbungkus di dalam suatu membrane basement disebut lens
vesicle. Pada usia 33 hari masa gestasi, diameter vesikel lensa berukuran kira-kira 0,2
mm. 8,9
a) Serat lensa primer dan nucleus embrionik
Pada tahap perkembangan selanjutnya terjadi pada sel-sel posterior
vesikel lensa menjadi lebih kolumner dan mulai tumbuh memanjang ke arah
anterior sehingga secara progresif menutup lubang vesikel lensa. Pada proses
yang akan membuat lensa menjadi transparan, disertai inti serat lensa akan
berpindah dekat lamina basal posterior ke posisi lebih anterior serat lensa,
seiring proses ini organel intraseluler akan menjadi tidak nyata. Kumpulan sel
yang memanjang ini di ketahui sebagai serat lensa primer yang akan
membentuk nucleus embrionik dan akan menempati area tengah lensa pada
masa dewasa. Penutupan lubang vesikel lensa ini akan komplit pada hari ke-40
masa gestasi.

6
A. B.

C. D.
Gambar 2. Serat lensa primer dan nucleus embrionik
Sel-sel anterior vesikel lensa tidak mengalami perubahan, selapis sel-
sel kuboid dikenal juga sebagai epitel lensa. Diferensiasi dan pertumbuhan
lensa selanjutnya berasal dari epitel lensa. Kapsul lensa merupakan
perkembangan membrane basalis epitel lensa bagian anterior dan serat lensa di
posterior.8,9
b) Serat lensa sekunder,nucleus fetal dan sutura lentis
Sekitar usia 7 minggu masa gestasi, sel-sel epitel lensa di daerah ekuator
mulai mitosis dengan cepat dan memanjang untuk membentuk serat lensa
sekunder. Bagian anterior setiap serat lensa yang berkembang akan tumbuh ke
anterior kearah polus anterior lensa dan menyusup di bawah epitel lensa, begitu
pula di bagian posterior, serat lensa akan tumbuh kearah posterior dan tetap
berada dalam kapsul lensa. Serat lensa yang terbentuk sejak bulan ke-2 hingga
bulan ke-8 masa gestasi ini disebut sebagai nucleus fetal.

7
Gambar 3. Serat lensa sekunder,nucleus fetal dan sutura lentis
Hanya serat lensa sekunder bagian luar saja yang mengandung nucleus
dan organel seluler. Seiring dengan bertambahnya serat lensa, maka akan
dihasilkan protein sitoplasmik yang disebut cristallin, proses ini diikuti dengan
kehilangan nucleus serta organel seluler seperti badan golgi, reticulum
endoplasma dan mitokondria. Selama pertumbuhan serat-serat lensa ke anterior
dan posterior, sebuah pola muncul pada tempat serat-serat tersebut bertemu dan
berinterdigitasi di bagian anterior dan posterior lensa. Pola ini dikenal sebagai
sutura
Pada saat lahir berat lensa kira-kira 90 mg, semakin meningkat
massanya sekitar 2 mg tiap tahun sepanjang pembentukan serat lensa baru.
Setelah 20 tahun, serat lensa 7 menjadi lebih lunak dan nucleus lensa menjadi
lebih kaku. Umur 40 tahun kekakuan nucleus lensa secara klinis menurunkan
akomodasi dan umur 60 tahun sklerosis nuclear atau perubahan warna pada
lensa sering membuat sutura lensa sulit untuk dilihat dengan jelas. 8.9
c) Tunica vasculosa lentis

8
Tunica vasculosa lentis adalah suatu struktur pendukung nutrisi
perkembangan lensa, dibentuk pada 1 bulan masa gestasi, dimana arteri
hyaloids membentuk sebuah jaringan anastomosis menutupi bagian posterior
lensa yang disebut posterior vascular capsule. Posterior vascular capsule ini
bercabang menjadi kapiler-kapiler kecil kemudian tumbuh kearah equator dari
lensa, beranastomose dengan vena choroidal dan membentuk capsulopupillary
portion dari tunica vasculosa lentis. Cabang arteri ciliary longus lalu
beranastomose dengan cabang capsulopupillary portion untuk membentuk
anterior vascular capsule, yang di sebut pupillary membrane, yang tampak
menutupi permukaan anterior lensa. Tunica vasculosa lentis ini menghilang
menjelang kelahiran. Penurunan kadar plasma VEGF dan adanya makrofag
yang berasal dari korpus vitreus diduga memegang peranan dalam proses
regresi tunica vasculosa lentis ini.8,9

Gambar 4. Tunica vasculosa lentis


2.2 Anatomi Lensa 10,11
Lensa berbentuk bikonveks, transparans, avaskuler dan noninnervasi,
terletak di posterior iris dan anterior korpus vitreus. Lensa bergantung pada
posisinya oleh zonula zinnii, yang terdiri dari serat lembut sampai kuat untuk
menyokong lensa dan melekat pada korpus siliaris. Permukaan posterior lensa
lebih cembung dari permukaan anterior, dimana titik pusat pada permukaan
anterior dan posterior disebut sebagai polus anterior dan polus posterior. Polus
anterior dan posterior dari lensa dihubungkan oleh sebuah garis khayal yang
disebut Aksis. Meridian adalah garis-garis yang melewati tengah permukaan

9
lensa baik pada permukaan anterior maupun permukaan posterior lensa. Garis
yang mengelilingi lensa dan tegak lurus terhadap aksis dinamakan Ekuator.

Gambar 5. Lensa
Pada saat lahir diameter ekuator kurang lebih 6,4 mm, tebal lensa
anteroposterior 3,5 mm dengan berat sekitar 90 mg. Lensa berkembang dengan
bertambahnya ukuran dan berat, diperkirakan ketebalan dari lensa meningkat
kira-kira 0,02 mm per tahunnya. Saat dewasa diameter ekuator bertambah
menjadi 9 mm, tebal lensa anteroposterior 5 mm dengan berat sekitar 225 mg.
Ketebalan korteks lensa meningkat dengan bertambahnya usia, demikian
halnya pada kurva lensa yang menyebabkan kekuatan refraksi bertambah.
Namun indeks refraksi lensa berkurang dengan bertambahnya usia,
kemungkinannya sebagai dampak dari meningkatnya partikel proten insoluble
hingga mata bisa menjadi lebih hiperopia ataupun miopia dengan bertambahnya
usia, tergantung dari keseimbangan pertukaran partikel-partikel yang ada.
Lensa mampu membiaskan cahaya karena memiliki indeks bias refraksi,
normalnya kira-kira 1,4 dibagian sentral dan 1,36 dibagian perifer. Bila dalam
keadaan tidak berakomodasi, lensa memiliki kemampuan sebesar 15-20 D dari
60 D kekuatan refraksi konvergen yang ada. Pada foetus, bentuk lensa hampir
sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagian posterior
lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-
kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah
ini proses bertambah cepat dimana nucleus menjadi lebih besar dan korteks
bertambah tipis.

10
Lensa terdiri dari : - Kapsul lensa
- Epitel lensa
- Korteks lensa
- Nukleus lensa

a) Kapsul Lensa
Merupakan suatu membrane yang membungkus seluruh lensa bersifat
transparan dan halus. Kapsul lensa sangat elastik dan bentuknya dapat menjadi
lebih bulat ketika tidak dipengaruhi tegangan dari zonula zinnii. Lapisan paling
luar kapsul lensa adalah lamella zonula yang menjadi tempat perlekatan untuk
zonular fibers. Ketebalan kapsul berkisar 2-28 mikrometer dimana paling tebal
pada permukaan anterior dan posterior dekat equator, paling tipis pada polus
posterior, sekitar 2-4 μm.

Gambar 6. Kapsul Lensa


Kapsul lensa terutama di polus anterior sedikit lebih tebal di banding
kapsul posterior oleh karena sel-sel epitelnya terus menerus mensekresi bahan-
bahan kapsular sepanjang hidup. Sedangkan pada polus posterior tidak terdapat
epitel sehingga serat-seratnya memiliki kemampuan terbatas untuk mensekresi
bahan-bahan kapsular. Oleh karena itu bagian anterior relatif lebih konstan.
11
Kapsul lensa tampak homogen terdiri dari 40 lamella, setiap lamella
mirip sebuah unit lamina basal dan berukuran 40 nm. Selain elastik, kapsul
lensa bersifat nonseluler, dengan komponen utamanya terdiri dari kolagen tipe
IV dan sejumlah kecil kolagen lain serta komponen matriks ekstraseluler
meliputi glycosaminoglikan, laminin, fibronectin dan heparin sulfate
proteoglycan.
Fungsi utama kapsul lensa adalah memberi bentuk pada lensa sebagai
respon terhadap tarikan serat zonuler selama akomodasi. Kapsul lensa juga
berperan sebagai membrane semipermeabel yang memungkinkan molekul
kecil dapat melewatinya dan menahan partikel yang besar. Menurut penelitian
elastisitas kapsul dapat diregangkan sampai kira-kira 60 persen dari bentuk
sirkumferensialnya tanpa terjadi robekan
b) Epitel Lensa
Epitel lensa terletak di bagian anterior lensa sampai ekuator antara
kapsul lensa dan serat lensa tetapi tidak terdapat pada kapsul posterior. Epitel
lensa terdiri atas satu lapis sel epitel dimana apical sel menghadap ke dalam
lensa dan bagian basal sel berbatasan dengan kapsul lensa tanpa tempat
perlekatan yang khusus, batas lateral berinterdigitasi dengan hampir tidak ada
ruang interseluler dan setiap sel mengandung sebuah penonjolan nucleus tapi
relatif sedikit organel sitoplasmik.
Perbedaan regional epitel lensa sangat penting. Zona sentral merupakan
tempat yang stabil dimana jumlah sel menurun sesuai umur. Zona intermediat
terdiri dari sel-sel kecil yang menunjukkan proses mitosis yang jarang. Di
bagian perifer terdapat deretan sel-sel kuboid yang membentuk zona
germinatif. Pada daerah ini sel-sel mengalami mitosis, memanjang ke arah
anterior dan posterior membentuk serat-serat lensa.
Perubahan bentuk lensa yang dramatis terjadi ketika sel epitel
memanjang untuk membentuk sel serat lensa, perubahan ini berkaitan dengan
peningkatan massa protein seluler di dalam membran setiap sel serat lensa.
Pada waktu yang sama, organel seluler meliputi nukleus, mitokondria dan

12
ribosom menghilang dari serat lensa, hilangnya organel seluler ini secara optis
bermanfaat karena cahaya yang melalui lensa tidak lagi di absorbsi atau
dihamburkan oleh organel seluler tersebut. Serat lensa yang baru terbentuk
fungsi metaboliknya tidak lagi diperankan oleh organel seluler, melainkan
tergantung pada prosesglikolisis untuk menghasilkan energi.
Epitel lensa berperan dalam proses metabolisme aktif dan dapat
melakukansemua aktifitas sel normal, termasuk biosintesa DNA, RNA, protein
dan lipid. Epitel lensa juga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi lensa.
c) Nukleus dan korteks lensa
Nukleus dan korteks lensa terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator
dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.
Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae
ini ujung-ke-ujung berbentuk Y, bentuk Y ini tegak di anterior dan terbalik di
posterior. Sutura lensa dibentuk oleh penyusunan interdigitasi prosessus sel
apical (sutura anterior) dan prosessus sel basalis (sutura posterior). Garis-garis
persambungan Sutura Y terletak didalam nukleus lensa.
Serat lensa yang terbentuk paling awal dan terletak di sentral disebut
nukleus danserat lensa yang terbentuk selanjutnya dan terletak dilapisan luar
dinamakan korteks. Di dalam lensa terdapat beberapa jenis nukleus yang
dibedakan berdasarkan usia dari serat- serat lensa yang membentuknya.
Nukleus lensa terdiri dari nukleus embrional, fetal, infantil dan dewasa.

13
Gambar 7. Nukles Lensa
Nukleus embrional adalah massa serat lensa yang paling awal
terbentuk dan terletak di sentral lensa dan diikuti oleh nukleus fetal dengan
bentuk Y sutura, kedua nukleustersebut sebagai hasil produksi terus menerus
dari serat lensa yang terbentuk pada masa embryogenesis.Serat yang terbentuk
setelah lahir dan menyusun bagian awal dari massa serat dikenal sebagai
nukleus dewasa. Ukuran dari nukleus embrionik dan fetal tetap konstan
sementara ukuran dari nukleus dewasa selalu meningkat. Daerah yang
mengelilingi nukleus dewasa dan mengandung serat nukleus yang baru
terbentuk disebut korteks lensa.
d) Zonula zinnii
Zonula zinnii adalah ligamentum yang menahan lensa di tempatnya,
tersusun daribanyak fibril dari permukaan lamina basal epitel non pigmen pars
plana dan pars plikata korpus siliaris yang menyisip ke dalam ekuator lensa.
Serabut-serabut zonula ini diinsersikan pada kapsul lensa di daerah ekuator
secara kontinyu di anterior 1,5 mm pada kapsul lensa anterior dan 1,25 mm
pada posterior.

14
Tiap serat zonula dibentuk oleh berlapis-lapis filament dari fibrilin,
serat ini bersatu untuk membentuk 140 ikatan. Ikatan terbesar yang lurus
menjangkau kapsul lensa di daerahdepan lensa membentuk anterior zonular
sheet dan serat yang lebih kecil berada dibelakang dan melekat pada
permukaan posterior lensa untuk membentuk posterior zonular sheet. Serat-
serat zonula dalam satu kelompok mempunyai diameter 60 mikrometer,
sedangkan diameter masing-masing serat 0,35–1 mikrometer. Ketebalan
diameter berbeda-beda tergantung tempat melekatnya, pada anterior dan
posterior lensa ketebalan diameternya adalah yang terbesar, sedangkan yang
terletak di ekuator ketebalan diameternya paling kecil.

Gambar 8. Zonulla Zinni


Dengan pertambahan usia, terjadi penurunan serat zonula di equator,
menyebabkan terpisahnya lapisan anterior dan posterior, ini dapat dilihat
dalam sebuah bentuk segitiga pada persilangan cincin zonula. Posisi insersi
zonula bergeser ke arah anterior, hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan
relatif sintesa bahan kapsular di daerah ekuator, dengan pergeseran insersi ke
arah anterior maka akan merubah efisiensi hubungan mekanis antara lensa dan
korpus siliaris dalam proses akomodasi.

15
2.3 Biokimia Lensa8

Jumlah protein lensa manusia sekitar 33% dari beratnya. Konsentrasi protein
yang tinggi diperlukan untuk memperoleh indeks bias dimana berguna dalam
pembiasan sinar dantransparansi lensa. Protein lensa dibagi menjadi dua bagian yaitu
yang larut dalam air dan yang tidak larut dalam air. Protein yang larut dalam air
jumlahnya sekitar 80% dari protein lensa yang disebut crystallin. Crystallin adalah
protein intraseluler yang berada di epitel dan membran plasma sel serat lensa.
Terdapat tiga protein utama, yaitu alfa,beta dan gamma crystallin. Alfa crystallin
sekitar 32%, Beta crystallin 55% dan gamma crystallin 1,5%, alfa crystallin
merupakan molekul protein lensa yang paling besar, dengan berat molekul bervariasi
dari 600 sampai 4000 kDa. Alfa crystalin terlibat secara spesifik pada transformasi
sel epitel menjadi serat lensa dan sintesis alfa crystalin tujuh kali lebih tinggi pada sel
epitel dibandingkan pada serat-serat korteks lensa. Gamma crystallin adalah crystallin
yang palingkecil dengan berat molekul 20 kDa.

Fraksi protein yang tidak larut dalam air dibagi menjadi dua yaitu yang larut
dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Protein yang larut dalam urea
mengandung protein sitoskeletal yang memberikan bentuk struktural pada sel-sel
lensa, sedangkan yang tidak larut dalam urea mengandung protein membran plasma
yang disebut mayor intrinsic protein (MIP). MIP berjumlah sekitar 50% dari total
protein serat lensa. Protein ini berat molekulnya 28 kDa, menurun dengan
pertambahan umur menjadi 20kDa, MIP pertama kali kelihatan pada lensa hanya
sebagai serat yang mulai memanjang dan dapat di deteksi pada seluruh membran
lensa. MIP ditemukan juga terkonsentrasi di gap junction.

Perubahan protein yang larut dalam air menjadi tidak larut merupakan proses
alami pada maturasi serat lensa. Pada lensa yang transparan protein larut dalam air
sekitar 81% sedangkan pada lensa katarak 51,4%. Hilangnya protein ini mungkin
dikarenakan keluarnya crystalin utuh melalui kapsul lensa. Pada katarak
peningkatan sejumlah proteinyang tidak larut dalam air berhubungan dengan derajat
kekeruhan lensa.

16
2.4 Fisiologi Lensa11
Lensa merupakan media refrakta, bersama dengan kornea membantu
membiaskan cahaya yang akan difokuskan ke retina. Dalam melakukan fungsi
ini,maka lensa harus transparan, mempunyai indeks refraktif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan medium di sekitarnya dan mempunyai permukaan
refraksi dengan kurvatur yang tepat.
Sepanjang hidup, sel epitel pada daerah equator berkembang menjadi
serat lensa yang mengakibatkan pertumbuhan terus-menerus dari lensa, epitel
merupakan tempat di dalam lensa dengan metabolisme paling tinggi. Oksigen
dan glukosa di gunakan oleh epitel lensa untuk mensintesa protein dan
melakukan transport aktif elektrolit, karbohidrat, dan asam amino masuk ke
dalam lensa. Energi kimia ini dibutuhkan untuk memelihara pertumbuhan sel-
sel dan kejernihan lensa.
2.5 Katarak
2.5.1 Definisi Katarak12
Katarak adalah keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa
atau dapat juga akibat dari kedua-duanya.
2.5.2 Klasifikasi Katarak Berdasarkan Usia12
a) Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela,
galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, dysplasia retina, dan megalo
kornea.

17
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
 Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular
dan katarak polaris.
 Katarak lentikular, termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai
korteks atau nucleus saja.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian
primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum. Untuk
mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat
selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine
yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti
retardasi mental. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan
karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan
kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria perlu pemeriksaan yang
lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemerisaan leukokoria
dilakukan dengan melebarkan pupil Pada katarak kongenital penyulit yang dapat
terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula tidak
akan berkembang sempurna hingga walupun dilakukan ekstraksi katarak maka
visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut amblyopia sensoris
(ambyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi berupa
nistagmus dan strabismus. Penanganan tergantung jenis katarak unilateral dan
bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital
prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung pada bentuk katarak dan
mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus
maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak kongenital.

18
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi
katarak dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak bersifat
total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat
dilakukan pembiusan. Tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak
kongenital adalah disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya
segera setelah katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera sebelum terjadinya juling; bila terlalu muda akan mudah terjadi
ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera; perawatan untuk ambliopia
sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.
3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk,
karena mudah terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan
secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan bebat mata.
4. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih koservatif sehingga
sementara dapat dicoba dengan kacamata midriatika; bila terjadi kekeruhan
yang progresif disertai mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka
dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
b) Katarak juvenile
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
seperti:
1. Katarak metabolik
a.) Katarak diabetika dan galaktosemik (gula)
b.) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c.) Katarak defisiensi gizi
d.) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)

19
e.) Penyakit Wilson
f.) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2. Otot
Distrofi miotonik (umur 20-30 tahun)
3. Katarak traumatik
4. Katarak komplikata
a. Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis)
b. Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma)
c. Katarak anoksik
d. Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol (MER-29), antikholinesterase, klorpromazin,
miotik, klorpromazin, busulfan, besi)
e. Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom
f. Katarak radiasi
c) Katarak Senilis
Katarak senilis disebut juga sebagai “age-related cataract”, merupakan
jenis yang paling umum dari katarak yang didapat yang mempengaruhi usia
diatas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dari 90% individu mengalami katarak
senilis. Kondisinya biasanya bilateral, tapi hampir selalu satu mata terkena
dampak lebih awal dari yang lain.

2.6 Katarak Juvenille


2.6.1 Epidemiologi
Katarak kongenital dan infantile secara umum terjadi dalam 1 dalam
setiap 2000 kelahiran hidup, yang terjadi akibat gangguan pada perkembangan
normal lensa. Prevalensi pada negara berkembang sekitar 2⁄4 tiap 10.000

20
kelahiran hidup. Adapun frekuensi kejadiannya sama antara jenis kelamin
laki-laki dan perempuan.. Katarak pediatrik adalah penyebab utama kebutaan
pada anak yang dapat diobati. Menyumbang 7,4%-15,3% dari kebutaan
pediatrik. Insidennya berkisar antara 1,8-3,6/10,000 per tahun dan prevalensi
rata-rata adalah sekitar 1,03/10,000 anak-anak. Prevalensi katarak anak lebih
tinggi di negara berpenghasilan rendah (0,63-13,6/10,000) dibandingkan
dengan negara berpenghasilan tinggi (0,42-2,05/10,000). Tidak ada perbedaan
dalam prevalensi berdasarkan jenis kelamin. Sebanyak 67% ibu memiliki
riwayat penyakit selama kehamilan dan 22% pernah konsumsi obat selama
kehamilan. Katarak kongenital dikaitkan dengan kelainan mata pada sebanyak
27% kasus dan dengan kelainan sistemik pada 22% kasus. Diagnosis katarak
secara kebetulan pada saat skrining rutin terjadi pada 41% kasus sedangkan
gejala seperti leukocoria sebanyak 24% dan strabismus sebanyak 19%
menyebabkan orang tua pasien datang berobat dan ditegakkan diagnosis. 13
2.6.2 Etiologi
Katarak juvenile terjadi pada orang muda yang mulai terbentuk dari usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
Katarak juvenile dapat juga disebabkan oleh beberapa jenis obat seperti
eserin (0,2S⁄ 0,S%), kortikosteroid, ergot, antikolinesterase topikal, kelainan
sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak juvenile adalah
diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap
pengaruh lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk.
Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun
katarak bisa juga timbul akibat trauma pada mata, paparan yang lama terhadap
obat seperti kortikosteroid menyebabkan katarak. Akibat induksi kortikosteroid
menyebabkan katarak subkapsul posterior, Phenotia›in dan amiodaron
menyebabkan deposit pigmen di epitel lensa anterior. Katarak juvenile juga
dapat disebabkan karena kelainan herediter.

21
2.6.3 Patofisiologi
Katarak pediatrik dapat memiliki etiologi yang beragam mulai dari defek
genetik yang diturunkan hingga gangguan apa pun selama perkembangan lentikular
pada periode janin atau usia pertumbuhan hingga sindrom sistemik terkait. Jenis
pewarisan autosomal dominan biasanya terlihat pada katarak herediter. Sebanyak 51
gen dan lokus telah diidentifikasi dalam studi skrining genetik di Australia. Mutasi
pada gen yang mengkode protein transkripsi seperti PAX6, FoxE3, C-MAF, PITX3,
MIP, CRYAA, dll., sering terjadi. Mutasi kristalin dan connexin juga terlihat pada
sebagian besar kasus. 14
2.6.4 Gambaran klinis
Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan
tanpa rasa nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi.
Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kegagalan penglihatan
normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Gejala yang pertama
katarak adalah biasanya pandangan kabur. Silau dan halo dan penurunan tajam,
bayangan ganda dapat juga awal dari katarak. Selain itu kadang dapat
ditemukan gejala awal seperti silau dan diplopia monokular yang tidak dapat
dikoreksi. Diplopia monokular ini umumnya terjadi akibat perubahan indeks
refraksi antara lapisan nuklear dengan korteks lensa sehingga membentuk
daerah refraksi yang multipel.13
2.6.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan yang sering dikeluhkan orang tua seringkali berupa leukocoria.
Keluhan yang lain berupa anak tidak mengikuti objek yang dekat dengan wajah
atau tidak melakukan kontak mata (ketidakmampuan mengenali ibu). Orang tua
mungkin juga mengeluh mata menyipit pada cahaya terang, mata juling, mata
kecil (microphthalmos), mata besar (buphthalmos), dan gerakan mata yang
tidak normal (nystagmus). Sebuah sejarah rinci diambil yang mencakup
menanyakan tentang usia onset dan durasi gejala. Anak-anak yang lebih besar
mungkin mengalami kesulitan dalam melihat objek yang jauh, guru mungkin

22
melihat anak tidak dapat membaca papan tulis, atau orang tua mungkin melihat
anak mendekatkan barang-barang yang sangat dekat ke wajah dan menonton
televisi dari jarak dekat.13
Onset usia dan durasi gejala, riwayat antenatal dan perinatal, riwayat
demam dan ruam selama kehamilan (TORCH), konsumsi obat-obatan atau
alcohol, trauma selama persalinan, persalinan prematur (retinopati
prematuritas). Riwayat pada tumbuh kembang seperti ketidakmampuan
memegang benda yang diberikan, sering jatuh, mata menyipit pada cahaya
terang, riwayat gagal tumbuh dan sering muntah (galaktosemia). Riwayat yang
sugestif adanya kelainan sistemik. Riwayat serupa pada saudara atau anggota
keluarga yang sudah didiagnosis dengan katarak harus dicari dan grafik silsilah
harus dibuat. Riwayat trauma pada kasus katarak unilateral harus dicari. Dalam
kasus trauma, modus cedera harus ditanyakan yang membantu untuk
memastikan tingkat keparahan cedera. 13
2. Pemeriksaan Fisik Umum13
a) Konsultasi pediatric untuk menyingkirkan keterlibatan sistemik atau
penyakit genetik.
b) Pengukuran lingkar kepala. Katarak kongenital berhubungan dengan
sindrom dismorfik dimana pengukuran lingkar kepala penting
dilakukan: Trisomy 21, Hallermann-Streiff-Francois syndrome, Lowe's
Oculo-Cerebro-renal syndrome, Cri-du-chat syndrome (5p deletion),
Nance-Horan syndrome, Edward syndrome dan lain-lain.
3. Pemeriksaan Ketajaman Visual15
Bagian yang paling menantang dan sulit adalah penilaian ketajaman
visual. Pertama, kita mencari fiksasi; fiksasi sentral menunjukkan bahwa fovea
adalah titik fiksasi, stabil menunjukkan bahwa tidak ada komponen nistagmus,
dan mempertahankan pandangan menunjukkan bahwa tidak ada juling. Ini
hanya memberikan informasi kasar tetapi penting mengenai ketajaman visual.
Oleh karena itu, tes khusus telah dikembangkan untuk merekam ketajaman
visual pada anak-anak preverbal. Tes yang dapat digunakan pada bayi adalah

23
visual-evoked response, Catford drum, optokinetic nystagmus, dan Teller's
acuity card. Pada anak usia 1–2 tahun, tes Worth’s ivory ball, tes Boeck’s
candy, Tes Screening for young children and Retard, dan tes Cardiff acuity
dapat dilakukan. Pada anak usia 2–3 tahun, tes mainan miniatur, tes koin, dan
tes simbol LEA® dapat dilakukan. Pada anak usia 3- 5 tahun, Allen's picture
card, Lippman's HOTV test, dan letter test dapat dilakukan. Pada anak-anak
berusia lebih dari 5 tahun, Tumbling E, Landolt broken ring, grafik Snellen, dan
grafik LogMAR dapat digunakan.
4. Pemeriksaan Katarak13
Anak paling nyaman di pangkuan ibu. Oleh karena itu, anak diperiksa
dengan kepala anak di pundak orang tua. Setelah menilai ketajaman visual dan
respon pupil, dilakukan pemeriksaan mencari kelainan segmen anterior. Mata
dapat menunjukkan opasitas lensa, bilik mata depan yang dangkal, sinekia
anterior perifer (anomali Peter), mikrokornea (sindrom mikrokornea-katarak),
sinekia posterior (uveitis), pupil lubang kunci (iridofundal coloboma), dan
prosesus siliaris yang membesar dengan pembuluh darah di lensa (PFV).
Skrining red reflex dengan oftalmoskop langsung pada jarak 30 cm dan
difokuskan pada masing-masing pupil secara terpisah (uji Bruckner) membantu
dalam identifikasi opasitas lentikular. Jika ragu, dapat dilakukan pemeriksaan
pupil dilatasi dengan homatropin 2%. Visualisasi kedua mata secara bersamaan
dengan oftalmoskop langsung dari 3 kaki membantu dalam mengidentifikasi
anisometropia berdasarkan pancaran yang berbeda. Penilaian pada pemeriksaan
ini meliputi ada atau tidaknya red reflex, warna reflex, kecerahan reflex dan
kesimetrisan reflex.
5. Pemeriksaan Motilitas Ocular16
Strabismus dan nistagmus harus diperiksa. Strabismus sering terjadi
pada katarak unilateral dan berkembang ketika kehilangan pengelihatan telah
terjadi. Nistagmus sensory dihubungkan dengan katarak pediatric. Nistagmus
berkembang karena anak tidak dapat mempertahankan fiksasi, pada keadaan
yang jarang anak mungkin memperoleh posisi kepala yang membantu anak

24
untuk mendapatkan penglihatan yang maksimal dengan amplitudo nistagmus
yang minimum (posisi null). Nistagmus tipe sensorik ini berkembang pada usia
13 minggu ketika katarak tidak diobati. Kehadiran nistagmus bukan merupakan
kontraindikasi untuk operasi karena anak masih dapat memiliki penglihatan
kerja jika diintervensi lebih awal.
6. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata13
Untuk menyingkirkan kecurigaan adanya glaucoma yang biasanya
berhubungan dengan kelainan kongenital akibat rubella.
7. Reaksi Pupil
Untuk Memberikan Gambaran Kasar Keadaan Nervus Optikus.
8. Oftalmoskopi Direk Dan Indirek13
Untuk evaluasi vitreus atau segmen posterior seperti pendarahan
vitreus, fundal coloboma, hypoplasia optic atau macula dan lain-lain.
9. Ultrasound B scan17
Dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain di segmen
posterior yang mirip dengan katarak kongenital (leukokoria) seperti
retinoblastoma, persistent hyperplastic primary vitreous, coats disease, ROP
with retrolental fibroplasia, organized vitreous hemorrhage, congenital
falciform fold, ocular toxocariasis, dan retinal hamartomas.
10. Panjang Axial17
Panjang aksial meningkat pesat dalam 6 bulan pertama (0,46
mm/bulan), kemudian memiliki pertumbuhan yang relatif lebih lambat (fase
infantil) (0,15 mm/bulan) hingga 18 bulan, diikuti dengan pertumbuhan lambat
(fase juvenil) (0,10 mm/bulan). Kesalahan absolut pada anak-anak lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi orang dewasa. Pengukuran panjang axial dapat
dilakukan dengan ultrasound biometry. Ultrasound biometry juga dapat
menetukan kedalaman anterior chamber dan ketebalan lensa yang penting
untuk kalkukasi kekuatan IOL.
11. Keratometri
Nilai keratometri diperoleh dengan menggunakan keratometer

25
otomatis. Keratometri juga berkurang dalam 6 bulan pertama (−0,40 H/bulan),
0,14 H/bulan dalam 6 bulan berikutnya, dan -0,08 H/bulan pada tahun kedua,
mencapai kisaran dewasa pada usia sekitar 3 tahun.
12. Perhitungan Kekuatan Lensa Intraokuler18
Perhitungan daya IOL bersifat multifaktorial. Mata bersifat dinamis
dengan perubahan konstan pada anak-anak. Oleh karena itu, memprediksi
kekuatan yang tepat untuk mata anak itu sulit dan sering membingungkan. Ada
kecenderungan implantasi IOL pada anak-anak dan bayi, terutama di negara
berkembang di mana perawatan dan tindak lanjut pasca operasi sulit dilakukan.
Kekuatan IOL tergantung pada berbagai faktor yang meliputi usia presentasi,
morfologi katarak, ketajaman visual pada presentasi, waktu perkembangan
katarak (bawaan/perkembangan), biometrik pada presentasi, katarak unilateral
atau bilateral, dan status refraksi mata. IOL dapat ditanamkan pada mata dengan
AL >17 mm dan diameter kornea >10 mm. Hasil refraktif awal yang diinginkan
setelah implantasi IOL adalah hipermetropia sedang untuk menghindari
pergeseran miopia yang tidak diinginkan di masa dewasa. Dahan dan Drusedau
menyarankan undercorrection 20% pada anak.
13. Pemeriksaan Laboratorium19
a) Pemeriksaan darah rutin
b) Gula darah
c) Pemeriksaan urin secara mikroskopis
d) Serum kalsium untuk hipotiroid dan hipertiroid
e) VDRL untuk sifilis
f) Titer antibody untuk TORCH
g) Galaktokinase sel darah merah atau uridil transferase untuk galaktosemia
h) Protein urin untuk sindrom Alport
i) Asam amino urin untuk sindrom Lowe
j) Urine sodium nitroprusside / plasma homocysteine untuk homocystinuria
k) Tembaga urin/serum untuk penyakit Wilson
l) Kariotipe untuk cacat genetic

26
2.6.6 Klasifikasi Katarak pada Pediatrik13
a) Klasifikasi Berdarasarkan Morfologi

Morfolologi katarak pediatrik. (a) Zonular cataract with riders. (b) Cataract
pulverulenta. (c) Anterior polar cataract (plaque type). (d) Anterior polar cataract
(pyramidal type). (e) Posterior lenticonus showing oil droplet sign. (f) Posterior
cataract. (g) Sutural cataract. (h) Morgagnian cataract.

27
b) Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

2.6.7 Tatalaksana13,19,20
a) Midriasis
Gunakan fenilefrin 2, 5% untuk menghasilkan midriasi. Metode ini
digunakan bila terdapat katarak parsial atau nonambliogenik untuk
memungkinkan penglihatan melalui area yang tidak buram.
b) Optical iridektomi
Teknik ini sudah tidak lagi digunakan. Tujuannya sama dengan metode
midriasis yaitu, memungkinkan penglihatan melalui area yang tidak buram.
c) Pembedahan

28
Indikasi Pembedahan:
1. Kehadiran opasitas yang signifikan secara visual
2. Katarak dengan penglihatan 20/60 atau diskus tidak terlihat dengan
oftalmoskop tidak langsung.
3. Katarak sentral 3 mm
4. Katarak subkapsular posterior
5. Katarak nuklear
6. Katarak bilateral
7. Katarak yang berhubungan dengan strabismus dan nistagmus
Waktu Pembedahan:
Periode kritis perkembangan mata berkisar dari usia 2 bulan hingga 6
bulan dan emetropia mata umumnya dicapai pada usia 9 tahun, tetapi plastisitas
otak dapat melampaui dekade pertama kehidupan. Pembedahan disarankan
pada opasitas yang signifikan secara visual, yaitu opasitas sentral lebih dari 3
mm. Katarak unilateral harus dioperasi sedini mungkin sebelum usia 6 minggu
dan katarak bilateral harus dioperasi sebelum usia 8 minggu. Pada katarak
simetris, mata kedua dioperasi dalam waktu 1-2 minggu setelah mata pertama
dan pada anak yang tidak stabil secara sistemik, operasi ini dapat dilakukan di
saat yang sama. Pada kekeruhan yang tidak signifikan secara visual (katarak
blue dot atau posterior polar kecil), anak dapat diamati secara berkala. Pada
katarak nonambliogenik, pembedahan dapat dilakukan setelah usia 4 tahun
dimana perkembangan mata sudah lengkap dan komplikasi post-operasi lebih
sedikit.
Jenis Pembedahan:
Operasi katarak pediatrik berbeda dari operasi katarak dewasa dan
menimbulkan berbagai tantangan intraoperatif: kekakuan scleral yang rendah
menyebabkan kesulitan dalam konstruksi sayatan dan penutupan luka, ukuran
bola mata yang lebih kecil, kedalaman bilik mata depan yang dangkal dan
ukuran pupil yang kecil menyebabkan penurunan kemampuan manuver, kapsul
elastis, tekanan intravitreal positif dan risiko kehilangan vitreous dan ekspulsi

29
isi intraokular. Keuntungan dari implantasi IOL primer adalah koreksi refraksi
segera setelah operasi, lapang pandang penuh, lebih sedikit kemungkinan
berkembangnya dan progresi ambliopia, strabismus, nistagmus.
1. Kurang dari 18 bulan sampai 2 tahun - Aspirasi lensa tanpa IOL
dengan posterior curvilinear capsulorhexis (PCCC) dengan anterior
vitrectomy terbatas (LAV), meninggalkan anak afakia dan
memberikan koreksi afakia pasca operasi diikuti dengan implantasi
IOL sekunder di usia selanjutnya.
2. 2 tahun hingga 5 tahun- Aspirasi lensa dengan implantasi IOL
dengan PCCC dengan LAV.
3. Lebih dari 8 tahun - Aspirasi lensa dengan implantasi IOL dengan
PCCC tanpa LAV.
4. Lebih dari 8 tahun - Fakoaspirasi dengan implantasi IOL seperti
operasi katarak dewasa.
5. PCCC (dalam <8 tahun) dan LAV (dalam <5 tahun) penting pada
anak yang lebih muda karena risiko VAO pascaoperasi yang lebih
tinggi.
Namun usia untuk dilakukannya implantasi LIO masih kontroversial.
Studi di Swedia menunjukan bahwa sebagian besar operasi katarak anak pada
usia di bawah 1 tahun disertai dengan pemasangan LIO. Di Perancis, median
usia dilakukannya pemasangan LIO pada kasus katarak anak adalah 5.7 bulan.
Akan tetapi, kebanyakan studi tidak secara rutin melakukan implantasi LIO
pada pasien di bawah usia 6 bulan, tetapi hampir selalu dilakukan pada pasien
dengan usia lebih dari 2 tahun. Pertimbangan tidak dilakukannya pemasangan
LIO pada usia yang lebih muda disebabkan oleh risiko terjadinya inflamasi dan
komplikasi yang lebih tinggi serta risiko kemungkinan dilakukannya risiko
operasi ulang juga lebih tinggi. Ketersediaan LIO yang ada pada umumnya
hanya untuk pasien dewasa, tingginya kesalahan koreksi refraksi akibat
perkembangan bola mata, dan rendahnya akurasi formula untuk menghitung
kekuatan LIO pada anak menjadi alasan lainnya untuk menunda pemasangan

30
LIO. Penggunaan kacamata ataupun lensa kontak dapat menjadi opsi yang
dapat dipilih pada pasien yang lebih tidak memungkinkan untuk dipasang
LIO.21,22
Perbedaan jenis tindakan operasi katarak pada anak dapat disebabkan
oleh perbedaan usia penderita saat operasi, dan jenis katarak. Penelitian Gogate
dkk mengatakan hasil visus akan lebih buruk pada ekstraksi katarak dengan
PPC dan VA jika dilakukan pada usia > 6 tahun dibandingkan dengan fako atau
small incision cataract surgery (SICS) tanpa PPC dan VA, hal ini dikarenakan
PPC dan VA lebih sering dilakukan pada katarak kongenital usia yang lebih
muda. Tajam penglihatan setelah satu bulan postoperasi dinilai kembali pada
penelitian ini. Setelah dilakukan tindakan operasi dan prosedur postoperatif
lainnya, terdapat perubahan nilai tajam penglihatan antara mata saat preoperasi
dan postoperasi.23,24
Perbedaan usia, morfologi katarak, durasi follow up, dan faktor
penyerta lain dapat menyebabkan perbedaan hasil visus postoperasi.
Komplikasi postoperasi katarak pada anak, seperti posterior capsule
opacification (PCO), juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tajam
penglihatan postoperasi.21
Komplikasi pasca operasi katarak anak yaitu ambliopia. Ambliopia
deprivatif merupakan penyebab umum terjadinya kebutaan monokular dan
mengenai 3%-5% seluruh populasi dunia.5
2.6.8 Komplikasi19
1. Visual axis opacification (VAO): Ini adalah penyebab potensial dari
ambliopia setelah operasi katarak. Hal ini tidak dapat dihindari jika kapsul
posterior dibiarkan utuh. Ini terjadi sebagai akibat dari proliferasi, migrasi,
dan metaplasia sel epitel lensa dari ekuator ke kapsul posterior. Bahkan
setelah kapsulotomi posterior yang memadai, membran sekunder dan
opasitas media dapat terjadi.
2. Insiden glaukoma adalah 10% sampai 25%. Glaukoma sudut terbuka lebih
sering terjadi, tetapi glaukoma blok pupil juga dapat terjadi. Dalam

31
kebanyakan kasus, manajemen medis sudah cukup, tetapi jika tidak
terkontrol, maka manajemen bedah disarankan. Prosedur bedah seperti
trabekulektomi, implantasi perangkat drainase glaukoma, terakhir, prosedur
cyclodestructive dapat digunakan
3. Uveitis anterior pasca operasi: Lebih sering terjadi pada anak-anak daripada
orang dewasa karena peningkatan reaktivitas jaringan. Operasi tanpa
sentuhan dan fiksasi in the bag menguranginya. Aplikasi steroid topikal
yang sering pasca operasi dan/atau injeksi subtenon triamcinolone
acetonide mungkin diperlukan. Kadang-kadang, eksudat fibrinous padat
dan miosis pasca operasi terlihat. Dalam kasus seperti itu, midriatik seperti
atropin atau bahkan mydricaine yang disuntikkan subkonjungtiva dapat
digunakan untuk mematahkan pembentukan sinekia dan mencapai
midriasis.
4. Komplikasi terkait IOL- deposit IOL, sinekia, kekeruhan IOL,
desentralisasi dapat dilihat pada periode pasca operasi.
5. Komplikasi lain termasuk edema makula cystoid, ablasi retina,
endoftalmitis, heterokromia, dekompensasi kornea, keratopati bulosa,
astigmatism dan lain lain juga dapat terlihat

2.6.9 Diagnosis Banding19


Pasien katarak pediatrik biasanya datang dengan keluhan kekeruhan
keputihan di mata yang diperhatikan oleh orang tua. Penyebab lain leukocoria
meliputi:
a) Kelainan pada kornea (kekeruhan kornea)
b) Penyebab vitreous (perdarahan vitreous, vitreous primer
hiperplastik persisten)
c) Penyakit retina (Penyakit Coat, retinoblastoma, vitreoretinopati
eksudatif familial, ablasi retina, retinopati prematuritas, koloboma,
dll.).
d) Tumor seperti medulloepithelioma, astrocytoma retina, dll.

32
2.6.10 Prognosis10
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil akhir visual pada anak dengan katarak
pediatrik. Katarak yang signifikan secara visual menghasilkan gambar kabur pada
retina dan dengan demikian mempengaruhi perkembangan jalur visual dan koneksi di
korteks oksipital. Saat ini, dengan pemahaman yang lebih baik tentang konsekuensi
katarak pada kelompok usia dini dan kemajuan teknik bedah untuk menanganinya,
direkomendasikan untuk menghilangkan katarak yang signifikan secara visual sedini
mungkin untuk mencegah ambliopia deprivasi sensorik.
Waktu diagnosis katarak pediatrik juga memainkan peran penting dalam
memprediksi hasil visual akhir, semakin dini diagnosis, semakin dini perawatan,
semakin baik prognosisnya, dan sebaliknya. Penyakit mata terkait termasuk
mikrokornea, kekeruhan kornea, glaukoma, peradangan intraokular, kelainan segmen
posterior, dan gangguan gerakan okular seperti fiksasi yang tidak stabil, strabismus,
nistagmus menunjukkan prognosis yang lebih buruk pasca operasi.

33
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. YMA
Usia : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Perumnas 5/2013 Ambawang
Pekerjaan : Belum bekerja (pelajar)
Suku : Dayak
Agama : Kristen
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 13 Desember 2022

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang ke poli mata Klinik Ayani dengan keluhan terdapat bintik
putih pada mata kanan yang didapatkan sejak lahir.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang (Allonamnesis)
Pasien datang ke poli mata Klinik Ayani dengan keluhan terdapat bintik
putih pada mata kanan yang didapatkan sejak lahir. Pasien datang dibawa ibunya
karena keluhan bintik putih pada mata kanan yang membuat mata kanannya tidak
dapat melihat objek atau cahaya. Ibu pasien sebelumnya sudah mengetahui bintik
putih ini sejak pasien lahir dan mencurigai bahwa mata kanan pasien terdapat
gangguan karena penampilan serta bentuknya yang berbeda daripada mata kiri, ibu
pasien juga mengatakan mata kanan pasien seperti juling dan tidak focus. Keluhan
pasien membuatnya terganggu karena sulit membaca tulisan di papan tulis
sehingga pasien harus duduk di barisan kursi depan,
Ibu pasien menyangkal adanya mata merah, kotoran mata, bekas trauma,
berair, dan nyeri pada mata kanan pasien. Pasien juga menyangkal adanya
penglihatan ganda, nyeri kepala, mual dan muntah. Pasien sebelumnya tidak ada

34
riwayat menggunakan kacamata. Ini merupakan kunjungan kedua pasien,
sebelumnya pasien sudah menjalani OCT pada kedua matanya.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan anaknya sering sakit sejak usia 1 bulan hingga usia
7 bulan dengan gejala anaknya sering demam berulang, berat badan rendah tidak
sesuai usia, serta nyeri tulang, namun pasien tidak dikonsulkan ke dokter dan
hanya menjalani pengobatan secara tradisional. Pasien sejak kecil tidak dapat
mendengar suara sehingga membuatnya tidak dapat berbicara dengan pelafalan
yang jelas. Riwayat penyakit jantung, diabetes melitus, dan keganasan disangkal.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Dari pihak ayah, terdapat saudara ayah yang mengalami bintik putih dan
didiagnosa dengan katarak serta sudah menjalani operasi katarak, kemudian dari
ayah pasien terdapat selaput di mata kanan. Riwayat tekanan darah tinggi, stroke,
diabetes melitus, penyakit jantung, dan keganasan disangkal.
3.2.5 Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat atopi disangkal.
3.2.6 Riwayat Pengobatan
Ibu pasien mengatakan tidak pernah menjalani pengobatan untuk keluhan
mata pasien, saat kecil ibu pasien pernah membawa anaknya ke dokter umum di
puskesmas dan dokter tersebut menyarankan untuk membawa anaknya ke spesialis
mata, namun saran tersebut tidak dilakukan. Pasien lebih sering diobati secara
tradisional saat sakit.
3.2.7 Riwayat Prenatal, Perinatal dan Postnatal
Saat hamil ibu pasien menyangkal adanya sakit berat, demam tinggi lama,
riwayat konsumsi obat-obatan/alcohol/jamu. Pasien rutin memeriksakan
kandunganya di klinik bidan. Pasien merupakan anak tunggal, lahir secara
pervaginam ditolong bidan, lahir cukup bulan, berat badan lahir 2, 9 kg, dan
langsung menangis. Tumbuh kembang pasien tidak sesuai dengan anak seusianya.

35
3.2.8 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pelajar SMA tingkat II di Sekolah Luar Biara (SLB),
pasien di sekolah memiliki banyak teman, dan mampu beradaptasi di lingkngan
sekolahnya. Pasien hingga sekarang ditanggung biaya hidupnya oleh orangtuanya.
Pasien berobat dengan asuransi BPJS.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : Tidak diperiksa
Nadi : 77x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : tidak diperiksa
SpO2 : 98% room air

3.3.2 Status Generalisata


Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pulmo
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Cor
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan

36
 Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas atas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas bawah : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.3.3 Status Lokalis

1. Gambar Klinis Mata Pasien

Oculi Dextra et Sinistra

Oculi Dextra

37
Oculi Sinistra

2. Tekanan Intraokular
Tidak dilakukan pemeriksaan
.
3. Status Oftalmologi
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
No Light Perception Visus 6/7,5
- Lapang Pandang Dalam Batas Normal
Tidak ada Eksoftalmus Tidak ada
Tidak ada Enoftalmus Tidak ada
Ada Mikroftalmus Tidak ada
Exotropia Kedudukan Bola Mata Ortotropia
(reflek cahaya jatuh di
tepi pupil sisi medial,
deviasi sebesar 15˚)
Baik ke semua arah, Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah, tanpa
tanpa hambatan hambatan

38
OD OS

4. Pemeriksaan Segmen Anterior


OD OS
Rambut alis hitam, Alis Rambut alis hitam,
sikatriks (-) sikatriks (-)
Simetris (+), ptosis (-), Palpebra Simetris (+), ptosis (-),
lagoftalmus (-), edema Superior dan legoftalmus (-), edema (-),
(-), eritem (-), entropion Inferior eritem (-), trikiasis (-),
(-), ektopion (-), vesikel entropion (-), ektopion (-),
(-), nodul (-) vesikel (-), nodul (-)

Hiperemis (-), sekret (-), Konjungtiva Hiperemis (-), sekret


injeksi (-), pertumbuhan Palpebra (-), injeksi (+),
jaringan fibrovaskular (-), pertumbuhan jaringan
benda asing (-) fibrovaskular (-), benda
asing (-)
Warna putih Sklera Warna putih
Ikterik (-), nyeri tekan (-) Ikterik (-), nyeri tekan (-)

39
Jernih (+), edema (-), Kornea Jernih (+), edema (-),
infiltrat (-), sikatrik (-), infiltrat (-), sikatrik (-),
arcus sinilis (-) arcus sinilis (-),

Hipopion (-), hifema (-) Camera Oculi Hipopion (-), hifema (-)
Kesan Dalam Anterior Kesan Dalam

Iris: berwarna coklat, Iris Iris: berwarna coklat,


rubeosis iridis (-) rubeosis iridis (-)

Bentuk bulat (+), Pupil Berbentuk bulat (+),


ukuran: 5 mm dengan ukuran 5 mm dengan
midriasil, isokor, reflek midriasil, isokor, refleks
cahaya langsung (-), cahaya langsung (+),
reflek cahaya tak refleks cahaya tak
langsung (+) langsung (+)
Sangat keruh Lensa Hitam jernih
Iris shadow test (-) Iris shadow test (+)
Tidak didapatkan reflek Fundus Refleks Fundus normal
fundus

 Pemeriksaan funduskopi OS
Bentuk papil bulat dengan warna kuning, berbatas tegas, CD ratio 0,4;
refleks makula (+)
 Pemeriksaan Isihara
Tidak dilakukan.
 Tes Fluoresense
Tidak dilakukan
 Tes Sensibilitas Kornea
Tidak dilakukan

40
3.4 Resume
Nn. YMA datang dibawa ibunya ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan
terdapat bintik putih pada mata kanan yang didapatkan sejak lahir. Pasien datang
dibawa ibunya karena keluhan bintik putih pada mata kanan yang membuat mata
kanannya tidak dapat melihat objek atau cahaya. Ibu pasien sebelumnya sudah
mengetahui bintik putih ini sejak pasien lahir dan mencurigai bahwa mata kanan
pasien terdapat gangguan karena penampilan serta bentuknya yang berbeda
daripada mata kiri, ibu pasien juga mengatakan mata kanan pasien seperti juling
dan tidak focus. Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah
No Light Perception (NLP) dan visus OS adalah 6/7,5, pada inspeksi bola mata
didapatkan kesan mikroftalmia OD, pada pemeriksaan kedudukan bola mata (Tes
Hirschberg) didapatkan hasil OD Exotropia.
Adapun pada hasil pemeriksaan segmen anterior pada pupil OD reflek
cahaya langsung negative sedangkan reflek cahaya tak langsung positive, pada
pemeriksaan lensa OD didapatkan lensa sangat keruh (berwarna putih) dan iris
shadow (-), pada pemeriksaan refleks fundus OD tidak didapatkan reflek fundus.

3.5 Diagnosis
Diagnosis kerja :
 Katarak Juvenille OD
 Exotropia OD
 Nistagmus OD
Diagnosis banding:
 Katarak Kongenital
3.6 Tatalaksana
 Medikamentosa: Cenfresh eye drop 4 x ODS
 Pembedahan: Pro Fakoemulsifikasi OD + IOL OD
 Edukasi:
1) Keluarga dan pasien diberikan edukasi tentang penyakit dan rencana terapi
untuk penyakitnya

41
2) Pasien diberikan edukasi tentang risiko dan kompplikasi apabila dilakukan
operasi
3.7 Prognosis
OD
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
OS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

42
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien anak berusia 17 tahun datang dibawa ibunya dengan keluhan terdapat bintik
putih pada mata kanan yang didapatkan sejak lahir. Pasien datang dibawa ibunya
karena keluhan bintik putih pada mata kanan yang membuat mata kanannya tidak dapat
melihat objek atau cahaya. Ibu pasien sebelumnya sudah mengetahui bintik putih ini
sejak pasien lahir dan mencurigai bahwa mata kanan pasien terdapat gangguan karena
penampilan serta bentuknya yang berbeda daripada mata kiri, ibu pasien juga
mengatakan mata kanan pasien seperti juling dan tidak focus. Adapun pada hasil
pemeriksaan segmen anterior pada pupil OD, reflek cahaya langsung negative
sedangkan reflek cahaya tak langsung positive, pada pemeriksaan lensa OD didapatkan
lensa sangat keruh (berwarna putih) dan iris shadow (-), pada pemeriksaan refleks
fundus OD tidak didapatkan reflek fundus. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan diagnosis pasien yaitu katarak Juvenille. Katarak yang lembek dan terdapat
pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih
dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. 12
Pada pasien ini didapatkan juga exotropia OD, dimana pada pemeriksaan tes
Hicrsberg didapatkan reflek cahaya jatuh di tepi pupil sisi medial. Strabismus
merupakan salah satu komplikasi dari katarak pada anak, strabismus umum muncul
pada katarak anak karena kurangnya stimulus visual pada mata yang mengalami
katarak. Dari anamnesis, Ibu pasien juga mengatakan mata kanan pasien cenderung
tidak focus dan bergerak seperti tidak terkendali saat pasien dalam keadaan diam. Tidak
dilakukan pemeriksaan khusus nistagmus pada pasien ini namun terdapat hubungan
katarak pada anak dengan kejadian nistagmus. Nistagmus merupakan salah satu
kondisi penyerta yang sering dimiliki oleh penderita katarak anak. Nistagmus pada
katarak anak umumnya disebabkan oleh terganggunya stimulus sensorik yang
mengakibatkan terhambatnya perkembangan jaras subkortikal yang berperan dalam
stabilitas fiksasi mata.26 Nistagmus dapat menjadi suatu indikator prognosis yang buruk
pada katarak anak. Akan tetapi, gejala nistagmus pada katarak bilateral dapat

43
mengalami perbaikan apabila dilakukan tindakan operasi ekstraksi katarak bilateral
secara simultan dalam 1 bulan sejak muncul pertama kali nistagmus. Pada sebuah
penelitian menunjukkan prevalensi strabismus adalah sebesar 28.8 % pada katarak
kongenital bilateral dan 45% pada unilateral, sedangkan prevalensi nistagmus
ditemukan 30.5% pada katararak kongenital bilateral saja, dan 55.6% diantaranya juga
mengalami strabismus.27 Pada pasien ini mengalami katarak juvenile yang disertai
adanya strabismus exotropia OD dan nistagmus OD.
Pasien direncanakan untuk tindakan Phacoemulsifikasi dan pemasangan
intraocular lens (IOL). Dari anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat kelainan
sistemik yang jelas, tidak ada riwayat penyakit pada masa kehamilan ibu namun
terdapat keluhan yang sama pada keluarga di pihak ayah yaitu adanya katarak yang
didapatkan di usia tua. Pemeriksaan oftalmologi katarak Juvennile meliputi
pemeriksaan fungsi penglihatan, pemeriksaan segmen anterior, pemeriksaan segmen
posterior dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan segmen posterior dilakukan untuk
menilai adanya kelainan retina, makula dan optik disk. Pemeriksaan ultrasonografi
mata disarankan untuk melihat segmen posterior mata dikarenakan terjadi kekeruhan
pada lensa sehingga agak sulit untuk dilihat secara direk. Terapi bedah dilakukan
segera pada katarak yang signifikan secara visual yaitu berukuran diameter lebih dari
3 milimeter. Usia dibawah 20 tahun memiliki lensa dengan korteks dan nukleus yang
relatif lunak sehingga dapat dilakukan pengangkatan katarak dengan tehnik aspirasi
irigasi. Pemilihan teknik operasi katarak anak berdasarkan pemasangan IOL, usia anak
dan sikap kooperatif.13
Deteksi dan tatalaksana dini katarak kongenital penting dilakukan karena periode
kritis perkembangan penglihatan anak terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Stimulus visual yang abnormal pada periode kritis ini dapat mempengaruhi
perkembangan jaras retinogenikulokortikal dan meyebabkan amblyopia deprivatif.
Perkembangan visual yang optimal dapat dicapai bila katarak unilateral yang signifikan
dioperasi sebelum usia 6 minggu dan katarak bilateral yang siginifkan sebelum usia 10
minggu.28 Birch et all menyatakan waktu yang ideal untuk menangani penyebab
deprivasi adalah dalam 6 bulan pertama kehidupan. 29 Efektifitas terapi dan

44
kemungkinan untuk mencapai hasil yang optimal berkurang tajam setelah itu. Pada
kasus ini, orangtua pasien sudah lama menyadari bahwa mata kanan anakanya terdapat
bintik putih yang akhirnya membuat mata kanan anaknya tidak bisa melihat namun
tidak dilakukan tatalaksanan lebih lanjut, dan saat ini usia pasien sudah berusia 17
tahun. Rencana tindakan pada pasien ini berupa phacoemulsifikasi, sedangkan untuk
pemasangan IOL masih dipertimbangkan karena pada pasien ini sudah muncul
komplikasi dari kataraknya berupa strabismus dan nistagmus sehingga saat mata yang
mengalami katarak mendapatkan kemampuan penglihatan maka dapat terjadi
penglihatan ganda yang diakibatkan strabismusnya. Pemasangan IOL juga dapat
menjadi tidak bermakna apabila sudah terjadi gangguan perkembangan penglihatan
yang berhubungan dengan usia pasien saat ini.

45
BAB V

KESIMPULAN

Pasien anak perempuan berusia 17 tahun dengan keluhan bintik putih pada mata
kanan yang didapatkan sejak lahir, mata kanan tidak dapat melihat objek atau cahaya.
Keluhan lain berupa mata kanan juling dan tidak focus. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang diagnosis pada pasien ini adalah
katarak Juvenille OD, Strabismus Exotropia OD dan Nistagmus OD. Rencana terapi
pada pasien ini adalah phacoemulsifikasi OD dan IOL OD. Pasien dan keluarga
diberikan edukasi tentang penyakit, komplikasi penyakit, rencana terapi, risiko
pembedahan serta komplikasi dari pembedahan.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Bronsard A, Geneau R, Duke R, et al. Cataract in children in sub-Saharan Africa:


an overview. Expert Review of Ophthalmology 2018; 13: 343-350.
2. Gilbert C, Bowman R and Malik AN. The epidemiology of blindness in children:
changing priorities. Community Eye Health 2017; 30: 74-77.
3. Khanna RC, Foster A, Krishnaiah S, et al. Visual outcomes of bilateral congenital
and developmental cataracts in young children in south India and causes of poor
outcome. Indian J Ophthalmol 2013; 61: 65-70. 2013/02/16.
4. Muhit M, Karim T, Islam J, et al. The epidemiology of childhood blindness and
severe visual impairment in Indonesia. Br J Ophthalmol 2018; 102: 1543-1549.
5. Zhang L, Wu X, Lin D, et al. Visual Outcome and Related Factors in Bilateral Total
Congenital Cataract Patients: A Prospective Cohort Study. Sci Rep 2016; 6: 31307-
31307.
6. Neely DE, Wilson ME, Plager DA, et al. Cataracts in childhood. 1 ed.: ORBIS
International, 2011, p.60.
7. Lin D, Liu Z, Chen J, et al. Practical pattern of surgical timing of childhood cataract
in China: A cross-sectional database study. International Journal of Surgery 2019;
62: 56-61.
8. Riordan P and Eva. Anatomi dan Embriologi mata. Dalam Ophthalmologi Umum
Edisi 14 . Widya medika, Jakarta; 2000. P: 9 – 11, 29, 175
9. Kuszak JR and Costello MJ. Embryology and Anatomy of Human Lens. Duanne’s
Clinical Ophthalmology On CD Room.Lippincot Williams & Wilkins Publisher,
Philadelphia. 2003.
10. Snell Richard S. And Lemp MA. Clinical Anatomy of the Eye.2 nd ed, Blackwell
Science: Washington DC. 1998. P: 7 – 11,197-207
11. Whitehead N. Alfred. Anatomi dan Fisiologi Lensa. Dalam Transisi menuju
Fakoemulsifikasi oleh Istiantoro Soekardi dan johan A. Hutauruk, Granit kelompok
yayasan obor Indonesia. Jakarta : 2004. P: 8-12.

47
12. Sitorus B, Rita S, Ratna Sitompul, Syska Widyawati, Anna P Bani. Buku Ajar
Oftalmologi. Ed 1. Faculty of Medicine Indonesia University. 2017.
13. Khokhar SK, Pillay G, Dhull C, Agarwal E, Mahabir M, Aggarwal P. Pediatric
cataract. Indian J Ophthalmol. 2017; 65(12):1340-1349.
doi:10.4103/ijo.IJO_1023_17
14. Verma IC, Paliwal P, Singh K. Genetic Testing in Pediatric Ophthalmology. Indian
J Pediatr. 2018 Mar;85(3):228-236
15. Gole G. Visual acuity assessment in children. Clin Exp Ophthalmol. 1989;17:1–2
16. Papageorgiou E, McLean RJ, Gottlob I. Nystagmus in childhood. Pediatr Neonatol.
2014 Oct; 55(5):341-51.
17. Kaya A. Preoperative usage of ultrasound biomicroscopy in pediatric cataract. Arq
Bras Oftalmol. 2016 Feb;79(1):62
18. Capozzi P, Morini C, Piga S, Cuttini M, Vadalà P. Corneal curvature and axial
length values in children with congenital/infantile cataract in the first 42 months of
life. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2008; 49:4774–8.
19. Gupta P, Patel BC. Pediatric Cataract. [Updated 2021 Nov 2]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK572080/
20. Lim ME, Buckley EG, Prakalapakorn SG. Update on congenital cataract surgery
management. Curr Opin Ophthalmol. 2017 Jan; 28(1):87-92.
21. Lin D, Liu Z, Chen J, et al. Practical pattern of surgical timing of childhood cataract
in China: A cross-sectional database study. International Journal of Surgery 2019;
62: 56-61.
22. Magnusson G, Haargaard B, Basit S, et al. The Paediatric Cataract Register
(PECARE): an overview of operated childhood cataract in Sweden and Denmark.
Acta Ophthalmol 2018; 96: 51-55.
23. Khanna RC, Foster A, Krishnaiah S, et al. Visual outcomes of bilateral congenital
and developmental cataracts in young children in south India and causes of poor
outcome. Indian J Ophthalmol 2013; 61: 65-70.

48
24. Gogate P, Sahasrabudhe M, Shah M, et al. Long term outcomes of bilateral
congenital and developmental cataracts operated in Maharashtra, India. Miraj
pediatric cataract study III. Indian Journal of Ophthalmology 2014; 62: 186-195
25. Hwang SS, Kim WS, Lee SJ. Clinical features of strabismus and nystagmus in
bilateral congenital cataracts. Int J Ophthalmol. 2018 May 18;11(5):813-817. doi:
10.18240/ijo.2018.05.16. PMID: 29862181; PMCID: PMC5957034.
26. Hajar S , Karfiati F, Sari M dkk. Karakteristik Penderita Katarak Anak Di Pusat
Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Periode 2020. Departemen Ilmu
Kesehatan Mata. Subdivisi Pediatric Oftalmologi dan Strabismus. Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. 2020. Bandung: Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran.
27. Lee S, Park J. Strabismus and nystagmus in the congenital cataracts. Acta
Ophthalmologica, 92:0-0. https://doi.org/10.1111/j.1755-3768.2014.T089.x
28. Medsinge A, Nischal KK. Pediatric cataract: challenges and future directions.
Clinical Ophthalmology. 7 Januari 2015 ;(9):77–90.
29. Eileen E. Birch, Sarah E. Morale, Reed M. Jost, Angie De La Cruz, Krista R. Kelly,
Yi-Zhong Wang, Peter J. Bex; Assessing Suppression in Amblyopic Children With
a Dichoptic Eye Chart. Invest. Ophthalmol. Vis. Sci. 2016;57(13):5649-5654.
doi: https://doi.org/10.1167/iovs.16-19986.

49

Anda mungkin juga menyukai