PENDAHULUAN
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga oleh mata yang dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina. Hal ini terjadi karena kornea atau lensa
yang terlalu cembung atau karena diameter bola mata terlalu panjang. Mata
dianggap normal atau emmetropia jika sinar sejajar dari objek jauh difokuskan
tepat di retina dan pada keadaan dimana otot siliaris relaksasi total atau ketika
dengan jelas benda yang jauh tanpa menggunakan alat bantu optik seperti kaca
mata atau lensa kontak. Kelainan miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan
lensa sferis negatif atau lensa cekung (concave1lens) sehingga cahaya yang
datang akan disebarkan oleh lensa koreksi sebelum masuk kedalam mata,
sehingga cahaya yang masuk dapat jatuh ke titik fokus lebih posterior atau tepat
pada retina.1
yang tidak segera diatasi, yaitu berkisar 43% dan yang menjadi penyebab
negara Asia, 30%-40% di Eropa dan Amerika Serikat serta 10%-20% di Afrika.2
1
Prevalensi miopia pada anak-anak meningkat seiring dengan pertambahan
umur. Frekuensi miopia pada anak-anak usia 5-7 tahun di Amerika adalah 3%,
pada usia 8-10 tahun 8%, pada usia 11-12 tahun 14%, dan pada usia 12-17 tahun
25%.3 Penelitian di Taiwan menemukan frekuensi miopia sebesar 12% pada anak-
anak usia 6 tahun dan 84% pada usia 16-18 tahun. 3 Data di Jepang mendapatkan
peningkatan prevalensi miopia pada anak usia 12 tahun sebesar 43,5% menjadi
66% pada anak usia 17 tahun.4 Penelitian lain di Hongkong mendapatkan insiden
miopia pada anak usia sekolah kira-kira 37%, dengan perbandingan yang sama
koreksi refraksi miopia di Indonesia sebesar 4,6%. Sekitar 10% dari 66 juta anak
Poliklinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung
diperoleh hasil paling banyak usia pasien miopia adalah 17-25 tahun yaitu (80%).7
diperoleh hasil usia terbanyak mengalami miopia adalah >17 tahun yaitu
6,6%, dan di kota Padang memiliki prevalensi koreksi refraksi miopia lebih tinggi
Penyebab miopia diduga terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
ekstrinsik yang diduga berkaitan dengan miopia adalah lama aktivitas mata
2
seseorang terutama lamanya serta kebiasaan seseorang beraktivitas melihat dalam
ketika melihat sebuah objek yang jauhnya kira-kira 5-6 meter. Semakin lama
mata seseorang melakukan akomodasi, sehingga lama kelamaan mata akan lelah
dan kondisi ini akan memicu pengaburan di retina dan persepsi penglihatan
miopia sedang, dan miopia berat. Miopia ringan derajatnya kurang dari 3 dioptri,
miopia sedang derajatnya 3 sampai 6 dioptri, dan miopia berat derajatnya lebih
dari 6 dioptri.9 Komplikasi dapat timbul pada miopia pada miopia derajat berat
bagaimana profil pasien miopia dengan sampel usia 12-25 tahun di Poli Mata RSI
3
1.3 Tujuan Penelitian
karakterisitik pasien miopia pada usia 12-25 tahun di Poli Mata RSI Siti Rahmah
kelamin
pekerjaan
keparahan
4
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi tentang prevalensi pasien miopia pada usia 12-25 tahun di
miopia
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
syarat untuk mendiagnosis berbagai penyakit yang ada pada mata dengan tepat
serta dapat menentukan jenis terapi dan pembedahan yang aman. Berikut adalah
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media refraksi yang terdiri
atas kornea, aquos humor, lensa, corpus vitreus. Pada orang normal susunan
setelah melalui media penglihatan akan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
6
Mata yang normal disebut sebagai mata emmetropia dan akan menempatkan
2.2.1 Kornea
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea berfungsi sebagai membran
pelindung dan jendela yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat
tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan
deturgesensi.13
Aquos humor adalah suatu jaringan jernih yang dihasilkan di corpus siliaris
yang mengalir melalui pupil untuk mengisi ruang anterior mata. Fungsi aquos
humor adalah untuk memberi makanan pada kornea dan lensa dan mengangkut
melalui suatu jaringan trabekula ke dalam canalis schlemm, suatu saluran venosa
2.2.3 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, elastis, tak berwarna, dan
ciliare. Karna keelastisannya yang alami, lensa memiliki daya akomodasi yaitu
7
2.2.4 Corpus Vitreus
Corpus vitreus adalah badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk 2/3 volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi
oleh lensa, retina dan diskus opticus. 98% dari corpus vitreus tersusun atas air,
Proses melihat harus diawali dengan masuknya sinar kedalam mata, dimana
akan terjadi beberapa tahapan, yaitu tahap pembiasan, tahap sintesa fotokimia,
tahap pengiriman sinyal sensoris dan tahap persepsi di pusat penglihatan. Tahap
pembiasan terjadi di kornea, lensa, vitreous humor dengan titik hasil pembiasan
tergantung pada panjang sumbu bola mata. Proses fotokimia terjadi di retina.
Retina memiliki sel fotoreseptor yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut yang
Fotoreseptor yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut terdiri dari tiga
bagian. Pertama adalah segmen luar yang terletak paling dekat dengan bagian
eksterior mata dan menghadap ke koroid, bagian ini berfungsi untuk mendeteksi
adanya cahaya yang masuk. Kedua adalah segmen dalam yang terletak di bagian
tengah fotoreseptor, bagian ini mengandung perangkat metabolik sel. Ketiga yaitu
terminal sinaps yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata yang
proses kimia yang merangsang dan menimbulkan impuls listrik potensial dan
8
pengaktifan fotopigmen yang menyebabkan terbentuknya impuls listrik dan
menghasilakn potensial aksi di sel ganglion yang kemudian akan diantarkan oleh
akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Bayangan difokuskan tepat pada
retina, lalu mata melakukan sebuah mekanisme akomodasi dimana mata dapat
mengubah kekuatan refraksi dengan cara merubah bentuk dari lensa sehingga
Pada mata yang normal atau emmetropia dengan media penglihatan dan
panjang bola mata yang seimbang, ketika mata tidak berakomodasi atau otot
siliaris berelaksasi ketika melihat jauh, mata akan tetap menempatkan bayangan
benda tepat di retina dan mata akan meningkatkan kekuatan refraksi dari kornea
dan lensa ketika difokuskan pada objek sehingga bayangan tetap akan tepat jatuh
di retina.17
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan yang bayangan tegasnya tidak jatuh
mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat
pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada
kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang
9
Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Penelitian mengenai pengaruh
1. Miopia
2. Hipermetropia
3. Astigmatisma
10
2.5 Miopia
2.5.1 Definisi
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga oleh mata yang dalam keadan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina. Hal ini dapat timbul karena kornea atau
lensa yang terlalu melengkung atau karena diameter bola mata terlalu panjang.
Mata akan dianggap normal atau emmetropia jika sinar sejajar dari objek jauh
difokuskan tepat di retina pada keadaan dimana otot siliaris relaksasi total atau
2.5.2 Etiologi
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar yang terlalu kuat akibat bola
mata yang terlalu panjang atau kornea dan lensa yang terlalu cembung. Akibatnya
cahaya yang masuk ke mata tidak difokuskan tepat di retina, melainkan di depan
retina. Objek dekat dapat terlihat dengan jelas, sedangkan objek yang jauh akan
buram.20
2.5.3 Klasifikasi
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata,
sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang
sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang
terjadi biasanya kurang dari 6 dioptri. Keadaan ini disebut juga dengan miopia
fisiologi.
11
2. Miopia patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua usia dan terjadi
fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan refraksi yang terdapat
lima yaitu:21
1. Miopia simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang
terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa yang terlalu tinggi.
2. Miopia nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling
kurang cahaya. Fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap
pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat
direlaksasikan.
maligna atau miopia progresif. Merupakan miopia derajat tinggi dan tajam
12
naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan
sebagainya.
b. Miopia progresif adalah miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa
miopia degeneratif.
lain:
1. Faktor keturunan
Faktor yang penting pada miopia yaitu faktor keturunan. Anak dengan orang
refraksi. Prevalensi miopia pada anak yang kedua orang tuanya miopia adalah
32,9%, sedangkan pada anak dengan hanya salah satu orang tuanya yang
mengalami miopia adalah sekitar 18,2%, dan kurang dari 8,3% pada anak dengan
13
Aktivitas melihat jarak dekat yang terlalu berlebihan akan menyebabkan
mata menjadi mudah lelah, sayu, dan kadang berair. 23 Anak-anak yang banyak
lebih berisiko untuk terjadi miopia. Semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk
melalui efek fisik langsung akibat akomodasi yang terjadi secara terus menerus
sehingga menyebabkan tonus otot siliaris menjadi tinggi dan lensa menjadi
akomodasi mata.23
Aktivitas melihat jarak dekat pada monitor dengan jarak yang tidak sesuai
retina. Bayangan buram ini akan memulai proses kimia pada retina untuk
2.5.5 Patogenesis
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang
disebut sebagai miopia aksial dan dapat pula karena indeks bias media refraktif
yang tinggi atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat yang
Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata
pada miopia. Teori biologik menganggap bahwa pemanjangan sumbu bola mata
14
sebagai akibat dari pertumbuhan retina (overgrowth). Teori biologik menjelaskan
pada saat bayi baru lahir, kebanyakan bayi memiliki mata hiperopia namun saat
ini disebut emetropisasi. Anak dengan predisposisi miopia, proses ini berlanjut
dan mengakibatkan bola mata lebih panjang dari ukuran umum. Gangguan
penekanan sklera sebagai penyebab pemanjangan bola mata. Teori ini menyatakan
elongasi aksial.12
Indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat maksudnya adalah
cahaya yang dibiaskan kuat, dapat disebabkan oleh lensa yang terlalu cembung
sehingga lensa dalam keadaan cembung terus menerus. Semakin dekat benda yang
dilihat dan semakin lama waktu yang digunakan mengakibatkan semakin kuat
mata berakomodasi.12
15
Penderita miopi keluhan utamanya adalah penglihatan yang kabur saat
melihat jauh, tetapi jelas untuk melihat dekat. Pasien akan memberikan keluhan
sakit kepala atau mata terasa lelah, sering disertai dengan juling dan celah
kelopak mata sempit.26 Pasien miopia mempunyai punctum remotum yang dekat
sehingga mata selalu dalam konvergensi yang akan menimbulkan astenopia (mata
lelah) konvergensi dan bila menetap akan terlihat mata juling kedalam atau
esotropia.16
1. Pemeriksaan Pinhole
2. Uji Refraksi
a. Subjektif
Metode yang digunakan adalah dengan metode “trial and error”. Jarak
Mata diperiksa satu persatu dibiaskan dengan mata kanan terlebih dahulu setelah
itu mata kiri. Visus / tajam penglihatan masing-masing mata ditentukan. Visus
tidak 6/6 kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis
16
positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 6/6 atau 20/20 maka pasien
menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif dan
memberikan tajam penglihatan 6/6 atau 20/20 maka pasien menderita miopia.
Apabila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
b. Objektif
- Autorefraktometer
komputer. Penderita duduk didepan autorefraktor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
beberapa detik.16
2.5.8 Penatalaksanaan
Orang yang terkena miopia dapat diberikan kacamata dengan lensa cekung
atau dapat juga menggunakan lensa kontak. Kacamata dan lensa kontak akan
memfokuskan kembali cahaya tepat pada retina. Kacamata juga dapat membantu
kembali kornea sehingga mata dapat kembali normal. Jika operasi berhasil maka
pasien akan memiliki ketajaman visual yang sangat baik tanpa kacamata atau
lensa kontak. Bedah refraktif yang paling sering dilakukan adalah photorefractive
17
keratomileusis.27
2.5.9 Komplikasi
1. Ablasio retina
Pada pasien dengan miopia tinggi yang mencapai sekitar 2% dari populasi,
lebih mungkin untuk menderita penyakit mata tertentu seperti ablasio retina ,
degenerasi retina sentral, dan yang lainnya. Dr. Carlos Mateo mengatakan 40%
dari pasien miopia dengan lebih dari 8 dioptri akan mengalami risiko beberapa
Karakteristik dari ablasio retina adalah adanya pencairan sebagian dari jeli
vitreus, tarikan yang kuat menciptakan robekan pada retina dan dengan adanya
robekan akan memberikan aliran dari corpus vitreus yang mencair ke dalam ruang
progresif (syneresis) dari pusat. Setelah mencair sehingga terjadi PVD (posterior
Meskipun terjadi pada 10% dari polpulasi umum, mata miopia secara signifikan
Corpus vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan
2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-
lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini
dapat terjadi kolaps corpus viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina.
18
Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan
karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.29
BAB III
19
KERANGKA TEORI
Kelainan refraksi
Jenis kelamin
Bayangan jatuh
didepan retina
Ket :
Yang Diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Teori
BAB IV
20
METODE PENELITIAN
Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah ilmu penyakit mata pada usia
remaja.
Tempat penelitian dilakukan di bagian Poli Mata RSI. Siti Rahmah Padang
Sumatera Barat.
Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2019 sampai Januari 2020,
menggunakan data sekunder yang berasal dari rekam medis pasien miopia yang
4.4.3 Sampel
21
Sampel pada penelitian ini adalah pasien miopia yang memenuhi kriteria
A. Kriteria Inklusi:
1. Pasien menderita miopia usia 12-25 tahun di Poli Mata RSI. Siti Rahmah
2. Pasien dengan data rekam medis yang lengkap, yaitu : usia, jenis kelamin,
B. Kriteria Eksklusi:
1. Pasien penderita miopia dengan usia < 12 tahun atau > 25 tahun di Poli
4. Pasien astigmatisma
(menetapkan ciri khusus subjek sesuai dengan tujuan penelitian) di bagian rekam
Z α 2 PQ
n=
d2
Keterangan:
22
n : Jumlah sampel minimal
d : Presisi = 10%
Q : 1- P = 1 – 0,62 = 0,38
Z α 2 PQ
n=
d2
0,63
n=
0,01
n = 63
Dari perhitungan ini didapatkan jumlah sampel sebanyak 63 orang, namun untuk
mengurangi bias sampel ditambah menjadi 65 orang.
23
4.6 Definisi Operasional
Tabel Definisi Operasional
Alat Ukur
Definisi
Variabel dan Cara Hasil Ukur Nilai
Operasional
Pengukuran
Umur adalah a. Remaja Awal
lama waktu (12-16 tahun)
Usia30 Rekam Medis Ordinal
hidup atau ada b. Remaja Akhir
sejak dilahirkan (17-25 tahun)
Jenis kelamin
Jenis dengan kategori a. Laki-laki
Rekam Medis Nominal
Kelamin laki-laki atau b. Perempuan
perempuan
a. Pedagang
Jenis pekerjaan b. PNS
Status
rutin yang Rekam Medis c. Pelajar Nominal
Pekerjaan31
dilakukan d. Mahasiswa
e. IRT
a. Ringan < 3 D
Derajat Berdasarkan
Rekam Medis b. Sedang 3-6 D Ordinal
Keparahan16 Klasifikasi
c. Berat > 6 D
24
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari data rekam medis penderita miopia di Poli Mata RSI
penelitian.
4. Setelah itu dari bagian rekam medis RSI Siti Rahmah memberikan surat
25
Persetujuan Etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah
Kriteria penelitian
Hasil penelitian
26
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah memperhatikan prinsip etika
penelitian, yaitu :
3. Peneliti telah menjunjung tinggi privasi rekam medis pasien dengan menjaga
peneliti.
BAB V
27
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Pasien Miopia Pada Usia 12-25 Tahun di RSI Siti Rahmah
Padang
purposive sampling dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian
ini telah mendapat izin etik dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisa terhadap data yang telah didapat,
maka penulis dapat uraikan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini:
5.1.1 Usia
12-25 tahun di Poli Mata RSI Siti Rahmah Padang tahun 2018
Usia F %
Remaja Awal (12-16 tahun) 35 53.8
Remaja Akhir (17-25 tahun) 30 46.2
Jumlah 65 100
usia terbanyak adalah remaja awal (12-16 tahun) yaitu 35 orang (53,8%)
28
Tabel 5.2 Karakteristik pasien miopia ditinjau berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 23 35.4
Perempuan 42 64.6
Jumlah 65 100
5.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan F %
IRT 2 3.1
Mahasiswa 14 21.5
Pedagang 5 7.7
Pelajar 39 60.0
PNS 5 7.7
Jumlah 65 100
29
Tabel 5.4 Karakteristik pasien miopia ditinjau berdasarkan derajat
Derajat Keparahan F %
OD
Ringan (< 3 Dioptri) 54 83.1
Sedang (3-6 Dioptri) 10 15.4
Berat (>6 Dioptri) 1 1.5
OS
Ringan (< 3 Dioptri) 53 81.5
Sedang (3-6 Dioptri) 11 16.9
Berat (>6 Dioptri) 1 1.5
Jumlah 65 100
derajat keparahan OD paling banyak derajat ringan yaitu 54 orang (83,1%) dan
BAB VI
PEMBAHASAN
remaja awal (12-16 tahun) yaitu 35 orang (53,8%) di Poli Mata RSI Siti Rahmah
30
oleh Guo L membuktikan prevalensi miopia pada siswa rentang usia 12-13 tahun
sebesar 0,2% kemudian meningkat menjadi 38,8% pada siswa rentang usia 13-14
tahun dan tertinggi sebesar 68,4% pada siswa 15-16 tahun. 32 Penelitian oleh
Anak-anak pada usia sekolah yang memiliki minat belajar yang tinggi
Usia terbanyak pada hasil penelitian yaitu 12-16 tahun ini sesuai dengan data
WHO yang menyatakan terjadi peningkatan miopia diatas usia 12 tahun dan
adalah perempuan yaitu 42 orang (64,6%) di Poli Mata RSI Siti Rahmah Padang
tahun 2018.
oleh Sofiani pada remaja di SMAN 2 Temanggung diperoleh hasil paling banyak
miopia terjadi pada perempuan yaitu (52,5%).35 Hal ini dikarenakan perempuan
intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga mengurangi daya akomodasi dan
31
mengurangi pelepasan dopamin oleh retina untuk mengurangi elongasi mata,
Hal ini juga dapat dihubungkan dengan aktivitas diluar ruangan yang
cenderung lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Olahraga diluar ruangan dan
gangguan tajam penglihatan lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan,
terjadi pada wanita. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa prevalensi miopia laki-
jenis kelamin adalah faktor risiko tingginya prevalensi miopia pada remaja.
dimulai lebih awal daripada pubertas laki-laki. Derajat keparahannya juga secara
dalam kornea, kelenjar meibom, sel epitel pigmen retina. Hormon estrogen
32
keparahan miopia. Ini membuktikan bahwa terdapat perubahan penglihatan
adalah sebagai pelajar yaitu 39 orang (60%) di Poli Mata RSI Siti Rahmah Padang
tahun 2018.
pelajar berprestasi. Hal tersebut juga dibuktikan dari penelitian yang dilakukan
oleh Juneti pada anak sekolah dasar kelas 5 dan kelas 6 di SDN 17 Bukit Raya
meningkatkan aktivitas melihat dekat dan lama, dimana siswa yang berprestasi
Responden pada penelitian ini paling banyak adalah pelajar yang pada usia
mereka banyak menghabiskan waktu bermain atau terpapar pada beberapa faktor
menggunakan komputer dan bermain video game. Hal ini memiliki peranan yang
faktor lingkungan memiliki peran yang besar terhadap miopia. Faktor lingkungan
yang dimaksud adalah aktivitas didalam ruangan dan diluar ruangan. Aktivitas
33
kelas VI berpartisipasi dalam kegiatan olahraga dan aktivitas luar ruangan selama
7,98 jam per minggu (1,14 jam per hari). Sementara anak kelas III dengan
aktivitas luar ruangan selama 11,65 jam per minggu (1,66 jam per hari).
lama tinggi.40
mata kanan (OD) paling banyak dengan tingkat derajat keparahan ringan yaitu 54
orang (83,1%) dan miopia pada mata kiri (OS) paling banyak dengan derajat
keparahan ringan yaitu 53 orang (81,5%) di Poli Mata RSI Siti Rahmah Padang
tahun 2018.
miopia derajat ringan sebanyak (92,6%).41 Ini juga sejalan dengan penelitian
Purwanto pada pelajar di SMA Negeri 2 Palembang diperoleh hasil paling banyak
adalah miopia dengan derajat keparahan ringan yaitu (61%).42 Penelitian oleh
34
memengaruhi pertumbuhan bola mata dan mengakibatkan kesalahan bias.
Individu tanpa faktor predisposisi miopia yang terpajan secara terus menerus oleh
memegang peranan penting pada terjadinya miopia. Faktor genetik meliputi usia,
jenis kelamin, riwayat keluarga dan riwayat kelahiran prematur. Faktor genetik
menjadi tinggi dan lensa menjadi cembung. Namun berdasarkan teori terbaru,
bayangan buram di retina (retina blur) yang terjadi selama fokus dekat. Bayangan
buram di retina ini memulai proses biokimia pada retina untuk menstimulasi
perubahan biokimia dan struktural pada sklera dan koroid yang menyebabkan
elongasi aksial.47
pada saat bayi baru lahir, kebanyakan bayi memiliki mata hiperopia namun saat
pertumbuhan mata kurang menjadi hiperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi
Pada anak dengan predisposisi miopia, proses ini berlanjut namun mereka
menderita miopia derajat ringan pada awal kehidupan. Orang yang tidak
mempunyai faktor predisposisi miopia yang kuat juga dimulai dengan hiperopia
dan emetropisasi sampai bayangan difokuskan tepat di retina, saat proses tersebut
35
berhenti. Faktor miopiogenik seperti membaca dalam waktu lama atau pekerjaan
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
prevalensi pasien penderita miopia pada usia 12-25 tahun di Poli Mata RSI Siti
36
awal (12-16 tahun) yaitu 35 orang (53,8%).
7.2 Saran
sehingga setiap kelainan refraksi dapat diketahui lebih awal dan terapi
2. Bagi pasien yang mengalami miopia khususnya para pelajar agar mampu
jarak baca yang sangat dekat, tidak bermain game di gadget dan
parah.
3. Bagi pihak rumah sakit agar memberikan edukasi bagi penderita miopia
37
bisa menyehatkan mata.
sampel yang jauh lebih besar dengan mengevaluasi kelainan miopia pada
38