Judul
Disusun oleh:
Intan Nur Aini
130110230162
Halaman Judul..........................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Penglihatan Manusia............................................3
2.2 Visual Pathway..........................................................................................3
2.3 Kelainan Refraksi......................................................................................4
BAB 3 TAHAP PELAKSANAAN.........................................................................8
3.1 Ide Gagasan...............................................................................................8
3.2 Fitur-fitur Aplikasi....................................................................................8
3.3 Cara Kerja Aplikasi...................................................................................8
3.4 SWOT........................................................................................................9
3.5 Prediksi Penerimaan Masyarakat............................................................10
3.6 Kolaborasi...............................................................................................10
3.7 Prototype.................................................................................................11
BAB 4 CONCEPTUAL FRAMEWORK.............................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
LAMPIRAN...........................................................................................................15
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
Penggunaan gawai menjadi penyebab keluhan penurunan tajam
penglihatan pada anak yang sering menghabiskan waktu bermain gawai tanpa
pengawasan orang tua. Sebuah penelitian di Spanyol turut menyebutkan
bahwa anak yang waktunya habis untuk bermain gawai di rumah lebih
mudah mengalami penurunan pada ketajaman penglihatan dibandingkan
mereka yang menghabiskan banyak waktunya di luar rumah. Penelitian lain
yang dilakukan di sini juga memaparkan bahwa perangkat elektronik seperti
gawai akan menurunkan frekuensi kedipan mata, sehingga mata menjadi
kering (Angmalingsang, 2021).
Dari rumusan masalah di atas, langkah preventif awal yang bisa diambil
untuk mengurangi risiko terjadinya miopia dini pada anak-anak yang
disebabkan oleh gawai adalah dengan mengatur jarak penggunaan gawai dan
membatasi waktu penggunannya. Pada tahun 2016 lalu, Samsung pernah
meluncurkan aplikasi sensor jarak mata bagi anak-anak yang bernama Safety
Screen berbasis Android dan tersedia di Google Play Store (Samsung, 2023).
Namun, sayangnya, aplikasi ini sepertinya tidak mencapai target pasar yang
diinginkan sehingga sudah tidak bisa ditemukan lagi di pasaran.
Untuk itu, saya ingin kembali mengembangkan aplikasi serupa tetapi
dengan beberapa tambahan fitur-fitur yang akan melengkapi apikasi tersebut.
REHAT (Rehabilitasi Mata Sehat) adalah aplikasi yang akan dilengkapi
dengan sensor jarak mata sejauh 20 cm dari gawai, pewaktu setiap 20 menit
sekali yang akan mengarahkan anak untuk melihat objek atau benda yang
terletak 20 kaki di depannya selama 20 detik (rule 20-20-20), serta kuesioner
aktif setiap bulan sebagai diagnosis dini miopi pada anak. Selain fitur-fitur
tersebut, pada tabel pengisian data diri akan ada pengarahan pengisian data
riwayat miopia orang tua, sebagai peringatan awal adanya kemungkinan yang
lebih bagi anak untuk turut mengalami miopia.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
3
Sel batang dan sel kerucut akan bersinapsis dengan sel bipolar yang
selanjutnya akan bersinapsis dengan sel ganglion. Sel ganglion memiliki
akson panjang dari lapisan retina sampai ke bagian belakang mata di mana
mereka akan bersambungan membentuk saraf optik tunggal (CN II) yang
berada di retina. Area munculnya saraf optik ini tidak memiliki sel reseptor,
jadi disebut blind spot (bitnik buta). Saraf optik muncul dari mata sampai ke
pusat syaraf mata dan kembali lagi ke otak (Gupta, 2023).
Selanjutnya, sinyal elektrik akan sampai ke kiasma optic, di mana kedua
saraf optic bertemu dan membentuk struktur silang. Di kiasma optic akson
saraf optic dari nasal retina akan menyilang ke sisi berlawanan. Di mana
akson dari temporal retina tidak menyilang. Fungsi dari persilangan ini adalah
menata informasi visual dari kedua mata. (Gupta, 2023).
Dari kiasma optic, akson dari sisi yang bersilangan maupun tidak akan
membentuk jalur optic yang akan bersinapsis dengan sel di lateral geniculate
nucleus (LNG) dari thalamus di kedua sisi otak. LNG adalah pusat
pemrosesan informasi visual yang menajamkan kontras dan meningkatkan
persepsi. Saraf yang ada di LNG akan menirim serabut saraf yang berisi
radiasi optik ke primary visual cortex di otak yang berlokasi di occipital lobe.
Visual cortex adalah tempat di mana sinyal elektrik akan diproses menjadi
bentuk, warna, dan gerakan, sehingga otak bisa mengartikan sinyal tersebut
sebagai gambar yang bisa dipahami (Gupta, 2023).
2.3.2 Miopia
Miopia merupakan kelainan refraksi, yang mana kuat pembiasan pada
sinar berlebihan, sehingga sebuah sinar sejajar akan dibiaskan di depan
fovea (bintik kuning). Akibatnya, nilai objek bias kurang dari sama dengan
0,50 dioptri di salah satu atau kedua mata. Hal ini disebabkan banyak faktor,
antara lain bola mata yang memanjang, kornea yang terlalu melengkung,
dan daya optik lensa yang meningkat (Flitcroft, 2019).
4
Prevalensi miopia berdasarkan negara dan etnis, mencapai angka 70%
sampai 90% di beberapa negara Asia. Sementara itu, di Indonesia prevalensi
kelainan pada refraksi menempati podium utama penyakit di mata, yaitu
mencapai 25% penduduk atau 55 juta jiwa penduduk. Sedangkan, angka
prevalensi miopia di Indonesia sendiri melebihi -0,5 D di orang usia lebih
dari 21 tahun adalah sekitar 48,1% (Wulandari, 2018).
5
Penderita miopia usia muda antara 6 sampai 7 tahun memiliki titik
akhir miopia yang lebih besar dibandingkan kelompok rentang usia lain.
Kelompok ini menunjukkan laju perkembangan serta pemanjangan aksial
yang lebih cepat (Hyman, 2005).
c.Miopia orang tua
Penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan risiko miopi pada
remaja dengan orang tua yang mengalami miopia. Bahkan, penelitian lain
mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan sebanyak enam kali lipat jika
kedua orang tua remaja tersebut menderita rabun jauh (Pacella, 1999).
Miopia orang tua ini tidak hanya menjadi faktor risiko terjadinya
miopia, tetapi juga faktor risiko munculnya miopia progresif pada anak.
Miopia pada orang tua akan berhubungan langsung dengan perkembangan
miopia dan panjang aksial anak (Kurtz, 2007).
d. Jenis kelamin
Berdasarkan Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional,
perempuan memiliki prevalensi miopia lebih tinggi jika dibandingkan laki-
laki pada usia 20-40 tahun. Namun, hal ini tidak terjadi secara konsisten di
kelompok umur lainnya. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa
Perempuan memiliki panjang aksial yang lebih pendek dibandingkan laki-
laki, tetapi dikompensasi dengan kornea mata yang lebih kuat pada
Perempuan (Vitale, 2008).
e.Faktor lingkungan
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa peningkatan waktu di luar
ruangan bagi anak-anak mengurasi risiko miopia sebesar 2% untuk setiap
bertambahnya jam bermain di luar ruangan dalam durasi satu minggu
(Sherwin, 2012).
f. Penggunaan gawai.
Gawai menyebabkan penurunan ketajaman mata, kekeringan mata,
mata berair, sakit kepala bahkan kerusakan otak karena paparan layar
monitor yang berlebihan. Penggunaan gawai dalam jangka waktu lama
akan menyebabkan miopia (Anggraeni, 2019).
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis miopia yang paling utama adalah melalui pengukuran
ketajaman mata menggunakan Snellen chart yang diletakkan 6 meter atau 20
kaki dari pasien. Jika pasien tidak bisa melihat huruf di baris 6/6, pasien
mungkin memiliki gangguan refraktif. Untuk menegakkan diagnosis,
pemeriksaan akan dilanjutkan menggunakan pinhole test. Jika hasilnya
menunjukkan peningkatan, maka penurunan penglihatan disebabkan oleh
adanya gangguan refraksi. Namun, jika hasilnya tetap atau mengalami
6
penurunan, maka penurunan penglihatan mungkin disebabkan oleh penyakit
lain (Hennelly, 2019).
2.3.6 Treatment
Ada dua jenis penanganan miopia, yaitu non-operasi dan operasi.
Penanganan non-operasi bisa menggunakan kacamata dan kontak lensa.
Penggunaan kacamata dan lensa kontak dimaksudkan supaya fokus bisa
bergeser dan bayangan objek jatuh tepat di bintik kuning retina, sehingga
penglihatan menjadi lebih jelas. Pada anak usia sekolah, jenis yang paling
sesuai dan nyaman digunakan adalah kacamata. Hal ini disebabkan oleh
penggunaan lensa kontak yang memiliki banyak aturan pakai, misalnya
penggunaan obat tetes mata yang harus kontinu dilakukan dalam jangka
waktu tertentu. Penanganan melalui operasi antara lain PRK, Lasik, dan
SMILE. Prosedur ini merupakan prosedur pengubahan kornea menggunakan
bantuan laser. Prosedur operasi ini dilakukan ketika usia lebih dari 18 tahun,
karena di usia tersebut tumbuh kembang sudah berhenti, sehingga aksial
tidak akan memanjang kembali.
2.3.7 Pencegahan
a. Menambah waktu bermain di luar ruangan
Peneliti menyebutkan bahwa waktu beraktivitas di luar ruangan
berdampak kepada asosiasi miopia anak. Salah satu penelitian
merangkum hubungan diantara waktu di luar ruangan dan miopia pada
anak di bawah 20 tahun. Hasilnya tidak hanya mengkonfirmasi bahwa
meningkatnya waktu di luar ruangan mengurangi risiko miopia, tetapi
juga mengindikasikan bahwa 2% prevalensi miopia akan berkurang setiap
bertambahnya jam aktivitas di luar ruangan dalam satu minggu (Sherwin,
2012)
b. Kontrol terhadap penggunaan gawai
Daya penglihatan anak dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya
adalah penggunaan gawai (Yulaihah, 2018). Dengan kontrol orang tua
terhadap penggunaan gawai anak, risiko terjadinya miopi bisa berkurang.
Namun, dikarenakan tidak semua orang tua bisa mengawasi penggunaan
gawai anaknya selama 24 jam penuh, diperlukan inovasi yang bisa
memudahkannya. Dengan penggunaan aplikasi REHAT (Rehabilitasi
Mata Sehat) yang tersambung dengan email orang tua/wali, maka kontrol
penggunaan gawai bisa dilakukan dengan lebih mudah. Dengan aplikasi
ini, jarak mata anak dengan layar gawai serta waktu penggunaan gawai
akan lebih mudah dikontrol.
7
BAB 3 TAHAP PELAKSANAAN
8
3.3.1. Registrasi Pengguna
Setelah pengguna mengunduh aplikasi, pengguna harus mengisi data diri
dan data anggota keluarga. Data diri meliputi nama, usia, dan email orang
tua/wali. Data kesehatan berupa anggota keluarga inti yang menderita
miopia, riwayat pemeriksaan mata sebelumnya, dan intensitas penggunaan
gawai.
3.4 SWOT
3.4.1 Strength (Kekuatan)
9
1. Aplikasi ini memiliki fitur yang lengkap terkait dengan gerakan preventif
miopia pada anak
2. Aplikasi ini terhubung dengan email orang tua, sehingga kontrol orang
tua pada penggunaan gawai anak lebih mudah dilakukan
3. Target dari aplikasi ini kebanyakan sudah mulai memasuki usia sekolah,
sehingga kolaborasi dengan sekolah lebih mudah dilakukan dan aplikasi
menjadi lebih banyak dikenal
3.6 Kolaborasi
Untuk merealisasikan gagasan aplikasi REHAT (Rehabilitasi Mata Sehat),
diperlukan kerja sama antar Lembaga dan pihak kolaborator. REHAT
(Rehabilitasi Mata sehat) membutuhkan kerja sama :
1. Developer Aplikasi
Sebagai peralisasi prototype aplikasi REHAT (Rehabilitasi Mata Sehat).
2. Dinas Kesehatan
Sebagai wadah untuk memperkenalkan aplikasi kepada masyarakat.
Puskesmas misalnya, bisa menjadi garda pertama penyebar informasi
10
kepada masyarakat tentang adanya aplikasi pencegahan miopia dini pada
anak
3. Dinas Pendidikan
Sebagai wadah untuk memperkenalkan aplikasi kepada orang tua/wali
murid mengenai adanya aplikasi pencegahan miopia dini pada anak.
3.7 Prototype
3.6.1 Logo Aplikasi
11
BAB 4 CONCEPTUAL FRAMEWORK
https://drive.google.com/file/d/1S5-GKN-YxnkBHF64HbsSPXfy5Mae7ILn/
view?usp=sharing
12
DAFTAR PUSTAKA
Flitcroft DI, He M, Jonas JB, et al. IMI – Defining and classifying myopia: a
proposed set of standards for clinical and epidemiologic studies. Invest
Ophthalmol Vis Sci.2019;60:M20–M30. doi: 10.1167/iovs.18-25957.
Yuswantoro E, Christiani M, Mandasari YP. Kajian Miopia Pada Anak Usia
Sekolah. Jurnal Keperwatan Terapan (e-Journal), Vol. 07, No. 01,
2021: 2442-6873.
Paramitasari D, Ratnaningsih N. Gamabaran Kelainan Refraksi Tidak Terkoreksi
Pada Program Penapisan Oleh Unit Oftamologi Komunitas Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Di Wilayah Kabupaten Bandung
Tahun 2017 cicendoeyehospital.com. Diakses pada Kamis 12 Oktober 2023.
Hartanto W, Inakawati S. (2010). Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Penuh di
RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1 Januari 2002-31 Desember 2003.
Media Medika Muda. 4: 26-7.
Komariah C, A NW. Hubungan status refraksi , dengan kebiasaan membaca ,
aktivitas di depan komputer , dan status refraksi orang tua pada anak usia
sekolah dasar. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2014;28(2): 137–140.
Angmalingsang YSA, Moningka MEW, Rumampuk JF. Hubungan Penggunaan
Smartphone terhadap Ketajaman Penglihatan. eBiomedik. 2021;9(1):94-
100. doi: https://doi.org/10.35790/ebm.9.1.2021.31805
Samsung Newsroom. "Samsung Luncurkan Aplikasi Terobosan yang Melindungi
Mata Anda". Diakses pada Kamis 12 Oktober 2023.
https://news.samsung.com/global/samsung-launches-breakthrough-
application-that-protects-your-eyes
Haeny, Noer. Analisis Faktor Risiko Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada
Radar Controller di PT Angkasa Pura II (PERSERO) Cabang Utama
Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Tahun 2019. Skripsi, Universitas
Indonesia, 2019.
Gupta M, Ireland AC, Bordoni B. Neuroanatomy, Visual Pathway. [Updated 2022
Dec 19]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023 Jan Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553189/
Wulandari M, Mahadini C. Akupuntur Titik Chengqi, Tongziliao dan Yintang
dalam Memperbaiki Visus Kasus Miopia. Journal of Vocational Health
Studies 01 (2018): 56-59. doi: 10.20473/jvhs.V2I2.2018.56-59.
Yu L, Li ZK, Gao JR, Liu JR, Xu CT. Epidemiology, genetics and treatments for
myopia. Int J Ophthalmol. 2011;4(6):658-69. doi: 10.3980/j.issn.2222-
13
3959.2011.06.17. Epub 2011 Dec 18. PMID: 22553740; PMCID:
PMC3340784.
Subudhi P, Agarwal P. Miopia. [Diperbarui 31 Maret 2023]. Di: StatPearls
[Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2023 Januari-.
Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK580529/
Solikah SN, Hasnah K. Terapi Senam Mata Sebagai Upaya Preventif Miopi pada
Anak di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada
Volume 13 No 1, Hal 109-118, Januari 2022.
Kelompok KOMET. Stabilisasi miopia dan faktor terkait di antara peserta dalam
Uji Coba Evaluasi Koreksi Miopia. (COMET) Invest Ophthalmol Vis Sci. 3
Desember 2013; 54 (13):7871–84.
Hyman L, Gwiazda J, Hussein M, Norton TT, Wang Y, Marsh-Tootle W, Everett
D. Hubungan usia, jenis kelamin, dan etnis dengan perkembangan miopia
dan pemanjangan aksial dalam koreksi uji coba evaluasi miopia. Mata
Lengkungan. Juli 2005; 123 (7):977–87.
Pacella R, McLellan J, Grice K, Del Bono EA, Wiggs JL, Gwiazda JE. Peran
faktor genetik dalam etiologi miopia awitan remaja berdasarkan studi
longitudinal kelainan refraksi. Optom Vis Sci. 1999 Juni; 76 (6):381–6.
Kurtz D, Hyman L, Gwiazda JE, Manny R, Dong LM, Wang Y, Scheiman M
COMET Group. Peran miopia orang tua dalam perkembangan miopia dan
interaksinya dengan pengobatan pada anak COMET. Investasikan
Ophthalmol Vis Sci. Februari 2007; 48 (2):562–70.
Vitale S, Ellwein L, Cotch MF, Ferris FL, 3rd, Sperduto R. Prevalensi kelainan
refraksi di Amerika Serikat, 1999–2004. Mata Lengkungan. Agustus 2008;
126 (8):1111–9.
Sherwin JC, Reacher MH, Keogh RH, Khawaja AP, Mackey DA, Foster PJ.
Hubungan antara waktu yang dihabiskan di luar ruangan dan miopia pada
anak- anak dan remaja: tinjauan sistematis dan meta-analisis. Oftalmologi.
Oktober 2012; 119 (10):2141–51.
Anggraeni,S.(2019). Pengaruh Pengetahuan Tentang Dampak Gadget Pada
Kesehatan Terhadap Perilaku Penggunaan Gadget Pada Siswa SDN Kebun
Bunga 6 Banjarmasin, Faletehan Health Journal, 6(2), pp.64–68.
doi:10.33746/fhj.v6i2.68
Hennelly ML. How to detect myopia in the eye clinic. Community Eye Health.
2019;32(105):15-16. PMID: 31409949; PMCID: PMC6688402.
Yulaihah, A. (2018) Hubungan Perilaku Penggunaan Gadget Dengan Tingkat
Daya Lihat Anak Usia Prasekolah di TK ABA Tegalrejo Yogyakarta, Naskah
Publikasi Fakultas IlmuKesehatan Universitas ’Aisyiyah.
14
LAMPIRAN
15