Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola

mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam

sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata

dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada

mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian

terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan

sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar

dibanding sklera. (ilyas, 2018)

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea

dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi

perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan

uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil

yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam

bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh simpatis, sedang sfingter iris dan

otot siliar di persarafi oleh parasim patis. Otot siliar yang terletak di badan

siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar

yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos


humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal

iris di batas kornea dan sklera. (ilyas, 2018)

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan

lapismembran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsang

an pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial

antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang

disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan

bersifat gelatin yang hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars

plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan

tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa

terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator nya pada badan

siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada

akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah

makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar

lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.

(ilyas, 2018)

B. Fisiologi penglihatan

Penglihatan terjadi saat sinar cahaya ditangkap oleh sel-sel yang sensitive

terhadap cahaya yaitu sel fotoreseptor retina, dengan syarat media refraksi

seperti kornea, aqueous humor, lensa, badan vitreus jernih. Proses melihat
tidak hanya peran fotoreseptor dari retina, tetapi merupakan suatu kerjasama

neural yang melibatkan otak (Skalicky, 2015).

C. Emmetropia dan Ammetropia

1. Emetropia

Emetropia berasal dari kata Yunani emetros yang berarti ukuran

normal atau dalam keseimbangan wajar. Mata dengan sifat emetropia

adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan

berfungsi normal. Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana

sinar jauh di fokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan

akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut

ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6

atau 100%. (ilyas, 2018)

2. Ametropia

Dalam bahasa Yunani ametros berarti tidak sebanding atau tidak

seimbang, sedang ops berarti mata. Sehingga yang dimaksud dengan

ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata

yang tidak seimbang. Hal ini akan terjadi akibat kelainan kekuatan

pembiasan sinar media rahat memberikan bayangan sinar sejajar pada

fokus yang tidak terletak pada retina. Pada keadaan ini bayangan pada

selaput jala tidak sempurna terbentuk. penglihatan atau kelainan bentuk

bola mata. (ilyas, 2018) Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau
dalam keadaan istirahat Dikenal dalam berbagai bentuk ametropia,

seperi:

a. Ametropia aksial

Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang,

atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan

atau di belakang retina. Pada miopia aksial fokus akan terletak di

depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada hipermetropia

aksial fokus bayangan terletak dibelakang retina. (ilyas, 2018)

b. Ametropia refraktif

Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar dalam mata. Bila

daya bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina

(miopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan benda akan

terletak di bagian retina (Hipermetropia refraktif). (ilyas, 2018)

1) Miopia

Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan

sinar dari suatu objek yang jauh difokuskan di depan retina pada

mata yang tidak berakomodasi. Hal ini terjadi karena

ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan

panjang sumbu bola mata (axial length). Miopia dibagi menjadi

3 jenis berdasarkan waktu timbulnya, yaitu miopia kongenital,

school myopia dan adult onset myopia. School myopia adalah

istilah yang digunakan terhadap miopia yang muncul dan

berkembang pada anak usia sekolah (Basri,2014). School


myopia juga disebut dengan simple myopia yang menunjukkan

derajat miopia yang rendah sampai sedang (0 sampai dengan -6

dioptri) sementara bila kelainan melebihi -6 D disebut miopia

tinggi atau pathological. School myopia dapat dikoreksi dengan

kacamata atau lensa kontak sementara miopia tinggi sering

dihubungkan dengan prognosis kebutaan akibat ablation retina,

degenerasi makula dan glaukoma (Basri, 2014).

2) Epidemiologi Miopia

Miopia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

cukup menonjol dan penyebab utama kelainan penglihatan di

dunia. Menurut data yang di kumpulkan oleh Andrzej

Grzybowski pada jurnal nya yang berjudul “A review on the

epidemiology of myopia in school children worldwide”

menjelaskan bahwa Prevalensinya berkisar dari 0,7% di Arab

Saudi (anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun), 1,4% di Amerika

Selatan (anak-anak berusia 5-15 tahun) menjadi 65,5% dalam

kelompok ke-3 tahun siswa sekolah menengah pertama (usia 14

15 tahun; rata-rata 15.25 ± 0.46 tahun) di distrik Haidian di

Beijing. Itu prevalensi miopia tertinggi pada anak sekolah

dilaporkan di Asia Timur dan Singapura, daerah perkotaan Cina,

Taiwan dan Korea Selatan . Di Eropa prevalensinya tingkat

mencapai 42,7% dalam kohort Prancis 10-19 tahun. Prevalensi


miopia pada anak usia sekolah terus meningkat signifikan di

seluruh dunia (You dkk, 2012)

3) Faktor dan resiko myopia

Beberapa faktor yang mempengaruhi miopia antara lain

adanya faktor internal dan juga eksternal. Faktor internal terdiri

dari faktor usia dan faktor genetik (Angelo, Halim, & Shinta,

2017). Sedangkan, faktor eksternal yaitu faktor melihat jarak

dekat (Melihat Gadget)dan faktor-faktor lainnya

Faktor risiko terjadinya miopia pada siswa sekolah adalah

sebagai berikut:

a) Faktor Keturunan

Faktor keturunan adalah salah satu faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya miopia pada keturunan nya

hal ini terjadi karena menurut penelitian dari

Nurjannah (2018) bahwa riwayat genetik merupakan

faktor risiko utama penyebab miopia. Faktor genetik

dapat menurunkan sifat kelainan refraksi ke

keturunannya, baik secara autosomal dominan maupun

autosomal resesif. Penelitian Lisa dan kawan kawan,

juga mengatakan bahwa ada hubungan antara riwayat

miopia orang tua dengan miopia, mengindikasikan

bahwa kemungkinan anak memiliki resiko tinggi


menjadi miopia meningkat seiring jumlah orang tua

yang mengalami miopia. Beberapa penelitian

menunjukkan faktor resiko keturunan adalah faktor

terpenting yang menyebabkan miopia. Orang tua yang

memiliki kelainan miopia cenderung memiliki anak

dengan kelainan miopia. Penelitian Goss

menyebutkan, prevalensi miopia 33-60% pada anak

dengan kedua orangtua miopia, pada anak yang

memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya

23-40%, dan hanya 6-15% anak mengalami miopia

yang tidak memiliki orang tua miopia. (Melita,2013)

b) Faktor Ras

Faktor ras juga menjadi faktor terjadinya miopia

menurut yu. Dkk (2011) orang Asia memiliki

kecenderungan miopia lebih tinggi (85-90%)

dibandingkan dengan orang-orang yang berada di

Amerika (20-50%). Prevalensi miopia pada anak-anak

di Negara barat sangat kecil (kurang dari 5%),

sedangkan anak-anak di Asia memiliki prevalensi

yang tinggi sekitar 29% (Yu et al., 2011). Ddiapatkan

adanya hubungan antara etnis dengan panjang aksial

bola mata, dimana terdapat lebih banyak pada etnis


cina, 13 (54,2%) dan hanya 5 (45,5%) pada etnis

melayu (Arsa, 2019)

c) Faktor aktivitas jarak dekat

Faktor aktivitas jarak dekat dapat mengakibatkan

terjadinya miopia pada anak karena menurut

pernyataan dari Dhanardhono (2015), mengatakan

bahwa aktivitas jarak dekat yang dimaksud seperti

aktivitas membaca yang terlalu dekat (<30 cm) dan

lama membaca (>30 menit) juga dapat meningkatkan

kejadian miopia pada anak, dimana kebiasaan

membaca lebih dari 30 menit secara terus menerus

dapat menyebabkan tonus otot siliaris menjadi tinggi

sehingga lensa menjadi cembung yang mengakibatkan

bayangan objek jatuh di depan retina dan

menimbulkan miopia.

Menurut Saminan (2015) lamanya waktu yang

dihabiskan untuk aktivitas melihat dekat menyebabkan

upaya akomodasi yang berlebihan ketika mata

mencoba untuk memfokuskan objek. Kondisi ini

menyebabkan perubahan adiptif pada kekuatan

pembiasan dari lensa crystalline dan beberapa sistem


yang berhubungan, seperti tonus dari otot siliar

menjadi hipertropi dan atropi sehingga menyebabkan

seseorang menjadi myopia. (Nurjanah. 2015).

d) Faktor kurang nya aktivitas di luar ruangan

Faktor kurangnya aktivitas di luar ruangan juga dapat

menjadi faktor tejadinya miopia, karena di saat

pandemi covid-19 seperti sekarang kegiatan anak anak

di luar ruangan jadi berkurang dan dapat menyebab

kan seorang anak mempunyai kelainan miopia.

Menurut Penelitian Lisa A. Jones et al. (2007)

menyatakan bahwa aktivitas di luar ruangan yang

rendah akan meningkatkan kejadian miopia pada anak

yang memiliki kedua orang tua miopia. Penelitian di

Australia membandingkan gaya hidup anak dari etnis

Cina yang tinggal di Sidney, dengan yang tinggal di

Singapura didapatkan sebanyak 29% anak-anak di

Singapura mengalami miopia, sedangkan di Sidney

hanya 3,3% yang miopia. Padahal, anak-anak di

Sidney membaca lebih banyak buku tiap minggu dan

melakukan aktifitas dalam jarak dekat lebih lama

daripada anak di Singapura, tetapi mereka juga

menghabiskan waktu di luar rumah lebih lama (13,75


jam per minggu) dibandingkan dengan anak-anak di

Singapura (3,05 jam) (Sahat, 2006).

Aktivitas di luar ruangan merupakan suatu faktor

protektif yang dapat mencegah terjadinya miopia.

Terdapat mekanisme yang mendukung aktivitas di luar

ruangan sebagai faktor protektif yaitu meningkatnya

depth of focus dan kejernihan retina yang

menyebabkan konstriksi pupil karena intensitas cahaya

yang tinggi dan berkurangnya permintaan untuk

melihat jarak dekat saat berada di luar ruangan.

Semakin tinggi intensitas cahaya, tingkat perlindungan

terhadap miopia juga semakin meningkat

(Ramamurthy et al., 2015).

a) Diagnosis Miopia

Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan

dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pada anamnesa, pasien mengeluh penglihatan

kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca atau

melihat benda dari jarak dekat. Pada pemeriksaan

opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan

objektif. Cara subyektif dilakukan dengan menggunakan

optotipe dari Snellen dan trial lenses; dan cara objektif


dengan opthalmoskopi direk dan pemeriksaan retinoskopi.

Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak

pemeriksa dan pasien sebesar 6 meter sesuai dengan jarak tak

terhingga, dan pemeriksaan harus dilakukan dengan tenang,

baik pemeriksa maupun pasien. Pada pemeriksaan terlebih

dahulu di tentukan tajam penglihatan atau visus (VOD/VOS)

yang dinyatakan dengan bentuk pecahan. Jarak antara pasien

dengan optotipe Snellen:

Jarak yang seharusnya dilihat oleh pasien dengan visus

normal. Visus yang terbaik adalah 6/6, yaitu pada jarak

pemeriksaan 6 meter dapat terlihat huruf yang seharusnya

terlihat pada jarak 6 meter. Bila huruf terbesar dari optotipe

Snellen tidak dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan

dengan cara meminta penderita menghitung jari pada dasar

putih, pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada

penglihatan normal terlihat pada jarak 60 meter, jika pasien

hanya dapat melihat pada jarak 2 meter, maka besar visusnya

adalah 2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak

dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara

pemeriksa menggerakan tanganya pada berbagai arah dan

meminta pasien mengatakan arah gerakan tersebut pada

berbagai jarak. Gerakan normal pada mata normal dapat

terlihat dari jarak 300 meter, jika pasien hanya dapat melihat
pada jarak 1 meter, maka visus pasien tersebut 1/300. Dan

apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat pada jarak

terdekat sekalipun, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan

menggunakan sinar atau cahaya dari senter pemeriksa dan

mengarahkan sinar tersebut pada mata pasien dari segala arah

dengan salah satu mata ditutup.

Pada pemeriksaan ini pe Pada pemeriksaan ini

penderita harus dapat melihat arah sinar dengan benar,

apabila masih dapat melihat arah sinar dengan benar, maka

fungsi retina bagian perifer masih baik dan dikatakan

visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika penderita

hanya dapat melihat sinar dan tidak dapat menentukan arah

dengan benar atau pada beberapa tempat tidak dapat terlihat

maka berarti retina tidak berfungsi dengan baik dan dikatakan

sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama sekali tidak

terlihat oleh penderita maka berarti terjadi kerusakan dari

retina secara keseluruhan dan dikatakan dengan visus 0 (nol)

atau buta total.

Ketajaman penglihatan yang kurang baik dapat

dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis + (S+), sferis -

(S-), dan silindris +/- (C+/-). Pada kelainan refraksi miopia,

ketajaman penglihatan dapat dikoreksi dengan

menggunakanlensa sferis negatif terkecil yang memberikan


ketajaman penglihatan terbaik tanpa akomodasi. ( ilyas.

2012)

b) Tanda dan Gejala Miopia

Seseorang yang menderita miopia akan merasakan

penglihatan jauh buram dan penglihatan dekat normal,

kemudian banyak menggunakan aktivitas dekat dengan jarak

yang sangat dekat, menyipitkan mata atau memicingkan mata

demi mendapatkan efek lubang kecil (pinhole) yang akan

menghilangkan abrerasi sferis sehingga penglihatan dirasa

sedikit jelas. (ilyas, 2012)

c) Penatalaksanaan miopia

Orang yang terkena miopia dapat diberikan kacamata

dengan lensa cekung atau dapat juga menggunakan lensa

kontak. Kacamata dan lensa kontak akan memfokuskan

kembali cahaya tepat pada retina. Kacamata juga dapat

membantu melindungi mata dari sinar ultraviolet yang

berbahaya.

Bedah refraktif dilakukan setelah pasien berhenti tumbuh,

biasanya sekitar usia 20 tahun. Bedah kertorefraktif

menggunakan laser untuk membentuk Kembali kornea

sehingga mata dapat kembali normal. Jika operasi berhasil

maka pasien akan memiliki ketajaman visual yang sangat baik

tanpa kacamata atau lensa kontak. Bedah refraktif yang paling


sering dilakukan adalah photorefractive keratectomy (PRK),

laser in situ keratomileusis (LASIK), dan laser epithelial

keratomileusis (Ostrow & Kirkeby, 2017).

d) Pencegahan

Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan

anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya

dokter akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan

laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan, operasi,

penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.

Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene,

yaitu seperti mencegah terjadinya kebiasaan buruk, melatih

pandangan jauh atau melihat jauh dan dekat secara bergantian

dapat mencegah miopia, kenali dan perbaiki sejak awal jika

ada kelainan pada mata jangan menunggu sampai ada

gangguan pada mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal, maka

kelainan yang ada bisa menjadi permanen, misalnya bayi

prematur harus terus dipantau selama 4-6 minggu pertama di

ruang inkubator untuk melihat apakah ada tanda-tanda

retinopati, segera lakukan konsultasi dengan dokter spesialis

mata anak untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri

tinggi supaya tidak terjadi juling. Patuhi setiap perintah dokter

dalam program rehabilitasi tersebut, memperhatikan nutrisi,

termasuk pasokan vitamin A selama hamil memeriksakan


mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang

memakai kacamata, kenali kemampua melihat yang kurang,

dan segeralah melakukan pemeriksaan, dan yang terakhir

adalah melakukan skrining pada anakanak di usia sekolah

(Curtin, 2002).

1) Jarak baca

Jarak baca merupakan kegiatan visual yang dilakukan

pada jarak dekat atau ketika seseorang harus fokus untuk

melihat objek benda secara rinci. Pekerjaan jarak dekat

seperti jarak membaca yang terlalu dekat (< 30 cm) juga

dapat meningkatkan terjadinya miopia pada anak.(karim,

2017).

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1 kerangka konsep

Faktor risiko miopia

1. Keturunan
2. Ras MIOPIA
3. Aktivitas jarak dekat
4. Kurangnya aktivitas di
luar ruangan

Anda mungkin juga menyukai