Anda di halaman 1dari 73

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
71

BAB IV

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA DATA

A. Latar Belakang Munculnya Batik Banyuwangi

Munculnya batik Banyuwangi jika didasarkan dari sumber literatur dan

beberapa hasil wawancara baik dari budayawan, saksi hidup, dan karyawan sentra

pengrajin, dapat dikategorikan menjadi tiga faktor utama,yakni:

1. Ekspansi Mataram ke Wilayah Banyuwangi (Blambangan) sebagai Awal


Mula Adanya Kegiatan Pembatikan di Banyuwangi.

Banyuwangi sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang termasuk dalam

lingkup batik pesisir merupakan Kabupaten yang terletak di ujung timur pulau Jawa

secara geografis terletak pada koordinat 7o45’15” – 8o43’2” Lintang Selatan dan

113o38’10” Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di sebelah

utara, Kabupaten Jember di sebelah Selatan, timur berbatasan dengan Selat Bali, dan

di sebelah selatan adalah Samudra Hindia (Banyuwangi Culture and Tourism

Service, page 2).

Kondisi Koordinat itu menyebabkan Banyuwangi memiliki keragaman

pemandangan alam, kekayaan seni dan budaya, serta adat tradisi. Pesona alam yang

indah tersebar dari wilayah utara sampai selatan, dan dari wilayah barat sampai

timur, dengan gunung, hutan, serta pantai sebagai pemberi corak dari masing-

masing wilayah. Keadaan alamcommit


tersebutto memiliki
user pengaruh yang cukup signifikan

71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72

terhadap tingkat pertumbuhan flora dan fauna di sekitarnya. Seperti yang

diungkapkan Munoz (2006:417) bahwa Tome Piréz yang pernah mengunjungi Jawa

pada tahun1513 Masehi menyatakan bahwa daerah Blambangan merupakan wilayah

yang kaya, cukup penduduk, panenan berlimpah, dan terdapat banyak kuda dan

budak. Kondisi itu menjadi cerminan mata pencaharian penduduk Blambangan yang

mayoritas adalah nelayan dan petani. Jika ditelisik melalui segi perekonomiannya

Banyuwangi memiliki sistem ekonomi yang bersifat agraris (De Graaf dan Pigeaud,

2003:217).

Gambar 14. Peta Banyuwangi


(Sumber: www.google.com, 2012)

Banyuwangi yang awalnya bernama Blambangan merupakan wilayah yang

menjadi banyak incaran oleh para penguasa lain untuk ditaklukan. Hal tersebut

karena Banyuwangi merupakan salah satu pelabuhan utama dalam perhentian

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73

penting bagi kapal-kapal yang berlayar menuju pulau rempah-rempah. Wilayah ini

sulit ditaklukkan oleh Para Raja Jawa Timur karena penampang alamnya yang sulit

dijangkau (sebelah barat pegunungan (Ijen), sebelah timur lautan (Selat Bali) ,

sebelah utara hutan (Baluran) dan sebelah selatan pegunungan (Gumitir dan Raung)

(Munoz, 2006: 417).

Kondisi alam Banyuwangi yang memiliki penampang wilayah yang cukup sulit,

tetapi menarik untuk ditelisik lebih lanjut menyebabkan beberapa penguasa kerajaan

ingin menjatuhkan dan menduduki Banyuwangi. Salah satu kerajaan tersebut adalah

Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung Hanyokro Kusumo (1613 –

1646). Sultan Agung pada awalnya berusaha menghancurkan kekuatan VOC di

Batavia, namun karena gagal dia mengalihkan perhatiannya ke wilayah timur ,

seperti : Pasuruan tahun 1617, Tuban tahun 1620, Madura tahun 1624, Surabaya

tahun 1625, dan pada tahun 1633 di Blambangan, Panarukan, dan Blitar.

Blambangan pada tahun 1620 sampai tahun 1639 mempunyai hubungan yang

sangat erat dengan Bali. Raja Gelgel yakni penguasa Bali bekerja sama dengan

penguasa Blambangan untuk mengadakan serangan terhadap Mataram dengan

mengerahkan 20.000 prajurit. Mereka berhasil memukul mundur pasukan Mataram,

namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Hingga pada tahun 1636-1639 Mataram

kembali melakukan penyerangan dan hasilnya dimenangkan oleh pihak Mataram

Penguasa Blambangan pada tahun 1620 –an sampai tahun 1639 sangat erat

hubungannya dengan Bali. Raja Gelgel yang saat itu bekerja sama dengan penguasa

Blambangan pada tanggal 7 Oktober 1635 mengadakan serangan besar-besaran

commit to
dengan mengerahkan 20.000 prajurit keuser
pihak Mataram yang ingin menguasai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74

Blambangan. Mataram dan Sultan Agung berhasil dipukul mundur, namun mereka

(pihak Mataram) kembali melakukan serangan pada tahun 1636 – 1639. Dan

serangan tersebut dimenangkan oleh pihak Mataram.

Mataram yang telah berhasil menaklukkan Blambangan kemudian mulai

melakukan Islamisasi dan menerapkan sistem atau pola hidup mereka terhadap

penduduk Blambangan termasuk dalam lingkup sosial dan kebudayaan.

Berdasarkan hasil hipotesa juga menyatakan bahwa latar belakang kemunculan batik

di Banyuwangi tidak luput dari periode penaklukkan Blambangan oleh Mataram.

Dimana pada saat kekuasaan Mataram inilah banyak kawula muda Blambangan

yang di bawa ke pusat pemerintahan Mataram Islam di Pleret Kotagede, sehingga

tidak mustahil para kawula muda Blambangan belajar membatik di keraton Mataram

Islam . Munculnya pembatikan di wilayah Banyuwangi di mulai dari centra batik di

wilayah Temenggungan (Azhar Prasetyo, Wawancara, 29 Oktober 2012).

2. Batik Sebagai Mata Dagang di Banyuwangi

Bentuk perdagangan yang mejadi faktor penting dalam perkembangan batik

terutama di wilayah pesisir seperti Banyuwangi tercermin dalam sejarah. Sejarah

menyatakan perkembangan perdagangan di Nusantara mulai menunjukkan kemajuan

ketika Islam mulai berpengaruh di kawasan pesisir (Biranul Anas, Ratna Panggabean,

dan Hassanudin, 1997:86). Sejak awal abad ke -16, seluruh pantai utara Jawa telah

dikuasai oleh kerajaan- kerajaan Islam salah satunya adalah Mataram Islam.

Perkembangan selanjutya menunjukkan bahwa kota-kota pesisir, baik yang

menjadi kesultanan, pusat penyiaran agama, ataupun kota perdagangan tumbuh


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75

sebagai tempat pertemuan kalangan pedagang. Kota pesisir mengundang pedagang

untuk menawarkan dan membeli barang yang saling membutuhkan. Wilayah

Banyuwangi sebagai salah satu kota pesisir juga tentu menjadi tempat tujuan dagang.

Tome Pirez mencatat beberapa komoditas seperti emas, tembaga, bermacam

ternak, ikan, sayuran, buah-buhan, beras yang putih , dan “….For merchandise they

have countless Javanese cloth, which they take to Malacca to sell”. Dia secara jelas

menyatakan “Javanese cloth” sebagai kain yang memiliki ragam hias khas Jawa.

”Javanese Cloth” amat besar kemungkinannya adalah batik, karena batik telah

memasyarakat sejak era Mataram dan bahan-bahan batik termasuk komoditas yang

dijual pada pasar internasional, seperti Malaka (Armando Cortesao dalam Biranul

Anas, Ratna Panggabean, dan Hassanudin, 1997:88-89). Dilihat dari hal tersebut

maka tidak dipungkiri bahwa batik telah menjadi suatu komoditas perdagangan.

Peristiwa itu lambat laun menjadi proses yang menghadirkan para pedagang batik

Solo dan Yogyakarta pada tahun 1920-an masuk ke wilayah Banyuwangi dan

menetap menjadi warga kota tersebut. Hingga saat ini mereka berdomisili di sekitar
1
wilayah Rogojampi . Adanya pedagang dari Solo dan Yogyakarta yang memiliki

latar belakang budaya batik yang cukup kuat, membuat besarnya kemungkinan

mereka menerapkan dan memberi motivasi pada mayarakat Banyuwangi untuk

mengembangkan potensi batik yang ada di wilayah mereka. Dalam hal ini tidak dapat

dipungkiri bahwa salah satu latar belakang kemunculan batik di Banyuwangi adalah

suatu bentuk kegiatan perdagangan yang dibawa oleh masyarakat pendatang.

Bentuk perdagangan yang mejadi faktor penting dalam perkembangan batik

terutama di wilayah pesisir seperti Banyuwangi juga tercermin dalam sejarah. Sejrah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76

menyatakan bahwa sejak awal abad ke-16 seluruh pantai utara Jawa telah dikuasai

oleh kerajaan-kerajaan Islam.

Batik Banyuwangi juga mulai dikenal secara lebih komersial ketika masa

pendudukan Jepang berkisar tahun 1942. Jepang memang tidak berperan dalam

penciptaan motif batik Banyuwangi, namun mereka berperan dalam perkembangan

batik Banyuwangi dari segi perekonomin. Banyuwangi pada awalnya adalah wilayah

yang secara ekonomi tidak kekurangan, sebab ditunjang oleh kondisi alamnya yang

subur. Keadaan tersebut berubah, saat pendudukan Jepang di Hindia Belanda.

Banyuwangi yang semula sebagai wilayah yang surplus makanan berubah drastis2.

Kondisi Banyuwangi yang sedang mengalami krisis membuat Jepang bertindak

agar wilayah jajahannya tetap menguntungkan bagi mereka. Salah satu tindakan

tersebut dan cukup membantu bagi Jepang adalah dengan mengembangkan potensi

batik yang ada di Banyuwangi. Penguasa Jepang juga memberikan dukungan pada

pemerintah Banyuwangi dengan mendatangkan ATBM (alat tenun bukan mesin)

untuk mengadakan pameran kain tenun (Hasnan Singodimayan, Wawancara, 6

November 2012).

Bukti lainnya bahwa Jepang memiliki peran dalam mengembangkan batik

Banyuwangi adalah dengan menerapkan peraturan bahwa murid wanita yang

menuntut ilmu di bawah lembaga pendidikan naungan Jepang harus memiliki

kemampuan membatik. Sekolah Mardiputri yang saat ini SDN Kepatihan merupakan

sekolah putri di bawah naungan Jepang yang menuntut siswinya untuk dapat

membatik. Mak Sum adalah salah satu siswi Mardiputri yang hingga sekarang masih

aktif membatik. Dalam proses membatiknya Mak Sum masih menggunakan cara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77

tradisional dengan batik tulis dan dengan proses pemanasan malam yang

menggunakan bahan bakar kayu. Pada dasarnya tindakan Jepang yang seolah-olah

meningkatkan kondisi perekonomian bagi Banyuwangi adalah salah satu bentuk

kamuflase bagi Jepang untuk meraih kuntungan yang semata-mata untuk kepentingan

pribadi mereka (Mak Sum, Wawancara, 31 Oktober 2012).

Gambar 15. Mak Sum (kiri) dan Proses Pencairan Malam yang Masih Tradisional (kanan)
( Sumber : Foto Fenty Pratiwi, 2012)

3. Batik Sebagai Cerminan Kondisi dan Budaya Masyarakat Banyuwangi

Banyuwangi sebagai kota yang dikelilingi dengan kondisi alam yang indah yang

terdiri dari gunung, hutan, serta pantai sangat tercermin dari pola hidup

masyarakatnya yang rata-rata petani dan nelayan. Mata pencaharian dalam lingkup

pertanian tercermin dari wilayah Banyuwangi yang berupa pegunungan ,

persawahan, dan perkebunan. Keadaan tersebut menjadi cerminan dalam penuangan

visual pola-pola hias batiknya, commit


dimanatobatik
user Banyuwangi banyak diinspirasi dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78

tumbuh-tumbuhan atau flora. Walaupun unsur flora tidak selalu sesuai dengan hasil

pertanian yang ada di Banyuwangi seperti karet, kopi, coklat dan kelapa.

Lingkup kota Banyuwangi yang juga banyak didiami olah kaum santri cukup

mempengaruhi dalam pembentukan pola hias batiknya. Etos dagang santri dalam

Islam yang meliputi iradah, amanah, ikhtiar, ilmu, amal, dan tawakal berkaitan dalam

pembentukan pola hias pada batik Banyuwangi. Islam melarang menciptakan pola

hias yang menyerupai mahluk hidup dan dapat menimbulkan syirik (Hasanudin,

201:249). Oleh karena itu, bentuk-bentuk pola hias banyak divisualisasikan dalam

bentuk flora maupun fauna yang tidak ditampilkan secara nyata sesuai dengan aslinya

, namun dalam bentuk penggayaan ataupun mengambil salah satu karakter dari

mereka. Pola hias yang mengambil salah satu bagian karakteristik hewan adalah

gajah oling. Dimana pola hias ini diambil dari unsur belalai gajah yang ditampilkan

dalam wujud lengkungan. Diantara lengkungan tersebut terdapat unsur-unsur flora

seperti bunga melati dan daun dilem.

Menjelang abad ke-20 tepatnya tahun 1936 batik telah dikenakan oleh seorang

penari gandrung yang bernama Semi. Hal tersebut diketahui oleh budayawan

Banyuwangi Hasnan Singodimayan. Budaya seni pertunjukkan seperti tari gandrung

pada era gandrung Semi banyak diminati oleh komunitas masyarakat seperti Jawa,

Bali, dan Madura yang bekerja di sektor pertanian dan perkebunan milik pemerintah

Belanda di Banyuwangi (Anoegrajekti, 2011 : 27). Tradisi masyarakat Banyuwangi

dalam seni pertunjukkan juga merupakan suatu bentuk yang menjembatani bahwa

batik dikenakan sebagai salah satu bagian dari busana.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79

Latar belakang kemunculan batik Banyuwangi jika dibuat dalam skema

adalah sebagai berikut:

Ekspansi Kerajaan Mataram tahun


1635 ke wilayah Blambangan
Masuknya
(Banyuwangi).
Keraton

- Kota pesisir yang mengundang


pedagang untuk menawarkan dan
membeli barang dagangan
Mata - Perdagangan Solo dan
Latar Belakang
Dagang Yogyakarta
Kemunculan Batik
- Dikembangkan oleh bangsa
Banyuwangi Jepang ketika menjajah
Banyuwangi untuk kepentingan
pribadi mereka

- Tercermin dari kondisi


Kondisi masyarakat Banyuwangi seperti:
dan Budaya agama , mata pencaharian,
Masyarakat budaya dan kondisi alam.

1
Gambar 16. Skema Latar Belakang Munculnya Batik Banyuwangi

1
Dinyatakan oleh Aguk W. Nuryadi dalam literatur Azhar Prasetyo, 2008. Batik Banyuwangi.Banyuwangi :
Dewan Kesenian Blambangan
2
Hisbaron Muryantoro. 2012. Banyuwangi: Situasi dan Kondisi Politik, Sosial, Ekonomi Budaya dan
Militer Pada Masa Pendudukan Jepang (1942-1945). PATRAWIDYA (Jurnal) Yogyakarta: Seni
Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80

B. Pola Hias Batik Banyuwangi

Hasil data yang didapatkan terkait dengan pola hias batik Banyuwangi terdapat 20

pola hias yang ditetapkan menjadi ciri khas dari batik wilayah ini. Peneliti mengambil

sampel pola hias yang memang telah dimuseumkan sebagai patokan bahwa memang

pola hias batik Banyuwangi terdiri dari 20 macam jenis yang berbeda, hal tersebut di

luar pengembangan pola hias yang saat ini memang banyak pengusaha batik yang

menciptakan pola hias baru untuk memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen. Dua

puluh pola hias batik Banyuwangi, yakni: 1) Sisik Papak, 2) Galaran, 3) Moto Pitik, 4)

Blarak, 5) Kawung, 6) Kangkung Setingkes, 7) Dilem Semple, 8) Maspun, 9) Joloan,

10) Paras Gempal, 11) Gedegan, 12) Semanggian, 13) Sembruk Cacing, 14) Gajah

Oling, 15) Sekar Jagad, 16) Garuda, 17) Kopi Pecah, 18) Cendrawasih, 19) Ukel, dan

20) Batik Latar Putih.

Batik di wilayah Banyuwangi termasuk dalam golongan batik pesisiran dengan

salah satu pola hiasnya adalah Gajah Oling (Muhammad Suyadi, Wawancara 9

November 2012). Berdasarkan analisa dan yang telah tersampaikan baik dalam latar

belakang atau kajian pustaka batik Banyuwangi adalah termasuk ke dalam golongan

batik pesisir, karena secara geografis letaknya berada di wilayah pesisir pantai.

Terkait dengan pola hias batik Banyuwangi secara karakteristik dikelompokan

menjadi tiga, yakni batik dengan pola hias lataran, pola hias buketan, dan pola hias

lainnya. Pola hias lataran seperti: moto pitik, joloan, ukel, gedegan, paras gempal, sisik

papak, galaran, blarak, semanggian, sembruk cacing, kawung dan kopi pecah, untuk

buketan adalah : maspun, kangkung setingkes, dan batik latar putih, sedangkan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
81

golongan lainnya adalah pola hias garuda, dilem semple dan cendrawasih. Pola hias

dengan karakter lainnya adalah garuda, gajah oling, dan cendrawasih. Penamaan dari

pola hias batik Banyuwangi sebagian besar didasarkan pada unsur latar belakang dan

sebagian kecil unsur motif utama sebagai penyusun pola hias.

Di bawah ini merupakan bentuk skema dari pengelompokan pola hias batik

Banyuwangi:

Pola Hias Batik


Banyuwangi

Pola Lataran Pola Buketan Pola Lainnya

- - Sisik Papak Kangkung Setingkes - Gajah Oling

- - Galaran - Maspun - Dilem Semple


- Moto Pitik - Batik Latar Putih
- Garuda
- Blarak - Cendrawasih
- Joloan
- Kawung
- Ukel
- Sekar Jagad
- Gedegan
- Paras Gempal
-
- Sembruk Cacing
- Kopi Pecah
- Semanggian

Gambar 17. Skema Pengelompokan Pola Hias Batik Banyuwangi


- Pola Hias Blarak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
82

Visual pola hias batik Banyuwangi:

1. Pola Hias Sisik Papak

Gambar 18. Pola Hias Sisik Papak


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola Hias pertama adalah sisik papak, pola ini terdiri dari ornamen motif gajah oling,

motif bunga, dan kupu-kupu, untuk ornamen lataran berupa pola sisik papak.

2. Pola hias Galaran

Gambar 19. Pola Hias Galaran


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83

Pola Hias galaran, secara visual terdiri dari tiga komponen ornament motif, yakni :

gajah oling, bunga melati, dan ukel yang berwujud seperti daun pakis muda, serta

ornamen lataran berupa galaran (garis-garis diagonal).

3. Pola Hias Moto Pitik

Gambar 20. Pola Hias Moto Pitik


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
Unsur visual dari pola hias moto pitik terdiri dari motif gajah oling, bunga melati, dan

ukel yang secara kasat mata menyerupai daun pakis atau paku yang masih muda,

sedangkan untuk pola hias lataran adalah moto pitik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84

4. Pola Hias Blarak

Gambar 21. Pola Hias Blarak


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
Komponen pola hias blarak terdiri dari : gajah oling (motif berupa tiga daun

dilem, tiga bunga manggar, dan satu bunga melati), bunga melati, ornamen lengkung

(ukel) yang berbentuk seperti daun pakis muda, dan pola lataran yakni blarak.

5. Pola Hias Kawung

Gambar 22. Pola Hias Kawung


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
85

Pola hias kawung terdiri dari susunan bundar atau ellips. Kawung yang menjadi salah satu

pola hias dari batik Banyuwangi merupakan hasil modifikasi dari batik klasik. Sifat dari pola hias

kawung merupakan gambaran pola yang termasuk dalam golongan ceplokan yang digambarkan

dalam sistem repeat pola satu langkah ke semua arah atau ABCD. Pola hias kawung termasuk ke

dalam golongan ornament geometri.

6.. Pola Hias Kangkung Setingkes

Gambar 23. Pola Hias Kangkung Setingkes


(Sumber: www.google.com, 2012)

Visual pola hias kangkung setingkes adalah termasuk dalam pola hias buketan berupa

satu ikat tanaman kangkung yang terdiri dari batang, bunga, dan daun, sedangkan untuk

ornamen lainnya adalah motif flora burung dan kupu-kupu2.

2
Buketan adalah batik dengan motif tumbuhan atau lung-lungan. Motif ini biasanya terdapat pada
bagian kain batik sarung dari Pekalongan, Laem, Tegal, dan Cirebon atau daerah-daerah lainnya. Sewan
Susanto. 1980. . Seni Kerajinan Batik Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga
commit
Penelitian dan Pendidikan Industri. Departemen to userR.I.
Perindustrian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
86

7. Pola Hias Dilem Semple

Gambar 24. Pola Hias Dilem Semple


(Sumber: Batik Karya Mak Sum, FotoFenty Pratiwi, 2012)

Komponen pola hias dilem semple secara keseluruhan disusun dari ornamen motif

yang berupa daun dilem atau daun nilam, yang dilengkapi dengan ornamen fauna

berupa burung.

8. Pola Hias Maspun

Gambar 25. Pola Hias Maspun


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
87

Visual pola hias maspun secara keseluruhan termasuk dalam kelompok

buketan, namun dalam segi penamaan maspun diambil dari pola lataran. Ornamen

pola hias maspun terdiri dari beberapa motif flora dan fauna yang terdiri dari

bunga, dedaunan,dan burung.

9. Pola Hias Joloan

Gambar 26. Pola Hias Joloan


( Sumber : Batik Virdes dan Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Karakteristik pola hias joloan juga sama dengan pola moto pitik, dimana penamaan

pola hiasnya didasarkan pada pola lataran. Motif yang terdapat di atas pola lataran adalah

: gajah oling, bunga melati, dan ornamen lengkung (ukel) yang secara visual menyerupai

daun pakis atau tumbuhan paku yang masih muda.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
88

10. Pola Hias Paras Gempal

Gambar 27. Pola Hias Paras Gempal


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Istilah nama pola hias paras gempal diambil dari bagian lataran. Visual pola hias

terdiri komponen motif flora yang terdapat pada bagian atas latar, sedangkan untuk pola

latar adalah paras gempal . Paras berarti permukaan (baik tanah, tembok, dan

sebagainya) yang retak sehingga menbentuk efek terbelah segitiga.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
89

11. Pola Hias Gedegan

Gambar 28. Pola Hias Gedegan


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias gedegan terdiri dari komponen motif gajah oling, bunga melati, dan ornamen

motif ukel. Penamaan gedegan berdasar dari pola lataran motif yang berupa anyaman bambu.

12. Pola Hias Semanggian

Gambar 29. Pola Hias Semanggian


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
90

Unsur pola hias semanggian terdiri dari ornamen motif gajah oling, motif bunga yang

secara visual tampak dari samping, sedangkan untuk pola lataran adalah semanggian.

13. Pola Hias Sembruk Cacing

Gambar 30. Pola Hias Sembruk Cacing


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Visual pola hias sembruk cacing berupa ornamen motif gajah oling, bunga melati,

dan motif ukel. Kedua komponen motif tersebut terdapat di atas pola latar sembruk

cacing.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
91

14. Pola Hias Gajah Oling

Gambar 31. Pola Hias Gajah Oling


(Sumber: ITS undergraduate, 2008)

Pola hias gajah oling dibangun dari beberapa komponen motif yang terdiri dari:

gajah oling (sebagai unsur utama), ornamen tambahan berupa kupu-kupu, ukel, dan

sulur-suluran daun katuk.

15. Pola HIas Sekar Jagad

Gambar 32. Pola Hias Sekar Jagad


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
92

Visual pola hias sekar jagad terdiri dari kumpulan dari pola hias latar yang terdapat

pada batik Banyuwangi, seperti : sembruk cacing, blarak, sisik papak, moto pitik, dan paras

gempal. Istilah sekar berarti bunga dan jagad berarti alam semesta, dalam filosofi Jawa

melambangkan hati yang sedang bergembira (bersemarak) karena putra dan putri yang telah

mendapatkan jodoh.

16. Pola Hias Garuda

Gambar 33. Pola Hias Garuda


(Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Visual pola hias garuda terdiri dari ornamen motif burung garuda, dan pola latar

yang terdiri dari motif sawut (bunga berjalur) dan trilis. Trilis adalah pola yang terdiri

dari gunungan kecil yang berjejer secara horizontal, sementara di bagian tengah antara

bagian atas dan bawah pola terdapat titik-titik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
93

17. Pola Hias Kopi Pecah

Gambar 34. Pola Hias Kopi Pecah


(Sumber : Museum Blambangan dan Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias kopi pecah terdiri dari ornament motif gajah oling, bunga melati, dan ukel

(bentuk ukel menyerupai daun pakis yang masih muda). Unsur visual kopi pecah tidak

tersusun pada bagian latar pola seperti halnya pola hias lainnya, namun pola kopi

terdapat pada bagian pinggir.

18. Pola Hias Cendrawasih

Gambar 35. Pola Hias Cendrawasih


(Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
94

Pola hias cendrawasih dibangun dari ornamen motif fauna burung cendrawasih

yang merupakan fauna khas dari propinsi Irian Jaya. Burung cendrawasih di gambarkan

secara stilasi. Berbeda dengan pola hias batik Banyuwangi lain yang penamaannya di

dasarkan pada latar belakang. Penamaan pola hias ini benar-benar didasarkan pada objek

cendrawasih yang menjadi unsur utama.

19. Pola Hias Ukel

Gambar 36. Pola Hias Ukel


(Sumber: ITS undergraduate dan Musem Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2008, 2012)

Motif yang menyusun pola hias ukel terdiri dari ornamen flora berupa bunga yang

terdapat diatas pola latar ukel, sedangkan untuk komponen ukel atau garis-garis

lengkung terdapat pada latar pola yang sekaligus dijadikan sebagai nama dari pola

tersebut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
95

20. Pola Hias Latar Putih

Gambar 37. Pola Hias Latar Putih


(Sumber: Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias latar putih termasuk kelompok motif buketan, dimana satu bagian terisi

penuh dengan motif dan di sisi lain dibiarkan kosong. Ornamen motif yang menyusun

pola hias latar putih terdiri dari motif bunga dan burung. Istilah latar putih mengacu

pada bagian latar yang polos (tidak bermotif).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
96

B. Kajian Estetika Pola Hias Batik Banyuwangi Berdasarkan


Teori Estetika A.A.M. Djelantik

Seni (art) merupakan hal-hal yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia

yang dapat member rasa ketenangan dan kepuasan dengan pencapaian rasa indah,

termasuk di dalamnya barang-barang hasil kerajinan tangan, lukisan, patung,

gamelan, music, nyanyian, dan lain sebagainya.

Hasil dari unsur seni tersebut tentu tidak hanya kita lihat dan kita dengar,

namun akan menimbulkan rasa-nikmat indah dalam diri kita. (Djelantik, 199914)

mengemukakan bahwa di dalam rasa-nikmat indah yang ada pada diri manusia

tentu pasti menimbulkan pertanyaan apa yang terkandung dari berbagai macam

kesenian yang ada sehingga memunculkan rasa-nikmat indah. Jawaban dari

berbagai pertanyaan tersebut tidak dapat diperoleh secara langsung, namun jalan

tersebut dapat ditempuh melalui pengetahuan mengenai ciri-ciri barang yang

menimbulkan rasa nikmat-indah itu. Kita dapat menyusun berbagai ciri khas dari

barang kesenian melalui pengamatan dan penyelidikan. Penyelidikan dan

pengamatan barang seni tentunya tidak cukup hanya satu barang kesenian, tetapi

melalui banyak barang kesenian. Berdasarkan dari hal tersebut kemudian dipetik

kesamaan yang paling sering dijumpai dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan.

Ciri-ciri yang berperan dalam perangsangan rasa indah dapat disebut ciri estetik

yang hadir dalam perwujudan karya seni. Potensi untuk menstimulus rasa indah

dalam diri manusia dengan mengamati dan menyelidiki benda kesenian itulah maka

diperlukan sifat-sifat yang dikenal dengan unsur estetik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
97

Benda atau peristiwa kesenian semuanya mengandung unsur-unsur estetika,

dimana unsur tersebut terbagi menjadi tiga, yakni:

1.Wujud atau rupa

Segala hal dalam kesenian yang dapat terlihat oleh mata (visual) maupun yang

dapat didengar oleh telinga (akustis) dapat dinyatakan sebagai wujud. Aspek wujud di

bagi menjadi dua yakni: bentuk (form) dan struktur (structure). Bentuk meliputi titik,

garis, bidang, dan gempal (volume), sedangkan struktur meliputi, keutuhan atau

kebersatuan (unity), penonjolan atau penekanan, dan keseimbangan (balance).

2. Bobot atau isi

Suatu karya seni atau peristiwa kesenian tidak semata-mata yang hanya dilihat,

namun juga meliputi apa yang dirasakan yang dihayati sebagai makna dari wujud

kesenian tersebut. Tiga aspek bobot kesenian adalah suasana (mood), gagasan (ide),

ibarat atau pesan (message).

3. Penampilan dan penyajian

Penampilan mengacu pada pengertian bagaimana cara kesenian itu disajikan dan

disuguhkan kepada penikmatnya. Unsur penyajian terbagi menjdi tiga, yakni: bakat

(talent), ketrampilan (skill), dan sarana atau media.

Pola hias batik Banyuwangi jika dilihat berdasarkan karakteristik visualnya

dikategorikan menjadi tiga kelompok jenis pola, yakni : a) pola lataran, b) pola

buketan, dan c) pola lainnya.

Berikut ini adalah analisa kajian pola hias batik Banyuwangi berdasarkan teori

estetika Dlelantik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
98

a). Pola Lataran

Pola ini didasarkan pada penamaannya yang mengacu pada susunan motif latar.

Untuk mengkajinya berdasarkan aspek wujud, pola latar yang dipilih antara lain:

gedegam, galaran, sisik papak, paras gempal, blarak, dan moto pitik. Pola latar

dipilih secara perwakilan, karena pada dasarnya pola-pola tersebut secara visual

memiliki komponen motif yang sama untuk bagian diatas pola latar, hanya saja unsur

yang membedakannya adalah komponen motif sebagai penyusun ornamen latar.

1) . Pola Hias Gedegan

Gambar 38. Pola Hias Gedegan


(sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Komponen motif yang menyusun pola gedegan antara lain : motif gajah oling,

bunga melati, dan unsur ornamen ukel, sedangkan untuk latar berupa pola hias

anyaman bambu. Unsur motif gajah oling tersusun dari ormamen tiga daun dilem,

satu bunga melati, dan tiga bunga manggar. Gajah oling terdiri dari susunan garis

lengkung S yang di satukan menjadi bidang lengkung. Penyatuan bidang bunga dan

commitgaris,
daun tediri dari beberapa gabungan to userseperti: garis lengkung kubah, garis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
99

lengkung busur, dan garis diagonal. Susunan motif yang terdapat di atas pola latar

dikomposisikan secara berselang untuk menciptakan kesan yang selaras dan

menghindarkan tata letak yang membosankan dalam sebuah pola.

Isen- isen yang terdapat pada pola hias gedegan terdiri dari ceceg-ceceg (titik-

titik), sawut daun (garis-garis menjari), dan kombinasi dari kedua jenis isen. Dalam

segi warna batik Banyuwangi cenderung mengkomposisikan warna pesisir yang

bebas tidak harus mengikuti warna batik tradisi seperti warna soga (coklat), dan

kelengan (biru). Unsur warna hijau kehitaman dan putih menjadi kombinasi dalam

pola hias gedegan. Warna coklat jingga menjadi unsur warna yang dominan pada

pola latar, kemudian dipadu dengan warna hitam untuk pola di atas latar, dan putih.

Sebagai warna yang didapatkan dari hasil pelorodan malam. Efek warna putih yang

ditimbulkan dapat menyeimbangkan warna gelap yang cenderung mendominasi pola

gedegan.

Tiga Bunga Manggar


Bunga Melati
Daun Dilem

Gambar 39. Unsur Motif Gajah Oling


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi , 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
100

Motif Bunga Melati


Motif ukel

Gambar 40. Unsur Motif Bunga Melati (kiri) dan Ukel (kanan)
(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg sawut daun


Isen ceceg-ceceg
Isen sawut daun

Gambar 41. Isen-Isen Pola Hias Gedegan


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola berikutnya adalah unsur motif garis yang membentuk pola gedegan.

Gedegan dibangun dari perpaduan garis-garis diagonal ke kiri dan ke kanan yang

dirangkai membentuk anyaman. Garis diagonal dikomposisikan dengan ritme

kerapatan garis yang sama, namun setiap satu pola memiliki arah yang berbeda.

Perbedaan arah tersebut untuk menciptakan variasi serta menghindari kesan monoton

dalam suatu pola. Anyaman secara visual jika di repeat membentuk sistem WXZY

atau tubruk miring.

Berdasarkan aspek struktur dan bobotnya secara keseluruhan masing-masing

motif baik latar maupun komponen motif di atas latar sama-sama memiliki peran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
101

yang kuat. Kesetaraan peran diciptakan dari kesamaan warna baik pada latar maupun

motifnya. Dalam hal ini keutuhan terkait dengan harmonisasi atau keselarasan. Jika

dilihat pola hias gedegan tampak lugas, lugu, dan sedehana. Hal tersebut yang

mencerminkan karakteristik dari masyarakat Banyuwangi.

Dalam segi penampilan batik dengan pola ini diterapkan dalam kain primissima

maupun prima. Masing-masing kain memiliki lebar 1,15 meter dan 1 meter

sedangkan untuk panjang kain tergnatung pada permintaan pemesan. Mayoritas

panjang kain yang diminta adalah 2 meter hingga 2,5 meter. Kain-kain tersebut

biasanya dimanfaatkan sebagai kemeja atau hem.

Pola Anyaman

Gambar 42. Susunan Pola Anyaman pada Pola Hias Gedegan


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
102

2). Pola Hias Galaran

Gambar 43. Pola Hias Galaran


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias galaran secara keseluruhan dibangun berdasarkan empat komponen

motif. Motif pertama adalah ornamen gajah oling, motif kedua bunga melati, ketiga

ukel, dan keempat adalah galaran yang menjadi pola latar. Pada dasarnya komponen

pola hias galaran tidak jauh berbeda dengan pola hias gedegan, hanya saja

perbedaannya terletak pada pola bagian latar yang terbentuk dari susunan garis-garis

diagonal dan komposisi warna di dalamnya.

Motif pertama yakni gajah oling disusun berdasarkan dari formasi dua garis

lengkung S yang dihubungkan menjadi satu bidang. Komponen garis lainnya adalah

perpaduan antara garis lengkung kubah, garis diagonal , dan garis lengkung busur

yang di pertemukan dalam satu titik menjadi susunan bidang bunga melati, tiga daun

dilem, dan tiga pucuk rebung. Garis lengkung S memberikan asosiasi keindahan,

kedinamisan, serta keluwesan, sedangkan garis diagonal memberikan asosiasi

kedinamisan, kelincahan, kegesitan, dan kekenesan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
103

Tiga Bunga Manggar


Bunga Melati
Ornamen Daun Dilem

Gambar 44. Komponen Motif Gajah Oling


(sumber: Batik Virdes Dokumen Fenty Pratiwi, 2012)

Motif kedua adalah bunga melati dimana motif ini merupakan bidang organik

atau natural. Ornamen bunga terbentuk dari kombinasi garis lengkung kubah dan

garis diagonal, sedangkan untuk garis lengkung busur dan zig-zag dipertemukan

dalam satu titik membentuk bidang daun.

Motif ketiga adalah ukel yang secara visual menyerupai daun paku atau pakis

yang masih muda. Ukel terbentuk berdasarkan bidang yang tersusun dari garis

lengkung S, sedangkan untuk ornamen daun- daun kecil yang mengelilingi motif ukel

terbentuk dari bidang yang bersudut bebas.

Motif ukel

Motif Bunga Melati

Gambar 45. Unsur Motif Bunga Melati (kiri) dan Ukel (kanan)
(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
104

Unsur motif yang menjadi penyusun dalam pola galaran adalah komponen garis-

garis diagonal. Garis diagonal dikomposisikan dengan ritme kerapatan yang sama,

dimana intensitas tersebut menampilkan keutuhan secara harmonis. Pola galaran yang

mengisi bidang latar menjadi ciri dari batik Banyuwangi dimana pola latar kembali

menjadi patokan unsur nama dalam pola hias.

Pola Latar Galaran

Gambar 46. Susunan Pola Galaran pada Latar


(Sumber: Dokumen Fenty Pratiwi, 2012)

Komponen motif dalam pola hias galaran diatur sedemikian rupa dengan

komposisi salinan berselang. Salinan berselang terdiri dari motif gajah oling , motif

bunga melati dan motif ukel. Unsur perulangan tersebut dilakukan guna menghindari

visual yang monoton, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa kesan monoton tampak

dari motif gajah oling maupun ukel yang menghadap ke arah yang sama. Isen- isen

yang terdapat pada pola hias galaran terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik), sawut daun

(garis-garis menjari), dan kombinasi dari kedua jenis isen baik ceceg maupun sawut

daun.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
105

Isen ceceg sawut daun

Isen ceceg-ceceg

Gambar 47. Isen-Isen Pola Hias Galaran


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Unsur warna hijau kecoklatan mendominasi warna pada pola latar, warna hijau

kekuningan dan merah mengisi motif bunga melati serta gajah oling, dan warna

hitam mengisi motif ukel. Intensitas warna yang kuat seperti hijau kekuningan dan

merah tampak sebagai tokoh utama dalam pola galaran. Warna merah memiliki

karakter yang kuat, energik, marah, berani bahaya, positif, dan agresif, sedangkan

hijau kekuningan juga memiliki karakter hangat/panas (Sanyoto, 2005:26, 40). Guna

menciptakan visual warna yang tidak terlalu mencolok, kombinasi warna coklat

kehijauan dan hitam berperan sebagai pendingin dari dua warna tersebut. Dari hal itu

dapat bahwa harmonisasi ke warna berperan penting dalam menciptakan kesan estetis

dari sebuah karya seni.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
106

3). Pola Hias Sisik Papak

Gambar 48. Pola Hias Sisik Papak


(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias sisik papak terbagi menjadi dua pola. Pola pertama adalah pola utama

yang berada di atas latar dan pola kedua adalah pola lataran. Pola pertama terdiri dari

motif gajah oling, bunga, dan kupu-kupu. Motif gajah oling tersusun dari komponen dua

garis lengkung S yang dihubungkan menjadi satu bidang. Komponen garis lain yang

menyusun motif gajah oling adalah kombinasi dari garis lengkung kubah, garis diagonal,

dan garis lengkung busur yang dipertemukan dalam satu titik menjadi susunan bidang

bunga melati, tiga daun dilem, dan tiga bunga manggar.

Unsur motif lainnya adalah ornamen bunga dan kupu-kupu. Bunga tersusun atas

bidang natural dari beberapa pertemuan garis lengkung S, sedangkan untuk ornamen

kupu-kupu terdiri atas bidang natural kombinasi dari garis lengkung S , garis lengkung

busur, dan garis diagonal. Garis tersebut menyusun komponen bagian sayap, badan dan

sensor kepala kupu-kupu.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
107

Tiga motif tersebut disusun dengan sistem salinan berselang membentuk satu deret

garis semu bergelombang. Dinamika motif gajah oling, kupu-kupu, dan motif bunga

dikomposisikan dengan interval naik dan turun. Komposisi tersebut guna menciptakan

keutuhan dalam struktur yang harmoni atau seimbang.

Tiga Bunga Manggar

Bunga Melati
Daun Dilem

Gambar 49. Unsur Motif Gajah Oling


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)

Motif Kupu-kupu Motif Bunga

Gambar 50. Unsur Motif Kupu-Kupu (kiri) dan Motif Bunga (kanan)
(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
108

Pola kedua adalah pola latar sisik papak. Pola ini terdiri dari susunan garis

vertikal dan horizontal yang dikomposisikan sedemikian rupa membentuk bidang

persegi. Komponen titik mengisi bagian bidang yang kosong. Isen pola sisik papak

terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik), dan ceceg sawut (paduan titik dan garis menjari)

Pola latar sisik papak


Isen ceceg (titik)

Isen ceceg sawut

Gambar 51. Pola Latar Sisik Papak (kiri) dan Isen Motif (kanan)
(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)

Komponen warna pada pola sisik papak terdiri dari warna coklat kekuningan,

hijau, dan coklat. Warna coklat kekuningan terdapat pada pola latar, kombinasi

warna hijau dan coklat terdapat pada motif gajah oling, bunga, dan kupu-kupu.

Apabila dilihat secara visual tampak bahwa warna pola di atas latar mendominasi

pola hias secara keseluruhan. Hal tersebut karena unsur warna yang dituangkan

adalah warna-warna solid dengan intensitas yang lebih pekat dibandingkan dengan

warna pada pola latar . Dalam hal ini berarti centre of interest atau pusat perhatian

pola terletak pada motif gajah oling, kupu-kupu, dan bunga, sedangkan untuk pola

latar sisik papak hanya sebagai pola pendukung. Kesan kesatuan terlihat dari oola

hias ini. hal itu tampak dari polacommit to userkeseluruhan warna yang sama dan pola
latar dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
109

di atas latar dengan masing-masing komponen motif memiliki komposisi tiga warna

yang sama.

Bobot yang dirasakan dari pola hias sisik papak ketika unsur latar yang lugas dan

sederhana dipadu dengan ornamen gajah oling, flora bunga dan kupu-kupu yang

mencerminkan keanggunan dan kesuburan tampak sangat harmoni. Pola hias tersebut

akan bertambah nilai estetisnya ketika diaplikasikan pada kain katun primissima.

4). Pola Hias Paras Gempal

Gambar 52. Pola Hias Paras Gempal


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)

Pola hias paras gempal disusun berdasarkan dua komponen pola yang terdiri

dari pola latar berupa paras gempal dan pola di atas latar berupa dua motif bunga.

Secara visual pola paras gempal adalah penggambaran dari permukaan baik tanah

commitdengan
dan tembok retak yang digambarkan to userefek bidang lengkung. Efek bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
110

lengkung natural jika di lihat akan membentuk garis semu segitiga. Komposisi pola

paras gempal dituangkan dengan intensitas besar motif yang berbeda.

Pola paras gempal

Gambar 53. Pola Latar Paras Gempal


(Sumber : Dokumen Fenty Pratiwi, 2012)

Unsur pola ke dua adalah pola bunga yang berada di atas latar. Pola bunga terdiri

dari dua buah motif bunga yang di repeat melalui cara salinan berselang . Motif

bunga pertama terbentuk dari bidang-bidang natural berupa susunan komponen garis,

yakni: garis lengkung kubah, garis lengkung busur, dan garis diagonal, sedangkan

motif bunga ke dua terbentuk dari bidang-bidang natural berupa susunan kombinasi

dari garis lengkung S, garis lengkung busur, dan garis diagonal. Isen-isen untuk pola

hias paras gempal terdiri dari ceceg sawut (paduan isen titik dan garis menjari) dan

blarak saimit (isen daun kelapa kecil).

Isen Blarak Saimit

Isen Ceceg Sawut


Isen Sawut

Motif Bunga 1 Motif Bunga 2


Gambar 54. Motif Bunga dan Motif Isen-Isen
(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
111

Apabila dilihat secara keseluruhan berdasarkan strukturnya masing-masing

komponen motif pada pola hias paras gempal memiliki tingkat penonjolan tersendiri.

Unsur paras gempal sebagai latar tampak mendominasi pola hias ini. Penambahan

motif bunga di atas latar berperan sebagai variasi untuk mengurangi kesan kejenuhan

dan meningkatkan daya tarik pola hias.

Komposisi warna pada pola hias paras gempal didominasi oleh warna garnet.

Garnet merupakan perpaduan dari warna primer merah dan biru2. Secara keseluruhan

pola paras gempal hanya terdiri dari satu warna saja, sedangkan untuk warna putih

pada bagian outline motif didapatkan dari hasil pelorodan malam. Kesan dingin terasa

dari warna garnet. Berdasarkan dari harmonisasi terlihat bahwa warna tampak

seimbang. Keseimbangan didapat dari intensitas warna yang tidak saling

berkompetitif. Berkompetitif berarti tidak terjadi pertarungan antar karakter dari

masing-masing kekuatan warna. Itulah unsur bobot yang dapat dirasakan dari pola

hias ini.

Pola hias paras gempal yang tercermin dari pola latar pada dasarnya terinspirasi

dari visual tanah retak atau suatu unsur permukaan lainnya seperti tembok dan lain

sebagainya. Jika dilihat tampak bahwa karakteristik masyarakat Banyuwangi yang

sederhana, lugas, lugu, dan apa adanya tampak pola hias ini. Unsur kesederhanaan

yang merupakan bobot dari pola ini terlihat dari bentuk visual dari masing-masing

motif yang tidak terlalu rumit dan tidak terlalu banyak sentuhan ornamen di

dalamnya.

Dalam hal penampilan batik dengan pola paras gempal dituangkan ke dalam kain

katun primissima dengan lebar kain antara 1 – 1,15 meter. Pola paras gempal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
112

terkadang juga digunakan sebagai salah satu komponen busana tari gandrung yang

terletak pada bagian jarik atau bawahan.

Gambar 55. Pola Hias Paras Gempal yang Digunakan sebagai Jarik atau Bawahan pada
Busana Penari Gandrung.
(Sumber : www.google.com, 2012)

5). Pola Hias Blarak

Gambar 56. Pola Hias Blarak


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
113

Pola hias blarak terbentuk dari dua komponen pola. Pola pertama adalah pola di

atas latas yang terdiri dari motif gajah oling, bunga melati, dan ukel . Pola ke dua

adalah pola latar yang berupa blarak. Pola hias blarak pada dasarnya memiliki

kesamaan dengan pola galaran maupun gedegan, dimana pada bagian pola di atas

latar terdiri dari tiga unsur motif, yakni: gajah oling, ukel, dan bunga melati.

Komponen pola pembeda hanya terletak pada bagian latar.

Motif gajah oling terbentuk dari dua garis lengkung S yang disatukan menjadi

satu bidang. Susunan garis lain yang membentuk bidang motif gajah oling adalah

perpaduan antara garis lengkung kubah, garis diagonal, dan garis lengkung busur.

Garis-garis tersebut disatukan menjadi bidang berupa bunga melati, tiga daun dilem,

dan pucuk rebung.

Komponen motif lainnya adalah bunga melati dan ukel. Ornamen bunga melati

tersusun dari bidang natural kombinasi dari garis lengkung kubah dan garis diagonal,

sedangkan untuk garis lengkung busur dan zig-zag dipertemukan dalam satu titik

membentuk bidang daun. Motif ukel secara visual menyerupai daun paku atau pakis

yang masih muda. Ukel terbentuk berdasarkan bidang yang tersusun dari garis

lengkung S dan untuk ornamen daun-daun kecil yang mengelilingi motif ukel

terbentuk dari bidang yang bersudut bebas. Motif isen pada ketiga ornamen tersebut

terdiri dari isen ceceg-ceceg (titik-titik), sawut (garis menjari), dan kombinasi ceceg

sawut (titik dan garis menjari).

2
Baca Sadjiman Ebdi Sanyoto tentang warna primer. 2005. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain.
Yogyakarta : Arti Bumi Intaran. (Halaman 19).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
114

Tiga Bunga Manggar


Bunga Melati
Tiga Daun Dilem

Gambar 57. Motif Gajah Oling


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Motif Bunga Melati Motif ukel

Gambar 57. Motif Bunga Melati (kiri) dan Motif Ukel (kanan)
(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg-ceceg

Isen ceceg sawut

Isen sawut

Gambar 59. Motif Isen-Isen


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
115

Tiga motif motif tersebut kemudian disusun menjadi pola dengan sistem

perulangan salinan berselang. Pola dikomposisikan sedemikian rupa dalam interval

naik turun membentuk garis semu bergelombang. Pengaturan tersebut dilakukan

guna menghindari kesan monoton dan menciptakan harmonisasi yang seimbang.

Pola kedua adalah motif penyusun pola latar blarak. Visual latar blarak

merupakan pola garis-garis diagonal yang dikomposisikan secara simetri. Blarak

penggambaran dari objek daun kelapa. Apabila dilihat dalam keseluruhannya pola

garis-garis diagonal akan membentuk efek garis semu diagonal memanjang dan efek

visual garis semu zig-zag. Dalam hal totalitas wujud dapat terlihat bahwa masing-

masing komponen motif pada pola hias blarak merupakan satu kesatuan yang

memiliki peran yang sama. Kesan kesatuan tersebut juga dapat terlihat dari warna

yang dituangkan dalam pola hias, dimana secara keseluruhan warna dibuat sama

yakni coklat keunguan. Warna coklat keunguan memberikan asosiasi suhu atau

temperatur yang dingin.

Bobot yang di dapatkan dari batik pola hias blarak kembali tampak unsur latar

yang menjadi patokan dalam penamaan pola hiasnya. Blarak secara visual diambil

dari karakteristik daun kelapa yang bercabang-cabang dan memiliki tulang daun

yang keras. Flora pohon kelapa dalam lingkup kondisi alam Banyuwangi merupakan

salah satu spesies palem-paleman yang menjadi salah satu komoditas yang hasilnya

dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan ekonomi masyarakatnya. Pola hias blarak

tampak lebih estetis ketika di visualkan secara langsung pada kain katun

primissima.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
116

Pola latar blarak

Gambar 60. Pola Latar Blarak


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

6). Pola Hias Moto Pitik

Gambar 61. Pola Hias Moto Pitik


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Unsur motif pada pola hias moto pitik terdiri dari empat komponen motif yang

terbagi menjadi dua pola dasar. Pertama adalah susunan pola di atas latar berupa

motif gajah oling, bunga melati, dan ukel. Pola kedua adalah pola latar berupa motif

moto pitik.

Motif penyusun pola di atas latar yang pertama adalah gajah oling. Ornamen

gajah oling terbagi menjadi tiga,yakni tiga daun dilem, bunga melati, dan tiga bunga

commit
manggar. Secara visual motif gajah to user
oling terbentuk dari visual bidang-bidang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
117

tersusun dari beberapa komponen garis. Garis tersebut antara lain : garis lengkung S

yang disatukan membentuk bidang lengkung, kombinasi garis lengkung busur dan

garis zig-zag yang menyatu membentuk bidang daun dilem, dan perpaduan

garis,lengkung busur dan garis diagonal dalam menyusun ornamen bidang pucuk

rebung.

Ornamen lainya adalah motif bunga melati dan motif ukel. Motif bunga melati

disusun oleh bidang natural gabungan dari garis lengkung kubah dan garis diagonal,

sedangkan untuk garis lengkung busur dan garis zig-zag dipertemukan dalam satu

titik membentuk bidang daun. Unsur motif berikutnya adalah motif ukel. Secara

visual motif ukel tampak menyerupai daun pakis atau paku yang masih muda,

dimana motif ini dibangun dari bidang yang tersusun dari garis lengkung S dan

bidang yang bersudut bebas.

Bidang –bidang kosong pada ketiga motif tersebut kemudian di beri isen-isen

berupa ceceg-ceceg (titik-titik), sawut (garis menjari), ceceg sawut (gabungan titik

dan garis menjari), dan blarak saimit (daun kelapa kecil).

Tiga Bunga Manggar


Bunga Melati
Ornamen Daun Dilem

Gambar 62. Motif Gajah Oling


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
118

Motif Bunga Melati Motif ukel


Gambar 63. Motif Bunga Melati (kiri) dan Motif Ukel (kanan)
(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg -ceceg


Isen ceceg sawut

Isen blarak saimit

Isen sawut

Gambar 64. Motif Isen-Isen


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola kedua adalah motif penyusun pola latar moto pitik. Visual latar moto pitik

merupakan pola bidang-bidang bulat kecil yang dikomposisikan secara menyebar

mengelilingi seluruh latar. Moto pitik adalah penggambaran dari objek mata ayam.

Apabila dilihat secara keseluruhan pola hias moto pitik tampak bahwa tiga unsur

motif di atas pola latar menjadi fokus yang dominan. Dominasi tersebut terlihat dari

warna coklat tua dari motif gajah oling, ukel, dan bunga melati yang karakternya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
119

lebih kuat dan solid jika dibandingkan dengan warna biru kehijauan pada latar moto

pitik . Dalam hal ini sturktur pola yang ditonjolkan tidak dari latar, namun pada pola

yang tersusun di atas latar. Tiga motif tersebut disusun secara salinan berselang

yang membentuk kesan visual garis semu bergelombang.

Latar moto pitik

Gambar 65. Pola Latar Moto Pitik


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Dalam hal bobot dapat terlihat bahwa unsur ornamen flora mencerminkan pola

hias pesisir Banyuwangi yang lugas, lugu, dan memiliki karakter apa adanya.

Penempatan unsur ornamen flora adalah sebagai salah satu bentuk cerminan dari

kondisi alam Banyuwangi yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Ornamen ukel

diambil dari salah satu flora daun pakis muda atau pucuk pakis dimana tumbuhan

ini dikonsumsi sebagai oleh masyarakat Banyuwangi sebagai salah satu jenis

sayuran. Berdasarkan dari segi penampilan pola hias moto pitik divisualkan secara

langsung pada kain primissima maupun prima yang umumnya digunakan sebagai

busana dalam bentuk hem atau sejenisnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
120

Gambar 66. Daun Pakis Muda/ Pucuk Daun Pakis (kiri) dan Visual Ukel (kanan)
(Sumber : Batik Virdes dan www. google. com, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

b). Pola Buketan


Pola hias yang termasuk dalam golongan buketan pada batik Banyuwangi

terbagai menjadi tiga, yakni: pola hias maspun, pola hias kangkung setingkes, dan

pola hias latar putih.

1). Pola Hias Maspun

Pola hias maspun dikategorikan dalam pola buketan karena secara visual

merupakan motif tumbuhan atau lung-lungan yang di susun dengan cara salinan

sepanjang kain, walaupun nama maspun itu sendiri di dasarkan pada nama pola latar.

Pola ini terbagi menjadi motif utama yang terdiri dari ornamen flora dan fauna berupa

bunga, batang, daun , dan burung. Motif pendukung atau tambahan terdiri dari

ornamen daun dan sulur-sulur kecil, serta pola lataran berupa titik-titik. Unsur motif

isen-isen terdiri dari sisik melik, dan sawut. Kesan adanya isen titik berukuran besar

pada pola juga tampak , tetapi kesan tersebut didapatkan dari komposisi warna.

Ornamen bunga pada motif utama berjumlah satu yang terletak pada bagian

tengah atas di bawah dua komponen daun. Visual daun dikomposisikan dengan

menyatukan tiga bawah bagian pangkal antara daun yang satu dengan daun yang lain.

Penyatuan tersebut dengan cara commit


memusatto ditengah,
user sehingga ornamen daun tampak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
121

membentuk kesan bidang semu segitiga. Ornamen daun terletak pada batang bunga.

Adapun ornamen lain yang berwujud kuncup-kuncup bunga kecil yang bercabang-

cabang, kuncup bunga yang mekar, dan dua ornamen biji bunga . Ornamen burung

dalam satu buket motif hanya terdiri dari satu burung saja yang hinggap di sisi kanan

dahan.

Komponen lainnya dalam pola hias maspun adalah unsur motif tambahan. Motif

tambahan terdiri dari daun, dan dua sulur-suluran yang menyerupai blarak kecil.

Ornamen daun di komposisikan secara menyebar di antara motif utama, sedangkan

dua ornamen sulur-suluran terletak di sisi kanan dan di kiri motif utama. Apabila

dilihat secara keseluruhan bidang-bidang motif dari pola maspun banyak dibentuk

dari garis-garis lengkung baik lengkung busur, garis lengkung kubah, maupun

lengkung S.

Motif Daun
Motif Burung
Motif Bunga

Motif Batang
Motif biji bunga
Motif bunga-bunga kecil

Motif Kuncup bunga

Gambar 67. Pola Hias Maspun


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
122

Motif Pendukung/ Tambahan


(Ornamen Daun)

Motif Pendukung/tambahan

Gambar 68 . Ornamen Motif Tambahan/ Pendukung


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen Sisik Melik (sisik bertitik) Isen Sawut Daun

Gambar 69. Motif Isen-Isen


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Komponen pola lainnya adalah adalah pola maspun yang terletak pada bagian

latar. Secara visual maspun terdiri dari motif titik-titik empat yang dikomposisikan

secara sejajar membentuk kesan garis horizontal keseluruh permukaan kain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
123

Titik-titik empat (ceceg papat)

Gambar 70. Pola Latar Maspun


(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Visual pola hias maspun di komposisikan dengan sistem salinan satu langkah

dengan interval perulangan yang tidak sejajar. Artinya motif ada yang di repetisi

sedikit lebih tinggi dan ada yang sedikit lebih rendah. Jika dilihat secara keseluruhan

penggambaran dengan teknik repetisi tersebut dimaksudkan agar struktur pola dapat

tercapai dalam keseimbangan yang harmonis.

Struktur kesatuan pada pola maspun terlihat dari unsur warna merah tua yang

dituangkan keseluruh bagian latar. Intensitas warna tersebut tampak menyatu jika

dipadukan dengan unsur warna putih yang terdapat pada motif buketan. Bobot dari

pola hias ini tampak dari karakter maspun yang secara visual diambil dari pancaran

kilau emas yang menggambarkan kemewahan, kemulyaan, keagungan, kekuatan, dan

kejayaan. Pola hias maspun akan tampak semakin memiliki nilai estetis ketika di buat

secara langsung di atas kain dengan teknik batik tulis dan dengan bahan kain katun

primissima.

2). Pola Hias Kangkung Setingkes

Pola kedua dari batik Banyuwangi yang tergolong buketan adalah kangkung

setingkes. Visual pola ini terdiri commit


dari ornamen
to useryang menyusun motif utama, ornamen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
124

motif pendukung, dan isen-isen. Motif pertama sebagai motif utama berupa satu ikat

tanaman kangkung. Kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang berfungsi

sebagai bahan pangan dimana populasinya di kawasan berair atau dipersawahan

(Artikel Agriculture Product, 2012) . Satu ikat kangkung terdiri dari beberapa batang

kangkung dengan unsur bagian berupa batang, daun, dan bunga kangkung.

Komponen bidang yang menyusun pola hias kangkung setingkes sebagian besar

terbangun dari bidang-bidang organik atau natural yang dibentuk dari paduan garis-

garis lengkung baik lengkung busur, lengkung kubah, maupun lengkung S. Secara

visual tampak bahwa pola hias kangkung setingkes dibangun dari tiga batang

kangkung dengan daun dan bunga yang bercabang-cabang. Daun kangkung

digambarkan memanjang dan sedikit bergelombang. Bunga kangkung divisualkan

dalam wujud beberapa bunga mekar dan beberapa bunga kuncup. Bunga mekar

berjumlah sebelas buah, sedangkan untuk bunga kuncup dirangkai dengan wujud

spiral diantara batang daun kangkung sebanyak dua belas buah. Bunga- bunga

kangkung kecil yang ditata secara menyebar juga terdapat pada dua sisi bagian

bawah motif.

Motif kedua adalah unsur motif tambahan dari pola hias kangkung setingkes.

Motif tambahan berupa ornamen burung kecil, kupu-kupu, daun-daun bercabang

kecil yang di tata secara menyebar diantara motif utama. Burung kecil yang terdapat

di sekitar motif utama adalah burung sriti. Burung sriti merupakan spesies burung

yang terdapat di populasi persawahan. Unsur motif selanjutnya adalah motif isen-

isen. Isen motif didominasi oleh ceceg-ceceg (titik-titik). Ceceg-ceceg

dikomposisikan hingga membentuk formasi-formasi garis dan bidang semu, seperti :


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
125

garis menjari, garis lengkung, bidang lingkaran, dan garis tulang daun. Motif isen

ceceg digambarkan dalam ukuran yang berbeda-beda ada ceceg berukuran kecil dan

ada yang berukuran sedikit lebih besar.

Motif tambahan (kupu-kupu)

Motif bunga kangkung kuncup


Motif bunga kangkung Mekar
Motif daun kangkung
Motif batang kangkung

Motif tambahan (burung sriti)

Motif Tambahan (daun kecil)

Gambar 71. Komponen Pola Hias kangkung Setingkes


(Sumber : Batik karya Mak Sum, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg membentuk kesan tulang daun

Isen ceceg membentuk bidang semu


melingkar

Isen ceceg membentuk garis lengkung semu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
126

Isen ceceg yang ditata secara menyebar

Isen ceceg membentuk kesan garis

Isen ceceg yang membentuk kesan garis


menjari

Gambar 72. Motif Isen-Isen (gambar atas dan bawah)


(Sumber : Batik Karya Mak Sum, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Penerapan sistem repeat untuk pola hias kangkung setingkes dilakukan dengan

sistem salinan satu langkah. Berdasarkan strukturnya tampak bahwa kesan kesatuan

dibangun dari pola kangkung setingkes. Kesan menyatu terlihat dari komposisi warna

yang diterapkan pada masing-masing motif dan latar. Komponen warna pada

rangkaian motif tanaman kangkung adalah warna hijau tua dan oranye, sedangkan

untuk warna latar adalah putih tulang. Struktur kesatuan dari segi warna tampak jika

dilihat berdasarkan komposisi intensitas warna yang saling melengkapi, dimana

masing-masing warna tidak “egois” untuk menunjukkan karakter dari kekuatannya.

Struktur harmoni kesatuan juga di dapatkan dari unsur motif buketan kangkung.

Kesan tersebut didapatkan dari karakteristik visual kangkung yang tidak dapat

dipisahkan antara komponen ornamen satu dengan ornamen yang lainnya. Unsur

motif tambahan atau pendukung diantara motif utama menambah nilai estetis dari

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
127

pola ini. Peran motif pendukung pada pola menjadi unsur penyeimbang dari motif

utama.

Bobot pola hias kangkung setingkes terinspirasi dari tanaman kangkung sebagai

salah satu flora yang berada di ekosistem berair termasuk persawahan. Lahan

persawahan di Banyuwangi merupakan salah satu tipe lingkungan yang menjadi

mayoritas di setiap wilayahnya. Kangkung setingkes yang berarti seikat kangkung

secara visual berupa buketan, dimana pola buketan memiliki makna tanda cinta atau

rasa hormat terhadap orang lain (Artikel Kompasiana).

Gambar 73. Tanaman Kangkung


(Sumber : www.google.com, 2012)

Dalam penampilan pola hias kangkung setingkes dituangkan dalam sebuah kain

dalam teknik batik tulis berbahan katun primissima maupun sutra. Kain kemudian di

buat dalam bentuk kemeja atau pakaian wanita. Apabila dilihat secara visual ketika

pola ini dituangkan pada kain semakin menambah nilai estetisnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
128

Gambar 74. Pola Hias Kangkung Setingkes dalam Bentuk Busana Pria dan Wanita
(Sumber : www.google.com, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

3). Pola Hias Batik Latar Putih


Pola latar putih pada dasarnya merupakan salah satu jenis pola buketan.

Penamaan latar putih diambil dari kondisi latar kain yang polos putih tak bermotif.

Motif penyusun pola terdiri dari motif utama, motif pendukung, motif pinggiran dan

isen-isen. Motif utama berupa satu buket bunga disertai bagian batang dan daun yang

bersulur-sulur. Ornamen bunga disusun oleh bidang yang dibentuk berdasarkan

penyatuan dua garis lengkung busur, sedangkan untuk ornamen daun disusun dari

gabungan garis lengkung busur, lengkung kubah, dan garis lengkung S. Pada bagian

batang daun dalam motif utama terdapat ornamen burung yang hinggap diantara

suluran daun.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
129

Ornamen motif pendukung atau tambahan terdiri dari bunga-bunga kecil, suluran

kuncup bunga dan daun-daun kecil. Motif tersebut mengelilingi di sekitar motif

utama. Unsur isen-isen pada pola latar putih didominasi oleh isen ceceg yang disusun

membentuk kesan garis semu diantara daun, bunga, dan ornamen burung. Komponen

motif pinggiran yang terdapat pada pola hias latar putih adalah untu walang.

Ornamen untu walang dibangun dari bidang-bidang geometri segitiga yang disusun

secara terbalik dan berderet.

Komposisi warna dalam pola hias latar putih terdiri dari warna merah, hijau dan

putih untuk latar. Apabila dilihat secara keseluruhan tampak bahwa struktur

kombinasi warna begitu harmonis dan seimbang. Komponen warna putih yang

dituangkan pada seluruh latar terlihat serasi dengan perpaduan warna hijau tua dan

merah pada bagian motif. Kesan dingin dari warna hijau tua ketika dipadukan dengan

warna merah yang terkesan panas justru tampak saling melengkapi. Hal itu karena

intensitas warna hijau dikomposisikan lebih banyak dibanding warna merah dan

penempatan objek motif berwarna merah dibuat berselang. Latar putih disusun

dengan sistem repeat satu langkah. Ritme atau irama dalam perulangan motif terlihat

dinamis karena tidak ada unsur ornamen yang berlebihan, hal itulah yang menambah

nilai estetis dari pola latar putih ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
130

Motif Tambahan / Pendukung


(Kuncup Bunga)
Motif Tambahan/ Pendukung
(Bunga-bunga kecil)

Motif Bunga (Motif Utama)

Motif Burung Sriti

Motif Daun Dilem

Motif Pinggiran Untu Walang

Gambar 75. Komponen Motif Pola Hias Latar Putih


(Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg-ceceg
(membentuk garis lengkung semu)
Isen ceceg –ceceg
(membentuk alur sayap)
Isen ceceg-ceceg
(dengan penataan yang menyebar)

Gambar 76. Unsur Motif Isen-Isen


(Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
131

Bobot dari pola hias latar putih jika dilihat memang mengacu pada konteks latar yang

berwarna putih. Pola ini berupa bentuk buketan yang terdiri dari gabungan flora antara daun

dilem, , kangkung, dan daun katuk,sedangkan untuk ornamen fauna adalah burung srtiti.

Ornamen flora yang divisualkan dalam pola latar putih mencerminkan kondisi Banyuwangi

yang kaya akan tumbuh-tumbuhan mengingat wilayahnya yang subur dengan topografi di

antara wilayah pegunungan dan pesisir. Nilai estetis dari batik pola latar putih akan

bertambah ketika pola dituangkan dalam kain primissima ataupun prima dengan tenknik batik

tulis.

c). Pola Lainnya


Kelompok pola hias di luar lainnya antara lain : dilem semple, gajah oling, dan

garuda

1). Pola Hias Dilem Semple

Komponen pola hias dilem semple dibangun dari motif-motif flora dan fauna.

Motif flora adalah ornamen daun dilem atau daun nilam yang ditata secara menyebar

seperti sulur-sulur dan secara visual merupakan daun yang memiliki banyak cabang

dengan karakter daun agak runcing bergerigi. Unsur flora lainnya adalah ornamen

bunga yang diletakkan antara daun-daun dilem, sedangkan untuk ornamen fauna

berupa burung.

Apabila dilihat secara keseluruhan pola hias dilem semple merupakan satu

kesatuan pola secara utuh dan komponen-komponen bagiannya tidak dapat

dipisahkan, sehingga semua unsur memiliki peran sebagai motif utama. Bidang daun

dilem dibangun dari gabungan dari garis zig-zag dan garis lengkung busur untuk

ujung daun yang meruncing. Bidang kelopak bunga terbentuk dari gabungan garis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
132

diagonal, garis lengkung busur, dan garis lengkung kubah. Masing-masing kelopak

bunga dari pola ini berjumlah lima dan enam buah. Untuk ornamen burung terdiri dari

kombinasi garis-garis lengkung yang membentuk bidang organik. Ornamen burung

digambarkan dengan teknik stilasi. Stilasi dalam pembuatan motif merupakan teknik

penggayaan dengan melakukan gubahan bentuk tertentu, dengan tidak meninggalkan

identitas atau ciri dari bentuk yang digubah (Artikel W. Seriyoga Parta dan Wayan

Sudana, 2009).

Unsur ornamen lainnya pada pola hias dilem semple adalah motif pinggiran. Jenis

motif pinggiran merupakan perpaduan dari untu walang dan blabakan. Untu walang

dibangun dari bidang geometris segitiga yang di tata berjajar. Komponen bunga

dengan sulur-sulur kecil ditambahkan di antara bidang-bidang untu walang yang

berwarna putih. Untuk motif pinggiran blabakan disusun dari sulur-sulur bunga yang

dibatasi dengan garis , dimana di dalam komponen garis pembatas terdapat unsur

garis memanjang bergelombang.

Motif Bunga

Motif Daun Dilem

Motif Batang Daun Dilem


Motif Burung

Gambar 77. Komponen Pola Hias Dilem Semple


(Sumber : Batik karya Mak Sum, Foto Fenty Pratiwi, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
133

Motif Pinggiran Blabakan

Motif Pinggiran Untu Walang

Gambar 78. Unsur Motif Pinggiran


(Sumber : Batik Karya Mak Sum, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Motif isen-isen pada pola dilem semple terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik), sawut

daun (garis menjari), ceceg telu (titik tiga), bundar-bunda atau mata perkutut, dan garis

memotong. Isen ceceg-ceceg divisualkan hampir menyeluruh pada tiap-tiap bagian

ornamen baik ornmen daun, bunga, maupun ornamen burung. Pada ornamen daun dan

bunga didominasi oleh ceceg-ceceg membentuk struktur tulang daun dan ceceg telu yang

di tata secara menyebar pada bagian kelopak bunga, sedangkan pada ornamen burung

isen ceceg ditata pada komponen bagian mahkota burung dan sayap hingga tampak

membentuk kesan garis lengkung semu, selain itu ceceg juga dikomposisikan secara

merapat pada bagian sayap hingga tampak membentuk bidang. Motif isen bundar-bundar

atau mata perkutut digambarkan mengisi bidang pada bagian badan burung dan isen garis

memotong terdapat pada bagian ekor burung serta beberapa pada ornamen daun.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
134

Isen ceceg
(membentuk garis lengkung semu)

Isen bundar-bundar (mata perkutut)

Isen garis memotong

Isen ceceg telu ( titik tiga)

Isen ceceg
(membentuk garis semu tulang daun)

Gambar 79. Komponen Motif Isen-Isen


(Sumber : Batik Karya Mak Sum, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Struktur harmonisasi yang seimbang tampak dari tatanan pola hias dilem semple

secara keseluruhan. Komponen susuan motif dikatakan seimbang karena dinamika

komposisinya tidak monoton, walaupun secara keseluruhan adalah yang

mendominasi adalah ornamen daun dilem. Ketidak monotonan tersebut terlihat dari

intensitas tatanan cabang-cacang daun dilem yang disusun dalam ukuran besar daun

yang tidak sama. Keseimbangan yang harmoni juga terlihat dari unsur motif

pinggiran, dimana pada bagian ornamen sulur-sulur bunga komponen daun dilem

juga terdapat didalamnya. Penambahan unsur fauna burung yang hinggap diantara

batang daun dilem menambah kesan estetis dari pola hias ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
135

Paduan warna merah tua mendominasi bagian komponen motif, sedangkan warna

putih dituangkan pada seluruh warna latar. Apabila ditangkap secara visual tampak

bahwa kesan srtuktur warna menunjukkan satu kesatuan yang utuh. Kesatuan yang

utuh terlihat dari permainan komposisi warna, dimana warna putih pada latar menjadi

unsur warna pengikat motif. Penambahan unsur warna merah tua yang terdapat pada

seluruh bagian motif membuat pola semakin seimbang. Keseimbangan dalam

kesatuan warna juga di tambah dengan adanya kesan remukan atau pecahan diantara

warna latar yang didapatkan dari efek penutupan malam yang kurang sempurna.

Bobot yang terkandung pada pola hias dilem semple kembali melibatkan unsur

flora sesuai dengan karakteristik batik pesisir yang mencerminkan kondisi

wilayahnya yang subur. Pola dilem semple diambil dari visual daun nilam yang secara

karakteristik daunnya bergerombol. Pola dilem semple ketika diaplikasikan pada kain

primissima atau prima dengan teknik batik lukis akan menambah nilai estetis dalam

hal penampilan.

Gambar 80. Daun Dilem (Nilam)


(Sumber : www. google.com, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
136

2). Pola Hias Gajah Oling

Pola hias gajah oling terdiri dari motif utama, motif tambahan atau pendukung,

dan isen-isen. Unsur motif utama terletak pada motif gajah oling yang dibangun dari

beberapa ornamen yakni: tiga daun dilem, tiga bunga manggar, dan satu bunga melati.

Gajah oling disusun dari beberapa komponen garis gabungan seperti : garis lengkung

S, garis lengkung busur, garis lengkung kubah, dan garis zig-zag yang membentuk

bidang lengkung, bidang daun dilem, bidang bunga melati, dan bidang bunga

manggar.

Komposisi motif gajah oling disusun berderet vertikal dan horizontal. Motif

tambahan atau pendukung pada pola hias gajah oling terdiri dari ornamen sulur-

suluran daun katuk, ornamen ukel yang menyerupai daun paku atau pakis yang masih

muda,dan fauna kupu-kupu.

Ornamen sulur-suluran daun katuk dibangun dari unsur garis-garis lengkung yang

tersusun ke dalam visual batang, sedangkan untuk ornamen bidang daun dibentuk dari

dua komponen garis lengkung busur yang disatukan. Unsur ornamen tambahan

lainnya adalah kupu dan ukel. Bidang kupu terdiri dari bidang-bidang organik yang

memadukan garis-garis lengkung yang luwes, sedangkan ornamen ukel dibentuk dari

unsur garis lengkung S dan beberapa garis noktah memanjang yang mengelilingi

ornamen ukel.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
137

Ornamen daun dilem


Ornamen bunga manggar
Motif sulur daun katuk
(motif tambahan)

Ornamen bunga melati


Motif ukel
Motif kupu-kupu
(motif tambahan)

Gambar 81. Komponen Motif Pola Hias Gajah Oling


(Sumber : ITS Graduate, 2008)

Motif isen-isen pada pola gajah oling terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik) dan

ceceg sawut. Isen ceceg-ceceg terletak diantara motif lengkung gajah oling, ornamen

kupu-kupu, dan sulur-sulur daun katuk, sedangkan untuk isen ceceg sawut (garis

menjari) terdapat bagian mahkota ornamen lengkung gajah oling, dan ornamen daun

dilem.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
138

Isen ceceg sawut


Isen ceceg-ceceg
Isen ceceg telu

Gambar 82. Komponen Motif Isen-Isen


(Sumber : ITS Graduate, 2008)

Visual pola hias gajah oling secara keseluruhan merupakan pola dengansistem

salinan satu langkah. Kesan seimbang tampak tercapai dari komposisi pola secara

keseluruhan. Irama motif gajah oling yang diselingi dengan tambahan ornamen

sulur-suluran daun tampak menambah nilai estetis dari pola hias tersebut. Paduan

warna coklat muda,coklat tua, dan hijau tua pada objek motif tampak serasi jika

dipadukan dengan warna latar putih tulang.

Bobot atau isi dari pola hias gajah oling mencerminkan tentang sebuah bentuk

rasa syukur terhadap Sang Maha Pencipta. Dalam hal ini istilah gajah oling

merupakan plesetan dari “gajah eling” yang memiliki arti sosok yang besar (dalam

hal ini dilambangkan dalam bentuk visual belalai gajah) dan kata éling yang akhirnya

menjadi oling yang memiliki arti ingat (Azhar, 2008: 43).

Unsur flora dan fauna seperti: daun dilem, bunga manggar, daun katuk, bunga

melati, daun pakis muda, dan kupu-kupu yang berada disekeliling pola gajah oling

merupakan satu bentuk kekayaan alam dari Banyuwangi mengingat bahwa wilayah

dari utara sampai selatan, dan dari wilayah barat sampai timur dikelilingi oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
139

gunung, hutan, serta pantai. Keadaan alam tersebut memiliki pengaruh yang cukup

signifikan terhadap tingkat pertumbuhan flora dan fauna di sekitarnya

Gambar 83. Visualisasi Daun Katuk pada Pola Hias Gajah Oling
(Sumber : www.google.com, 2012)

Karya batik dengan pola hias gajah oling dikenakan sebagai pakaian adat daerah

Banyuwangi yakni jebeng thulik, pakaian penari Gandrung, pakaian penari Seblang,

dan juga seragam. Pada pakaian adat jebeng thulik pola hias gajah oling dikenakan

pada bagian udeng tongkosan dan sembong untuk pakaian laki-laki, sedangkan untuk

pakaian wanita pola hias gajah oling dikenakan sebagai kain panjang atau “sewek”.

Batik dengan pola hias gajah oling juga dikenakan oleh penari gandrung yang

pada bagian sewek (kain panjang yang digunakan sebagai bawahan). Sama halnya

dengan penari Gandrung pola gajah oling juga dikenakan oleh penari Seblang pada

bagian sewek. Pengenaan kain panjang dengan pola hias gajah oling pada busana

penari Gandrung dan Seblang dimaksudkan untuk mensyukuri limpahan rejeki yang

diberikan Tuhan dan berharap bahwa hasil pertanian akan selalu lancar. Sedangkan

dalam bentuk seragam batik dengan pola hias gajah oling telah ditetapkan sejak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
140

tanggal 4 Maret 2009 bahwa batik ini dikenakan sebagai seragam wajib setiap hari

Kamis dan Jum’at (Artikel, Faradis Muhammad).

Bagian udeng tongkosan

Sembong

Pola hias gajah oling bagian sewek

Gambar 84. Pola Hias Gajah Oling dalam Pakaian Adat Jebeng-Thulik
(Sumber : www.google.com, 2010)

Gambar 85. Pola Hias Gajah Oling sebagai Sewek pada Pakaian Penari Seblang
(Sumber : www.google.com, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
141

Gambar 86. Pola Hias Gajah Oling sebagai Sewek pada Pakaian Penari Gandrung
(Sumber : www.google.com, 2012)

3). Pola Hias Garuda

Visual pola hias garuda terdiri dari motif burung garuda dan pola latar yang

Unsur utama burung garuda dibentuk dari beberapa komponen bidang-bidang natural

dari unsur-unsur garis lengkung baik lengkung busur maupun lengkung kubah. Isen

yang terdapat pada motif burung adalah isen sisik melik (sisik bertitik) dengan ukuran

yang berbeda. Pada badan burung visual isen sisik melik lebih kecil dibandingkan

dengan bagian sayap. Ornamen burung garuda dalam segi paham Jawa kuno

melambangkan mahkota atau kekuasaan tertinggi, yaitu penguasa jagad raya dan

isinya atau juga menggambarkan dunia atas (Susanto, 1980:212). Motif bururng

garuda kemudian dipadu dengan pola latar disusun dari perpaduan motif sawut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
142

(bunga berjari) dan garis zig-zag yang dikomposisikan secara memanjang. Visual

sawut yang digambarkan berjajar serta berulang-ulang secara horizontal pada bagian

latar membuat pola tersebut membentuk efek garis semu diagonal.

Sistem perulangan motif pada pola garuda dilakukan dengan cara salinan satu

langkah. Apabila dilihat secara visual perulangan motif garuda tampak seperti ceplok-

ceplok yang ditata secara berjajar. Karakter pola hias garuda terlihat singkat dan

lugas, dimana pencapaian unsur harmonisasi kesatuan dilakukan dengan mengulang

motif garuda melalui irama yang sama.

Komponen warna pada pola hias garuda terdiri dari warna kuning (latar), warna

putih, coklat tua, coklat muda, hitam , dan merah. Unsur kesatuan tampak dari

pengkomposisian warna latar kuning secara keseluruhan pada bagian latar. Kesan

warna kuning yang memberikan efek terang tampak serasi dipadu dengan unsur motif

yang memiliki karakter warna-warna natural seperti coklat. Coklat dengan asosiasi

warna yang natural dapat meredam efek berlebihan dari warna kuning pada latar.

Pola hias garuda dalam konteks penampilan diaplikasikan pada kain primissima

ataupun prima dengan teknik batik cap maupun batik tulis, dengan visualisi secara

nyata pada kain akan tampak menambah nilai estetis dari pola ini. Unsur

kesederhanaan kembali tampak pada pola hias batik Banyuwangi, dimana pola tidak

terlalu banyak unsur ornamen dan bentuk pola hiasnya lebih simpel dan tidak terlalu

rumit.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
143

Motif Garuda
Motif isen sisik melik (sisik bertitik)
Motif Latar Sawut

Motif latar garis


zig-zag

Gambar 87. Komponen Pola Hias Garuda


(Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

commit to user

Anda mungkin juga menyukai