PREEKLAMPSIA BERAT
Laporan Ini Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Profesi Keperawatan Maternitas
OLEH :
2. Klasifikasi
Menurut Ratnawati (2018) klasifikasi preeklampsia diantaranya:
a. Preeklampsia ringan
Tanda-tanda preeklampsia ringan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring telentang atau kenaikan diastolik 150 mmHg atau lebih
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
2) Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
3) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan berat 1 kg
atau lebih per minggu.
4) Proteinuria memiliki berat 0,3 gram atau per liter, kualitatif 1+ atau
2+ pada urin kateter atau midstream.
b. Preeklampsia berat
Tanda-tanda preeklampsia berat:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5 gram atau lebih per liter
3) Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam. Adanya
gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
4) Terdapat edema paru dan sianosis.
Menurut Manuaba, dkk (2014) klasifikasi preeklampsia diantaranya:
a) Preeklampsia Ringan
Tanda-tanda preeklampsia ringan:
1) Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam.
2) Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmhg dengan interval
pemeriksaan 6 jam.
3) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
4) Proteinuria 0. 3 g atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sanpai 2
pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
b) Preeklampsia berat
1) Bila salah satu di antara gejala atau tanda ditemukan pada ibu
hamil, sudah dapat digolongkan preeklampsia berat.
2) Tekanan darah 160/110 mmHg.
3) Oliguria, urin <400 cc/24 jam
4) Proteinuria lebih dari 3 g/liter.
5) Keluhan subjektif: nyeri epigastrium, gangguan penglihatan,
nyeri kepala, edema paru, dan sianosis.
6) Gangguan kesadaran.
7) Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus.
8) Perdarahan pada retina.
9) Trombosit < 100. 000/mm.
3. Etiologi PEB
Menurut Ratnawati (2018) penyebab preeklampsia:
1) Penyebab preeklampsia yaitu bertambahnya frekuensi pada primigraviditas,
kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
2) Bertambahnya frekuensi karena semakin tua kehamilan.
3) Dapat terjadi perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4) Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
4. Manifestasi klinis
Menurut Ayu (2016) disebut preeklampsia berat bila terdapat gejala:
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg.
b. Proteinuria +≥ 5g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
c. Oliguria (< 400 ml dalam 24 jam)
d. Sakit kepala hebat di daerah frontal
e. Gangguan penglihatan, diplopia
f. Nyeri epigastrum dan ikterus Trombositopenia
g. Pertumbuhan janin terhambat
h. Mual muntah
i. Penurunan visus
Manifestasi klinis menurut Mitayani (2011), ada dua gejala yang sangat penting
pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria yang biasanya tidak disadari oleh
wanita hamil. Penyebab dari kedua masalah di atas adalah:
a. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal yang penting
pada preeklampsia. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang
lebih andal dibandingkan dengan tekanan sistolik. Tekanan diastolik sebesar
90mmHg atau lebih yang terjadi terus menerus menunjukkan keadaan
abnormal.
b. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan preeklampsia
dan bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan merupakan tanda
pertama preeklampsia pada sebagian wanita. Peningkatan BB normal adalah
0,5 kg per minggu. Bila 1 kg dalam seminggu, maka kemungkinan
terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan terutama
disebabkan karena retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul
gejala edema yang terlihat jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau
jaringan tangan yang membesar.
c. Proteinuria
Pada preeklampsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu, positif
dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuri dapat ditemukan dan
dapat mencapai 10g/dl. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian
dibandingkan hipertensi dan kenaikan BB yang berlebihan.
5. Patofisiologi PEB
Pada preeklampsia terjadi spesma pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasma hebat arteriola glomerulus.
Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya
dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk
mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan intertitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena
retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkna oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Ayu, 2016).
b. Perubahan hematologi
Kelainan hematologi terjadi pada beberapa, tetapi tidak semua, wanita yang
mengalami kelainan hipertensi akibat kehamilan. Trombositopenia yang terjadi
dapat sangat berat sehingga membahayakan kehidupan, kadar beberapa faktor
pembekuan plasma dapat berkurang, dan eritrosit dapat sangat terluka sehingga
tampak berbentuk aneh dan mengalami hemolisis cepat (Leveno, 2017).
c. Trombositopenia
Trombositopenia maternal dapat diinduksi secara akut oleh preeklampsia.
Setelah itu, hitung trombosit akan meningkat secara progresif hingga kadar
normal dalam 3-4 hari. Trombositopenia berat ditandai dengan hitung
trombosit kurang dari 100. 000/µL,menunjukan penyakit berat (Leveno, 2017).
d. Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya, jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasanya atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Ayu, 2016).
e. Mata
Dapat dijumlai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada
eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan
oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks
serebri atau didalam retina (Ayu, 2016).
f. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan
(Ayu, 2016).
g. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi
partus prematur (Ayu, 2016).
h. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi
pneumonia atau abses paru (Ayu, 2016).
Kelahiran caesarea dapat dilakukan dengan aman tidak terjadi sampai akhir abad
ke-19 (Reeder, 2014).
2. Indikasi SC
Menurut Reeder, dkk (2014) indikasi persalinan sesarea yang dibenarkan
dapat terjadi secara tunggal atau secara kombinasi, merupakan suatu hal yang
sifatnya relatif dari pada mutlak dan dapat diklasifikasi seperti yang ditujukan
dibawah:
a. Ibu dan janin
Distosia (kemajuan persalinan yang abnormal) adalah indikasi paling
umum kedua (30%), yang pada umunya ditunjukkan sebagai suatu
“kegagalan kemajuan” dalam persalinan. Hal ini mungkin berhubungan
dengan ketidaksesuaian antara ukuran panggul dengan ukuran kepala janin,
kegagalan induksi, atau aksi kontraksi uterus yang abnormal.
b. Ibu
Penyakit ibu yang berat, seperti penyakit jantung berat, diabetes melitus,
preeklampsia berat atau eklampsia, kanker serviks, atau infeksi berat.
Penyakit tersebut membutuhkan persalinan SC karena beberapa alasan untuk
mempercepat pelahiran dalam suatu kondisi yang kritis, karena klien dan
janinnya tidak mampu menoleransi persalinan atau janin akan terpajan
dengan resiko bahaya yang meningkat saat melalui jalan lahir.
Pembedahan uterus sebelumnya, termasuk miomektomi, pelahiran SC
sebelumnya dengan insisi klasik, atau rekontruksi uterus. Obtruksi jalan lahir
karena adanya fibroid atau tumor ovarium.
c. Janin
Gawat janin, seperti janin dengan kasus prolaps tali pusat, insufisiensi
uteroplasenta berat, malpresentasi, seperti letak melintang, janin dengan
presentasi dahi kehamilan ganda dengan bagian terendah janin kembar
adalah pada posisi melintang bokong.
d. Plasenta previa
Pemisahan plasenta sebelum waktunya (solusio).
3. Klasifikasi SC
Menurut Reeder, dkk (2014) klasifikasi SC ada 2:
Sebuah insisi tegak lurus dibuat langsung pada dinding korpus uterus.
Janin dan plasenta dikeluarkan, dan insisi ditutup dengan tiga lapisan
jahitan menggunakan benang yang dapat diserap. Tindakan ini dilakukan
dengan menembus lapisan uterus yang paling tebal pada korpus uterus.
Hal ini terutama bermanfaat ketika kandung kemih dan segmen bawah
mengalami perlekatan yang ekstensif akibat SC sebelumnya. Kadang
tindakan inidipilih saat janin dalam posisi melintang atau pada kasus
plasenta anterior.
4. Komplikasi SC
a. Pada ibu
1) Infeksi puerpallis merupakan infeksi bakteri yang muncul disaluran
genetalia setelah kelahiran. Infeksi ini meliputi mastitis dan infeksi
saluran perkemihan, secara tidak langsung berhubungan dengan laktasi.
Infeksi puerpalis disebabkan oleh masuknya mikroorganisme ke saluran
reproduksi dan menyebar ke dalam darah dan bagian tubuh lainnya,
sehingga dapat berakibat keracunan darah. Tanda dan gejalanya: suhu
lebih dari 38°C, pengeringan luka bernanah, subinvolusi rahim (uterus
seperti rawa, fundus lembek, lokasi lebih tinggi dari normal).
2) Perdarahan biasanya didefinisikan sebagai hilang darah lebih dari 1000
ml post SC. Perdarahan disebabkan karena adanya laserasi, retensio
plasenta, atonia uterus yang disebabkan oleh distensi kandung kemih.
3) Komplikasi-komplikasi lain seperti kerusakan organ-organ seperti
vesika urinaria dan uterus.
4) Thrombophlebitis (bekuan darah) merupakan inflamasi dinding aliran
darah bagian dalam dengan pembentukan darah yang menempel di
dinding, SC beresiko terjadinya thrombophlebitis.
5) Aspirasi atau komplikasi lain yang berhubungan dengan anastesi.
b. Pada bayi
1) Kelahiran bayi premature karena kesalahan pada usia kehamilan.
2) Kematian perinatal pasca SC sebanyak 4-7%.
a. Penatalaksaan medis
1) Tanda-tanda vital
Dengan mengontrol tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan,
dan suhu) setiap 4 jam sekali (Redeer, dkk, 2014). 2) Terapi cairan dan diit
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung mengeluh nyeri pada
perut bekas operasi, pasien merasa sakit kepala, dan nyeri epigastrium.
Selanjutnya pasien biasanya mengeluh penglihatan kabur, mual, dan
muntah, tidak ada nafsu makan dan bengkak pada ekstermitas.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien cenderung memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil, pasien
dengan kelahiran kedua biasanya mempunyai riwayat PEB pada
kehamilan terdahulu, pernah melahirkan dengan operasi SC sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung memiliki anggota
keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti jantung, DM,
hipertensi. Kemungkinan pada anggota keluarga ada yang mempunyai
riwayat PEB dan eklampsia.
c. Riwayat perkawinan
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung terjadi pada wanita yang
menikah dibawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
a. Pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung mengalami
peningkatan nafsu makan karena ada keinginan untuk menyusui
bayinya.
2) Pola eliminasi
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung mengalami
perasaan sering/susah BAK selama masa nifas.
3) Pola istirahat dan tidur
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung mengalami
perubahan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran bayi
dan nyeri abdomen bagian bawah bekas operasi.
4) Pola reproduksi dan sosial
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi PEB cenderung
mengalami disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dan seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung tidak ada
masalah pada kepala, dikepala dapat dinilai kebersihan, serta pada
rambut apakah ada kerontokan.
2) Wajah
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung mengalami
wajah pucat, biasanya terdapat cloasma graviadarum, dan juga
terdapat edema pada beberapa bagian di wajah.
3) Mata
Pasien dengan post SC atas indikasi PEB cenderung mengalami
konjungtiva subanemis atau anemis, skelera sedikit ikterik.
4) Telinga
Telinga seimetris,pada telingan dapat dinilai bagaimana
kebersihannya, periksa adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Pada hidung tidak terdapat pernapasan cupping hidung dan polip.
6) Leher
Biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, periksa
adakah pembesaran kelenjar getah bening dan vena jugularis.
7) Dada
Biasanya pada paru-paru, retraksi dinding dada tidak ada, dan pada
jantung biasanya iktus kordis tidak terlihat dan batas-batas jantung
tidak melebar.
8) Payudara/Mamae
Inspeksi : pada payudara biasanya tidak simetris, pada areola mamae
terjadi hipergravidarum, papila mamae menonjol/datar
dan tampak bersih atau tidak.
Palpasi : ASI/kolostrum ada tetapi sedikit, payudara teraba
membengkak dan keras.
9) Abdomen
Inspeksi : akan tampak ada luka bekas operasi, biasanya posisi luka
operasi melintang atau tegak lurus, biasanya tampak ada strie, linea
nigra atau alba.
Palpasi : pada hari pertama partum tinggi fundus uteri setinggi pusat,
posisi uterus medial atau lateral, kontraksi uterus bisa teraba keras atau
lunak.
10) Genetalia
Pada hari pertama partum pasien terpasang kateter
a. Lochea: pada fase immediet yang terjadi pada 24 jam pertama,
jenis lochea rubra yang pada umumnya berwarna merah mudah.
Selanjutnya pada fase early yang dimulai 24 jam pertama sampai
satu minggu, jenis lochea sanolenta dimulai hari ke 3-7 hari post
partum, dan lochea serosa yang dimulai dari hari 7-14 hari pasca
persalinan, dan lochea alba setelah 2 minggu post partum.
b. Haemoroid : biasanya tidak ada haemoroid
11) Ekstermitas
Atas : pasien terpasang infus, tampak ada edema, biasanya teraba
dingin, dan tampak sedikit pucat.
Bawah : biasanya ada edema, tidak terdapat varises, teraba sedikit
dingin, dan tampak sedikit pucat.
c. Data sosial ekonomi
Umumnya PEB lebih banyak terjadi pada wanita dari golongan ekonomi
rendah dimana mereka kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal
yang teratur (Mitayani, 2013).
d. Data psikologis
Biasanya pasien PEB ini berada dalam kondisi cemas, labil dan mudah
marah, pasien merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan
bayinya (Mitayani, 2013).
No Perencanaan
Diagnosis Keperawatan
SLKI SIKI
1. Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen peningkatan
serebral tidak efektif tindakan keperawatan, tekanan intrakranial:
diharapkan 1. Monitor status
Faktor resiko: dapat pernapasan
a. Hipertensi memenuhi kriteria 2. Monitor intake- output
hasil: Perfusi Serebral cairan
Efektif : 3. Berikan posisi
1. Tingkat semi fowler
kesadaran 4. Hindari pemberian
meningkat cairan
2. Tekanan IV
intra hipotonik
kranial tidak ada 5. Pertahankan suhu
3. Sakit tubuh normal
kepala tidak ada 6. Kolaborasi pemberian
4. Tekanan sedasi dan anti
darah sistolik konvulsan Edukasi
normal diet:
5. Tekanan 1. Identifikasi
darah diastolik kebiasaan pola
normal makan saat ini dan
masa lalu
2. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet
terhadap kesehatan
3. Informasikan
makanan yang
diperbolehkan dan
dilarang
4. Anjurkan
mempertahan- kan
posisi semi fowler
Devita, Nova. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Secsio Caesarea Atas
Indikasi Pre Eklampsia Berat Di Ruang Rawat Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Leveno, Kenneth, 2017. Manual Williams Komplikasi Kehamilan. Jakarta: EGC Manuaba,
Ida Ayu Chandranita, dkk. 2014. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan KB.
Jakarta: EGC.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Reeder, dkk. 2014. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga.
Edisi 18. Jakarta: EGC.