Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada
pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).Setiap tindakan pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak
memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu
dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak
pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang
dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang
membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas
medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan,
peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan
serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien. Prosedur salah lokasi, salah prosedur, salah pasien
pada operasi adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah
sakit.Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien didalam penandaan lokasi (site marking),
dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu pula asesmen pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antara anggota tim bedah ,permasalahan yang berhubungan dengan resep
yang tidak terbaca (illegal handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan factor-
faktor kontribusi yang sering terjadi.

1.2 Rumusah Masalah


1. Apa definisi Pembedahan?
2. Bagaimana Lokasi Pembedahan yang Benar?
3. Bagaimanan Prosedur yang Benar dalam Pembedahan?

1.3 Tujuan

1
Mampu mengetahui standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R. Sjamsu
hidajat &Wim de jong, 2005). Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh untuk
dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.Panduan ini diterapkan
kepada seluruh tindakan yang dilakukan dari persiapan, tindakan operasi dan setelah selesai
opersi.

Prinsip pelayanan bedah tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi, yaitu :

 Sebelum tindakan, petugas melakukan pengecekan ulang seluruh identifikasi pasien dan
kelengkapan berkas penunjang sebelum dilakukan tindakan operasi.
 Sebelum tindakan dilakukan, petugas melakukan penandaan area yang akan dilakukan
operasi
 Dalam pelaksanaan tindakan operasi, petugas melakukan tindakan berdasarkan atas SPO
yang berlaku.

Kewajiban dan tanggung jawab :

1) Petugas/ perawat kamar operasi


 Memahami dan mengimplementasikan seluruh prosedur yang ada
 Memastikan ketepatan pasien dan penandaan area yang akan dilakukan tindakan
operasi
 Melaporkan jika terjadi kesalahan dalam identifikasi ataupun marking area
2) Kepala bagian ruang operasi
 Memastikan dan memantau petugas telah melaksanakan panduan tindakan
preoperative, intraoperative dan post operatif dengan baik.
 Melakukan penyelidikan jika telah terjadi kesalahan dalam melakukan tindakan
operasi.
3) Ka.Sub keselamatan pasien
 Melakukan pemantauan atas tata kelola panduan tindakan operasi bersama dengan
kepala bagian ruang operasi
 Melakukan verifikasi dan penyelidikan jika terjadi kesalahan dalam melakukan
tindakan operasi.

3
Rumah sakit wajib mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur, tepat pasien.Prosedur salah lokasi, salah prosedur, salah pasien pada operasi
adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.Kesalahan ini
adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/ tidak melibatkan pasien didalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur
untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi
terbuka antara anggota tim bedah ,permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak
terbaca (illegal handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan factor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur yang efektif didalam
mengemilinasi masalah yang mengkhawatirkan ini.Digunakan juga praktek berbasis bukti,
seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO patient safety (2009), juga di
The Joint Commission Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedur, Wrong
Person Sugery.

Tahap “sebelum insisi” (time out)memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan


diselesikan.Time out dilakukan ditempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana
proses itu didokumentasikan secara ringkas, dengan menggunakan checklist.

2.2 Teknik Penandaan lokasi operasi

Berikut merupakan teknik yang dilakukan dalam penandaan lokasi operasi :

a. Pasien diberi tanda saat informedconcent telahdilakukan


b. Penandaan dilakukan sebelum pasien berada dikamar operasi
c. Pasien harus dalam keadaan sadar saat dilakukan penandaan lokasi operasi
d. Tanda yang digunakan dapat berupa : tanda panah/ ceklis
e. Penandaan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi operasi
f. Penandaan dilakukan dengan spidol hitam (anti luntur, anti air) dan tetap terlihat walau
sudah diberi desinfektan.

Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi(laterally), multiple
struktur (jaritangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang)

Anjuran penandaan lokasi operasi :

a. Gunakan tanda yang telah disepakati, yaitu dengan menggunakan tanda “Ya”
b. Tandai pada atau dekat dengan daerah insisi
c. Gunakan tanda yang tidak ambigu (contoh tanda “X” merupakan tanda ambigu)
d. Daerah yang tidak dioperasi janganditandai, kecuali sangat diperlukan

4
e. Penandaan dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar. Jika memungkinkan dan harus
terlihat sampai saat akan di insisi.

Tandai lokasi operasi (Marking),terutama:

1. Pada organ yang memiliki 2 sisi,kanan dan kiri


2. Multiple structure (jari tangan ,jari kaki)
3. Multiple level operasi tulang belakang ,cervical,thoraks,lumbal
4. Multiple lesi 3yang pengerjaannya bertahap

Yang berhak melakukan penandaan lokasi operasi :

a. Dokter bedah
b. Asisten dokter
c. Pihak yang diberi pendelegasian (perawat bedah)

Jenis tindakan operasi yang tidak perlu dilakukan penandaan :

a. Prosedur endoskopi
b. Cateterisasi jantung
c. Prosedur yang mendekati atau melalui garis middle tubuh : SC, histerektomi,
tyroidektomi, laparatomi.
d. Pencabutan gigi
e. Operasi pada membrane mukosa
f. Perineum
g. Kulit yang rusak
h. Operasi pada bayi dan neonates
i. Lokasi intra organ seperti mata dan organ THT maka penandaan dilakukan pada daerah
yang mendekati organ berupa tanda panah.

Pasien yang tidak dilakukan penandaan (Site Marking) dapat di verifikasi pada saat time
out.

2.3 SPO OK

Prosedur pengelolaaan dan pelayanan kamar operasi secara rinci diatur dalam tiap-tiap SPO.
SPO di IBS meliputi:

1. SPO pasien sewaktu tiba dikamar operasi meliputi:


a. SPO pemeriksaan identitas pasien sewaktu tiba dikamar operasi
b. SPO pemastian teknik serta lokasi operasi
c. SPO izin operasi (informed consent)

2. SPO pencatatan meliputi:

5
a. SPO pencatatan kecelakaan/kegagalan
b. SPO pelaporan kepada yang berwewenang
3. SPO penjadwalan pasien meliputi:
a. SPO penjadwalan operasi elektif
b. SPO penjadwalan operasi darurat
c. SPO penundaan operasi
d. SPO menambahkan pasien pada jadwal operasi yang sudah ada
4. SPO ketidaksesuaian penghitungan bahan atau alat sebelum dan sesudah operasi
5. SPO laporan operasi dibuat dalam rekam medis pasien
6. SPO pelaksanaan pengendalian infeksi dikamar operasi
7. SPO Pemeliharan dan perbaikan peralatan di kamar operasi
8. SPO pelayanan anestesi dikamar operasi pada masa pra,saat,dan pasca operasi

2.4 Cheeklist Keselamatan Pasien Pra Operasi

Kejadian kematian dan komplikasi akibat pembedahan dapat dicegah, yaitu dengan
prosedur surgical safety checklist. Merupakan sebuah daftar periksa untuk memberikan
pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat
komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim professional diruang operasi.
Tim professional terdiri dari perawat, dokter bedah, anestesi dan lainnya. Tim bedah harus
konsisten melakukan setiap item yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing
phase, the timwe out phase, dan the debriefing phase sehingga dapat meminimalkan setiap risiko
yang tidak diinginkan (safety & compliance, 2012).

Manual ini menyediakan petunjuk penggunaan cheeklist, saran untuk implementasi,


rekomendasi unuk mengukur pelayanan pembedahan dan hasilnya. Setting praktek yang berbeda
harus mengadaptasi sesuai dengan kemampuan mereka. Tiap poin cheeklist sudah berdasarkan
bukti klinis atau pendapat ahli, karena dapat mengurangi kejadian yang serius, mencegah
kesalahan pembedahan dan hal ini yang dapat mempengaruhi kejadian yang tidak diharapkan
atau biaya tidak terduga. Cheeklist ini juga dirancang untuk kemudahan dan keringkasan.
Banyak langkah yang sudah diterima sebagai praktek yang rutin di berbagai fasilitas di seluruh
dunia walaupun jarang diikuti oleh keseleruhan. Tiap bagian bedah harus praktek dengan
cheeklist dan mengevaluasi bagaimana kesensitivan integrase cheeklist ini dengan alur operasi
biasanya.

Tujuan utama dari WHO surgical safety cheeklist dan manualnya untuk membantu
mendukung bahwa tim secara konsisten mengikuti beberapa langkah keselamatan yang kritis dan
meminimalkan hal yang umum dan risiko yang membahayakan dan dapat dihindari dari pasien
bedah. Cheeklist ini juga memandu interaksi verbal antar tim sebagai arti konfirmasi bahwa
standar perawatan yang tepat dipastikan untuk setiap pasien. Untuk mengimpelementasikan
cheeklist selama pembedahan, seseorang harus bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan

6
cheeklist. Biasanya dikoordinatori oleh perawat sirkuler atau setiap klinisi yang berpartisipasi
dalam operasi.

Cheeklist membedakan operasi menjadi 3 fase. Pertama, berhubungan dengan waktu


tertentu seperti pada prosedur normal-periode sebelum induksi anestesi. Kedua, setelah induksi
dan sebelum insisi pembedahan. Ketiga, setelah penutupan luka tapi sebelum pasien masuk RR.
Dalam setiap fase, cheeklist coordinator harus diijin kan mengkonfirmasi bahwa tim sudah
melengkapi tugasnya sebelum proses operasi dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan
langkah dalamcheeklist, sehingga mereka dapat mengintegrasikan cheeklist tersebut dalam pola
normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa intervensi dan coordinator
checklist. Setiap tim harus menggabungkan penggunaan checklist ke dalam pekerjaan dengan
efisiensi yang maksimum dan gangguan yang minimal selama bertujuan untuk melengkapi
langkah secara efektif.

TIGA FASE OPERASI :

Fase sign in

Fase sign in adalah fase sebelum induksi anestesi, coordinator secara verbal memeriksa
apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan
di operasi telah ditandai, persetujuan untuk di operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada
pasien berfungsi. Coordinator dengan professional anestesi mengkonfirmasi risiko pasien apakah
pasien ada risiko kehilangan darah, kesulitan jalan napas, reaksi alergi.

Fase Time Out

Fase time out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran
masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa semua orang di ruang operasi saling kenal.
Sebelum melakukan sayatan/insisi pertama pada kulit, tim mengkonfirmasi dengan suara yang
keras mereka melakukan operasi yang benar, pada pasien yang benar. Mereka juga
mengkonfirmasi bahwa antibiotic profilaksis telah diberikan dalam60 menit sebelumnya.

Fase Sign Out

Fase sign out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah dilakukan.
Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan instrument, pemberian label pada
specimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir yang dilakukan
tim bedah adalah rencana kunci dan memusatkan perhatian pada manajemen post operasi serta
pemilihan sebelum memindahkan pasiendari kamar operasi (surgery & lives, 2008).

Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk
memastikan bahwa tindakan utama lebih dilakukan. Oleh karena itu, sebelum induksi anestesi,
coordinator checklist secara verbal akan mereview dengan anstesist dan pasien (jika mungkin)
bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah

7
benar dan persetujuan untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan akan melihat dan
mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai (jika mungkin) dan
mereview dengan anstesist resiko kehilangan darah pada pasien, kesulitan jalan napas dan reaksi
alergi dan mesin anestesi serta pemeriksaan medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah akan hadir
pada fase sebelum anestesi ini, sehingga mempunyai ide yang jelas untuk mengantisipasi
kehiangan darah, alergi, atau komplikasi pasien yang lain. Bagaimanapun juga, kehadiran ahli
bedah tidak begitu juga penting untuk melengkapi checklist ini.

2.5 Prosedur PengaplikasianCheeklist Keselamatan Pasien Pra Operasi

SEBELUM INDUKASI ANESTESI

Untuk kepentingan keselamatan pasien, checklist keselamatan penting untuk dilengkapi


sebelum induksi anestesi. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya anestesist dan
perawat. Detail dari setiap langkah adalah sebagai berikut :

a. Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, tempat operasi, prosedur dan


persetujuan ?
Koordinator checklist secara verbal mengkonfirmasi identitas pasien, tipe prosedur yang akan
dilaksanakan, tempat pembedahan, dan persetujuan pembedahan yang sudah diberikan. Walau
hal ini terlihat berulang kali, namun langkah ini penting Untuk memastikan tim tidak melakukan
tindakan pada pasien yang salah atau bagian yang salah atau melakukan prosedur yang salah.
Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin dilakukan seperti pada kasus anak atau pasien
yang cacat, pengasuh atau keluarga dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh satu
keluarga tidak dapat dilewati seperti halnya dalam gawat darurat, tim harus memahami alasan
persetujuan yang perlu diproses.

 Apakah tempat operasi sudah ditandai?

Koordinator ceklist harus mengkomfirmasi bahwa ahli bedah yang melakukan operasi sudah
menandai tempat yang akaan di bedah (dengan marker yang permanen), pada kasus yang
melibatkan bagian tubuh samping (kanan-kiri) atau struktur yang banyak atau bertingkat
(contoh : bagian jari tangan, jari kaki, lesi kulit ataupun tulang belakang). penandaan tempat
operasi untuk struktur menengah (contoh :tiroid) atau struktur tunggal (contoh spleen )harus
mengikuti praktek yang biasa dilakukan. Pemberian tanda pada lokasi yang dioperasi pada
semua kasus, harus dibuatkan salinan cek dari tempat dan prosedur yang tepat.

 Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap?

Koordinator cekist melengkapi langkah ini dengan menanyakan kepada anestesi untuk
memverivikasi kelengkapan dari ceklist keselamatan anestesi, memahami inspeksi formal dari

8
peralatan anestesi, sirkuit pernafasan, medikasi, dan resiko anestesi pasien sebelum pembedahan.
Untuk membantu mengingat, sebagai tambahan apakah pasien fit untuk pembedahan tersebut,
tim anestesi harus melengkapi ABCDE’s- pemeriksaan dari perlengkapan Airway, breathing
sistem( meliputi oksigen dan agen instalasinya),Suction, drugs and device (obat dan alat)dan
emergency medication (medikasi emergensi), peralatan dan bantuan untuk mengkomfirmasi
ketersedian dan berfungsi dengan baik.

 Apakah pulse oximeter (SpO2) sudah dipasang pada pasien dan berfungsi?

Koordinator ceklist mengkomfirmasi bahwa pulse oximeter sudah dipasang pada pasien dan
berfungsi dengan baik sebelum induksi anestesi, idealnya indikator pulse oximeter dapat terlihat
oleh semua tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan untuk memberikan tanda pada tim
tentang denyut nadi dan saturasi oksigen. Pulse oximeter sudah direkomendasikan sebagai
komponen yang dibutuhkan untuk anestesi yang aman oleh WHO. Jika pulse oxymeter tidak
berfungsi, maka ahli bedah dan anestesi harus mengevaluasi ketajaman pada kondisi pasien dan
mempertimbangkan penundaan operasi hingga langkah yang lengkap dipenuhi untuk
keselamatan. Dalam keadaan emergensi demi menyalamatkan nyawa, maka hal ini dapat
dilewati. Namun pada kondisi ini tim harus melakukan dengan persetujuan tentang kebutuhan
untuk melakukan operasi.

 Apakah pasien memiliki alergi?

Koordinator ceklist harus langsung menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya kepada
anestesist. Pertama, koordinator harus bertanya apakah pasien memilki alergi yang diketehaui
dan jika ada,alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui alergi di pasien yang tidak
diperhatikan oleh anestesi, maka koordinator harus mengkomunikasikan kepada anestesi.

 Apakah pasien memiliki resiko kesulitan jalan nafas/resiko aspirasi?

Koordinator ceklist harus secara verbal mengkonfirmasi bahwa tim anestesi sudah secara
objektif mengkaji apakah pasien memilki kesulitan jalan nafas?. Ada beberapa jalan untuk
menilai airway (seperti mallampati skor, jarak thyromental Apakah pasien memiliki risiko
kesulitan jalan nafas/risiko aspirasi?

Koordinator ceklist harus secara verbalmengkonfirmasi bahwa tim anestesi sudah secara
objektif mengkaji apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas. Ada beberapa jalan untuk
menilai airway (seperti Mallampati skor, jarak Thyromental, atau Bellhous-Dore skor). Evaluasi
objektif untuk jalan nafas dengan metode yang lebih valid lebih penting daripada pilihan metode
itu sendiri. Kematian dari jalan nafas selama anastesi adalah bencana yang global namun dapat
dicegah dengan rencana yang tepat. Jika evaluasi jalan nafas menunjukan resiko tinggi untuk
kesulitan jalan nafas (seperti skor Mallampati 3 atau 4), tim anestesi harus mempersiapkan
melawan kebutuhan jalan nafas. Dalam hal ini termasuk penggunaan pendekatan anestesi yang
minimum (contoh menggunakan RA jika mungkin) dan memiliki peralatan gawat darurat yang

9
cukup. Asisten yang kapabel-apakah dengan asisten dua, ahli bedah atau anggota tim perawat-
harus hadir secara fisik untuk membantu induksi anestesi. Resiko aspirasi juga harus dievaluasi
sebagai bagian dari pengkajian airway. Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut yang
penuh, maka anestesi harus mempersiapkan kemungkinan aspirasi. Resiko ini dapat dikurangi
dengan memodifikasi rencaba anestesi sebagai contoh dengan induksi cepat dan meminta
bantuan asisten untuk menekan cricoid selama induksi. Untuk pasien yang dikenali memiliki
kesulitan jalan nafas atau dalam resiko untuk aspirasi, induksi anestesi harus dimulai saat
anestesi sudah mengkonfirmasi bahwa dia telah memiliki peralatan yang adekuat dan adanya
asisten di sampingnya.

 Apakah pasien memiliki risiko kehilangan darah>500ml (7ml/kg pada anak)?

Pada langkah keselamatan ini, koordinator ceklist menanyakan pada tim anestesi apakah pasien
memiliki resiko kehilangan darah lebih dari setengah liter darah selama operasi? Untuk
meyakinkan dan mengenali serta mempersiapkan untuk kejadian kritis. Kehilangan volime darah
melebihi 500 ml (7ml/kg pada anak) dapat membuat pasien menjadi syok hipovolemik.
Persiapkan yang adekuat dan resusitasi mengkomunikasikan risiko dari kehilangan darah kepada
anestesi dan staff perawat. Oleh karena itu, jika anestesi tidak mengetahui bagaimana risiko
utama dari kehilangan darah sebelum operasi dimulai. Jika terjadi kehilangan darah lebih dari
500ml, direkomendasikan untuk membuat dua jalur intraven atau dua jalur CVC. Sebagai
tambahan, tim harus mengkonfirmasi ketersediaan cairan atau darah untuk resusitasi. (catatan
tentang kehilangan darah yang akan terjadi akan direview oleh ahli bedah sebelum insisi). Jika
poin ini sudah dilengkapi maka, fase ini sudah lengkap dan tim dapat melakukan proses induksi
anestesi.

SEBELUM INSISI KULIT

Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekan bahwa cek
keselamatan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan oleh semua anggota medis.
Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama dan perannya. Tim operasi
mungkin sering berubah, efektif manajemen dari situasi yangberisiko tinggi membutuhkan
pengertian siapa anggota tim operasi dan peran serta kemampuan mereka. Sebuah perkenalan
yang simpel seperti menyuruh semua orang di ruang untuk memperkenalkan diri dengan nama
dan perannya. Tim yang sudah familiar dengan satu sama lain dapat mengkonfirmasi bawah
sudah diperkenalkan semua namum amggota baru atau staff harus memperkenalkan diri
termasuk siswa atau personel lain.

Konfirmasi nama pasien, prosedur dan dimana insjsi akan dilakukan. Koorinator ceklist atau
anggota tim lain akan menyuruh setiap orang di kamar operasi untuk berhenti dan secara verbal

10
mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang akan dilakukan tempat pembedahan dan posisi dari
pasien untuk menghindari salah pasien atau salah tempat operasi. Untuk contoh, perawat sirkuler
mengumumkan, “sebelum kita memulai insisi” dan lalu dilanjutkan “apakah semua sepakat
bahwa ini adalah pasien X dengan tindakan repair inguinal hernia kanan?”. Anestesi, ahli bedah
dan perawat sirkuler harus secara eksplist dan individual menyepakati. Jika pasien tidak disedasi,
dia dapat menolong untuk dikonfirmasi dengan hal yang sama.

a. Apakah antibiotik sudah diberikan kurang lebih 60 menit yang lalu?


Berdasarkan bukti yang kuat dan konsensus di seluruh dunia bahwa antibiotik
profilaksis melawan infeksi luka yang paling efektif adalah untuk tingkat serum dan atau
tingkat jaringan dari antibiotik dapat dicapai, namun tim bedah tidak konsisten tentang
pemberian antibiotik antara 1 jam sebelum insisi. Untuk mengurangi risiko infeksi
pembedahan, koordinator akan bertanya dengan keras apakah antibiotik sudah diberikan
kurang lebih 60 mnit sebelumnya. Anggota tim bertanggung jawab untuk memberikan
antibiotik, biasanya anestesi harus memberikan konfirmasi secara verbal. Jika antibiotik
profilaksis belum diberikan, haus segera diberikan sebelum insisi. Jika antibiotik
diberikan lebih dari 60 menit sebelumnya, anggota tim harus memberikan dosis ulang
untuk pasien. Jika antibiotik profilaksis dirasakan tidak perlu diberikan (contoh kasus
tanpa insisi kulit, kasus kontaminasi dimana antibiotik sudah diberikan untuk treatment)
maka boks “tidak aplikabel” dicentang dan tim memverbalkan hal ini.
b. Antisipasi kejadian kritis
Komunikasi efektif dalam tim merupakan komponen penting dari operasi yang
aman dan dapat mencegah terjadinya komplikasi berat. Untuk memastikan komunikasi
dari kejadian kritis pasien, koordinator ceklist memimpin diskusi cepat antara ahli bedah,
anestesi dan perawat saat bahaya kritis dan rencana operasi berikutnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan bertanya pada setiap anggota tim dengan pertanyaan yang spesifik dan
jelas. Hal yang penting dari diskusi ini adalah setiap disiplin klinik harus menyediakan
informasi dan berkomunikasi dengan baik. Selama prosedur rutin atau dengan timyang
sudah familiar, ahli bedah dapat bertanya dengan mudah “ini adalah kasus rutin dari
durasi X” dan menanyakan kepada anestesi dan perawat tentang tindakan yang
diperlukan.
Kepada ahli bedah: Apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidak rutin?
Berapa lama kasus akan terjadi? Bagaimana mengantisipasi kehilangan darah? Sebuah
diskusi dari “kejadian yang tidak diharapkan” bertujuan untuk menginformasikan kepada
semua anggota tim setiap langkh yang perlu dilakukanuntuk pasien dengan pendarahan
yang cepat, cidera atau morbiditas umum lainnya. Hal ini juga menjadi kesempatan untuk
mereview langkah yang mungkin memerlukan alat khusus implants, atau persiapan
lainnya.
Kepada Anestesi: Apakah pasien memerlukan perhatian khusus? Pasien yang
berisiko untuk mengalami pendarahan yang banyak, hemodinamik tidak stabil atau
mobiditas umum yang berhubungan dengan prosedur, tim anestesi harus mereview

11
dengan jelas rencana yang spesifik dan perhatian untuk resusitasi secara terpisah,
perhatian untuk menggunakan darah dan setiap karakteristik pasien dengan komplikasi
atau co-morbiditas (seperti jantung atau penyakit paru, aritmia, gangguan darah, dll). Hal
ini perlu dipahami bahwa banyak operasi tidak boleh melupakan atau memperhatikan
risiko kritis atau perhatian yang harus dibagi dengan tim. Dalam sebuah contoh kasus,
anestesi dapat berkata “saya rasa tidak perlu perhatian khusus pada kasus pasien ini”.
Kepada tim perawat: Apakah sterilitas (termasuk hasil indiakor) sudah
dikonfirmasi? Apakah ada alat yang perlu perhatian khusus?
Perawat instrumenatau teknisi yang melakukan setting pada peralatan untuk setiap
kasus harus mengatakan, bahwa sterilisasi sudah dilakukan dan untuk yang sterilisasi
dengan alat, indokator steril sudah diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan
ketidakcocokan antara yang diharapkan dengan kenyataan indikator steril, harus
dilaporkan kepada semua anggota tim dan diberitahukan sebelum insisi. Hal ini dapat
memberikan kesempatan untuk mendiskusikan setisp masalah yang berhubungan dengan
peralatan dan persiapan lain untuk pembedahan atau perhatian khusus untuk keamanan
dari perawat sirkuler atau instrument, secara umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim
anestesi. Jika tidak diperlukan perhatian khusus, perawat scrub atau perawat instrumen
dapat mengatakan, “sterilitas sudah diverifikasi, saya rasa tidak perlu perhatian khusus.”
c. Apakah ganbaran yang penting sudah ditunjukkan?
Gambaran penting untuk memastikan rencana dan mengadakan operasi termasuk
ortopedi, spinal dan prosedur thoraks dan berbagai reseksi tumor. Sebelum insisi kuit,
koordinator harus menanyakan ahli bedah jika gambaran diperlukan untuk kasus tersebut.
Jika demikian, koordinator harus mengkonfirmasi secara verbal bahwa gambaran penting
ada di kamar operasi dan ditunjukkan untuk digunakan selama operasi. Jika gambaran
yang dibutuhkan tidak tersedia, harus dicari. Ahli bedah akan memutuskan apakah akan
dilakukan operasi tanpa gambaran jika hal tersebut dibutuhkan nmun tidak tersedia. Pada
poin ini jika sudah dilengkapi, maka tim bisa melanjutkan proses operasi.

SEBELUM PASIEN MENINGGALKAN KAMAR OPERASI

Ceklist keselamatan ini harus dilengkapi sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi.
Tujuannya untuk memfasilitasi transfer informasi yang penting untuk tim yang bertanggung
jawab terhadap pasien setlah pembedahan. Ceklist dapat diinisiasi oleh perawat sirkuler, ahli
bedah atau anestesi dan harus dilengkapi sebelum ahli bedah meninggalkan kamar operasi. Hal
ini dapat dilakukab bersamaan, cntoh bersamaan dengan penutupan luka. Perawat secara verbal
mengkonfirmasi nama dan prosedur tindakan. Selama tindakan operasi, mungkin prosedur dapat
berubah atau berkembang, koordinator ceklist harus mengkonfirmasi dengan ahli bedah dan tim
secara pasti mengenai tindakan atau prosedur yang sudah dilakukan. Hal ini dapat dilakukan
dengan pertanyaan, “apakah tindakan yang dilakukan?” atau dengan konfirmasi “kita tadi
melakukan prosedur X, benar bukan?”, kelengkapan dari instrument, kasa dan jumlah jarum.
Memelihara instrumen, kassa dan jarum tidak lazim namun secara persisten berpotensi untuk

12
terjadi kesalahan. Perawat instrumen atau perawat sirkuler harus secara verbal mengkonfirmasi
kelengkapan dari jumlah kassa terakhir dan jumlah jarum. Dalam kasus dengan cavitas yang
terbuka, perhitungan instrumen harus dikonfirmasi kelengkapannya. Jika penghitungan tidak
dilakukan, dapat diambil langkah yang tepat yang lain (sepeti memeriksa linen, sampah dan luka
atau jika perlu gambaran radiografi).

 Pemberian label pada spesimen (membaca label spesimen dengan keras termasuk
nama pasien)
Label yang salah dari spesimen berpotensial mengganggu pasien dan sudah
ditunjukkan menjadi sumber yang paling sering dalam kesalahan laboratorium. Sirkulator
harus mengkonfirmasi pemberian label yang benar dari spesimen selama prosedur dengan
cara membaca dengan keras nama pasien,gambaran specimen dan tanda yang lain.

 Apakah terdapat masalah di peralatan yang perlu diperhatikan?

Masalah peralatan adalah masalah yang umum terjadi di kamar operasi. Mengidentifikasi secara
akurat sumber kesalahan dan instrument atau peralatan yang tidak berfungsi penting untuk
mencegah perlatan dipakai lagi dalam kamar operasi sebelum diperbaiki. Coordinator harus
memastikan bahwa masalah peralatan selama operasi sudah diindetifikasi oleh tim ahli
bedah,anestesi,dan perawat mereview apa yang perlu diperhatikan untuk recovery dan
manejemen pasien ahli bedan,anestesi,dan perawat harus mereview rencana post-operatif fan
manajemennya,berfokus pada selama intraoperasi atau isu anestesi yang mungkin mempengaruhi
pasien. Bahkan saat muncul risiko yag spesifik terhadap pasien selama recovery. Tujuan dari
langkah ini adalah untuk transfer yang efisien dan tepat terhadap informasi yang kritis untuk
seluruh tim.

2.6 Identifikasi Masalah

1. Tidak tepat lokasi

a. kesalahan dalam menulis rekam medis atau membaca foto rontgen.

2. Tidak tepat prosedur

a. Kuantitas SDM (tim OK) kurang sehingga mengganggu kelangsungan operasi

b. Kualitas tenaga medis terutama koas dan residen kurang baik

c. Sasaran dan prasarana tidak memenuhi syarat seperti bangunan,alat-alat


operasi,lampu/penerangan,prosedur sterilisasi/CSSD.

3. Tidak tepat pasien

a. Salah identifikasi karena nama pasien sama

13
Standar SKP.IV.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien operasi.

Maksud dan Tujuan SKP.IV.


Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi
di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting)
dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif
di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang
memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan
kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan
kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit dimana prosedur ini
dijalankan.
Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety
(2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure,
Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda
itu harus digunakan secara konsisten di seluruh rumah sakit; dan harus dibuat oleh orang yang akan
melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat
sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).
Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
j. memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
k. memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label
dengan baik, dan dipampang;
l. Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpang-
siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai,
dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan
(secara ringkas, misalnya menggunakan checklist)

TELUSUR SK DOKUMEN
Elemen Penilaian SKP.IV.
SASARAN MATERI OR
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda  Pimpinan Pembuatan 0 Regulasi RS:

14
yang jelas dan dapat dimengerti untuk Rumah Sakit tanda f.Kebijakan / Panduan /
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan  Tim kamar identifikasi SPO pelayanan bedah
pasien di dalam proses penandaan/ pemberi operasi yang jelas
tanda.  Tim dokter dan Dokumen:
dan dokter melibatkan Check list
5
gigi pasien
10
 Staf dalam
Keperawatan proses
 Pasien penandaan
lokasi
operasi
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist Penyusunan
atau proses lain untuk memverifikasi saat checklist
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan untuk
tepat pasien dan semua dokumen serta verifikasi
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, preoperasi
dan fungsional. tepat
lokasi,
tepat
0
prosedur,
5
tepat
10
pasien,
tepat
dokumen,
dan
ketersediaa
n serta
ketepatan
alat
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan Penerapan
mencatat prosedur “sebelum insisi / time- dan
out” tepat sebelum dimulainya suatu pencatatan
prosedur / tindakan pembedahan. prosedur
0
‘time-out’
5
sebelum
10
dimulainya
tindakan
pembedaha
n
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan Pembuatan 0
untuk mendukung keseragaman proses kebijakan 5

15
untuk memastikan tepat lokasi, tepat atau SOP
prosedur, dan tepat pasien, termasuk untuk
prosedur medis dan tindakan pengobatan proses di
gigi / dental yang dilaksanakan di luar atas
kamar operasi. (termasuk 10
prosedur
tindakan
medis dan
dental)

16
17
18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R. Sjamsu
hidajat &Wim de jong, 2005). Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh untuk
dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.Panduan ini diterapkan
kepada seluruh tindakan yang dilakukan dari persiapan, tindakan operasi dan setelah selesai
opersi.

Prinsip pelayanan bedah tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi, yaitu :

 Sebelum tindakan, petugas melakukan pengecekan ulang seluruh identifikasi pasien dan
kelengkapan berkas penunjang sebelum dilakukan tindakan operasi.
 Sebelum tindakan dilakukan, petugas melakukan penandaan area yang akan dilakukan
operasi
 Dalam pelaksanaan tindakan operasi, petugas melakukan tindakan berdasarkan atas SPO
yang berlaku.

Prosedur salah lokasi, salah prosedur, salah pasien pada operasi adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.Kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak
melibatkan pasien didalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Disamping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan
ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antara
anggota tim bedah ,permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegal
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan factor-faktor kontribusi yang sering
terjadi.

3.2 Saran

Sebagai tenaga kesehatan kita wajib melakukan tindakan dengan baik dan benar sesuai
standar pelayanan kesehatan pada pasien,sehingga akan terjamin keselamatan pasien dari segala
aspek tindakan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Pabuti,Aumas. 2011. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasient (KP) Rumah Sakit.

Anonym. 2012. International Safepanduty Goals (IPSG). Diakses pada tanggak 5 Maret 2014
dari http://jci-akreditasirumahsakit.blogspot.com.

Departemen Kesehatan RI .2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety). Jakarta : Menteri Kesahatan Republik Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai