TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklampsia
1. Pengertian
Preeklampsia merupakan suatu kondisi yang terjadi pada saat kehamilan,
ditandai dengan kenaikan tekanan darah dari batas normal, edema dan proteinuria.
Pada molahidatidosa preeklampsia dapat terjadi lebih awal, pada umumnya
preeklampsia muncul pada usia kehamilan mencapai 20 minggu (Wiktjosastro, 2002;
dikutip Mitayani, 2012). Selain itu, preeklampsia dapat muncul lebih awal jika terjadi
perubahan pada hidatidiformis pada bagian korialis dan vili yang kemudian pulih saat
postnatal.
Adapun kriteria diagnosa preeklampsia terbagi menjadi kriteria diagnosis
minimal dan kriteria peningkatan kepastian preeklampsia. Kriteria minimal
preeklampsia adalah tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20
minggu dan proteinuria 300 mg/24 jam atau positif 1 pada pemeriksaan dipstick.
Sedangkan, kriteria peningkatan kepastian preeklampsia antara lain yaitu, proteinuria
2g/24 jam atau positif 2 pada dipstick, tekanan darah mencapai 160/110 mmHg,
kreatinin serum > 1,2mg/dl kecuali memang sebelumnya telah meningkat, hemolisis
mikroangioatil, peningkatan ALT/AST, penurunan hitung trombosit < 100.000/mm3,
nyeri epigastrium menetap, nyeri kepala menentap atau disertai gangguan serebrum
atau penglihatan lainnya.
Preeklampsia dapat terus berkembang beriringan dengan semakin
bertambahnya usia kehamilan. Gejala-gejala preeklampsia jarang muncul pada ibu
hamil, namun perkembangannya dapat berkisar 2 - 4 minggu atau berat dan mendadak
dalam waktu 24 jam. Preeklampsia dapat muncul mulai dari masa antenatal,
intrapartum hingga postnatal. (Fadlun & Feryanto, 2017)
2. Etiologi
Penyebab terjadi nya preeklampsia belum diketahui secara jelas, namun telah
banyak teori-teori yang telah mencoba untuk menjelaskan kemungkinan penyebab
terjadi nya preeklampsia. Adapun salah satu teori menerangkan (Fadlun & Feryanto,
2017) :
a. Terjadi pada ibu hamil primigravida, molahidatidosa, kehamilan ganda dan
hidroamnion.
b. Meningkatnya frekuensi dan peningkatan usia kehamilan.
c. Terjadinya perbaikan keadaan saat keadaan janin telah meninggal di dalam
uterus.
d. Preeklampsia jarang terjadi berulang pada kehamilan selanjutnya.
e. Munculnya tanda hipertensi, proteinuria, disertai kejang dan koma.
4. Patofisiologis
Pada kondisi preeklampsia terjadi retensi garam dan air yang diikuti oleh
spasme vaskular. Terjadi spasme hebat pada arteria glomerulus yang didapatkan dari
hasil biopsi ginjal, pada beberapa kasus lumen pada arteria sangat sempit hingga
hanya bisa dilewati oleh satu sel darah merah saja. Sehingga, jika semua arteriola
dalam tubuh mengalama spasme maka tubuh akan melakukan kompensasi tubuh
dengan cara meningkatkan tekanan darah sebagai upaya untuk memenuhi oksigenasi
jaringan perifer.
Adapun kondisi preeklampsia diperkirakan merupakan penyebab dari
gabungan komplek absnormalitas faktor imunologik, faktor genetik dan faktor
plasenta. Salah satu faktor predisposisi penyakit sistemik adalah perubahan cara
plasenta terinplantasi dengan uterus. Implantasi plasenta yang baik akan membuat sel
trifoblas menginvasi miometrium dan desidua uterus, memperbesar dan memodifikasi
arteri spirlis uterus. Modifikasi ini menyebabkan penghancuran dinding elastin
vaskular yang menurunkan resistensi dan menjamin suplai darah ke plasenta dan
janin. Dalam proses tersebut banyak terlibat agen inflamasi seperti sitokinin dan sel
natural killer (NK) (Sibai, et al, 2005; dikutip Bothamley & Boyle, 2009). Pada
preeklampsia terdapat kelainan pada invasi trofoblas, arteri spiralis mempertahankan
tonus nya dan berkontriksi 60% dari kehamilana normal, yang dapat menurunkan
suplai darah kepada janin, sehingga dapat mengakibatkan hipoksia kronis.
Implantasi plasenta yang buruk dapat memperburuk keadaan janin, dapat
terjadi perubahan fungsi endotel secara menyeluruh yang dapat mengakibatkan
terjadinya kegagalan multi organ. Selain itu, gejala khas preeklampsia juga dapat
muncul seperti kenaikan tekanan darah, protein dalam urin, bersama dengan gejala
seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan, gangguan epigastrik pada sel endotel yang
melapisi bagian vaskular ibu yang menjadi mediator inflamasi dan respon imun,
mencegah koagulasi intravaskular, mempertahankan integritas kompartemen, dan
memodifikasi respon kontraktil otot polos (Vender, et al, 2001; Bothamley & Boyle,
2009).
Perubahan fungsi-fungsi yang disebabkan oleh preeklampsia dapat
menyebabkan peningkatan permeabilitas sel, peningkatan trombosis, penurunan
oksida nitrat, peningkatan agregat trombosit, serta ketidakseimbangan perbandingan
tromboksan A2 terhadap prostasiklin (Powrie & Rosene Montella, 2008; Walfisch &
Hallak, 2006; dikutip Bothamley & Boyle, 2009). Hal tersebut menyebabkan terjadi
nya vasokontriksi yang hebat, sehingga terjadi hipoperfusi organ, peningkatan
tekanan darah dan kebocoran vaskular.
5. Klasifikasi Preeklampsia
Adapun klasifikasi preeklampsia terbagi menjadi dua yaitu :
a. Preeklampsia ringan
Menurut Fadlun & Feryanto, (2012) gejala-gejala yang muncul pada
preeklampsia ringan antara lain :
1. Nilai tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan kenaikan tekanan sistolik
≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan diastolik ≥ 15 mmHg.
2. Edema umum, wajah, jari, kaki dan disertai kenaikan BB 1 kg atau lebih setiap
minggu nya.
3. Proteinuria kuantitatif dengan nilai ≥ 0,3 gram/ 24 jam, sedangkan proteinuria
kualitatif bernilai positif 1 atau positif 2 pada urin kateter/mid stream.
b. Preeklampsia Berat
Adapun tanda dan gejala yang muncul pada preeklampsia berat antara lain :
1. Tekanan darah ≥160/110 mmHg
2. Proteinuria ≥ 5 gr/l
3. Oliguria yaitu jumlah urin < 500 cc/jam
4. Terdapat gangguan visus, nyeri epigastrik, gangguan serebral
5. Edema paru dan sianosis.
Tabel 2.1 Perbedaan antara Preeklampsia Ringan dan Berat
6. Komplikasi
Menurut Wough & Robson (2008) komplikasi yang dapat muncul akibat
preeklampsia antara lain yaitu abrupsio plasenta, sindrom HELLP (Haemolysis,
Elevated Liver enzymes, Low Platelet counts), koagulasi diseminata, keterbatasan
pertumbuhan intrauteri, kelahiran prematur, kegagalan multi organ, gagal ginjal, serta
eklampsia (kejang).
Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul adalah ablasio retina, gagal
jantung, syok, solusio plasenta, eklampsia, perdarahan subkapsula hepar, kelainan
pembekuan darah, hingga kematian. Sedangkan, komplikasi yang dapat terjadi pada
janin yakni bayi lahir berat rendah, prematur, asfiksia neonatorum, terhambatnya
pertumbuhan janin pada uterus, serta kematian dalam uterus. Hal tersebut dapat
meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian prenatal (Mitayani, 2012).
7. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat diberikan pada ibu hamil dengan
preemklampsia yaitu (Bobak, et al, 2004) :
a. Preeklampsia ringan
1. Usia kehamilan < 37 minggu
Rawat Jalan
- Pemantauan kondisi janin, tekanan darah dan kadar protein dalam urin.
- Lebih banyak beristirahat
- Perhatian pada diet makanan
- Lakukan perawatan di rumah sakit jika rawat jalan tidak memungkinkan.
Rawat Inap
- Diet biasa
- Memantau kadar protein dalam urin sekali dalam sehari, serta memantau
tekanan darah dua kali dalam sehari.
- Berikan diuretik jika terjadi edema paru, dekompensasi kordis dan gagal
ginjal akut.
- Apabila tekanan diastolik turun hingga menjadi normal, maka ibu dapat
dipulangkan serta melakukan kontrol dalam waktu dua kali seminggu.
- Apabila terdapat tanda perkembangan janin terhambat, pertimbangkan
untuk melakukan terminasi kehamilan.
2. Jika usia kehamilan > 37 minggu
- Apabila serviks sudah matang maka dapat dilakukan induksi dengan
oksitosin sebanyak 5 IU dalam dextrose IV 500 cc, diberikan dengan 10
tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Apabila serviks belum mata, maka berikan prostaglandin, kateter folley
atau misoprostol atau terminasi dengan seksio sesaria.
b. Preeklampsia Berat
1. Penanganan Umum
- Apabila tekanan diastolik > 110 mmHg, maka berikan obat antihipertensi
sampai tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg.
- Berikan terapi cairan intravena dengan jenis cairan Ringer Lactat dengan
jarum ukuran 16 atau lebih.
- Ukur keseimbangan cairan, pantau risiko terjadinya overload cairan.
- Kateterisasi urin untuk mengeluarkan urin, pantau kemungkinan terjadinya
edema paru.
- Temani pasien, karena kejang dan aspirasi dapat terjadi sewaktu-waktu.
- Observasi tanda-tanda vital, denyut jantung janin serta refleks pada setiap
jam nya.
- Auskultasi untuk mendeteksi ada nya edema paru. Jika terdapat krepitasi
maka hentikan pemberian cairan intravena dilanjutkan pemberian diurerik
furosemide 40 mg.
- Kaji tingkat pembekuan darah dengan uji bedside, jika darah membeku
dalam waktu lebih dari 7 menit maka terdapat kemungkinan terjadinya
koagulopati.
8. Upaya pencegahan
Upaya-upaya pencegahan preeklampsia dapat dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan antenatal secara teratur dan teliti, sehingga dapat mendeteksi ada tidak nya
tanda dan gejala preeklampsia yang muncul dengan demikian dapat segera
ditatalaksana. Preeklampsia memang tidak dapat dicegah secara sepenuhnya, namun
frekuensi nya dan risiko terjadinya komplikasi dapat dikurangi dengan memberikan
pendidikan kesehatan maupun informasi untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil
khususnya (Cunningham, FG & Leveno, K., 2002).
B. Pendidikan Kesehatan
a. Pengertian
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan untuk memberikan pengetahuan
kepada individu,keluarga, kelompok dan/atau pada masyarakat, sehingga tumbuh
sikap yang positif serta dapat menerapkan tata cara hidup sebagai bagian dari
kehidupan sehari-hari (Budiono, B., 2000). Selain itu, menurut Mahfoedz, I., &
Suryani, E. (2008) pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya menyampaikan
pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat sasaran menjadi tahu, mau dan
mampu melakukan tata cara hidup sehat sesuai yang dianjurkan.
b. Tujuan
Menurut WHO (1954) dikutip oleh Mahfoedz, I., & Suryani, E. (2008) tujuan
akhir dari pendidikan kesehatan adalah perubahan perilaku individu, keluarga atau
masyarakat sasaran dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku yang lebih sehat.
c. Penyuluh atau Fasilitator
Menurut Departemen Kesehatan (2007) kriteria sebagai berikut :
a. Menguasai materi yang akan disampaikan pada pendidikan kesehatan
b. Memiliki pengetahuan yang luas
c. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik, menggunakan bahasa yang jelas,
menjadi pendengar yang baik serta membuat suasana bersahabat.
d. Memberikan informasi yang sesuai dan relevan, serta dan dipercaya.
e. Empati, mampu memahami perasaan peserta.
f. Mampu memotivasi para peserta untuk terbuka, mengemukakan pendapat dan
menyampaikan keluhan.
g. Kreatif dalam mengembangkan pencapaian dan pemahaman maksimal.
h. Sedangkan, peran fasilitator antara lain :
i. Mempersiapkan sasaran dan kegiatan
j. Dapat memberikan solusi yang mendukung
k. Menyampaikan materi inti
l. Melakukan penyeleksian terhadap masalah yang dihadapi
m. Mendokumentasikan kegiatan pendidikan kesehatan.
e. Metode Penyuluhan
Metode yang digunakan untuk melaksanakan pendidikan kesehatan adalah
dengan metode belajar-mengajar. Secara umum, metode tersebut dibagi menjadi dua
yaitu metode diktatik dan metode sokratik. Metode diktatik adalah metode yang
menggunakan komunikasi satu arah, dengan pemberian informasi secara aktif oleh
pendidik sedangkan sasaran pendidikan kesehatan beraifat pasif. Sedangkan, metode
sokratik adalah metode pendidikan kesehatan yang menggunakan komunikasi dua
arah yang mana terdapat hubungan timbal balik antara pendidik dan sasaran
pendidikan kesehatan. (Mahfoedz, I., & Suryani, E., 2008).
Menurut Notoadmodjo (2003) metode pendidikan kesehatan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan kesehatan. Adapun metode-
metode yang dapat digunakan antara lain :
a. Metode pada sasaran individual, digunakan untuk mengarahkan pada suatu
perilaku yang baru. Metode yang dapat digunakan pada sasaran individu adalah
bimbingan dan wawancara.
b. Metode pada sasaran kelompok, pada kelompok besar yang jumlah anggota nya
lebih dari 15 orang disarankan untuk menggunakan metode seminar atau
ceramah. Sedangkan, pada kelompok kecil dapat menggunakan metode bola
saju, permainan simulasi, curah pendapat, dan sebagainya.
c. Metode pada massa, adapun metode ini bertujuan untuk memberikan pesan-
pesan kesehatan pada masyarakat, sehingga metode yang dapat digunakan adalah
pendekatan massa dapat diaplikasikan pada ceramah atau program televisi.
f. Proses Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang ditujukan
untuk memberikan pengetahuan yang diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku
yang lebih positif. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang diawali
masukan dan keluaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan. Tujuan yang
dimaksud adalah perubahan perilaku, namun hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang harmonis (Notoadmodjo, 2003).
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan
Menurut Mahfoedz, I., & Suryani, E., (2008) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses belajar antara lain :
a. Faktor manusia, yang meliputi dari fasilitator maupun dari para peserta
pendidikan kesehatan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kematangan secara
fisik dan psikososial, pengetahuan dan motivasi.
b. Faktor beban dan tugas penyuluhan, hal tersebut berkenaan dengan bentuk tugas,
materi serta lingkungan.
c. Faktor pelaksanaan, berkenaan dengan teknis penyelenggaraan acara, fasilitas,
sumber daya, minat, motivasi dan persiapan mental.
d. Umpan balik, hal ini sangat penting dalam suatu pendidikan kesehatan karena
bermula dari umpan balik para peserta pendidikan kesehatan dapat mengetahui
letak kesalahan mereka dan dapat memperbaikinya dikemudian hari.
Selain itu, menurut Notoadmodjo (2003) terdapat beberapa faktor lain yang
dapat mempengaruhi pendidikan kesehatan yaitu, faktor materi penyuluhan,
lingkungan, peserta penyuluhan dan faktor instrumental yang terdiri atas hardware
( perlengkapan belajar dan alat peraga) dan software (fasilitatator dan metode
pendidikan kesehatan).
Angka Kematian Ibu akibat Faktor yang Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan Ibu tentang
Preeklampsia tinggi mempengaruhi pendidikan kesehatan : faktor Preeklampsia yang baik dapat
pengetahuan : pendidikan, manusia, umpan balik, mencegah terjadinya
pengalaman, informasi, pelaksanaan, beban dan tugas kompikasi pada kehamilan
budaya dan usia
Sumber : Notoadmodjo, 2007; Notoadmodjo, 2010; Notoadmodjo, 2012; Mahfoedz, I., & Suryani, E., 2008; WHO, 2016; Prawirohardjo, 2007;
Kozier. Erb, Berma. Snyder, 2010; Rizki, N., A, 2012; Susanti, Ilham, M., & Wibowo, A., 2015.