Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Pre-eklamsi adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria, tetapi
tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu
atau lebih (Nanda, 2012).
Pre-eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan
(Mansjoer dkk, 2006).

2.1 Etiologi
Beberapa keadaan yang mendasari ibu hamil mengalami pre-eklamsia, yaitu:
a. Molahidatidosa
b. Diabetes mellitus
c. Kehamilan ganda
d. Hidrocepalus
e. Obesitas
f. Umur kehamilan yang lebih dari 35 tahun
Penyebab pre-eklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti.
Salah satu teori yang dikemukakan adalah Pre-eklamsi disebabkan oleh iskemi
rahim dan plasenta. Selama kehamilan, uterus memerlukan darah yang lebih
banyak, tetapi pada keadaan tertentu seperti molahidatidosa, hidramnion,
kehamilan ganda, multipara, dan diabetes mellitus peredaran darah dalam
dinding rahim berkurang, sehingga keluarlah zat-zat dari plasenta atau desidua
yang memicu vasospasmus dan hipetensi.
2.2 Patofisiologi

Patofisiologi pre-ekalamsi berkaitan dengan perubahan fisiologis


kehamilan, meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi,
penurunan resistensi vascular sistemik, peningkatan curah jantung dan
penurunan tekanan osmotic koloid. Pada pre-eklamsi volume plasma yang
beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun
termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta, vasospasme siklik lebih lanjut
menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah,
sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Vasospasme turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler,
keadaan ini meningkatkan udem dan lebih lanjut menurunkan volume
intravaskuler.
Untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang ber perfusi di ginjal,
timbul reaksi vasospasme di ginjal sebagai suatu mekanisme protektif, tetapi
hal ini akhirnya akan mengakibatkan proteinuria dan hipertensi yang khas
untuk pre-e klamsi.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi menurut the American College of Obstetricians and


Gynecologist (2002) and the National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (2000) dalam Lowdermilk,
tahun 2007.
Klasifikasi Definisi
Hipertensi dalam Penigkatan tekanan darah terjadi pertama kali sesudah
kehamilan kehamilan 20 minggu tanpa proteinuria.
Preeklampsia Suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi
setelah minggu ke 20 pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah normal. Merupakan suatu penyakit
vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai
oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria. Dari
gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia
ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam dan gejala
perburukan lainnya
Eklampsia Terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda
dan gejala preeklampsia. Konvulsi atau koma dapat muncul
tanpa didahului gangguan neuorologis
Hipertensi kronis Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan 20 minggu.
Hipertensi yang menetap lebih dari 6 minggu pascapartum
juga diklasifikasi sebagai hipertensi kronis.
Hipertensi kronis Hipertensi kronis disertai proteinuria yang baru pertama kali
Superimposed terjadi atau semakin memburuknya hipertensi (yang
pre-eclampsia sebelumnya terkontrol) atau hipertensi kronik disertai
proteinuria+ dan tanda-tanda lain dari preeklampsia
(proteinuria+trombositopenia, atau peningkatan enzim hati)

Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu:


1. Preeklamsi Ringan:
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi
berbaring terlentang, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih dan
diastolik 15 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan dengan antara 6 jam.
b. Edem ekstremitas, Edema Anasarka dan peningkatan berat 1kg atau
lebih per minggu.
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kwalitatif
1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.

2. Preeklamsi Berat
a. Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil,
sudah dapat digolongkan pre-eklamsi berat.
b. TD 160/110 mmHg atau lebih
c. Proteinuria Kwantitatif 3gr per liter atau lebih, Kwalitatif 3+ atau 4+
d. Oliguria (jumlah urine <400cc/24 jam)
e. Adanya gangguan serebri, gangguan penglihatan, nyeri kepala dan
rasa nyeri pada efigastrium.
f. Terdapat edema paru dan sianosis
g. Enzim hati meningkat dan disertai ikterus
h. Perdarahan pada retina.
i. Trombosit < 100.000 per mm.

2.4 Manifestasi Klinis


Pada pre-eklamsi ringan gejala subjektif belum dijumpai. Pada pre-eklamsi
berat gejalanya sudah dapat dijumpai, seperti:
1. Nyeri kepala hebat pada bagian kepala depan atau belakang kepala yang
diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala
tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau
obat sakit kepala lain.
2. Gangguan penglihatan, pasien akan melihat kilatan- kilatan cahaya,
pandangan kabur dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara.
3. Ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya.
4. nyeri perut pada bagian ulu hati (bagian epigastrium) yang kadang disertai
dengan mual dan muntah.
5. gangguan pernafasan sampai sianosis.
6. terjadi gangguan kesadaran
7. dengan pengeluaran proteinuria keadaan semakin berat, karena terjadi
gangguan fungsi ginjal.
Kelanjutan pre-eklamsi berat menjadi eklamsi dengan tambahan gejala
kejang dan atau koma. Selama kejang diikuti kenaikan suhu mencapai 40 °C,
frekuwensi nadi bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat.

2.6 WOC
Terlampir

2.7 Komplikasi
Komplikasi pada preeklamsi meliputi dua, yaitu:
1. komplikasi maternal
Pada komplikasi maternal meliputi eklamsi, solusio plasenta, gagal ginjal,
nekrosis hepar, ruptur hepar, perdarahan otak, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik, Diseminated Intravascular Coagulation, pelepasan
retina, dan edema paru.
2. Komplikasi Janin
Komplikasi pada janin meliputi insufisiensi utero-plasental, prematuritas,
retardasi pertumbuhan intrauterin dan kematian intrauterin.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik Pada Preeklamsi


1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan / kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu / mm3)
2. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine
3. Pemeriksaan fungsi hati
- Bilirubin meningkat (N=< 1 mg/dl)
- LDH (laktat dehidrogenae) meningkat
- Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL
- SGOT dan SGPT meningkat (SGOT N= <31 u/L dan SGPT N= 15-45
u/ml)
- Total protein serum menurun ( N= 6,7 – 8,7 g/dl)
4. Tes kimia darah
- Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
5. Radiologi
- Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit
- Kardiotografi
Diketahui denyut jantung bayi lemah

2.9 Penatalaksanaan Medis


1. Prinsip Penatalaksanaan Pre-eklamsi
a. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
b. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklamsi
c. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,
pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
d. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin
atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
2. Penatalaksanaan Pre-Eklamsi Ringan
a. Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
b. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya,
tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman
140-150/90-100 mmhg).
c. Istirahat yang cukup (berbaring/tiduran minimal 4 jam pada siang hari
dan minimal 8 jam pada malam hari)
d. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur.
e. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
f. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat
antihipertensi: Metildopa 3 x 125 mg/hari (Max.1500 mg/hari), atau
Nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau Nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari,
atau Pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
g. Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
h. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1
minggu
i. Indikasi rawat: jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah
2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu
2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklamsi
berat. Berikan juga obat antihipertensi.
j. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-
eklamsi berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
k. Pengakhiran kehamilan: ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali
ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta,
eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu,
janin sudah dinyatakan matur.
l. Persalinan pada pre-eklamsi ringan dapat dilakukan spontan, atau
dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
3. Penatalaksanaan Pre-eklamsi erat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.  Aktif berarti : kehamilan
diakhiri/ diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif
berarti: kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.
Prinsip: Tetap pemantauan janin dengan klinis, USG, kardiotokografi.
a. Penanganan aktif.
Pasien harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di
daerah kamar bersalin. Pasien ditangani aktif bila ada satu atau lebih
kriteria ini.
1) Ada tanda-tanda impending eklampsia
2) Ada hellp syndrome
3) Ada kegagalan penanganan konservatif
4) Ada tanda-tanda gawat janin atau iugr
5) Usia kehamilan 35 minggu atau lebih
Pengobatan medicinal dengan diberikan obat anti kejang MgSO4
dalam infus dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian
MgSO4 adalah dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip
infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit).
Syarat pemberian MgSO4 adalah fekuensi napas lebih dari 16 kali
permenit, tidak ada tanda-tanda gawat napas, diuresis lebih dari 100 ml
dalam 4 jam sebelumnya, refleks patella positif.
MgSO4 dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi atau
setelah 24 jam pasca persalinan atau bila baru 6 jam pasca persalinan
sudah terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu
Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena
dalam 3 menit).
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari
160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat
yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila
dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi. Terminasi
kehamilan dilakukan bila pasien belum in partu, dilakukan induksi
persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau
prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak
terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan
pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum.
b. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan
konservatif. Pemberian MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda pre-eklamsi ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi. Oksigen
dengan nasal kanul wajib diberikan, 4-6 lpm. Pada pemantauan obstetrik
pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. bila ada indikasi, langsung
terminasi.
Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur,
namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,
karbohidat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita
tanpa memberikan diuretika dan obat anthipertensi, memang merupakan
kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.
(Wiknjosastro H,2006).

Anda mungkin juga menyukai