Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius.
World HealthOrganization (WHO)menyatakan bahwadepresi berada pada
urutan ke-empat penyakit di dunia.Sekitar 20% wanita dan 12% pria
pada suatu waktu dalam kehidupan pernah mengalami depresi.
Depresi ditandai dengan adanya perasaan sedih, murung, dan iritabilitas.
Pasien mengalami distorsi kognitif seperti mengeritik diri sendiri, timbul rasa
bersalah,perasaan tidak berharga, kepercayaan diri menurun, pesimis, dan putus
asa. Terdapat juga perasaan malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor, dan
menarik diri dari hubungan sosial. Pasien mengalami gangguan tidur seperti sulit
masuk atau terbangun dini hari. Nafsu makan berkurang, begitu juga dengan
gairah seksual.
Di Amerikamenuruthasil survey The National Comorbidity Survey
Replication16,2% penduduk Amerika mengalami depresi selama
hidupnya,danselama 12 bulan terakhir lebihdari 6,6% dari mereka mengalami
depress (Teteret al.,2007). Menurut WHO gangguan depresi menempaati urutan
keempat penyakit dunia. Pada tahun 2020 diperkirakan depresi akan
menempati urutan kedua untuk beban global penyakit tidak menular
(Fadilah,2011). Menurut data Badan Kesehatan Dunia meningkatnya depresi
yang tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan banyak orang untuk bunuh
diri karena tidak mampu menghadapi beban hidup. Dan untuk mereka yang
masih mampu menghadap beban hidup akan mengalami keterbelakangan mental
(Depsos, 2012).
Di Indonesia gambaran besarnya masalah kesehatan jiwa, baikanak-anak
maupun dewasa, dapatdilihat dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT )
tahun 1995 yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Depkes RI dengan
menggunakan sampelsusenas– BPS(BadanPusatStatistik) terhadap 65.664
rumahtangga. Temuannya menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa
per1000 anggota rumah tangga adalah 140 orang menderita gangguan mental

1
emosional.Prevalensidiatas 100 per 1000 anggota rumah tangga dianggap
sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting (priority public health
problem)(Depkes, 2007).

B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami konsep depresi.

2. Mahasiswa mampu memahami jenis jenis depresi.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan factor predisposisi, faktorpencetus, factor


resiko terjadinya depresi.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala terjadinya depresi.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya depresi

6. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan pasien depresi.

7. Mahasiswa mampu melaksanakan penatalaksanaan depresi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2
A. DEFINISI DEPRESI
Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik: rasa susah, murung, sedih, putus asa, dan tidak bahagia serta
komponen somatic: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan
denyut nadi menurun. Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam
perasaan( afektif, mood). (Teddy Hidayat, 2008)
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan
dengan gangguan fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada
individu yang bersangkutan. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang
bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak
dapat dimengerti oranglain ( Iyus Yosep, 2007)
Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau
kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau
(Townsend,1998:179). Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam rentang
respon emosi dari adaptif sampai maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang
mal adaptif (Keliat,1996:2).

B. JENIS-JENIS DEPRESI
Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):
1. Menurut gejalanya
- Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan
tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi
trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang
dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih. Orang yang menderita
depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka
menderita hipokondria atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi
mereka tidak menderita delusi atau halusinasi.

- Depresi psikotik

3
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang berkaitan
dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
- Psikosis depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai
gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini
menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat
diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan gambaran
ini disebut 'mania'.
- Pemisahan diantara keduanya
Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak hanya
berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku orang tersebut.
2. Menurut Penyebabnya
- Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan
seseorang atau kehilangan pekerjaan.
- Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
- Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang disebabkan
penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi 'sekunder')
dengan depresi yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer').
Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.
3. Menurut arah penyakit
- Depresi tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat
bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat
diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria
atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia
yang suka mengutil.

- Berduka

4
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap suatu
kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu menerima
kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang menimpa,
menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan penyesuaian kembali.
- Depresi pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan emosional dalam 10
hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih labil dan mereka
merasa sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu berlangsung selama satu atau
dua hari kemudian berlalu.
- Depresi dan manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi. Namun,
kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik dan cacat tubuh
seperti penglihatan atau pendengaran yang terganggu. Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada orang tua.

Penggolongan Depresi menurut ( Sheila, 2001) membedakan kategori Gangguan


Mood:
1. Gangguan Unipolar
Selama gangguan tersebut individu memperlihatkan kesedihan, agitasi, dan
kemarahan karena adanya perubahan mood yang ekstrem akibat depresi. Dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Depresi mayor
b. Gangguan disritmia
2. Gangguan Bipolar
Ketika siklus mood individu antara mania dan depresi yang ekstrem disertai periode
normal antara masing-masing ekstremyaitu ntara depresi dan keadaan normalatau
antara mania dan keadaan normal. Dibagi menjadi:gangguan bipolar I, gangguan
bipolar II, gangguan siklotimia.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Terdapat 2 teori untuk menjelaskan faktor pendukung terjadinya depresii
(Townsend,1998:181 - 183):

5
1. Teori Biologis
a. Genetik. Dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan bahwa
terdapat dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi. Luasnya akibat
pada pokoknya tampak menjadi lebih tinggi diantara individu-individu yang
memiliki hubungan keluarga dengan kelainan tersebut daripada diantara
populasi umum (DSM-III-R, 1987).
b. Biokimia. Ketidakseimbangan elektrolit tampak memainkan peranan dalam
penyakit depresif. Suatu kesalahan hasil metabolisme dalam perubahan natrium
dan kalium di dalam neuron (Gibbons, 1960).
Teori biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin norepinefrin, dopamin,
dan serotinin. Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami defisiensi dalam individu
dengan penyakit depresif (Janowsky et al, 1988).

2. Teori Psikososial
a. Psikoanalisa. Teori ini (Klein, 1934) melibatkan suatu ketidakpuasan dalam
hubungan awal ibu-bayi sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif.
Kebutuhan bayi tidak terpenuhi, suatu kondisi yang digambarkan sebagai suatu
kehilangan. Respons berduka belum terpecahkan, dan kemarahan dan
permusuhan ditunjukkan kepada diri sendiri. Ego tetap lemah, sementara
superego meluas dan menjadi menghukum.
b. Kognitif. Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit depresif
terjadi sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses pikir
membantu perkembangan evaluasi diri individu. Persepsi merupakan
ketidakadekuatan dan ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa depan
merupakan suatu kepesimisan keputusasaan.
c. Teori Pembelajaran. Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa
penyakit depresif dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa ada kurang
kontrol atau situasi-situasi kehidupannya. Ini dianggap bahwa keyakinan ini
muncul dari pengalaman-pengalaman yang mengakibatkan kegagalan (baik
yang dirasakan atau yang nyata). Setelah sejumlah kegagalan, individu merasa
tidak berdaya untuk berhasil dalam usaha-usaha yang keras, dan oleh karena itu
berhenti mencoba. Pembelajaran ketidakberdayaan ini digambarkan sebagai
suatu predisposisi untuk penyakit depresif.

6
d. Teori Kehilangan Objek. Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit
depresif terjadi jika pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak orang terdekat
selama 6 bulan pertama kehidupan. Proses ikatan diputuskan, dan anak menarik
diri dari orang lain dan lingkungan.

D. FAKTOR PENCETUS
Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):
1. Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta,
seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik
melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat
penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi
dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.
3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan depresi,
terutama pada wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti
infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan
gangguan alam perasaan.

E. FAKTOR RESIKO
Penyebab depresi bersifat komplek atau multi faktor. Depresi bukan hanya
disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan kimia didalam otak yang cukup
disembuhkan dengan minum obat-obatan. Para ahli berpendapat bahwa depresi
disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial. Hingga sekarang,
seperti juga pada kebanyakan gangguan jiwa, penyebab dari depresi belum diketahui
secara pasti. Ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab atau faktor resiko
terkena depresi, yaitu antara lain:
1. Pengalaman hidup yang menekan (stressful) akhir akhir ini
2. Kurangnya dukungan sosial
3. Riwayat penyakit depresi pada keluarga
4. Perbedaan biologis (neurotransmitter atau hormonal)
5. Adanya masalah keluarga atau masalah perkawinan

7
6. Masalah keuangan
7. Adanya trauma atau pelecehan pada masa kanak kanak
8. Menganggur atau tidak punya pekerjaan
9. Penyalahgunaan obat atau narkotik
10. Pola pikir yang negatif
11. Memiliki hubungan biologis dengan orang yang memiliki depesi
12. Wanita
13. Memilki kejadian traumatis saat anak-anak
14. Memiliki hubungan biologis dengan catatan pecandu alkohol
15. Memiliki pengalaman kejadian hidup yang memberikan tekanan, seperti kematian
orang yang dicintai
16. Memiliki suasana hati depresi ketika kecil
17. Memiliki penyakit serius seperti kanker, serangan jantung, Alzheimer’s atau
HIV/AIDS.
18. Memilki sifat tertentu, seperti rendahnya kepercayaan diri dan ketergantungan
yang berlebih, mengkritik diri sendiri atau pesimistis
19. Penyalahgunaan alkohol, nikotin atau obat-obatan terlarang
20. Kesepian atau keterasingan (loneliness) (Tirto Jiwo, 2012).

F. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala dari depresi menurut Tedy Hidayat, 2008 :
 Kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada
semangat hidup, merasa tidak berdaya.
 Perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna, putus asa
 Nafsu makan dan berat badan menurun
 Sulit konsentrasi dan daya ingat menurun
 Gangguan tidur disertai mimpi yang tidak menyenangkan
 Agitasi / retardasi motoric
 Hilang perasaan senang, semangat dan minat, meninggalkan hobi
 Kreativitas dan produktivitas menurun
 Gangguan seksual
 Pikiran-pikiran tentang kematian/ bunuh diri

G. PATOFISIOLOGI
Dalam penjelasan patofisiologi depresi, dikenal beberapa teori yang menjelaskan
patofisiologi dari penyakit depresi, yaitu;
1. The Biogenic Amine Hypothesis
Teori Amina Biogenik menyatakan bahwa depresi disebabkan karena kekurangan
(defisiensi) senyawa monoamin, terutama: noradrenalin dan serotonin. Karena
itu,menurut teori ini depresi dapat dikurangi oleh obat yang dapat meningkatkan
ketersediaan serotonin dan noradrenalin, misalnya MAO inhibitor atau antidepresan

8
trisiklik. Namun teori ini tidak dapat menjelaskan fakta mengapa onset obat-obat
antidepresan umumnya lama (6-8 minggu), padahal obat-obat tadi bisa
meningkatkan ketersediaan neutrotransmiter secara cepat,kemudian muncullah
hipotesis sensitivitas reseptor.
2. Hipotesis Sensitivitas Reseptor
Teori ini menyatakan bahwa depresi merupakan hasil perubahan patologis pada
reseptor, yang diakibatkan oleh terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamine. Saraf
post-sinaptik akan berrespon sebagai kompensasi terhadap besar-kecilnya stimulasi
oleh neurotransmiter Jika stimulasi terlalu kecil  saraf akan menjadi lebih sensitif
(supersensitivity) atau jumlah reseptor meningkat (up-regulasi) Jika stimulasi
berlebihan saraf akan mengalami desensitisasi atau down-regulasi. Obat-obat
antidepresan umumnya bekerja meningkatkan neurotransmiter meningkatkan
stimulasi saraf  menormalkan kembali saraf yang supersensitif Proses ini
membutuhkan waktu menjelaskan mengapa aksi obat antidepresan tidak terjadi
secara segera.

3. Hipotesis permisif
Menurut teori ini kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara serotonin dan
noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap noradrenalin -->
menentukan kondisi emosi depresi atau manik. Teori ini mempostulatkan : kadar
serotonin yang rendah dapat menyebabkan(permit) kadar noradrenalin menjadi tidak
normal --> yang dapat menyebabkan gangguan mood. Jika kadar serotonin rendah,
noradrenalin rendah -> depresi Jika kadar serotonin rendah,noradrenalin tinggi
--> manik. Menurut hipotesis ini, meningkatkan kadar 5-HT akan memperbaiki
kondisi sehingga tidak muncul “bakat” gangguan mood.
4. Dysregulation hypothesis
Gangguan depresi dan psikiatrik disebabkan oleh ketidakteraturan neurotransmiter,
antara lain gangguan regulasi mekanisme homeostasis, gangguan pada ritmik
sirkadian, gangguan pada sistem regulasi sehingga terjadi penundaan level
neurotransmiter untuk kembali ke baseline (Zullies, 2011)

H. PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI


Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau
prosedur khusus untuk penapisan / skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu

9
instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri
atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan
menjadi hanya 15 pertanyaan saja.
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus dilakukan
lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :
1. Riwayat klinik / anamnesis
a. riwayat keluarga
b. gangguan psikiatri yang lampau
c. kepribadian
d. riwayat sosial
e. ide / percobaan bunuh diri
f. gangguan-gangguan somatik
g. perkembangan gejala-gejala depresi
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala depresi
sering disertai dengan penyakit fisik.
3. Pemeriksaan kognitif
Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia lanjut yang
menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan pasien.
Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi, menunjukkan
bahwa pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi dan memori yang
mempengaruhi fungsi kognitifnya.
4. Pemeriksaan status mental
- Penampilan dan perilaku
- Mood / suasana perasaan hati
- Pembicaraan
- Isi pikiran
- Gejala ansietas
- Gejala hipokondriakal
5. Pemeriksaan lainnya

10
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolik sekunder akibat
penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya asupan cairan, maka perlu
dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut :
- ureum dan elektrolit
- darah lengkap dan hitung jenis
- Vitamin B12 dan Folat
- Tes fungsi Tiroid
- Foto dada
- Lain-lain : serum sifilis,Electro Cardio Graphy ( ECG),Electro Encephalo
Graphy ( EEG), CT-scan dst

I. PENATALAKSANAAN DEPRESI
1. Terapi fisik
a. Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh
dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
Obat antidepresan misalnya: ( Sheila, 2001).
 antidepresan trisiklik (ATS) :Amitripilin, klomipramin, doksepin,
desipramin, nortripilin
 inhibitor monoamine oksidase (MAOI): isokarboksazid, fenelzin,
tranilsipromin
 inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI): fluoksetin, sertraline,
paroksetin, sitalopram
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada

11
perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.

2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-
sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak
sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam
proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman,
lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.

b. Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia
lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus
diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan
aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan
mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang
depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang menghambat proses
penyembuhan pasien.
d. Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder.Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk
menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Iyus Yosep, 2007)
 Risiko mencederai diri

12
 Gangguan alam perasaan
 Defisit perawatan diri
 Gangguan komunikasi verbal

K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


(Iyus Yosep, 2007)
a. Klien terlindung dari perilaku menciderai
 Pantau dengan seksama risiko bunuh diri/ melukai diri
 Jauhkan dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencelakai dirinya/ orang
lain
 Awasi dan tempatkan klien di ruang yang mudah dipantau perawat
 Diskusikan keyakinan klien dengan pentingnya menghargai kehidupan
 Libatkan support system dalam keluarga klien dalam mencari alternative
pemecahan klien
b. Klien dapat mengarahkan mood-nya lebih baik
 Ajak klien ketempat yang menyenangkan
 Alihkan suasana hati klien agar tidak terus-menerus memikirkan masalahnya
 Diskusikan tentang pentingnya mengontrol persepsi dan perasaan kita agar
hidup lebih menyenangkan
c. Klien mampu dan berupaya untuk memenuhi personal hygiene
 Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri
 Memberikan latihan cara melakukan mandi, kebersihan diri secara mandiri
 Mendiskusikan pentingnya kebersihan dan pengaruhnya terhadap kesehatan
 Mendiskusikan dengan keluarga agar mampu merawat anggota keluarga
yang mengalami masalah kurang perawatan diri
d. Klien dapat membina hubungan saling percaya dan inisiatif komunikasi
 perkenalkan diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah
baik verbal non verbal, selalu kontak mata selama interaksi
 lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin dengan sikap empati
 dengarkan pernyataan klien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak
memakai bahasa non verbal
 terima klien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
e. Klien dapat meningkatkan harga diri
 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaan
 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu
 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan( mis: hubungan antar
sesame, keyakinan)

f. Klien dapat menggunakan dukungan social


 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu

13
 Kaji system pendukung keyakinan
 Lakukan rujukan sesuai indikasi
g. Klien dapat menggunakan koping adaptif dan melihat sisi positif dari
masalahnya
 Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa
perawat memahami apa yang dirasakan klien
 Diskusikan dengan klien manfaat dari koping yang biasa digunakan
 Bersama pasien mencari berbagai alternative koping
 Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang paling tepat.
 Identifikasi hal positif dari semua kejadian yang menimpa.
h. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
 Diskusikan tentang obat
 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
 Anjurkan efek dan efek samping yang dirasakan
i. Klien mampu meningkatkan produktivitas dan membuat jadwal harian
 bersama klien identifikasi kegiatan harian yang positif yang biasa dilakukan
dirumah
 bersama klien identifikasi kegiatan yang dapat dilakukan di rumah sakit.
 Ajarkan kaitkan manajemen waktu dengan nasib baik seseorang

L. ALAT UKUR BAKU DEPRESI


Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yangdialami
seseorang.Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala.
1) Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) atau lebih diringkaskan
sebagaiDepression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21) oleh Lovibond & Lovibond
(1995).
Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42(DASS)
terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21 terdiri dari 21 item.DASS
adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional
negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanyauntuk
mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang
lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun
dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS
dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu dengan tujuan penelitian
(Lovibond & Lovibond, 1995).

14
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat,
sangat berat.Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale
42(DASS) terdiri dari 42 item, mencakup :
1. Skala depresi terdapat pada pernyataan nomor 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31,
34, 37, 38, 42.
2. Skala kecemasan terdapat pada pernyataan nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28,
30, 36, 40, 41.
3. Skala stress terdapat pada pernyataan nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32,
33, 35, 39.
Setelah responden menjawab pernyataan maka skor dijumlahkan dan
pengkategoriannya adalah
Depresi Kecemasan Stres
Normal 0-9 0-7 0-14
Ringan 10-13 8-9 15-18
Sedang 14-20 10-14 19-25
Berat 21-27 15-19 26-33
Sangat berat > 28 > 20 > 34
Sumber : lovibond & lovibond (1995)
DASS Nama : Tanggal :
Silahkan baca setiap pernyataan dan melingkari skor 0, 1, 2 atau 3 yang
menunjukkan berapa banyak pernyataan yang Andaterapkan selama seminggu
terakhir. Tidak ada jawaban benar atau salah.
Jangan menghabiskan waktu terlalu banyak pada pernyataan apapun.
Ketentuan skor sebagai berikut:
0 Tidak berlaku untuk saya sama sekali
1 Diterapkan kepada saya untuk beberapa waktu
2 Diterapkan kepada saya dengan waktu yang sebagian
3 Diterapkan untuk saya dengan waktu yang sangat banyak, atau sebagian besar
NO. PERNYATAAN SKOR
1. Saya menemukan diri saya menjadi marah 0 1 2 3
oleh hal-hal sepele yang
2. Saya menyadari keringnya mulutku
3. Saya tidakbisa menampakkan perasaan
positif pada semua pengalaman
4. aya mengalami kesulitan bernapas
(misalnya,bernapas terlalu cepat, kesulitan

15
bernafas dalam ketiadaan fisiktenaga )
5. Tampaknya saya tidak bisa cuek
6. Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap
situasi
7. Saya punya perasaan goyang ( misalnya
dalam menentukan arah)
8. Saya merasa sulit untuk bersantai
9. Saya menemukan diri saya dalam situasi yang
membuat saya begitu cemas ketika mereka
berakhir
10. Saya merasa bahwa saya punya apa-apa untuk
melihat ke depan
11. Saya dapati diri saya menjadi mudah marah
12. Saya merasa bahwa saya menggunakan
banyak energy
13. Saya merasa sedih dan tertekan
14. Saya menemukan diri saya yang tidak sabar
ketika saya terlambat di suatu jalan ( misalnya
, di lift , lampu lalu lintas, yang harus
menunggu )
15. Aku punya perasaan akan pingsan
16. Saya merasa bahwa saya telah kehilangan
minat untuk semuanya
17. Saya merasa tidak pantas sebagai seorang
individu
18. Saya merasa bahwa saya agak sensitif
19. Saya mudah berkeringat ( misalnya, pada
tangan) walaupun cuaca tidak panas atau
aktivitas fisik
20. Saya merasa takut tanpa alasan yang baik
21. Saya merasa bahwa hidup tidak berharga
22. Saya merasa sulit bangkit
23. Saya mengalami kesulitan dalam menelan
24. Saya tidak bisa merasakan kepuasan atau
menikmati apapun dari hal yang saya lakukan
25. Saya sadar bahwa perasaan saya tanpa adanya
latihan fisik ( misalnya, sensasi meningkatnya
denyut jantung)
26. Aku merasa jatuh dan biru

16
27. saya menemukan bahwa saya sangat marah
28. Saya merasa dekat mudah panik
29. Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuati
memarahi saya
30. Saya takut bahwa saya akan " dibuang " oleh
hal-hal yang sepele atau tidak dikenal
31. Aku tidak antusias tentang apa pun
32. Saya merasa sulit untuk mentolerir gangguan
dengan ada pada hal yang saya lakukan
33. Saya berada dalam keadaan ketegangan saraf
34. Saya merasa cukup berharga
35. Saya tidak toleran terhadap apa pun yang
membuat saya getting on terhadap apa yang
saya lakukan
36. Saya merasa takut
37. Aku bisa melihat tidak ada satupun yang bisa
diharapkan dari sekitar
38. Saya merasa bahwa kehidupan ini berarti
39. Aku mendapati diriku semakin gelisah
40. Saya sangat khawatir tentang situasi di mana
saya mungkin panik danmakeıa diriku sendiri
41. Saya mengalami gemetar ( misalnya , di
tangan )
42. Saya merasa sulit untuk berinisiatif
melakukan sesuatu pekerjaan

17
M. CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN
Pembahasan pada bab ini penulis akan menyajikan laporan kasus yaitu asuhan
keperawatan jiwa pada Tn. A dengan isolasi social.

I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pasien bernama Tn. A, umur 28 tahun dan belum menikah, pendidkan
terakhir STM, pasien masuk pada tanggal 1 Februari 2016 dan didiagnosa
Skizofrenia Hebefrenik. Penanggung jawab pasien adalah Tn. F (adik ipar)
yang berusia 27 tahun.

2. Alasan Masuk
Berdasarkan catatan rekam medis, pada tanggal 1 Juni 2012 pasien di bawa
ke RSK Provinsi Kalimantan Barat oleh keluarganya dengan alasan 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien marah-marah dan memukul warga
setempat hingga menyerang warga menggunakan senapan angin.

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 1 Februari 2016 pasien


mengatakan dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit dengan alasan pasien
tidak suka melihat tetangganya yang suka omong kosong, pasien akan
membentak orang tersebut dan akan meninju orang-orang yang suka omong
kosong, sehingga pasien mengisolasi diri dikamar sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.

18
3. Faktor Predisposisi
Faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa pada Tn. A adalah kehidupan
keluarganya yang kurang harmonis, membuat pasien sering marah-marah
dengan keluarganya, hal ini juga didukung dengan keadaan dimana pasien
tidak suka dengan keluarga maupun tetangga pasien yang suka bicara omong
kosong atau bicara tinggi. Menurut catatan keperawatan pasien mempunyai
riwayat putus cinta ± 8 bulan yang lalu sejak ia pulang dari malaysia, sejak
kejadian itu klien menjadi sensitif serta mudah marah.

Pasien pernah menjadi pelaku dalam kekerasan rumah tangga, pada usia 28
tahun. Pasien mengatakan kehidupan didalam keluarganya kurang harmonis
dan ini yang menyebabkan pasien sering marah-marah dirumah dan bahkan
menyerang ayahnya. Didalam anggota keluarganya Tn.A, tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, hanya saja adik Tn.A yang nomor 6
mengalami retardasi mental.
Pasien mengatakan, pengalaman masa lalunya yang tidak menyenangkan
terlalu banyak, sehingga ia tidak ingat lagi dan ia juga tidak mau
mengingatnya lagi karena akan menbuat stres, pada usia ± 20 tahun pasien
adalah alkoholik.
Masalah keperawatan: Resiko perilaku kekerasan
Inefektif koping individu

4. Faktor Presipitasi
Sebelumnya pasien pernah mengalami gangguan jiwa. Tiga bulan yang lalu
pasien berobat ke Rumah Sakit dengan keluhan sering marah-marah dan
terkadang mengisolasi diri dikamar tidak mau makan dan minum. Saat berada
dirumah, pasien mengatakan saat dirumah sering malas minum obat.
Berdasarkan catatan keperawatan, pasien tidak minum obat secara teratur dan
sering putus obat.
Masalah Keperawatan: Inefektif regimen therapeutik

5. Pemeriksaan Fisik

19
a. Tanda - tanda vital : TD = 100/60 mmHg, N = 64 x/mnt, S = 36, 2 °C dan
RR = 18 x/mnt.
b. Berat badan 70 kg, tinggi badan 172 cm, berat badan ideal 65 kg.
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe.
 Kepala, leher
Kepala: Pada saat diinspeksi rambut pasien lurus dan pendek, berwarna
hitam, kebersihan baik, pada saat dipalpasi tidak terdapat benjolan dan
nyeri tekan pada kepala.
Leher: Pada saat diinspeksi tidak terdapat pembesaran vena jugularis,
tidak terdapat nyeri tekan.
 Mata
Bentuk mata simetris, penglihatan baik, tidak memakai alat bantu
penglihatan.
 Telinga
Bentuk simetris, pendengaran baik dibuktikan Tn. A dapat menjawab
pertanyaan perawat, kebersihan telinga cukup dan Tn. A tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
 Hidung
Hidung Tn. A simetris, fungsi penciuman baik dibuktikan Tn. A dapat
mencium wangi sabun, tidak terdapat polip.
 Mulut
Bibir Tn. A simetris, gigi Tn. A lengkap dan bersih, mukosa bibir lembab.
 Integumen
Warna kulit sawo matang, kulit tampak kering, turgor kulit cukup.
 Dada
a) Rongga Torax
Bentuk dada simetris, respirasi 18x/menit.
b) Abdomen
Saat diispeksi tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan.
c) Punggung
Tidak terdapat kelainan pada tulang belakang.
d) Ekstremitas

20
Atas: pergerakan tangan baik, turgor kulit kurang, kulit berwarna sawo
matang.
Bawah: pergerakan kaki baik, tidak terdapat odema pada kaki, kebersihan
kaki baik.

6. Masalah komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh


Pasien mengatakan, ia anak ke-5 dari 7 bersaudara, ia hanya tinggal bersama
ayah, ibu dan adiknya yang ketujuh, sedangkan saudaranya yang lain ada
yang telah menikah dan bekerja. Pasien mempunyai pola asuh yang baik,
hanya saja pasien mengatakan kehidupan keluarganya kurang harmonis.
Semenjak ia dan keluarga lainnya pisah, dalam hal pengambilan keputusan,
ayah pasien selalu memusyawarahkannya terlebih dahulu.

7. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Pasien mengatakan ia menyukai seluruh tubuhnya, karena pasien
menyadari bahwa seluruh anggota tubuhnya ini telah diciptakan Allah
SWT sesempurna mungkin, sehingga ia selalu bersyukur dengan yang
diberikan allah SWT.
b. Identitas Diri
Pasien dapat menyebutkan namanya dan pasien mengatakan bahwa
pasien adalah seorang laki- laki, penampilan Tn. A sesuai dengan
identitasnya sebagai seorang laki-laki. Tn. A merasa tidak puas sebagai
seorang laki-laki karena belum menikah. Tn. A bekerja sebagai petani.
Pasien anak kelima dari tujuh bersaudara, pasien tamatan STM.
c. Peran
Pasien berperan sebagai anak yang belum menikah dan bekerja sebagai
petani. Dirumah sakit pasien berperan sebagai pasien yang mentaati
praturan rumah sakit
d. Ideal Diri

21
Pasien berharap cepat sembuh dan berkumpul bersama keluarganya. Dan
bisa bekerja lagi untuk membahagiakan kedua orang tuanya dan ingin
segera sembuh agar segera menikah.
e. Harga Diri
Pasien merasa sedih karena ia sekarang sakit, tidak bisa berkumpul
dengan keluarganya dan menyusahkan keluarganya saja.

8. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan orang yang berarti baginya adalah kakaknya yang
nomor empat. Jika ada masalah pasien kadang menceritakan kepada
kakaknya.
b. Peran dalam kegiatan kelompok
Pasien mengatakan malas untuk bersosialisasi dengan tetangganya,
karena tetangganya sring berbicara kosong.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
Pasien mengatakan mengatakan malas untuk berhubungan dengan orang
lain, selain karena ia malas ngobrol dengan orang lain, juga karena pasien
sering lupa nama orang dan tidak ada untungnya.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial

9. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien beragama Islam, dan pasien percaya dengan adanya Allah SWT.
Menurut pasien, penyakitnya ini merupakan cobaan dari Allah SWT.
b. Kegiatan ibadah
Saat di rumah pasien shalat lima waktu, namun selama dirumah sakit
pasien tidak pernah shalat, karena pasien beranggapan bahwa dirinya ini
kotor dan tidak suci untuk melakukan ibadah shalat.

22
10. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan pasien rapi, pakaian bersih dan diganti setiap hari, serta
pasien berpakaian sesuai.

b. Pembicaraan
Pasien berbicara dengan nada yang pelan dan lambat, jelas dan
mudah dimengerti. Namun pasien tidak mampu untuk memulai
pembicaraan kepada orang lain.
Masalah Keperawatan: Isolasi sosial
c. Aktivitas motorik
Pasien tampak lesu, malas beraktivitas, pasien lebih sering berdiam
diri dan sering menghabiskan waktunya ditempat tidur.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial
d. Afek dan Emosi
1) Afek pasien tumpul, berespon apabila di berikan stimulus yang
kuat.
2) Emosi pasien stabil. Pasien mengatakan saat ini sedih karna
tidak pernah lagi dijenguk keluarganya.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial
e. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara kontak mata pasien baik, pasien tampak ragu
dalam menjawab pertanyaan perawat sehingga perawat harus
mengulangi beberapa pertanyaan kepada pasien, tingkat konsentrasi
pasien baik, ditandaidengan ketika wawancara, pasien terfokus kepada
perawat. Selain itu pasien tidak memiliki keinginan untuk berinteraksi
kecuali perawat yang memulai.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial
f. Persepsi dan sensori
Pasien tidak mengalami gangguan persepsi sensori ilusi dan
halusinasi, baik itu halusinasi pendengaran, penglihatan, perabaan,
pengecapan, dan penghidu. Ditandai dengan pasien mengatakan tidak

23
pernah mendengar, melihat dan merasakan yang aneh-aneh tanpa
wujud.
g. Proses pikir (arus dan bentuk pikir)
1) Proses Pikir (arus dan bentuk pikiran)
Saat bicara Tn. A kadang- kadang terdiam dan sulit memulai
pembicaraan.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial
2) Isi Pikir
Tn. A tidak mengalami gangguan isi pikir. Isi pikir Tn. A sesuai
dengan kenyataan saat ini. Dibuktikan Tn.A tidak memiliki
keinginan yang besar sesuai dengan keadaannya saat ini.
h. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran pasien bingung. Pasien mengalami gangguan
orientasi tempat, terbukti dengan pasien mengatakan bahwa dirinya
berada di rumah sakit Griya Husada. Orientasi waktu pasien baik di
buktikan dengan pasien mengetahui hari dan tanggal.
i. Memori
Pasien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, namun pasien
tidak mengalami gangguan mengingat jangka pendek dan saat ini.
Jangka panjang: Pasien tidak dapat menceritakan kejadian yang
terjadi beberapa bulan yang lalu, terutama saat ia berada dimalysia.
Jangka pendek: Pasien dapat menceritakan kejadian ketika pasien di
bawa masuk oleh keluarganya.
Saat ini: Pasien dapat mengingat nama perawat, serta janji / kontrak
yang telah dibuat.
j. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien mampu untuk berkonsentrasi penuh, pasien mampu berhitung
sederhana dibuktikan dengan pasien dapat menyebutkan perhitungan
dari 1-10 dan sebaliknya dari 10-1.
k. Kemampuan penilaian

24
Pasien tidak ada masalah pada kemampuan penilaian, terbukti dengan
pada saat diberi pilihan mau makan setelah mandi atau mandi setelah
makan, pasien memilih makan setelah mandi.
l. Daya tilik diri
Pasien mengatakan ia tidak tau sedang sakit apa, ia bertanya-tanya
mengapa saya diberi obat yang efek sampingnya membuat saya
mengantuk dan lemah.

11. Kebutuhan Perencanaan Pulang


a. Kemampuan pasien memenuhi kebutuhan
Pasien mampu memenuhi kebutuhan makan dan minum secara
mandiri, sedangkan untuk kebutuhan lainnya seperti keamanan,
perawatan kesehatan, pakaian, transportasi, tempat tinggal, keuangan
dan lain-lain belum dapat dipenuhi secara mandiri.
b. Kegiatan hidup sehari – hari (ADL)
1) Perawatan diri
Pasien mengatakan mandi dua kali sehari dengan menggunakan
sabun, shampo serta menggosok gigi sebanyak dua kali sehari. Setelah
mandi pasien tidak menyisir rambut karena sisir tidak ada diruangan.
2) Nutrisi
Pasien makan 3x/hari, pasien tidak dapat menghabiskan 1 porsi yang
telah di sediakan rumah sakit, karena terlalu banyak. Pasien makan
menggunakan tangan, dan tempat yang disediakan, pasien sudah
mampu membereskan makan setelah makan.
3) Tidur
Pasien tidur sehari biasanya 6 – 8 jam, tidur siang 1 – 2 jam. Pasien
tidur malam mulai dari jam 21.00 dan bangun jam 05.00 pagi, pasien
tidak mengalami kesulitan saat memulai tidur dan pasien bangun tidur
dengan kondisi segar. Pasien belum dapat merapikan tempat tidurnya
sendiri, semua masih di arahkan oleh perawat.

12. Mekanisme Koping

25
Pasien mengatakan apabila memiliki masalah lebih baik menghindar dari
malasah tersebut, dan jika ada masalah, pasien akan memendam
masalahnya itu dan lebih baik menyendiri dan menghindar dari orang
lain.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial
Inefektif koping individu

13. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Pasien mempunyai masalah dengan lingkungannya, karena jarang
berinteraksi dengan orang lain. Pasien lebih suka menyendiri daripada
berkumpul dengan orang lain.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial

14. Pengetahuan Tentang Masalah Kejiwaan


Pasien mengatakan ia tidak tahu ia sakit apa, dan ia juga bingung
mengapa ia diberi obat yang efek sampingnya akan membuat ia menjadi
mengantuk dan lemah, pasien juga mengatakan saat dirumah pernah
diberi obat, namun pasien malas untuk meminum obat tersebut karena
akan membuatnya mengantuk.
Masalah keperawatan: Inefektif regimen therapeutik

15. Aspek Medis


Diagnosa medis: F.20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Terapi medis:
Fluoxetin 1 x 10 mg/hari
Persidal 2 x 1 mg/hari
Trihexipenidil 2 x 2 mg/hari
Clorilex 1 x 25 mg/hari
Vit. B6 1 x 10 mg/hari
Stelazine 2 x 5 mg/hari

16. Daftar Diagnosa Keperawatan

26
a. Isolasi Sosial
b. Inefektif Regimen Therapeutik
c. Inefektif Koping Individu

II. Analisa Data


No Data Masalah Keperawatan
1. Ds: Isolasi Sosial
Pasien mengatakan malas untuk berinteraksi
dengan pasien lain karena tidak ada untungnya.
Pasien mengatakan selama dirumah sakit, tidak
ada satupun yang pasien kenal.
Do:
Pasien tampak sering menyendiri dari teman-
temannya.
Pasien tampak tidak berinteraksi dengan orang
lain.
Pasien tidak mampu memulai pembicaraan
Pasien banyak diam, pasien tidak mau
mengikuti kegiatan
Pasien tampak lesu, afek tumpul
Pasien malas beraktivitas
2. Ds: Inefektif Regimen
Pasien mengatakan pernah masuk rumah sakitTherapeutik
ini, tapi lupa kapan waktunya.
Pasien mengatakan saat dirumah malas minum
obat.

Do:
Dari catatan keperawatan, pasien berobat jalan
di dr. Ibnu dan mengalami perubahan, namun
tidak minum obat secara teratur dan sering putus
obat.
Pasien pernah masuk ruma

3. Ds: Inefektif Koping Individu


Pasien mengatakan ia punya banyak masalah
masa lalu yang malas untuk diceritakan karena
akan membuat stres
Pasien mengatakan lebih baik menghindari
masalah

27
Pasien mengatakan akan memendam
masalahnya tersebut dan lebih baik menyendiri
dan menghindar dari orang lain
Do:
Menurut catatan keperawatan, pasien
mempunyai riwayat putus cinta ± 8 bulan sejak ia
pulang dari malaysia, sejak kejadian itu klien
menjadi sensitif serta mudah marah.

4. Ds: Resiko Perilaku Kekerasan


Pasien mengatakan dibawa oleh keluarganya
ke rumah sakit karena tidak suka melihat
tetangga yang suka omong kosong, pasien akan
membentak orang tersebut dan akan meninjunya.
Pasien mengatakan kehidupan didalam
keluarganya kurang harmonis dan ini yang
menyebabkan pasien sering marah-marah
dirumah dan bahkan menyerang ayahnya
Do:
Berdasarkan catatan rekam medis, pada
tanggal 1 Juni 2012 pasien dibawa ke RSK
Provinsi Kalimantan Barat oleh keluarganya
dengan alasan 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien marah-marah dan memukul warga
setempat hingga menyerang warga menggunakan
senapan angin.
Pasien pernah menjadi pelaku dalam
kekerasan rumah tangga, pada usia 28 tahun.

III. Pohon Masalah Dan Diagnosa Keperawatan


1. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Core
Problem
a) Inefektif Koping Individu
b) Inefektif Regimen Therapeutik
c) Resiko Perilaku Kekerasan

2. Diagnosa Keperawatan
a) Isolasi Sosial
b) Inefektif Regimen Therapeutik
c) Inefektif Koping Individu
d) Resiko Perilaku Kekerasan

28
IV. Perencanaan

NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWA
TAN
1 Isolasi sosial Pasien mampu: Setelah 3 X pertemuan SP 1 Pasien
1. Menyadaripe pasien mampu : 1. Identifikasi penyebab
nyebab isolasi 1. Membina hubungan a. Siapa yang satu rumah dengan
2. Berinteraksi saling percaya pasien?
dengan orang 2. Menyadari penyebab b. Siapa yang dekat dengan
lain. isolasi social, pasien? apa sebabnya?
keuntungan dan c. Siapa yang tidak dekat dengan
kerugian berinteraksi pasien dan apa sebabnya?
dengan orang lain. 2. Tanyakan keuntungan dan
3. Melakukan interaksi kerugian berinteraksi dengan
dengan orang lain orang lain.
secara bertahap. a. Tanyakan pendapat pasien
tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain.
b. Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain.
c. Diskusikan keuntungan bila
pasien memiliki banyak teman
dan bergaul akrab dengan orang
lain.
d. Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial
terhadap kesehatan fisik pasien.
3. Latih berkenalan
a. Jelaskan kepada Pasien cara
berinteraksi dengan orang lain.
b. Berikan contoh cara
berinteraksi dengan orang lain.
c. Berikan kesempatan pasien
mempraktikan cara berinteraksi
dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan perawat.

29
SP 2 Pasien
1. Evaluasi Sp 1
2. Latih berhubungan sosial
secara bertahap
3. Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien.

SP 3 Pasien
1. Evaluasi Sp 1 dan 2
2. Latih cara berkenalan dengan
2 orang atau lebih
3. Masukkan jadwal kegiatan
pasien.
3.
Setelah Setelah 3 X pertemuan, SP 1 Keluarga
tindakan keluarga mampu: 1. Diskusikan masalah yang
keperawatan, 1. Menjelaskan masalah dialami keluarga dalam merawat
keluarga dapat keluarga dalam pasien
merawat merawat pasien isolasi2. Jelaskan pengertian, tanda
pasien isolasi sosial dan gejala isolasi sosial yang
sosial. 2. Menegerti penyebab dialami pasien beserta proses
isolasi sosial terjadinya
3. Memperagakan cara 3. Jelaskan cara-cara merawat
merawat pasien isolasi pasien isolasi sosial
sosial
4. Mempraktikan cara SP 2 Keluarga
merawat pasien isolai 1. Latih keluarga mempraktikan
sosial cara merawat pasien dengan
5. Menyusun isolasi sosial
perencanaan pulang
2. Latih keluarga melakukan
bersama keluarga cara merawat langsung pada
pasien isolasi sosial

SP 3 Keluarga
1. Bantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat
(perencanaan pulang)
2. Jelaskan tindakan tindak
lanjut pasien setelah pulang

30
V. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
Hari,Tang
Diagnosa
gal & Implementasi Evaluasi
Keperawatan
waktu
Isolasi Sosial Pertemuan ke-1 SP 1Sp 1 Isolasi Sosial, Pukul 13.00
Isolasi Sosial. S:
Membina hubungan Pasien mengatakan namanya Abdul
saling percaya Jalil dan senang dipanggil Pak Abdul.
Mengidentifikasi Pasien mengatakan malas berinteraksi
penyebab isos dengan pasien lain karena tidak ada
Berdiskusi denganuntungnya.
pasien tentang Pasien mengatakan selama dirumah sakit
keuntungan berinteraksitidak ada satupun orang yang Pasien kenal
dengan orang lain dan Pasien mengatakan jika banyak teman
kerugian tidakbisa menambah wawasan
berinteraksi dengan orang Pasien mengatakan jika tidak ada teman
lain. merasa kesepian
Mengajarkan cara Pasien mengatakan perasaan Pasien
berkenalan dengan orangsetelah belajar cara berkenalan senang dan
lain. menambah ilmu.
O:
Pasien tampak menyendiri
Pasien tampak tidak berinteraksi dengan
orang lain
Pasien tidak mampu memulai
pembicaraan
Afek Pasien tumpul
Pasien mempraktikan cara berkenalan.

A: SP1 Isolasi Sosial teratasi


Pasien mampu menyadari penyebab
Isolasi Sosial
Pasien mampu menjelaskan keuntungan
dan kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
Pasien mampu mempraktikan cara
berkenalan dengan perawat.
P:
PP : Evaluasi SP1 Isolasi Sosial, jika berhasil lanjut
SP2 Isolasi Sosial

31
PK : latihan cara berkenalan dan masukan
kedalam jadwal harian pasien

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan
dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat,
lama dan menetap pada individu yang bersangkutan. Depresi merupakan gejala
psikotik bila keluhan yang bersang kutan tidak sesuai lagi dengan realitas.
Ada beberapa jenis depresi yang harus perawat ketahui :menurut gejalanya,
menurut penyebabnya, menurut arahpenyakit.
Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depressi
adalah mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsesus atau
prosedur khusus untuk penapisan skrining depresi pada populasi usia lanjut.
Salah satu intrumennya adalah Geriatric Depression Sale (GDS) yang terdiri atas
30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri.
Kewajiban perawat memberikan asuhan keperawatanya itu mampu
menciptakan hubungan saling percaya dalam bentuk interaksi, hubungan
dibentuk bersifat terapeutik.,terapi kognitif, terapi keluarga, penangan ansietas
( relaksasi ) adalah beberapa tindakan intervensi yang bias dilakukan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan.

B. SARAN
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien depresi, perawat
mempunyai peran dan tanggungjawab yang mendasar terhadap pelaksanaan
praktek keperawatan. Perawat juga harus bias melakukan pemeriksaan lebih
terperinci meliputi ;riwayat klinis, pemeriksaan kognitif, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan status mental, dan pemeriksaan lainnya untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang prima.

32
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Lumongga, Namora. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta : Penerbit Prenada
Media Group.
Maramis, W. F. 1900. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi Abnormal.
Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Videbeck, Sheila, L. (2001). Psychiatric Mental Health Nursing. USA: Lippincott
Williams & Wilkins Inc.
Wenar, Charles, Kerig, Patricia. (2000). Developmental Psychopathology : From
Infancy Through Adolenscence. Fourth Edition. Singapore : Mc Graw-
HillCompanies, Inc.
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : PT Refika Aditama

33

Anda mungkin juga menyukai