Anda di halaman 1dari 9

JOM VOL 2 NO 1.

FEBRUARI 2015
PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP INSOMNIA PADA
PENDERITA CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

Sarika Dewi1), Bayhakki2), Misrawati3)

Mahasiswa/Perawat RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru1


Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau2,3
E-mail: sarikaperdana@gmail.com

The purpose of this study was to determine the effect of progressive muscle relaxation on insomnia in patients with
Congestive Heart Failure (CHF).This research desain was a quasi-experimental design with the equivalent control
group design approach. The study was conducted at the General Hospital Arifin Achmad to 30 samples 15 for the
experimental group and 15 for control group using purposive sampling technique with regard to inclusion criteria.
Data were collected using a questionnaire. Data analysis used univariate and bivariate analysis with dependent and
independent t-test.The results showed that progressive muscle relaxation technique took effect to insomnia with p
value = 0.000. The study recommends health workers to teach progressive muscle relaxation techniques to reduce
insomnia in patients with CHF.

Keywords: Congestive heart failure, insomnia, relaxation techniques.


Bibliography: 35 (2003-2013)

PENDAHULUAN penyakit jantung dengan jumlah sebanyak 110


orang dan lebih dari 75% pasien CHF tersebut
Data yang diperoleh dari World Health mengalami rawat inap ulang (Rekam Medik
Organization (WHO) (2012) menunjukkan RSUD Arifin Achmad, 2013).
bahwa pada tahun 2008 terdapat 57 juta Berdasarkan peneltian Nord-Trndelag
kematian oleh semua jenis penyakit dan 36 (2008) dari 412 pasien yang mengalami gagal
juta atau sekitar 63% di antaranya disebabkan jantung di Norwegia diketahui bahwa terdapat
oleh Non Comunicable Disease (NCD) dan 17 kesulitan memulai tidur hampir setiap malam
juta atau sekitar 48% dari total kematian (3,4%), kesulitan mempertahankan tidur hampir
disebabkan oleh penyakit Kardiovaskular. setiap malam (2,5%) dan tidur terasa tidak
Berdasarkan data American Heart Association menyegarkan lebih dari sekali seminggu
(AHA) (2012), pasien yang mengalami (8.1%). Karakteristik peserta dengan gejala
hospitalisasi akibat CHF di seluruh dunia yang sebagian besar sama, dan kebanyakan
sebanyak 1.094.000 pasien. pasien dengan gejala insomnia adalah
Penyakit jantung saat ini menduduki responden yang lebih tua dan berjenis kelamin
urutan pertama penyebab kematian di perempuan.
Indonesia, sekitar 25 % dari seluruh kematian Gangguan tidur pada penderita CHF
hampir disebabkan oleh gangguan kelainan memang merupakan masalah umum yang
jantung. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) seringkali kali terjadi. Insomnia adalah salah
Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2009 satu fenomena umum dalam gangguan pola
memiliki 31.277 pasien dengan kasus penyakit tidur yang sering kali terjadi pada pasien
jantung dan pembuluh darah. Pada ruangan dengan CHF. Jangka panjang dapat
rawat jantung RSUD Arifin Achmad menyebabkan menderita gejala somatic dan
Pekanbaru (ruangan khusus untuk penyakit perkembangan penyakit bahkan dapat
jantung) jumlah pasien jantung pada tahun menimbulkan penyakit mental (Hanun, 2011).
2009 adalah sebanyak 448 orang, tahun 2010 Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur
adalah sebanyak 494 orang, tahun 2011 adalah berupa kesulitan berulang untuk tidur atau
sebanyak 688 orang, tahun 2012 adalah mempertahankan tidur walaupun ada
sebanyak 470, dan tahun 2013 jumlah pasien kesempatan untuk tidur. Gejala tersebut
jantung meningkat kembali menjadi 522 biasanya diikuti gangguan fungsional saat
orang. Jumlah pasien CHF pada tahun 2013 bangun. Insomnia sering disebabkan oleh
menempati urutan pertama pada kasus

768
adanya penyakit atau akibat adanya ditanyakan tentang cara mengatasi insomnia
permasalahan psikologi (Ihsan, 2012). tersebut, pasien mengakui bahwa 5 pasien
Insomnia terjadi pada pasien CHF ini diantaranya tidak melakukan apa-apa, hanya
telah dinyatakan oleh Zambroski dkk (2005) membiarkan tidak tidur dimalam hari dan
dalam Wang (2010) yakni terdapat 5 gejala memutuskan untuk banyak tidur keesokan
umum yang terjadi pada penderita CHF yaitu harinya di siang hari, sedangkan 2 pasien
dispnea, kekurangan energi, mulut kering, lainnya memutuskan untuk memanggil
tidur siang hari dan kesulitan tidur. Gangguan perawat untuk meminta resep/obat tidur dari
tidur ini mengakibatkan kelemahan (fatigue), dokter.
kehilangan konsentrasi dan akhirnya Sampai saat ini di RSUD Arifin Achmad
mengakibatkan kualitas hidup yang buruk. Pekanbaru belum pernah dilakukan terapi non
Kualitas hidup yang terganggu jelas farmakologi seperti relaksasi progresif untuk
merupakan akibat dari gangguan tidur ini. intervensi keperawatan dalam mengatasi
Aktifitas yang semestinya lancar untuk masalah gangguan tidur pada pasien CHF.
dilaksanakan akhirnya terganggu dan tidak Kemungkinan dikarenakan kurangnya
maksimal dalam melaksanakannya. Jadi pengetahuan mengenai teknik relaksasi
peningkatan kualitas tidur yang baik, progresif, padahal relaksasi otot progresif ini
merupakan salah satu cara yang dapat memusatkan perhatiannya pada aktivitas otot,
diperhatikan dalam menangani pasien gagal sehingga teknik relaksasi otot progresif dapat
jatung dengan masalah gangguan tidur ini. digunakan untuk mengidentifikasi otot yang
Salah satu bentuk terapi perilaku tegang kemudian menurunkan ketegangan
terhadap upaya penurunan insomnia adalah tersebut serta menimbulkan perasaan rileks
dengan teknik relaksasi. Relaksasi adalah salah dan nyaman pada pasien dengan CHF. Karena
satu teknik di dalam terapi perilaku yang itupeneliti dalam penelitian ini tertarik untuk
pertama kali dikenalkan oleh Jacobson (1993), mengangkat judul penelitian yakni Pengaruh
seorang psikolog dari Chicago yang relaksasi otot progresif terhadap insomnia
mengembangkan metode fisiologis melawan pada penderita Congestive Heart Failure
ketegangan dan kecemasan. Teknik ini salah (CHF).
satunya disebut relaksasi progresif yaitu teknik
untuk mengurangi ketegangan otot dengan TUJUAN
metode relaksasi termurah, tidak memerlukan Tujuan penelitian ini adalah untuk
imajinasi, tidak ada efek samping, mudah mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif
untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh terhadap insomnia pada penderita Congestive
dan fikiran terasa tenang, rileks, dan lebih Heart Failure (CHF).
mudah untuk tidur (Ari, 2010).
Teknik relaksasi otot progresif adalah MANFAAT
suatu latihan dan olah pernafasan yang Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dilakukan untuk menghasilkan respon yang memberikan pengetahuan bagi pengembangan
tidak hanya dapat memerangi respon stress, ilmu keperawatan khususnya tentang pengaruh
namun juga dapat menurunkan kerja jantung relaksasi otot progresif terhadap insomnia
dan dapat menurunkan tekanan darah pada penderita Congestive Heart Failure
(hipertensi) (Smeltzer &Bare, 2010). (CHF) saat memberikan pelayanan dan asuhan
Berdasarkan informasi yang diperoleh keperawatan.
dari data RSUD Arifin Achmad Pekanbaru,
belum pernah ada penatalaksanaan non METODE
farmakologi penyakit gangguan tidur pada Desain; Penelitian ini merupakan
pasien dengan CHF. Hasil wawancara penelitian kuantitatif dengan desain quasi
pendahuluan yang dilakukan oleh penulis experimental, dengan pendekatan equivalent
kepada 10 pasien CHF di ruang kamboja control group design.
ditemukan yang mengalami gangguan tidur Sampel: Metode pengambilan sampel
sebanyak 7 pasien dan 3 pasien CHF lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tidak mengalami gangguan tidur. Saat purposive sampling dengan jumlah sampel
769
sebanyak 30 orang, 15 pasien kelompok Total 15 100 15 100 30 100
eksperimen (nomor genap) dan 15 pasien Pekerjaan
kelompok kontrol (nomor ganjil). IRT 8 53,3 5 33,3 13 43,3
Swasta 2 13,3 4 26,7 6 20
Instrument: Alat pengumpulan data Wiraswasta 4 26,7 5 33,3 9 30
yang digunakan berupa kuesioner baku Skala PNS 1 6,7 1 6,7 2 6,7
KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Total 15 100 15 100 30 100
Jakarta-Insomnia Rating Scale) dalam Lama CHF
Suparyanto (2009). Bagian pertama berisi data 1 Tahun 4 26,7 3 20 7 23,3
demografi ( umur, jenis kelamin, pendidikan, 2 Tahun 4 26,7 3 20 7 23,3
3 Tahun 4 26,7 5 33,3 9 30
pekerjaan,lama menderita CHF). Bagian kedua
4 Tahun 3 20 3 20 6 20
berisi kuesioner insomnia sebelum dan 5 Tahun 0 0 1 6,7 1 3,4
sesudah diberikan teknik relaksasi otot Total 15 100 15 100 30 100
progresif.
Analisa Data: Univariat dan Bivaria. Uji Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji dari 30 responden yang diteliti, sebagian besar
Dependent sample t Test dan uji Independent rentang usia reponden berada pada rentang
sample t Test. Uji Dependent ini digunakan usia dewasa awal yaitu sebanyak 6 orang
untuk menganalisa data responden sebelum (40%) pada kelompok ekperimen dan
diberikan teknik relaksasi otot progresif dan sebagian besar berada pada rentang dewasa
sesudah diberikan teknik relaksasi otot menengah sebanyak 9 orang (60%) pada
progresif pada kelpmpok eksperimen. Uji t kelompok kontrol. Sebagian besar responden
Independent ini digunakan untuk menganalisa berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12
perbedaan antara kelompok eksperimen dan orang (80 %) pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sebelum dan sesudah 8 orang (53,3%) pada kelompok kontrol.
diberikan intervensi. Pemberian intervensi Responden berpendidikan SMP yaitu sebanyak
relaksasi otot prorunagresif dikatakan efektif 8 orang (53,3%) pada kelompok eksperimen
terhadap penun insomnia jika hasil ukur dan 8 orang (53,3%) berpendidikan SMA pada
menunjukan nilai p value < (0.05). kelompok kontrol. Pekerjaan responden yaitu
mayoritas IRT sebanyak 8 orang (53,3%) pada
HASIL PENELITIAN kelompok eksperimen dan 8 orang (53,3%)
1. Karakteristik responden pada kelompok kontrol. Sebagian besar lama
CHF yang diderita responden yaitu selama
Tabel 1
1,2,3 tahun masing-masing sebanyak 4 orang
Distribusi karakteristik responden
(26,7%) pada kelompok eksperimen dan 5
Kelompok Kelompok
eksperime kontrol Jumlah orang (33,3%) pada kelompok kontrol.
Karakteristik Sebagian besar reponden sebelum tindakan
n (n=15) (n=15)
N % N % N % teknik relaksasi otot progresif berada pada
Usia rentang insomnia sedang yaitu sebanyak 8
responden orang (53,3%) pada kelompok eksperimen dan
Dewasa Awal 6 40 2 13,3 8 26,7
Dewasa 5 33,3 9 60 14 46,6 8 orang (53,3%) pada kelompok kontrol dan
Menengah setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi
Lansia 4 26,7 4 26,7 8 26,7 otot progresif sebagian besar reponden berada
Total 15 100 15 100 30 100 pada rentang insomnia ringan yaitu sebanyak
Jenis 10 orang (66,7%) pada kelompok eksperimen
Kelamin
Perempuan 12 80 8 53,3 20 66,7
dan 13 orang (86,7%) insomnia sedang pada
Laki-laki 3 20 7 46,7 10 33,3 kelompok kontrol.
Total 15 100 15 100 30 100
Pendidikan Tabel 2
SD 1 6,7 0 0 1 3,3 Rata-rata insomnia sebelum dan sesudah
SMP 8 53,3 4 26,7 12 40 diberikan intervensi pada kelompok
SMA 5 33,3 8 53,3 13 43,3
PT 1 6,7 3 20 4 13,4 eksperimen dan kontrol.

770
Distribusi perbandingan insomnia
sebelum dan sesudah pada kelompok
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat nilai kontrol.
mean insomnia pada kelompok kontrol
didapatkan nilai pre-test yaitu 32 dan nilai Insomnia Mean p value
post-test yaitu 32.87. Hasil ini menunjukan pre-test 32. 00
terjadi peningkatan mean insomnia sebelum 0,396
post-test 32. 87
dan sesudah penilaian. Nilai mean insomnia
kelompok eksperimen untuk pre-test 31.40
dan nilai post-test setelah diberikan teknik Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat
relaksasi otot progresif yaitu 23.27. Nilai ini perbandingan mean insomnia pada
menunjukkan terjadi penurunan mean kelompok kontrol sebelum diberikan
insomnia pada kelompok eksperimen sesudah teknik relaksasi otot progresif dengan
diberikan teknik relaksasi progresif. pre-test yaitu 32.00 dan post-test yaitu
Didapatkan penurunan nilai mean insomnia 32.87 dengan p value 0,396 > (0,05).
adalah 8.13. Sehingga dapat disimpulkan Ho gagal
2. Analisa Bivariat ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak
a. Perbandingan insomnia sebelum dan terdapat perbedaan yang signifikan
sesudah intervensi pada kelompok antara mean insomnia sebelum dan
eksperimen. sesudah pada kelompok kontrol. Hasil
Tabel 3 analisa ini menunjukan terjadi
Distribusi perbandingan insomnia peningkatan insomnia sebelum dan
sebelum dan sesudah intervensi pada sesudah responden yang tidak
kelompok eksperimen. mendapatkan teknik insomnia pada
relaksasi otot progresif.
Insomnia Mean p value c. Perbandingan rata-rata insomnia dengan
teknik relaksasi otot progresif pada
pre-test 31. 40
0,000 kelompok eksperimen dan rata-rata
post-test 23. 27 insomnia kelompok kontrol.
Tabel 5
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat Distribusi rata-rata insomnia dengan
perbandingan mean kelompok teknik relaksasi otot progresif pada
eksperimen sebelum diberikan teknik kelompok eksperimen dan rata-rata
relaksasi otot progresif dengan pre-test Insomnia Mean SD Min Max
yaitu 31.40 dan post-test yaitu 23.27 Kontrol : 4.504 21 39
dengan p value 0,000 < (0,05). Pretest 32.00
Sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak. Posttest 32.87 3.114 28 39
Sehingga dapat disimpulkan terdapat Eksperimen : 31.40 5.514 21 38
perbedaan yang signifikan antara mean Pretest
insomnia sebelum dan sesudah Posttest 23.27 4.008 17 30
pemberian diberikannya teknik relaksasi rata-rata insomnia kelompok kontrol.
otot progresif pada kelompok
eksperimen. Hasil analisa ini juga Mean Kelompok
p value
menunjukkan terjadi penurunan nilai Insomnia Eksperimen Kontrol
mean insomnia sebelum dan sesudah pre-test 31.40 32.00 0,747
responden mendapatkan teknik relaksasi
otot progresif. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat
perbandingan mean insomnia pada
b. Perbandingan insomnia sebelum dan kelompok eksperimen pre-test yaitu
sesudah pada kelompok kontrol. 31.40, sedangkan pada kelompok kontrol
Tabel 4 pre-test 32.00. Hasil analisa diperoleh p
value (0,747) > (0,05), maka dapat
771
disimpulkan tidak ada perbedaan yang kelompok usia dewasa dibanding pada
signifikan antara mean insomnia pre test kelompok usia lanjut atau > 60 tahun
pada penelitian ini. yaitu dengan persentase 55,55%.

Tabel 6 b. Jenis kelamin


Distribusi rata-rata insomnia dengan Jenis kelamin merupakan identitas
teknik relaksasi otot progresif pada responden yang dapat digunakan untuk
kelompok eksperimen dan rata-rata membedakan pasien laki-laki atau
rata-rata insomnia kelompok kontrol perempuan. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan
Mean Kelompok oleh Vani (2011) tentang gambaran
p value
Insomnia Eksperimen Kontrol faktor demografi, penyakit penyerta dan
post- gaya hidup pada penyakit Congestive
23.27 32.87
test 0,000 Heart Failure (CHF) di RS. Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS. Stella Maris
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat Makassar (2011), dimana berdasarkan
perbandingan mean insomnia pada hasil analisis ditemukan bahwa penyakit
kelompok eksperimen post-test yaitu CHF lebih banyak terjadi pada
23.27, sedangkan pada kelompok kontrol perempuan dengan persentase 57,5%.
post-test 32.87. Hasil analisa diperoleh p Tidak hanya karena alasan fisik saja,
value (0,000) < (0,05), maka dapat dari segi psikologis wanita lebih mudah
disimpulkan ada perbedaan yang terserang penyakit jika dibandingkan
signifikan antara mean insomnia sesudah dengan laki-laki.
diberikan diberikannya teknik relaksasi Hal ini tercantum dalam pernyataan
otot progresif pada kelompok Putra (2003) dalam penelitian
eksperimen dan pada kelompok kontrol. Pengaruh pemberian Cognitive
Support terhadap koping pada pasien
Congestive Heart Failure di RSU dr.
Soetomo Surabaya, yang mana hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa pada
jenis kelamin perempuan (khususnya
PEMBAHASAN melankolis) mempunyai koping yang
1. Analisa Univariat maladaftif sehingga lebih rentang
a. Usia terkena penyakit. Seseorang yang
Distribusi penyakit Congestive mengalami goncangan jiwa akan mudah
Heart Failure atau gagal jantung terserang penyakit karena kondisi stress
kongestif diketahui meningkat pada usia menyebabkan terjadinya penekanan
40 tahun ke atas. Hasil analisis ini sistem imun. Kecemasan akibat koping
sesuai dengan hasil penelitian Vani maladaftif pada perempuan inilah yang
(2011) yang menunjukkan bahwa seringkali menyebabkan pasien sering
kelompok usia responden yang paling tidak mampu untuk beristirahat cukup
banyak menderita CHF di RS Wahidin dan stress mengakibatkan
Sudirohusodo dan RS Stella Maris vasokonstriksi, tekanan arteri
Makassar dari 40 responden adalah meningkat, denyut jantung cepat.
pada kelompok usia dewasa yaitu 41-50
tahun sebesar 37,5%. c. Pendidikan
Hasil penelitian ini juga sejalan Pendidikan adalah proses
dengan penelitian yang dilakukan oleh pertumbuhan seluruh kemampuan
Ewika (2007) yang menunjukkan dan perilaku melalui pengajaran,
bahwa Congestive Heart Failure atau sehingga pendidikan itu perlu
gagal jantung kongestif paling banyak mempertimbangkan umur (proses
terjadi pada usia < 60 tahun atau pada perkembangan) dan hubungannya
772
dengan proses belajar. Tingkat memasak karena seluruh pekerjaan
pendidikan juga merupakan salah satu rumah tangga lain mungkin saja telah
faktor yang mempengaruhi persepsi ditangani oleh orang lain seperti
seseorang untuk lebih mudah menerima keluarga ataupun pembantu sehingga
ide-ide dan teknologi yang baru ibu rumah tangga kadang kala berjalan
(Notoatmodjo, 2010). dengan jarak tempuh yang sedang
Berdasarkan penelitian yang dengan frekuensi paling sering dua
telah dilakukan oleh Bradke (2009), minggu sekalli. Data ini sesuai dengan
bahwa faktor-faktor yang dapat pernyataan bahwa kurangnya aktivitas
mempengaruhi pasien dirawat inap fisik meningkatkan risiko terkena
ulang di pasien CHF di rumah sakit penyakit kronis (Riyani, 2013).
adalah rendahnya pendidikan dan
kurangnya pendidikan kesehatan 2. Analisa Bivariat
tentang bagaimana perawatan di rumah, a. Gambaran insomnia pada penderita
penggunaan obat-obat yang tidak tepat, Congestive Heart Failure (CHF)
kurangnya komunikasi dan pemberi sebelum dan sesudah relaksasi otot
layanan kesehatan (caregiver), dan progresif.
kurangnya perencanaan tindak lanjut Gangguan tidur pada penderita
saat pasien pulang dari rumah sakit. CHF memang merupakan masalah
umum yang seringkali kali terjadi.
d. Pekerjaan Insomnia adalah salah satu fenomena
Pekerjaan yang berat diketahui umum dalam gangguan pola tidur yang
dapat menjadi beban dan menyebabkan sering kali terjadi pada pasien dengan
terjadinya gangguan kesehatan, CHF. Jangka panjang dapat
terutama pada sistem kardiovaskuler. menyebabkan menderita gejala somatic
Penelitian Biomedis Pennington di dan perkembangan penyakit bahkan
Baton Rouge, Lousiana (2008) dapat menimbulkan penyakit mental
menemukan data bahwa pria yang aktif (Hanun, 2011).
bekerja 10 persen lebih rendah terserang Hasil penelitian ini juga sejalan
gagal jantung. Sedang bagi wanita 20 dengan penelitian yang dilakukan oleh
persen lebih rendah diserang penyakit Rochmi (2010) yang menunjukkan
yang sama. Aktivitas fisik pada bahwa aktivitas fisik waktu luang
penderita Congestive Heart Failure seperti kegiatan di tempat kerja,
harus disesuaikan dengan tingkat gejala. perjalanan ke tempat kerja maupun
Aktivitas fisik yang cukup dapat aktivitas lainnya memberikan manfaat
meringankan gejala CHF, tetapi bagi kesehatan. Pada pria, aktivitas
aktivitas yang berlebihan dapat sedang selama waktu luang
memperburuk kondisi penderita CHF mengurangi risiko gagal jantung sebesar
(Vani, 2011). 17%, dan tingkat tinggi aktivitas
Kegiatan seseprang sebagai ibu waktu luang memberikan risiko sebesar
rumah tangga juga menempatkan klien 35 %. Pada wanita, memberikan risiko
pada risiko terkena penyakit jantung. 16 % untuk aktivitas aktivitas sedang
Hubungan antara pekerjaan dan dan 25 % untuk aktivitas tinggi .
kerentanan terkena penyakit kronis Aktivitas fisik selama bekerja juga
diduga dengan kegiatan fisik yang bermanfaat. Pada pria, aktivitas sedang
dilakukan klien. Individu yang berusi mengurangi risiko gagal jantung sebesar
lebih tua cenderung lebih sedikit 10%, sedangkan aktivitas fisik tinggi
melakukan aktivitas fisik dan lebih pasif selama bekerja mengurangi risiko
dibanding kelompok dewasa muda. Ibu sebesar 17 %. Pada wanita, aktivitas
rumah tangga tidak mengharuskan klien sedang mengurangi risiko gagal
untuk melakukan aktivitas yang tinggi. jantung sebesar 20%.
Kegiatan sehari-hari klien terbatas pada
773
Hasil uji sebelum dan sesudah Kegiatan teknik relaksasi otot
intervensi pada kelompok eksperimen progressif ini diharapkan tidak hanya
menunjukkan ada perbedaan yang dapat mengurangi insomnia namun juga
signifikan mean insomnia sebelum dan memicu perbaikan aktifitas dan
sesudah diberikan intervensi, sedangkan pengetahuan pasien CHF. Berdasarkan
hasil uji kelompok kontrol pengakuan responden diketahui bahwa
menunjukkan tidak ada perbedaan yang kegiatan penelitian ini menyebabkan
signifikan mean insomnia sebelum dan keaktifan dari pasien untuk
sesudah penilaian. Hasil uji kelompok memperbaiki kondisinya.
eksperimen dan kontrol menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan mean KESIMPULAN
insomnia sesudah diberikan intervensi. Berdasarkan hasil mean insomnia pada
Salah satu cara mengurangi kelompok eksperimen sebelum diberikan
insomnia adalah dengan tekhnik diberikannya teknik relaksasi otot progresif
relaksasi progressif. Relaksasi dengan pre-test yaitu 31.40 dan post-test yaitu
merupakan suatu bentuk teknik yang 23.27 dengan p value 0,000 < (0,05).
melibatkan pergerakan anggota badan Sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak.
dan bisa dilakukan dimana saja. Sehingga dapat disimpulkan terdapat
Peningkatan pemenuhan kebutuhan perbedaan yang signifikan antara mean
tidur dapat dilakukan dengan insomnia sebelum dan sesudah pemberian
mengajarkan cara-cara yang dapat diberikannya teknik relaksasi otot progresif
menstimulus dan memotivasi tidur pada kelompok eksperimen. Hasil analisa ini
(Potter & Perry, 2010). juga menunjukkan terjadi penurunan nili mean
Relaksasi otot progresif adalah insomnia sebelum dan sesudah responden
suatu cara dari teknik relaksasi yang mendapatkan teknik relaksasi otot progresif.
mengkombinasikan latihan nafas dalam
dan serangkaian kontraksi dan relaksasi SARAN
otot. Aktivitas yang termasuk dalam Perawat ruangan dapat membuat leaflet
kategori aktivitas ringan dan sedang ini atau poster teknik relaksasi otot progresif
sangat baik untuk digunakan (Smeltzer untuk pasien yang diletakkan diruang rawat
dan Bare, 2010). Relaksasi otot agar perawat dapat mengaplikasikan teknik
progressif ini juga dapat menurunkan relaksasi otot progresif kepada pasien dan
denyut nadi dan tekanan darah , pasien juga dapat melakukannya secara
mengurangi keringat dan frekuensi mandiri.
pernafasan, Relaksasi otot progressif ini
juga dinilai mampu dalam memberikan UCAPAN TERIMA KASIH
efek seperti obat anti ansietas pagi Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
penggunanya (Widodo, 2009). telah membantu dalam penelitian ini terutama
Hasil penelitian ini juga sejalan untuk pembimbing I, II dan penguji serta
dengan penelitian yang telah dilakukan semua pihak dan seluruh responden dalam
oleh Soleha (2011) yang telah penelitian ini.
melakukan penelitian terhadap 39 orang
lansia mengenai pengaruh insomnia 1Sarikadewi : Mahasiswa Program Studi
pada lansia di UPT PSTW Khusnul Keperawatan Universitas Riau, Indonesia.
Khotimah Pekanbaru, dimana melalui 2Bayhakki, M.Kep, Sp.KMB, PhD : Dosen
penelitiannya diketahui bahwa terdapat bidang keilmuan KMB Program Studi Ilmu
pengaruh antara tehnik relaksasi otot Keperawatan Universitas Riau, Indonesia.
progressif dengan tingkat insomnia 3Ns.Misrawati, M.Kep, Sp.Mat : Dosen
pada lansia dipanti jompo Werdha bidang keilmuan keperawatan Maternitas
Pekanbaru dengan nilai p value = 0,000 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
(p value < 0,05). Riau, Indonesia.

774
Rekam Medik RSUD Arifin Achmad
DAFTAR PUSTAKA Pekanbaru. (2014). Rekam medis
American Heart Association. (2012). Hearth pengolahan data.Pekanbaru: RSUD
disease and stroke statistik. Diperoleh Arifin Achmad Pekanbaru
pada tanggal 08 Juni 2014 dari Riyani, F. (2013). Analisis praktik klinik
http://ahajournal.org.com. keperawatan kesehatan masyarakat
Ari, D. (2010). Pengaruh relaksasi progresif perkotaan pada pasien penyakit jantung
terhadap tingkat kecemasan pada pasien kongestif yang mengalami ansietas di
skizofrenia di rumah sakit jiwa aerah ruang rawat gayatri rumah sakit
Surakarta. Skripsi. Unversitas Mardzoeki Mahdi Bogor. Diperoleh
Muhammadiyah Surakarta. pada tanggal 26 Januari 2015 dari
Bradke, P. (2009). Transisi depan program lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351586-
mengurangi readmissions untuk pasien PR-Fera%20Riyani.pdf.
gagal jantung. Diperoleh pada tanggal 08 Rochmi, (2010). Sistem Kardiovaskuler.
Januari 2015 dari Diperoleh pada tanggal 15 Januari 2015
http://translate.google.co.id/translate?hl= dari
id&langpair=en/jd&u=http://www.inova http://www.slideshare.net/snala26/makal
tions.ahrq.gov/content.aspx%3Fid%3D2 ah-gagal-jantung-kongestif-chf-
206. 24615167
Ewika, D. N. A. (2007). Perbedaan etiologi Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. (2010).
gagal jantung kongestif usia lanjut Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
dengan usia dewasa di Rumah Sakit EGC.
Kariadi Januari Desember 2006. Soleha. (2011). Pengaruh insomnia pada lansia
Diperoleh pada tanggal 01 Januari 2014 di UPT PSTW Khusnul Khotimah
dari Pekanbaru. Universitas Payung Negeri
eprints.undip.ac.id/22675/1/Desta.pdfv. Pekanbaru. Tidak dipublikasikan.
Hanun, S. (2011). Mengenal sebab-sebab, Suparyanto. (2009). Skala KSPBJ-IRS
akibat-akibat, dan cara terapi insomnia. (Kelompok Studi Psikiatri Biologi
Yogyakarta: Flash books. Jakarta-Insomnia Rating Scale).
Hasan, R. (2010). Nilai n-terminal pro-brain Diperoleh pada tanggal 15 September
natriuretic peptide. Diperoleh pada 2014 dari www.spelnet.com.
tanggal 15 januari 2015 dari The New York Heart Association. (2012). The
repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 New York Heart Association (NYHA):
9/21243/4/chapter%20ii.pdf Classes and increased mortality and
Hisch. (2009). Perbedaan jenis kelamin hospitalization in heart failure patients
mempengaruhi gagal jantung. Diperoleh with preserved left ventricular function.
pada tanggal 01 Januari 2015 dari Am Heart J: 2006. Vol 151. Issue 2.
http://www.majalah- Page 444-450.
farmacia.com/rubrik/onenews.asp?ID Vani, S. C. (2011). Penyakit penyerta dan gaya
News1383 hidup pada penyakit Congestive Heart
Ihsan, A.A. (2012). Energi Hypnosleep untuk Failure (CHF) di RS. Dr. Wahidin
hidup lebih sehat dan bahagia. Sudirohusodo dan RS. Stella Maris
Jogjakarta: Javalitera. Makassar tahun 2011. Diperoleh pada
Potter, P. A, & Perry, A. G. (2010). Buku ajar tanggal 01 Januari 2015 dari
fundamental keperawatan : Konsep, http://repository.unhas.ac.id/bitstream/ha
proses dan praktek. Edisi IV. Jakarta: ndle/123456789/385/BAB%20V%20Va
EGC. ni.docx?sequence=3
Putra. (2003). Pengaruh pemberian Cognitive Widodo, A. (2009). Pengaruh terapi relaksasi
Support terhadap koping pada pasien otot progresif terhadap perubahan
Congestive Heart Failure di RSU dr. tingkat insomnia pada lansia di
Soetomo Surabaya Posyandu Lansia Desa Gonilan,
Kartasura. Diperoleh pada tanggal 01
775
Januari 2015 dari
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstrea
m/handle/123456789/3623/
NESMA%20PUTRI-
ARIF%20WIDODO%20Fix.pdf?sequen
ce=1.
Wang, D (2008). Diurectics still the mainstay
of treatment. Critical care of medicine,
36 (1), s89-s94
World Health Organization (2012). World
health statistic. Di peroleh pada tanggal
12 Agustus 2014 pada
http://search.who.int/search?q=prevalenc
e+of+heart+failure&spell=1&ie
=utf8&site=who&clien

776

Anda mungkin juga menyukai