Anda di halaman 1dari 74

ISBD

SATUAN ACARA PERKULIAHAN


(S A P)
MATA
MATA KULIAH :
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
(ISBD)

Deskripsi Materi

MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DAN BUDAYA DASAR (ISBD)


BEBAN KREDIT : 2 ( DUA ) SKS

DESKRIPSI PERKULIAHAN
Dalam matakuliah ini diajarkan mengenai dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya
kepada para mahasiswa agar mampu mengkaji masalah sosial, kemanusiaan, dan budaya. Harapannya
adalah mahasiswa peka, tanggap, kritis, serta berempati atas solusi pemecahan masalah sosial dan
budaya secara arif.

<!-- more -->

TUJUAN

Setelah perkulihan ini mahasiswa diharapkan :

1. Mempunyai wawasan pengetahuan tentang gejala gejala di lingkungan sosial dan


kebudayaannya
2. Mahasiswa peka, tanggap, kritis, serta berempati atas solusi pemecahan masalah sosial dan budaya
secara arif.

LITERATUR

1. Joko Tri Prasetya dkk, 2004, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta, Rineka Cipta.

2. Ahmad Mustofa, 1999, Ilmu Budaya Dasar, Bandung, Pustaka Setia.

3. L.Dyson, Thomas Santosa, 1999, Ilmu Budaya Dasar, Surabaya, Manyar Jaya

4. http://massofa.wordpress.com, Materi IBD

5. Moh. Fathul Hidayat, 2000, Diktat Kuliah Ilmu Budaya Dasar, Tuban, IKIP PGRI Tuban.

6. Kartini Kartono, 1983, Patologi Sosial, Jakarta, Rajawali.

7. Ayu Sutarto, Setya yuwana Sudikan, 2004, Pendekatan Kebudayaan dalam Pembangunan Provinsi Jawa
Timur, Jember, Kompyawisda.

8. Koentjaraningrat, 2007, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta, Fahr Comtrad

9. William A. Haviland, 1999, Antropologi jilid 1, Jakarta, Erlangga.

10. William A. Haviland, 1999, Antropologi jilid 2, Jakarta, Erlangga.

11. Djoko Tri Prasetya, dkk, 2000, Tanya Jawab Ilmu Budaya Dasar, Jakarta, Rineka Cipta

12. Jacop Sumardjo, 2001, Menjadi Manusia ( Mencari esensi kemanusiaan perspektif Budayawan ),
Bandung, ROSDA

13. Usman Pelly dan Asih Menanti. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Proyek P&PMTK Dirjen PT.
Depdikbud.
14. Saifuddin Azwar, 1988, Sikap Manusia, Yogyakarta, Liberty.

15. Ilmu Sosial Dasar

16. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

17. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

18. 19. Karl Britton, 2009, Philosophy and The Meaning of Life, Yogyakarta, Arruz Media.

19. 20. Nur Hidayat, 2008, Mati Tapi Hidup ( Renungan inspirasi masalah sehari-hari ), Jakarta, Mizan.

20. 21. Dr. M. Munandar Soelaeman, 2007, Ilmu Budaya Dasar ( Suatu Pengantar ), Bandung, PT Refika
Aditama

21. Drs. Suparto W., MM. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia.

EVALUASI

Test 1 : 15%
Tes 2 : 15%
Tugas : 10%
Kehadiran/Partisipasi : 5%
UTS : 25%
UAS : 30%
nilai akhir mahasiswa bergantung pada hasil total evaluasi tersebut diatas .

NILAI

A : 80 100

B : 70 79

C : 56 69

D : 46 55

E: < 46

KEHADIRAN/ PARTISIPASI

Mengingat materi perkuliahan yang berkesinambungan dan membutuhkan partisipasi aktif para peserta
baik individual maupun kelompok, kehadiran mahasiswa dalam setiap pertemuan sangat penting.
TES 1, TES 2, UTS, DAN UAS

Materi tes 1 bersumber pada topik pertemuan 1, 2, 3 dan 4. Materi tes 2 berasal dari topik pertemuan 7,
8, 9. Materi uts berasal dari pertemuan 1 sampai dengan 6.

TUGAS

Mahasiswa/ kelompok membuat konsep pemikiran dan menyajikannya tentang materi kajian
pokok bahasan yang sudah ditentukan ( ex: materi hakikat manusia, kpb: manusia sebagai
makhluk budaya )
Setiap pertemuan, mahasiswa mengerjakan tugas evaluasi dan studi kasus.

PERATURAN KELAS

Mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti aktivitas perkuliahan atau dianggap absen jika:
tidak memakai sepatu

tidak berpakaian sebagaimana ketentuan perkuliahan yang berlaku di stkip pgri situbondo.

Mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti tes jika tidak mengumpulkan tugas.

MATERI PERKULIAHAN

I. PENDAHULUAN
Tujuan:

Pengenalan SAP

II. MANUSIA SEBAGAI MAHLUK BUDAYA


Tujuan:

MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU:

1. Menganalisis makna manusia sebagai mahluk berbudaya.


2. Menjelaskan hakikat kemanusiaan dan kebudayaan.
3. Membedakan antara etika dan estetika berbudaya.
4. Menunjukkan sikap hormat dan menghargai sesama manusia.

MATERI PEMBELAJARAN II
1. Hakikat Manusia sebagai mahluk budaya.
2. Apresiasi terhadap kemanusiaan.
3. Etika dan Estetika berbudaya.
4. Memanusiakan manusia.
KATA KUNCI

Akal budi, budaya, kebudayaan, etika, estetika

III. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN SOSIAL


TUJUAN:

MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU:

1. Menganalisis hakikat manusia sebagai individu dan mahluk sosial.


2. Mengemukakan perannya sebagai makhluk individu dan sosial.
3. Menunjukkan interaksi sosial yang terjadi di masyarakat.
4. Mencari jalan keluar atas dilema kepentingan diri dan masyarakat.

MATERI PEMBELAJARAN III

1. Hakikat manusia sebagai makhluk individu dan sosial.


2. Fungsi dan peranan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
3. Dinamika interaksi sosial.
4. Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
KATA KUNCI

Individu, sosial, interaksi sosial

V. MANUSIA DAN PERADABAN


TUJUAN:

Lanjutan Bab IV

Mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menemutunjukkan adanya evolusi budaya dan dinamika peradaban.


2. Mengidentifikasi problem yang ada pada peradaban global

MATERI PEMBELAJARAN V

1. Dinamika peradaban global.


2. Problematika peradaban global pada kehidupan manusia.
KATA KUNCI

Peradaban, kebudayaan, masyarakat madani, global

VI. TES I
TUJUAN:

mahasiswa dites untuk mengetahui seberapa jauh pemahamannya tentang materi yang telah diberikan
dari pertemuan I sampai dengan pertemuan V.

UJIAN TENGAH SEMESTER


( UTS )

Jadwal Ditentukan Kemudian

VII. MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESETARAAN


TUJUAN :

MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU:

1. Menjelaskan hakikat keragaman dan kesetaraan dalam diri manusia.


2. Menganalisis kemajemukan dan kesetaraan dalam diri bangsa Indonesia.
3. Mengidentifikasi kemajemukan dan kesetaraan dalam diri bangsa Indonesia.
4. Memberi contoh problema yang muncul dari adanya keragaman dan kesetaraan serta solusinya.

MATERI PEMBELAJARAN VII

1. Hakikat keragaman dan kesetaraan manusia.


2. Kemajemukan dalam dinamika sosial budaya.
3. Kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa.
4. Problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan.
KATA KUNCI

Keragaman, kesetaraan, kesederajatan, kemajemukan

VIII. MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM


TUJUAN:

Mahasiswa diharapkan mampu:


1. Mengemukakan hakikat nilai, norma, moral, dan hukum.
2. Menjelaskan pentingnya nilai, norma, moral, dan hukum bagi manusia.
3. Mengemukan tujuan hukum bagi masyarakat.
4. Membedakan perilaku melanggar etik dan melanggar hukum.
5. Memposisikan diri terhadap pelaku pelanggaran etik dan pelanggaran hukum.
MATERI PEMBELAJARAN VIII

1. Hakikat, fungsi, perwujudan nilai, moral, dan hukum.


2. Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan.
3. Problematik nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat.
KATA KUNCI

Nilai, norma, moral, hukum, keadilan

IX. MANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI


TUJUAN:

Mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menjelaskan hakikat dan makna sains, teknologi, dan seni bagi manusia.
2. Menguraikan berbagai dampak penyalahgunaan Ipteks pada kehidupan.
3. Mengemukakan berbagai problematika pemanfaatan Ipteks di Indonesia.

MATERI PEMBELAJARAN IX

1. Hakikat dan makna sains, teknologi, dan seni bagi manusia.


2. Dampak penyalahgunaan Ipteks pada kehidupan.
3. Problematika pemanfaatan Ipteks di Indonesia.
Kata Kunci

Sains, teknologi, seni, manusia

X. MANUSIA DAN LINGKUNGAN


Tujuan:

Mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menjelaskan hakikat dan makna lingkungan bagi manusia.


2. Menguraikan pentingnya kualitas penduduk dan lingkungan bagi kesejahteraan.
3. Mengidentifikasi masalah lingkungan sosial budaya.
MATERI PEMBELAJARAN X
1. Hakikat dan makna lingkungan bagi manusia.
2. Kualitas penduduk dan lingkungan terhadap kesejahteraan.
3. Problematika lingkungan sosial budaya yang dihadapi masyarakat.
KATA KUNCI

Lingkungan hidup, lingkungan sosial

XI. TES 2

Mahasiswa Dites Untuk Mengetahui Seberapa Jauh Pemahamannya Tentang Materi Yang Telah
Diberikan

XII. REVIEW

Review keseluruhan materi


Mahasiswa menilai dosen sebagai bahan evaluasi kinerja dosen (ekd).
PEMBENTUKAN KELOMPOK

Setiap kelompok terdiri dari 2-3 orang

Membuat makalah untuk dipresentasikan

Jumlah halaman maksimal 2 halaman.

Kerangka Waktu Dalam Pertemuan Perkuliahan

PENDAHULUAN : 10 MENIT
PRESENTASI KELOMPOK: 45 MENIT
- 10 MENIT PENYAJIAN

- 30 MENIT TANYA JAWAB

- 5 KESIMPULAN

EKSPLORASI KAJIAN : 25 MENIT


EVALUASI/ PENUTUP : 10 MENIT
METODE PEMBELAJARAN

Diskusi
Responsi
Studi kasus
Jadilah Manusia Biasa Dan Mengerti Akan Manusia -Jadilah Manusia Yang Paling Manusia Dan
Manusiakanlah Manusia ( Mustofa Bisri )

MATERI PERTEMUAN II
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA

Bahan penyusunan ini kami ambil, terutama dari buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar oleh Drs.
Hermanto, M.Pd, M.Si dan Winarno, S.Pd., M.Si.

A. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan di dunia. Makhluk Tuhan dialam fana ini ada empat
macam, yaitu alam, tumbuhan, binatang, dan manusia. Sifatsifat yang dimiliki keempat makhluk Tuhan
tersebut sebagai berikut.

1. Alam memiliki sifat wujud

2. Tumbuhan memiliki sifat hidup dan wujud

3. Binatang memiliki sifat wujud, hidup dan dibekali nafsu

4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup dibekali nafsu serta akal budi

Akal budi merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk
lain. Kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain terletak pada akal budi. Anugerah Tuhan akan akal
budilah yang membedakan manusia dari makhluk lain. Akal adalah kemampuan berpikir manusia
sebagai kodrat alami yang dimiliki. Berpikir merupakan perbuatan operasional dari akal yang mendorong
untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Jadi, fungsi dari akal adalah
berpikir. Karena manusia yang dianugerahi akal maka manusia dapat berpikir. kemampuan berpikir
manusia juga digunakan untuk memecahkan maslaahmasalah hidup yang dihadapi.

Budi berarti juga akal. Budi berasal dari bahasa Sansekerta budha yang artinya akal. Budi
menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia adalah bagian dari kata hati yang berupa panduan akal dan
perasaan dan yang dapat membedakan baikburuk sesuatu. Budi dapat pula berarti tabiat, perangai
dan akhlak. Sutan Takdir Alisyahbana mengungkapkan bahwa budilah yang menyebabkan manusia
mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan
penilaian objektif terhadap objek dan kejadian.

Dengan akal budinya, manusia mampu menciptakan, mengkreasi, memperlakukan,


memperbarui, memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan
hidup manusia. Contohnya manusia bisa membangun rumah, membuat aneka masakan, menciptakan
beragam jenis pakaian, membuat alat transportasi, sarana komunikasi dan lainlain. Binatang pun
bisa membuat rumah dan mencari makan. Akan tetapi, rumah dan makanan suatu jenis makanan tidak
pernah berubah dan berkembang. Rumah burung (sarang) dari dulu sampai sekarang tetap saja
wujudnya, tidak ada pembaharuan dan peningkatan. Manusia dengan kemampuan akal budinya bisa
memperbaharui dan mengembangkan sesuatu untuk kepentingan hidup.

Kepentingan hidup manusia adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Secara
umum, kebutuhan manusia dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kebutuhan yang
bersifat kebendaan (saranaprasarana) atau badani atau ragawi atau jasmani/biologis. Contohnya
adalah makan, minum, bernafas, istirahat dan seterusnya. Kedua, kebutuhan yang bersifat rohani atau
mental atau psikologi. Contohnya adalah kasih sayang, pujian perasaan aman, kebebasan, dan
sebagainya.

Abram Maslow seorang ahli psikologi, berpendapat bahwa kebutuhan manusia dalam hidup
dibagi menjadi lima tingkatan. Kelima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan psikologis (physiological needs). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar, primer dan vita.
Kebutuhan ini menyangkut fungsifungsi biologis dasar dari organisme manusia, seperti kebutuhan akan
makanan, pakaian tempat tinggal, sembuh dari sakit, kebutuhan seks dan sebagainya.

2. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan (safety and security needs). Kebutuhan ini menyangkut
perasaan, seperti bebas dari rasa takut, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang,
kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagaimya.

3. Kebutuhan sosial (sosial needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai
pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerja sama, persahabatan, interaki, dan
seterusnya.

4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan dihargainya
kemampuan, kedudukan jabatan, status, pangkat, dan sebagainya.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk
memaksimalkan penggunaan potensipotensi, kemampuan, bakat, kreativitas, ekspresi diri, prestasi dan
sebagainya.

Menurut Maslow, kebutuhan manusia pertamatama diawali dari kebutuhan psiklogis atau
paling mendesak kemudian secara bertahap beralih ke kebutuhan tingkat di atasnya sampai tingkatan
tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Beliau menjelaskan bahwa kita tidak dapat memenuhi
kebutuhan kita yang lebih tinggi kalau kebutuhan yang lebih rendah belum terpenuhi. Itu berarti
kebuthan nomor lima akan diupayakan pemenuhannya kalau kita sudah memenuhi kebutuhan
kebutuhan sebelumnya. Jadi, kebutuhan manusia bertingkat dan membentuk hirarki.

Dengan akal budi, manusia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga mampu
mempertahankan serta meningkatkan derajatnya sebagi makhluk yang tinggi bila dibandingkan dengan
makhluk lainnya. Manusia tidak sekedar homo, tetapi human (manusia yang manusiawi). Dengan
demikian, manusia memiliki dan mampu mengembangkan sisi kemanusiaannya.

Dengan akal budi manusia mampu menciptakan kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah
hasil akal budi manusia dalam interaksinya, baik dengan alam maupun manusia lainnya. Manusia
merupakan makhluk yang berbudaya. Manusia adalah pencipta kebudayaan.

B. Apresiasi Terhadap Kemanusiaan dan Kebudayaan

1. Manusia dan Kemanusiaan

Istilah kemanusiaan berasal dari kata manusia mendapat tambahan awalan kedan akhiranan
sehingga menjadikan kata benda abstrak. Manusia menunjuk pada benda konkret, sedangkan
kemanusiaan merupakan kata beda abstrak. Dengan demikian kemanusiaan disebut dengan human.

Kemanusiaan berarti hakikat dan sifatsifat khas manusia sebagai makhluk yang tinggi harkat
matabatnya. Kemanusiaan menggambarkan ungkapan akan hakikat dan sifat yang seharusya dimiliki
oleh makhluk yang bernama manusia. Kemanusiaan merupakan prinsip atau nilai yang berisi
keharusan/tutunan untuk berkesuaian dengan hakikat dari manusia.

Hakikat manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam arti parsial. Misalkan manusia
dikatakan sebagai homo economicus, homo faber, homo socius, homo homini lupus, zoon politicon, dan
sebagainya. Namun pandangan demikian tidak bisa menjelaskan hakikat manusia secara utuh.

Hakikat manusia Indonesia berdasarkan Pancasila sering dikenal sebagai sebutan hakikat kodrat
monopluralis.

Hakikat manusia terdiri atas :

Monodualis susunan kodrat manusia yang terdiri dari aspek keragaan, meliputi wujud materi argonasis
benda mati, vegetatif, dan animalis, serta aspek kejiwaan meliputi cipta, rasa dan karsa.

Monodualis sifat kodrat manusa terdiri atas segi individu dan segi sosial.

Monodualis kedudukan kodrat meliputi segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang berkepribadian
merdeka (berdiri sendiri) sekaligus juga menunjukkan keterbatasannya sebagai makhluk Tuhan.

Karena manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi maka manusia hendaknya
mempertahankan hal tersebut. Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan harkat dan
martabatnya tersebut, maka prinsip kemanusiaan berbicara. Prinsip kemanusiaan mengandung arti
adanya penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur itu. Semua
manusia adalah luhur, karena itu manusia tidak harus dibedakan perlakuannya karena perbedaan suku,
ras, keyakinan status sosial ekonomi, asalusul dan sebagainya.
Ada ungkapan bahwa the mankind is one ( Kemanusiaan adalah satu ). Dengan demikian, sudah
sewajarnya antar sesama manusia tidak saling menindas, tetapi saling menghargai dan saling
menghormati dengan pijakan prinsip kemanusiaan. Prinsip kemanusiaan yang ada dalam diri manusia
menjadi penggerak manusia untuk berperilaku yang seharusnya sebagai manusia.

Dalam pancasila sila kedua terdapat konsep kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan
yang adil dan beradab berarti sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia
yang sopan dan susila yang berdasarkan atas nilai dan norma moral. Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah kesadaran akan sikap dan perbuatan yang didasarkan pada budi nurani manusia yang
dihubungkan dengan normanorma baik terhadap diri-sendiri, sesama manusia, maupun terhadap
lingkungannya.

2. Manusia dan Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang berkaitan dengan budi dan akal. Ada
pendapat lain mengatakan budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi merupakan unsur rohani,
sedangkan daya adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian, budaya merupakan hasil budi dan
daya dari manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu
mengolah dan mengerjakan. Dalam Bahsa Belanda, cultuur berarti sama dengan culture. Culture atau
cultuur bisa diartikan juga sebagi mengolah tanah dan bertani. Dengan demikian, kata budaya ada
hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengelola sumbersumber kehidupan, dalam hal ini
pertanian. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.

Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh sebagai berikut
:

1. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari suatu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai super organik.

2. Andreas eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseruhan pengertian, nilai, norma, ilmu
pengetahuan, serta keseluruhan strukturstruktur sosial, religius, dan lainlain, ditambah lagi dengan
segala intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

3. Eward B, Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya mengandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuankemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota suatu masyarakat.

4. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan
cipta masyarakat.

5. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia
yang harus dibiasakan dengan belajar besirat dari hasil budi pekerti
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan sebagai
sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan seharihari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda- benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan berupa benda- benda yang bersifat nyata, misalnya polapola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lainlain, yang kesemuanyan ditujukan untuk
membantu Manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakatnya.

J.J Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.

a. Gagasan (wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai,
norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan bukubuku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

b. Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitasaktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia
lainnya menurut polapola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan seharihari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

c. Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya
semua manusia dalam masyarakat berupa benda benda atau halhal yang dapat diraba, dilihat dan
didokumentasikan. Sifatnya paling kongkret diantara ketiga wujud kebudayaan,

Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu

1. Suatu kompleks ide, gagasan, nilai norma dan sebagainya

2. Suatu kompleks aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat

3. Suatu benda-benda hasil karya manusia

Sedangkan mengenai unsur kebudayaan, dikenal adanya tiga usur kebudayaan yang bersifat
universal. Ketujuh unsur tersebut dikatakan universal karena dapat dijumpai dalam setiap kebudayaan
dimanapun dan kapan pun berada.

Tujuh unsur kebudayaan tersebut yaitu :

1. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup


2. Sistem mata pencaharian hidup

3. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial

4. Bahasa

5. Kesenian

6. Sistem pengetahuan

7. Sistem religi

Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugerahi akal dan budi daya.
Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangkan kebudayaan. Terciptanya
kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengan segala isi alam raya ini. Hasil interaksi binatang
dengan alam sekitar tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasaan saja.
Hal ini karena binatang tidak dibekali akal budi, tetapi hanya nafsu dan naluri tingkat rendah.

Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah makhluk berbudaya.
Kebudayaan adalah ekspresi eksistesi manusia di dunia. Dengan kebudayaannya manusia mampu
menampakkan jejakjejaknya dalam panggung sejarah dunia.

C. Etika dan Estetika Kebudayaan

1. Etika Manusia dalam Berbudaya

Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika adalah ajaran
tentang baikburuk, yang diterima umum atau tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.
Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika
berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalahmasaah yang
berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. Dalam hal ini, etika termasuk
dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baikburuk perbuatan manusia.

Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada tiga jenis makna etika
sebagai berikut :

a. Etika dalam arti nilainilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang
dalam mengatur tingkah laku.

b. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah kode etik)

c. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk . Disini etika sama artinya dengan
filsafat moral.
Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna etika yang pertama.
Nilainilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Nilai etik diwujudkan kedalam norma
etik, norma moral, norma kesusilaan.

Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau
sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup
pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.

Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar tebetuk kebaikan akhlak pribadi guna
penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Membunuh, berzina,
mencuri, dan sebagaiya. Tidak hanya dilarang oleh norma kepercayaan atau keagamaan saja, tetapi
dirasaan juga sebagai bertentangan dengan (norma) kesusilaan dalam setia hati nurani manusia. Norma
etik hanya membebani manusia dengan kewajibankewajiban saja.

Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak
ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Batinnya sendirilah yang
mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaaan diluar
dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran norma etik, misalnya pencurian atau
penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar itu rasa penyesalan, rasa malu, takut, dan
merasa bersalah.

Daerah berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh ideologi
masyarakat pendukungya. Perilaku membunuh adalah perilaku yang amoral, asusila atau tidak etis.
Pandangan itu bisa diterima oleh orang dimana saja atau universal. Namun, dalam hal tertentu, perilaku
seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku yang amoral. Etika
masyarakat Timur mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.

Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku. Dengan norma etik,
manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan juga mana perilaku yang buruk. Norma etik
menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik. Manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu
baik sesuai dengan normanorma etik.

Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia yang beretika
akan menghasilkan budaya yang memiliki nilainilai etik pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan
atau keharusan bahwa budaya yang diciptakan manusia mengandung nilainilai etik yang kurang lebih
bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilainilai etik adalah
budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahakan mampu meningktkan harkat dan martabat
manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau
bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.

Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu memenuhi
nilainilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung dari paham atau ideologi yang
diyakini masyarakat pendukung kebudayaan . Hal ini dikarenakan berlakunya nilainilai etik bersifat
universal, namun amat dipengaruhi oleh ideologi masyarakatnya.

Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi, bahkan bermesraan
di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan hal demikian bukanlah perilaku yang etis, tetapi
akan ada sebagian orang atau masyarakat yang berpandangan hal tersebut merupakan suatu
penyimpangan etik.

2. Estetika Manusia dalam Berbudaya

Estetika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika berkaitan dengan
nilai indahjelek (tidak indah). Nilai estetika berari nilai tentang keindahan. Keindahan dapat diberi
makna secara luas, secara sempit, dan estetik murni.

a. Secara luas keindahan mengandung ide kebaikan, bahwa segala sesuatunya yang baik termasuk
yang abstrak maupun nyata yang mengandung ide kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas
meliputi banyak hal, seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indah, dan kebajikan yang
indah. Indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh yang ada apakah merupakan hasil seni, alam,
moral, dan intelektual.

b. Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan (bentuk dan warna).

c. Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala
sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan, pendengaran perabaan dan perasaan, yang semuanya
dapat menimbulkan persepsi (anggapan) indah.

Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai tentang baikburuk,
sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indahjelak. Sesuatu yang estetik berarti memenuhi
unsur keindahan (secara estetik murni maupun secara sempit, baik dala bentuk, warna, garis, kata,
ataupun nada). Budaya yang estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur keindahan.

Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak orang, namun nilai
estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah bagi orang
lain. Misalkan dua orang memandang sebuah lukisan. Orang yang pertama akan mengakui keindahan
yang terkandung dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali tidak menemukan
keindahan di lukisan tersebut.

Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. Kita tidak bisa
memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita. Nilainilai
estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.

Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur
keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan. Di sinilah manusia berusaha berestetika
dalam berbudaya. Semua kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilainilai estetik bagi masyarakat
pendukung budaya tersebut. Halhal yang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan
menciptakan aneka ragam budaya.

Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya, budaya sukusuku bangsa
Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan pakaiannya mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya,
bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.

Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak sematamata dalam berbudaya harus memenuhi
nilainilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia (individu atau
masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainya. Keindahan adalah
subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetika dari budaya lain.
Estetika berbudaya yang demikian akan mampu memecah sekatsekat kebekuan, ketidak percayaan,
kecurigaan, dan rasa inferioritas antar budaya.

D. MEMANUSIAKAN MANUSIA

Manusia tidak hanya sebatas menjadi homo, tetapi harus meningkatkan diri menjadi human.
Manusia harus memiliki prinsip, nilai, dan rasa kemanusiaan yang melekat dalam dirinya. Manusia
memiliki perikemanusiaan, tetapi binatang tidak bisa dikatakan memiliki perbintangan. Hal ini karena
binatang tidak memiliki akal budi, sedangkan manusia memiliki akal budi yang bisa memunculkan rasa
atau perikemanusiaan. Perikemanusiaan inilah yang mendorong perilaku baik sebagai manusia.

Memanusiakan manusia berarti perilaku manusia untuk seantiasa menghargai dan menghormati
harkat dan derajat manusia lainnya. Memanusiakan manusia memberi keuntungan bagi diri sendiri
maupun orang lan. Bagi diri sendiri akan menunjukan harga diri dan nilai luhur pribadinya sebagai
manuia. Sedangkan bagi orang lain akan memberikan rasa percaya, rasa hormat, kedamaian, dan
kesejahteraan hidup.

Sebaliknya, sikap tidak manusiawi terhadap manusia lain hanya akan merendahkan harga diri
dan martabatnya sebagai manusia yang sesungguhnya makhluk mulia. Sedangkan bagi orang lain
sebagai korban tindakan yang tidak manusiawi akan menciptakan penderitaan, kesusahan, ketakutan,
perasaan dendam, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bahwa perseteruan, pertentangan, dan
peperangan terjadi diberbagai belahan dunia adalah karena manusia belum mampu memanusiakan
manusia lain, dan sekelompok bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan atau kolonialisme adalah
contoh prilaku satu bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan.

Dewasa ini, perilaku tidak manusiawi dicontohkan dengan adanya kasus kekerasaan terhadap
para pembantu rumah tangga. Misalkan seorang pembantu disiksa, tidak diberi upah, dikurung dalam
rumah,dan sebagainya. Para majikan telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip kemanusiaan.
Sikap dan perilaku memanusiakan manusia didasarkan atas prinsip kemanusiaan yang disebut
the mankind is one. Prinsip kemanusiaan tidak membeda-bedakan kita memperlakukan orang lain atas
dasar warna kulit,suku,agama,ras,asal,dan status sosial ekonomi. Kita tetap harus manusiawi terhadap
orang lain, apa pun latar belakangnya, karena semua manusia adalah makhluk Tuhan yang sama harkat
dan martabatnya. Perilaku yang manusiawi atau memanusiakan manusia adalah sesuai dengan kodrat
manusia. Sebaliknya, perilaku yang tidak manusiawi bertentangan dengan hakikat kodrat manusia.
Perilaku yang tidak manusiawi akan mendatangkan kerusakan hidup manusia.

Tugas
1. Ada kasus wanita yang rela menjajakan diri demi memenuhi kepentingan hidupnya. Mereka bekerja di
klub-klub malam, menjadi wanita panggilan, bahkan bertebaran dipinggir-pinggir jalan pada malam hari.
Menurut pandapat anda, apakah perilaku mereka dikategorikan telah merendahkan harkat dan
martabatnya sendiri sebagai manusia ? Kemukakan argument anda di muka kelas !!

2. Tunjukkan perilaku yang manusiawi dengan perilaku yang tidak manusiawi ! Lakukan dengan cara
mengkliping pemberitaan dan media mengenai dua hal tersebut !!

3. Globalisasi, termasuk globalisasi budaya saat ini tengah melanda diri bangsa Indonesia. Apakah menurut
anda globalisasi budaya itu berdampak positif atau negatif bagi manusia Indonesia ? Kemukakan di
muka kelas !!

APRESIASI TERHADAP KEMANUSIAAN DAN KEBUDAYAAN

1. manusia dan kemanusiaan


istilah kemanusiaan berasal dari kata manusia mendapat tambahan awalan ke dan
akhiran-an sehingga menjadikan kata benda abstrak. manusia menunjuk pada kata benda
konkret, sedangkan kemanusiaan kata benda abstrak. dengan demikian kemanusiaan tidak dapat
dipisahkan dari manusia. manusia adalah homo sedangkan kemanusiaan adalah human.
kemanusiaan berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia sebagai makhluk yang tinggi
harkat dan martabatnya. kemanusiaan menggambarkan ungkapan akan hakikat dan sifat yang
seharusnya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. kemanusiaan merupakan prinsip atau
nilai yang berisi keharusan/tuntutan/ untuk berkesesuaian dengan hakikat dari manusia.
hakikat manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam arti parsial, misalkan,
manusia dikatakan sebagai homo economicus, homo faber, homo socius,homo homini lupus,
zoon politicon dan sebagainya. namun pandangan demikian tidak bisa menjelaskan hakikat
manusia scara utuh
hakikat manusia berdasarkan pancasila sering dikenal dengan sebutan hakikat kodrat
mono prulalis, hakikat manusia terdiri atas ;
1. mono dualis, susunan kodrat manusia dari segi aspek keragaan.meliputi wujud materi anorganis
banda mati, vegetative, dan animalis serta aspek kejiwaan meliputi cipta, rasa dan karsa.
2. monodualis sifat kodrat manusia terdiri dari segi individu dan segi social.
3. monodualis kedudukan kodrat meliputi segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang
berkepribadian merdeka (berdiri sendirii) sekaligus juga menunjukan keterbatasannya sebagai
makhluk tuhan.

hakikat manusia harus dipandang secara utuh, manusia merupakan makhluk tuhan yang
paling sempurna, karena ia dibekali akal budi. manusia memiliki harkat dan derajad yag tinggi.
harkat adalah nilai sedangkan derajat adalah kedudukan. pandangan demikian berlandaskan
pada ajaran agama yang diyakini oleh manusia sendiri . contoh dalam ajaran agama islam surah
at-tin ayat 4 dikatakan sesungguhnya kami (allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.
karena manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi maka manusia hendaknya
mempertahankan hal tersebut. dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan hal tersebut,
maka prinsip kemanusiaan berbicara, prinsip kemanusiaan mangandung arti adanya penghargaan
dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur itu, semua manusia adalah
luhur, karena itu manusia tidak harus dibedakan perlakuannya hanya karea perbedaan
suku,ras,keyakinan,status social ekonomi, asal usul dan sebagainya.
ada ungkapan bahwa the makind is one (kemanusiaan adalah satu). dengan demikian,
sudah sewajarnya antar semua manusia tidaksaling mennindas, tapi saling menghargai dan
menghormati dengan pijakan prinsip kemanusiaan.prinsip kemanusiaan yang ada pada diri
manusia menjadi penggerak manusia untuk berperilaku yang seharusnya sebagai manusia.
dalam pancasila sila kedua terdapat konsep kemanusiaan yang adil dan beradap.
kemanusiaan yang adil dan beradab berarti sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan
kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila yang berdasarkan atas nilai dan norma moral.
kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran akan sikap dan perbuatan yang didasarkan
pada budi murni manusia yang dihubungkan dengan norma-norma, baik terhadap diri sendiri,
sesame manusia, maupun terhadap lingkungannya..
2. manusia dan dan kebudayaannya
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu budhayah yang merupakan bentuk
jamak dari budhi (budhi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal. ada pendapat lain mengetakan budaya berasal dari kata budi dan daya. budi merupakan
unsure rohani, sedangkan daya adalah unsure jasmani manusia. dengan demikian, budaya
merupakan hasil budi dan daya dari manusia.
dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata lain colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. dalam bahasa belanda, cultur berarti sama dengan culture,
cultur atau culture bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. dengan demikian kata
budaya ada hubungannya dengn kemampuan manusia dalam mengelola sumber-sumber
kehidupan, dalam hal ini pertanian. kata culture juga terkadang diterjemahkan sebagai kultur
dalam bahasa Indonesia.
kebudayaan sebagai system pengetahuan yang meliputi system idea tau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan bersifat
abstrak. sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa prilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social,religi,seni, dan lain-lain, yang
kesemuannya ditujukan untuk membentu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakatnya.
C. ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA

1. etika manusia dalam berbudaya


kataetika berasal dari bahasa yunani, yaitu etos, secara etimologis etika adalah ajaran tentang
baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban dan sebagainya. etika bisa
disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak atau kesusilaan. etika
berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah
yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. dalam hal ini , etika
termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baik-buruk
perbuatan manusia.
namun, etika memiliki makna yang bervariasi, bertens menyebutkan ada tiga jenis makna
etika sebagai berikut.
a. etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok
orang dalam mengatur tingkah laku.
b. etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud di sini adalah kode etik)
c. etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk. disini etika sama artinya dengan filsafat
moral
etika sebagai nilai dan dan norma etik atau moral berhubungan denganmakna etika yang pertama
. nilai-nilai etik adalah nilai tentang bik buruk kelakuan manusia. nilai etik diwujudkan kedalam
norma etik, norma moral atau norma kesusilaan.
norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusiasebagai makhluk social
atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir.norma ini dapat melengkapi
ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
norma etik ditujukan kepada umat manusia agar terbetuk kebaikan akhlak pribadi guna
pnyempurnaan bentuk manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat.
membunuh,berzinah,mencuri dan sebagainya, tetapi dirasakan juga sebagai bertentangan dengan
norma kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. orma etik hanya membebani manusia dengan
kewajiban-kewajiban saja.
asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak
ditujukan kepada sikap lahir. tetapi ditunjukan kepada sikap batin manusia. batinnya sendirilah
yang mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dengan sanksi itu. kalau terjadi
pelanggaran norma etik, misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati
nurani si pelanggar itu penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah.
daerah berlakunya norma etik relative universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh
ideology masyarakat pendukungnya. prilaku membunuh adalah prilaku yang amoral,asusila, atau
tidak etis. pandangan ini bisa diterima oleh dimana saja atau universal. namun, dalam hal
tertentu, perlaku seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku
amoral. etika masyarakat timu mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berprilaku. dengan norma
etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. norma
etik menjadi semacam das-sollen untuk berperilaku baik. manusia yang beretika berarti perilaku
manusia itu baik sesuai dengan norma-norma etik.
budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta,rasa dan karsa manusia. manusia yang
beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai-nilai etik pula. etika berbudaya
mengandung tuntutan/keharusan bahwa budaya yang dicptakan manusia mengandung nili-nilai
rtik yang kurang lebih bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. budaya yang
memiliki nilai-nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. sebaliknya, budaya yang tidak beretika
adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu
memenuhi nilai-nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantug dari paham atau
ideology yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan. hal ini dikarenakan berlakunya nilai-
nilai etik bersifat universal, namun amat dipengeruhi oleh ideology masyarakatnya.
contohnya, budaya perilaku berduaan di jalan antara sepasang muda mudi, bahkan
bermesraan di depan umum. masyarakat individu menyatakan demikian bukanlah perilaku tidak
etis, tetapi aka nada sebagiano orang atau masyarakat yang berpandangan hal tersebut
merupakan penyimpangan etik.
2. estetika manusia dalam berbudaya
etika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. estetika berkaitan dengan nilai-
nilai jelek (tidak indah). nilai estetikaberarti nilai tentang keindahan. keindahan dapat diberi
makna secara luas, secara sempit dan estetik murni.
a. secara luas, keindahan mengandung nilai kebaikan. bahwa segala sesuatu yang baik termasuk
yang abstrak maupun nyata yang mengandung ide kebaikan adalah indah. keindahan dalam arti
luas meliputi banyak hal ,seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indahdan
kebajikan yang indah. indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh yang ada.apakah
merupakan hasil seni, alam moral, dan intelektual.
b. secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup presepsi penglihatan (bentuk dan warna)
c. secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan
segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan, pendengaran,peradapan, dan perasaan,
yang semuanya dapat menimbulkan presepsi (anggapan) indah.

jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai yang berkitan
dengan baik-buruk, sedangkan estetika yang berkaitan dengan indah jelek. sesuatu yang estetik
berarti memenuhi unsure keindahan (secaraestetik murni maupun secara sempit, baik dalam
bentuk warna , garismkata, ataupun nada). budaya yang estetik berarti budaya itu memiliki
unsure keindahan.
apabilai nilai etik bersifatrelativuniversal, dalam arti bisa diterima banyak orang, namun
nilai estetik amat subjektif dan particular. sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah
bagi orang lain. misalkan dua orang memandang sebuah lukisan, orang pertama akan mengakui
keindahan yang terkandung di dalam luksan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali
tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. kita tidak bisa
memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita,
nilai-nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.
budaya sebagai hasil karya mausia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsure
keindahan. manusia sendiri memang suka akan keindahan. disinilah manusia berusaha
berestetika dalam berbudaya. semua budaya pastilah dipandang memiliki nilai-nilai estetik bagi
masyarakat pendukung budaya tersebut. hal-halyang indah dan kesukaannya pada keindahan
diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.
namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang di pandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. contohnya, budaya suku-suku
bangsa di Indonesia. tarian suatu suku berikut penari mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya,
bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata dalam berbudaya harus memenuhi
nilai-nilai keindahan. lebih dari itu estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia untuk
menghargai keindahan budayayang dihasilkan oleh manusia lainnya.keindahan adalah subjektif.
tetapi kita akan dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetik.
5. BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KEKUATAN PSIKISNYA
Menurut pandangan aliran psikoanalisa kesenian, kesusasteraan, dan 9segala jenis
idealisme sosial dan politik muncul dari kenyataan bahwa kekuatan psikis yang dapat
ditanamkan di dalam obyek-obyek yang secara sosial dapat diterima, memberiknnya suatu nilai
yang tegas dan pasti. Masalah besar yang dihadapi sosiologi dewasa ini ialah menemukan cara-
cara untuk mempergunakan kekuatan psikis ini sehingga bermanfaat secara kemasyarakatan.
Telah kita pahami bahwa idealisasi dan sublimasi adalah bentuk-bentuk khusus dari apa
yang kita sebut secara lebih umum dengan pemindahan kekuatan psikis, menggunakan
kekuatan psikis yang sama dengan yang digunakan dalam kasus neorosa atau rasionalisasi atau
pembentukan reaksi, namun dengan akibat yang sungguh berbeda. Apakah kekuatan psikis itu
ditanamkan di dalam obyek-obyek yang secara kemasyarakatan dapat diterima, tentu saja
tergantung kepada kepribadian individual, namun demikina mungkin pula tergantung kepada
sifat dari bimbingan kekuatan-kekuatan yang bekerja di dalam masyarakat dimana individu yang
bersangkutan hidup.
Kita kini hidup dalam suatu periode dimana ide perencanaan sosial tidaak lagi merupakan
konsepsi yang asing sama sekali. Mungkin sekali bimbingan terhadap kekiatan psikis kita, cepat
atau lambat akan dianggap sebagai suatu masalah sosial yang penting. Bimbingan demikian tentu
saja bukan berarti bahwa kita dapat atau menghendaki untuk mengatur perkembangan individual
kita secara mekanik atau kita harus mencoba meramalkan perkembangan evolusi dari individdu
tertentu. Peramalan evolusi dari individu demikian itu adalah suatu hal yang tak mungkin dan tak
perlu; namun ada kemungkinan bahwa faktor-faktor umum cenderung membentuk perilaku
manusia dan kondisi pemanfaatan kekuatan psikis yang berlebih-lebihan mungkin ditampung
dan dibimbing karena mempengaruhi kebanyakan orang kearah tingkat tertentu dan kedalam
aturan tertentu. Dalam hal ini orang harus membedakan dua hal. Pertama, kondisi individual
tertentu dalam keadaan sebelum ditentukan, yakni sebelum mendapatkan bantuan dari institusi
tertentu yang menghasilkan tipe khusus individu. Sekiranya ada orang yang mempercayai
terbentuknya kepribadian individu menurut cara ini, maka orang itu tentu berasumsi bahwa
perkembangan masyarakat secara berangsur-angsur dapat diramalkan, dan merupakan suatu yang
tak dapat dielakkan. Tetapi ini sama sekali bukan pendirian kita. Kita berasumsi bahwa kondisi
tertentulah yang menyebabkan timbulnya beberapa pengaruh dengan derajat kemungkinan
statistik tertentu. Namun kebebasan berkembang diluar tipe itu adalah sesuatu yang esensial
terhadap perkembangan yang lebih banyak bersifat tentatif dan yang mudah disesuaikan ini.
Bimbingan terhadap kekuatan psikis dan emosional dalam masyarakat yang lebih
sederhana, pertama terdiri dari penyesuaian kekuatan aktif menurut kebutuhan masyarakat yang
lebih sederhana seperti yang lahir dari proses pembagian kerja dalam masyarakat, dan kedua
dalaam menyelaraskan kekuatan yang berlebihan dengan merangsang pertumbuhan pola
sublimasi dengan mempengaruhi aktivitas yang menyenangkan dan sebagainya. Kita harus
mempelajari dengan sangat hati-hati bagaimana proses sublimasi dan pemindahan kekuatan
psikis dan emosional itu mendapatkan bimbingannya dalam masyarakat yang lebih kuno.

6. PENETAPAN OBYEK DAN PEMINDAHAN LIBIDO


Kemungkinan untuk membimbing kekuatan emosionla disediakan oleh kenyataan
fundamental bahwa emosi manusia tidak seluruhnya ditentukan pada waktu lahir kepada obyek
tertentu, dan malahan sering kali situasi sosial yang menghubungkannya dengan obyek-obyek
tertentu. Sekali emosi dihubungkan dengan suatu obyek tertentu, maka kita berbicara tentang
penentuan obyek atau disebut juga kathexis. Penetapatn obyek seperti itu misalnya kecintaan
anak terhadap orang tuanya dan sebaliknya, kecintaan anak terhadap saudara-saudaranya,
kecintaan murid terhadap gurunya san sebaliknya, kecintaan anak terhadap teman
sepermainannya dan sebagainya. Disamping itu, dapat pula mencakup kecintaan terhadap rumah
atau kecintaan terhadap kegiatan-kegiatan seperti terhadap pekerjaan dan terhadap simbol-simbol
keagamaan atau politik, atau kepercayaan. Sekali penetapan obyek telah terjadi maka ikatannya
menjadi terkunci dengan era, namun demikian dalam hal ini masih terdapat kemungkinan
pergeseran libido dari satu obyek ke obyek yang lain.
Seperti terjadi dalam proses evolusi kehidupan anak-anak dimana terdapat model umum
peniruan, yang dimulai dari orang yang paling dekat hubungannya dengan si anak, kemudian
mengarah kepada orang yang lebih jauh hubungannya dengannya, dan dari contoh-contoh yang
lebih konkrit menuju kepada yang lebih abstrak, demikian pula proses pemindahan emosi itu
terjadi, dimulai dari ibunya dan anggota keluarganya yang lain menjurus kepada anggota
komunitas diluar anggota keluarganya, dan akhirnya terhadap ide-ide abstra komunitas itu
sendiri. Selanjutnya karena situasi dasar pada setiap jenis kemampuan sosialisasi manusia
ditemukan kenyataan bahwa anak manusia lebih tergantung dibandingkan dengan anak binatang,
dengan demikian maka nasib libido ditentukan oleh situasi fundamental yang sama. Selama
periode menyusu dan pemeliharaan yang intensif, anak manusia mengembangkan perasaan
ketergantungan terhadap orang lain yang mendorong kearah pengembangan kecenderungan yang
bersifat libido dan kecenderungan emosional demikian itu disatukan dan diaraahkan kepada
seseorang, yang biasanya adalah ibunya. Karena penetapan obyek emosional yang mula-mula
terjadi selama masa bayi, maka pola keluarga yang mula-mula itu sangat penting bagi individu
dalam membantu menciptakan sikap-sikapnya yang mendasar. Lasswell menekankan pada
kenyataan bahwa pemikiran orang dewasa hanyalah sebagian saja yang benar2benar
diperolehnya dalam masa dewasanya, dan karena itu obyek dan model-model yang
diperkenalkan semasa bayinya mempengaruhi perilaku orang dewasa dalam situasi sosial. Kita
sering melihat pertumbuhan tingkah laku anak-anak mencerminkan sikap ibunya. Perasaan
gelisah, pola kepercayaan tahyul dan tabu dari seseorang mungkin sekali berasal dari sikap
orangtuanya, dan terus berpengaruh setelah anak itu menjadi dewasa. Karena itu setiap keluarga
yang memperlihatkan pola sikap dan pola perilaku tertentu, besar kemungkinan berasal dari
lingkungan eluarga si ayah dan si ibunya sendiri. Kenyataan ini sebagian menerangkan
kelambatan perkembangan masyarakat sekalipun dalam periode dinamis atau periode
revolusioner. Kelambatan perkembangan ini bukan karena kenyataan bahwa individu tidak dapat
diubah, melainkan karena kenyataan bahwa unit pembentuk kepribadian yang fundamental yakni
keluarga, telah bekerja dalam waktu yang lama dan dengan cara yang sama, sekalipun
lingkungan sosialnya telah berubah. Bukan warisan biologis dan warisan mental yang menjadi
alasan kenapa pola mental tertentu direproduksi dari satu generasi ke generasi berikutnya tetapi
adalah kenyataaan bahwa perubahan-perubahan dalam kehidupan publik hanya merembes
dengan sangat lambat ke dalam kehidupan keluarga.
Seorang anak, sekali ia telah dibentuk oleh keluarganya, hanya dapat dengan secara
bertahap mengubah pola utama sikap dan perilakunya itu. Namun demikian, terdapat suatu
periode dalam perkembangan anak-anak ketika pemindahan bagian penting penetapan libido
terjadi. Inilah yang dikenal sebagai periode pubertas atau periode remaja. Fase pertumbuhan
biologis ini bertepatan dengan kontak-kontak sosial baru dan kebutuhan-kebutuhan sosial yang
baru pula. Suatu konflik peranan dapat terjadi, dan pada umumnya jika tak terselesaikan dengan
baik, pemindahan fiksasi emosional dapat terjadi. Terdapat suatu masalah remaja di dalam
masyarakat kita (Barat) dimana aspirasi kalangan remaja yang menuntut adanya kebebasan dan
desakan para orangtua terhadap keterikatan, bertentangan satu sama lain. Menarik sekali bahwa
masyarakat primitif mempunyai perencanaan dan menginstitusionalisasikan fase transisi ini di
dalam adat-istiadatnya yang dihubungkan dengan upacara pelantikan atau pembayaran paraa
remajanya menjadi orang dewasa yang dikenal dengan istilah initiation rites.
Dalam suatu simposium yang membahas penelitian sosiologi tentang masalah remaja,
Margaret Mead, E.B. Reuter, dan R.G. Foster mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari
masalah ini. Menurut Reuter, keremajaan tidak harus di definisikan dalam pengertian
kematangan anak secara psikis. Jika kita menganalisanya sebagai suatu pengalaman sosial, maka
keremajaan bermula ketika masyarakat tidak lagi memandang seseorang sebagai anak kecil
tetapi menilainya telah mengambil alih beberapa tanggung jawab orang dewasa. Sedangkan usia
pengambil alihan tanggung jawab itu terjadi, tergantung kepada faktor-faktor sosial, bukan
kepada faktor biologis. Kelompok keagamaan menyerahkan tanggung jawab orang dewasa
kepada anak-anak yang berusia antara 12-14 tahun. Dengan demikian, kelompok keagamaan itu
mengesahkan anak-anak dalam usia tersebut sebagai orang dewasa. Di Inggris, usia dewasa
dalam soal seksual adalah 16 tahun; usia untuk diizinkan minum alkohol 18 tahun. Masyarakat
modern cenderung menetapkan suatu periode transisi yang panjang antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa, sementara itu anak remaja biasanya menganggap dirinya sendiri sebagai orang
dewasa, dan mendesak dengan satu dan lain cara bahwa keluarga serta masyarakat tidak perlu
lagi memperlakukan mereka sebagai anak kecil.
Secara biologis keremajaan adalah suatu tingkat perkembngan sosial dan suatu keadaan
mental atau keadaan berpikir tertentu. Keremajaan melambangkan suatu periode lanjutan dari
sikap yang tidak terpengaruh seorang pemuda dari pengendalian keluarga. Ini adalah suatu tanda
ketergantungan terhadap kelompok umurnya sebelum ia mencapai kebebasan secara individual
dalam membuat keputusan-keputusan yang menandai status kedewasaan penuh. Banyak orang
dewasa secara psikologis, yang sebenarnya tak pernah melebihi sikap dan perasaan orang yang
kita sebut remaja.
Sebagian besar tergantung kepada jenis pola perilaku dan sikap yang ditawarkan kepada
pemuda dalam fase kritis dari pertumbuhannya. Jika suatu masyarakat dapa menentukan apa
yang setepatnya dilakukan dalam merencanakan pengaruh yang penting, dan dapat secara
meyakinkan mempengaruhi kedua fase fundamental, dari perkembangan manusia- yakni fase
anak-anak dan fase pubertas- sekalipun perbedaan secara individual masih akan timbul tetapi
suatu bimbingan yang lebih besar terhadap masyarakat akan dimungkinkan. Memang setelah
fase pubertas itupun kita tak henti-hentinya mengubah sikap kita. Namun dasar kebersamaannya
yang berasal dari lingkungan keluarga akaan lebih besar peranannya. Saya yakin bahwa kita
berada diambang pintu suatu situasi masyarakat dimana akan memerlukan bimbingan yang lebih
besar lagi.
Dalam tingkat poerkembangan sosial yang lebih kemudian, transformasi terus-menerus
dan pemindahan libido diperlihatkan oleh kenyataan bahwa masyarakat yang revolusioner
ditandai oleh banyak kelonggaran dari libido yang sebelumnya telah dikukuhkan. Ketegangan
besar dalam masyarakat seperti itu lahir dari kenyataan bahwa disana terfdapat sejumlah
kekuatan libido yang muncul tanpa suatu pengukuhan sedang mencari integrasi baru. Dalam
masyarakaty tradisional yang konservatif, kekuatan emosional dikukuhkan dan dipelihara
berdasrkan ata keluarga, pertemanan, keanggotaan kelompok tradisional darimana seseorang
dilahirkan, atas dasar cita-cita yang dihargai dalam kelompok tersebut, dan dalam beberapa kasus
tertentu mendorong individu untuk mencoba melahirkannya di dalam skala sosial tertentu. Pada
waktu bersamaan, nilai emosional dari ide-ide keagamaan, adat-istiadat dan sopan santun
tradisional masih sangat kuat.
Tetapi sekali terjadi pergeseran umum dalam struktur masyarakat, maka banyak orang
yang melepaskan cita-cita sosial dan politik, cita-cita keagamaan, kebiasaan rekreasi dan ambisi
pribadi yang tertanam di dalam perasaan mereka masing-masing. Sebagai akibatnya, terdapat
sejumlah kekuatan psikis yang terlantar yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan baru.
Penciptaan agama baru yang hanya dimungkinkan dalam situasi dimana suatu generasi
baru telah melepaskan ikatan emosionalnya yang lama dan jika kelompok pemimpinnya
menyadari bahwa mereka harus menciptakan fiksasi perasaan bersama yang baru yang dapat
dipertalikan dengan loyalitas menuju tatanan sosial baru. Fiksasi libido dalam periode revolusi
atau dalam masa-masa reformasi sosial biasanya dihasilkan oleh proses demikian itu.
Makna sosiologis dari pemindahan libido ini harus diakui sangat penting karena sama
caranya dengan pemindahan motif-motif individual dari obyek keluarga kepada obyek publik
yang merupakan bentuk normal dari perkembangan individual. Dengan demikian, perasaan-
perasaan kebanggaan dari kesetiaan yang dirasakan sseseorang anak terhadap orangtuanya
kemudian dapat dialihkan kepada tokoh pemimpin rakyat atau kepada tanah air. Sebaliknya rasa
kebencian terhadap seorang atau terhadap kedua orangtuanya sebelumnya, mungkin kemudian
dapat dibelokkan kearah penentangan terhadapa kekuasaan raja, kelas kapitalis, atau terhadap
penguasa lain. Seperti dikemukakan Lasswell, seorang dewasa yang merasa bahwa ia tidak dapat
lagi mencintai umat manusia ini. Ia tak dapat mencintai Tuhan namun ia dapat mencintai
bangsanya. Atau ia mungkin merasa tak mampu mencintai tanah airnya dan malahan menjadikan
kelasnya atau partainya sebagai obyek kecintaan dan pemujaan.
Persoalan yang timbul disini ialah apakah dan seberapa jauh psikologi bermanfaat dalam
analisa politik. Menurut saya analisa politik tanpa bantuan psikologi sendiri sebenarnya tidak
mencukupi karena ia mengandung keterbatasan yang sangat penting. Psikologi cenderung
memotong faktor-faktor sosial seperti perkembangan institusi dan mengabaikan pengaruh
tekanan ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan serta pengaruh yang timbul dari strategi dan faktor-
faktor militer yang diperlihatkan dalam suatu masyarakat.

7. SOSIOLOGI TENTANG TIPE PERILAKU


i. Sikap dan Keinginan.
Sedemikian jauh telah dibicarakan tentang proses yang paling mendasar yang
menyatukan, melarutkan, menyatukan kembali, menetapkan, dan memindahkan kekuatan psikis
yang bersifat libido.
Perkembangan ini termasuk ke dalam bahasan sosiologi umum (sistematika sosiologi)
karena setiap masyarakat baik yang paling primitif maupun yang paling maju atau yang paling
rumit susunannya didasarkan atas mekanisme ini. Sebaliknya sosiologi historis mempelajari
bentuk-bentuk yang lebih individual dari penetapan dan pemindahan libido seperti: sifat dari
perasaan kekeluargaan dalam periode historis tertentu atau tentang perasaan konsep kasih-sayang
dalam periode kekesatriaan atau tentang perasaan nasionalisme diantara kelompok-kelompok
sosial yang terdapat didalam suatu negara seperti Jerman misalnya atau tentang sejarah
pemindahan libido di dalam kehidupan kelompok yang berbeda.
Diantara kedua tingkat sosiologi ini, yakni antara sistematika sosiologidan sosiologi
historis, terdapat suatu tingkat perantara. Dalam tingkat perantara ini kita mempelajari tipe-tipe
umum tertentu dengan cukup nyata menandai keseluruhan tipe mental dan yang mungkin kita
untuk menerapkan pernyataan umum di dalam lingkungan historis yang lebih konkrit. Contoh
analisa seperti itu, disumbangkan oleh W.I. Thomas seorang sosiolog dan ahli psikologi sosial
Amerika yang menyusun tipe-tipe kelompok dan menyebutnya denganempat keinginan.
Thomas mengakui bahwa jika kita mencoba menganalisa sekelompok orang tertentu dan kita
ingin menguraikan tidak hanya sekedar aktivitas mereka dan penyesuaian tujuan bersama
mereka, tetapi juga perubahan kehidupan batin, (inner life) mereke, sikap, keinginan dan
perasaan mereka, maka kita membutuhkan suatu klasifikasi mana sebagian besar orang dapat
disesuaikan. Ini berarti bahwa klasifikasi itu dapat menampung secara utuh satu tipe yang
mana ini jarang terjadi- atau klasifikasi itu menggambarkan suatu campuran dari dua atau lebih
tipe-tipe. Thomas mengakui bahwa keinginan-keinginan manusia mempunyai perbedaan bentuk
yang sangat besar tetapi menurutnya pula, keinginan yang berbeda-beda itu dapat di
klasifikasikan menjadi empat tipe dengan beberapa keuntungan. Masing-masing tipe adalah
sebagai berikut:
Keinginan untuk memperoleh pengalaman baru
Keinginan untuk memperoleh keamanan
Keinginan untuk memperoleh tanggapan
Keinginan untuk memperoleh penghargaan.
Thomas mengira dan saya pun sependapat bahwa kompleks sikap berasal dari kecenderungan
mendasar, rangsangan atau apa yang disebut dengan naluriah. Thomas mencoba meredusir
keempat tipe keinginan tersebut menjadi pola sikap yang paling mendasar yang telah dapat
ditemukan pada kehidupan bayi dan pada tingkat primitif dari evolusi sosial. Kiranya ada
baiknya direkapitulasi di sini, baik uraiannya tentang keinginan-keinginan fundamental maupun
upayanya dalam meredusir keinginan-keinginan manusia itu menjadi keinginan yang lebih
sederhana.

Keinginan Untuk Memperoleh Pengalaman Baru


Seluruh pengalaman yang lazim dikejar seperti terbang, menangkap, meloloskan diri dari
pengejaran atau dari kematian adalah pengalaman yang menarik dan mengasyikkan. Thomas
membicarakan tentang pengalaman disini yang menandai kehidupan manusia yang lebih kuno.
Ada suatu informasi yamg lambat dari pola yang asli dan sederhana ke pola yang disublimasikan
secara lengkap dan ruwet. Sekarangpun kita masih dapat mengenal sesuatu yang disebut: pola
pemburuan kepentingan. Petualangan merupakan perubahan utama dari pola ini. Sensasi yang
diberitaakan di dalam koran merupakan jenis lain dari transformasi itu. Kegiatan individual
seperti yang diberitakan dikoran itu dan pengalaman seperti ketika bercumbu-cumbuan juga
merupakan suatu elemen yang dikejar. Dalaam setiap penemuan ilmiah yang murni juga terdapat
pola pemburuan terhadap pekerjaan dan praktek yang sama juga terjadi dalam penyelesaian teka-
teki atau suatu masalah.

Keinginan Untuk Memperoleh Keamanan


Keinginan ini terutama didasarkan atas rasa takut yang bergandengan dengan kemungkinan
timbulnya penderitaan pisik atau kematian, daan mengekspresikan dirinya sendiri dalam
perasaan takut dan melarikan diri. Individu yang mendominasi oleh keinginan untuk memperoleh
keamanan biasanya sangat berhati-hati dan konservatif, cenderung kepada kebiasaan yaang
teratur, bekerja secara sistematis dan suka mengumpulkan kekayaan. Polaritas sosial antara
pemberontakan dan orang yang tradisional berkaitan erat dengan ke dua tipe pertama keinginan
tersebut diatas.

Keingin Untuk Memperoleh Tanggapan


Keinginan ini di kembangkan dari kecenderungan untuk mencintai, mencari dan memberi tanda-
tanda apresiasi. Kecenderungan ini terlihat dalam kesayangan seorang ibu terhadap anaknya dan
dalam tanggapan seorang anak terhadap kasih-sayang ibunya. Namun keinginan ini juga bekerja
pada derajat yang lain dalam keinginan untuk mendapatkan tanggapan dari lawan jenis. Masa
bercumbu-cumbuan yang penuh gairah misalnya penuh dengan janji-janji muluk dan daya tarik
demi untuk mendapatkan tanggapan yang serupa itu pula kembali. Kecemburuan adalah suatu
ekspresi dari rasa takut, dalam hal mana tanggapan ditujukan kepada orang lain. Tetapi sukse-
sukses kemasyarakatan sering mengurangi keinginan untuk memenuhi tanggapan secara
personal.

Keinginan Untuk Memperoleh Penghargaan


Keinginan ini diekspresikan dalam perjuangan perseorangan untuk memperoleh posisi atau
pengaruh dan prestisedalam kelompok sosial mereka sendiri. Ini kita namakan keinginan untuk
memperoleh status sosial. Contoh nyatanya ditemuukan dalam kasus politisi atau kapten industri
yang berjuang untuk memperoleh sukses. Seorang laki-laki atau wanita, mungkin memancing
tanggapan dan memperoleh perhatian atau penghargaan melalui tindakan berpura-pura sakit.
Sedangkan orang lainnya mungkin memperoleh penghargaan dengan menampilkan sikap dan
tindakan yang berpura-pura atau dengan kerendahan hati yang sungguh-sungguh, dengan
mengorbankan kepentingan dirinya sendiri, dengan kesholehan dan dengan mati syahid.
Tendensi serupa itu mungkin bermanfaat secara kemasyarakatan dalam satu hal tertentu dan
berbahaya dalam hal yang lain. Motif-motif yang berkaitan dengan suatu daya tarik untuk
memperoleh pengahargaan melalui sikap yang mementingkan diri sendiri dan kesukaan
memamerkan disebut: sombong sedangkan aktivitas kreatif yang berkaitan dengan keinginan
yang serupa disebut: ambisi.
Kita boleh menggeser dari satu kategori ke kategori yang lain dan menemukan obyek
baru untuk kategori yang sama. Terakhir, keinginan-keinginan yang berbeda mungkin dapat di
gabungkan ke dalam kepribadian seorang individu.
Seorang imigran ke Amerika misalnya mungkin sekali ingin melihat dunia baru, untuk
mencari keuntungan, untuk mencari taraf hidup yang tinggi atau untuk memenuhi sejumlah
keinginan yang lain yang tercakup dalam keempat tipe keinginan tersebut diatas.
Wataak dapat dipandang sebagai suatu ekspresi dari kesatuan keinginan-keinginan dasar
yang dihasilkan dari saling pengaruh-mempengaruhi antara temperamen dan pengalaman.
Keinginan adalah titik tolak dari aktivitas dan tekanan-tekanan terhadapnya dpat mempengaruhi
perilaku manusia.

ii. Kepentingan
Sedemikian jauh kita telah menganggap penting unsur-unsur yang tidak disadari dan
yang irrasional dari kehidupan manusia. Meskipun kehidupan sosial tanpa terelakkan dibimbing
sedemikian luasnya oleh faktor-faktor ketidaaksadaran dan emosi, namun adalah suatu
kekeliruan besar bila diabaikan peranan yang dimainkan oleh kepentingan rasional.
Kita akan membedakan dua ide tentang kepentingan. Pertama, kepentingan dalam arti
luas. Contohnya seperti: yang berkepentingan atau berminat terhadap rakyat, terhadap kesenian,
atau terhadap filsafat. Kepentingan demikian ini adalah murni dalam pengertian psikologi.
Kedua, di sebut kepentingan rasional.
Kepentingan dalam arti luas adalah pasangan dari sikap. Menurut MacIver, sikap adalah
keadaan berpikir secara subyektif, mencakup kecenderungan bertindak menurut cara-cara yang
khas, kapan saja suatu stimuli timbul. Sikap seperti itu misalnya sikap cemburu, iri-hati, benci,
jijik, pemujaan, keyakinan atau ketidakyakinan. Seluruh sikap secara tak langsung menyatakan
obyek tertentu, ke arah mana sikap itu di tujukan, tetapi obyek ini menyatakan keadaan pikiran,
bukan obyek seperti yang ditunjukkan dengan istilah sikap/
Sebaliknya, jika kita mengalihkan perhatian kita dari subyek kepada obyek, maka kita
akan berbicara tentang obyek dari kepentingan. Seorang politisi misalnya, adalah obyek
kepentingan dari banyak orang walaupun sikap orang itu terhadapnya mungkin sangat berbeda-
beda.
Kita dapat memulai dengan mengingat suatu obyek kepentingan dari sudut pandangan
elemen subyektif. Sekali kepentingan saya dipusatkan kepada obyek itu maka hubungan obyektif
antara obyek itu dengan saya mejadi semakin penting. Dalam arti luas ini kita dapat
membicarakan tentang kepentingan terhadap obyek kultural seperti terhadap filsafat. Dalam hal
ini kepentingan berarti suatu obyek yang mendapatkan perhatian kita.
Dari kepentingan dalam arti saya berminat terhadap sesuatu, maka kita harus
membedakannya dari kepentingan yang mempunyai implikasi khusus terhadap keuntungan
personal yang kadang-kadang kita sebut kepentingan sendiri. Sebagai contohnya, saya mungkin
menginginkan untuk mencapai sejumlah terbesar kemungkinan dalam bidang kekuasaan, prestise
atau keuntungan ekonomi. Keinginan utama untuk memperoleh keuntungan, mendorong saya
untuk melakukan kegiatan. Ini berarti bahwa kepentingan memaksa saya untuk mengorganisir
tingakah laku saya untuk mencapai tujuan tertentu dan dalam hal ini kita berbicara tentang
makna kedua dari kepentingan yang kita bicarakan, yakni kepentingan rasional. Kepentingan
rasional ini secara tak langsung enyatakan adanya perhitungan dan perjuangan untuk mencapai
tujuan tertentu itu, dan bentuk-bentuk yang kompleks dari penyesuaian diri, karena perhitungan
secara tak langsung berarti memilih cara-cara yang paling efektif dan jalan yang paling singkat
untuk mencapai tujuan itu serta dengan upaya ekonomi yang paling besar. Ini secara tak
langsung menyatakan pula adanya suatu kontrol positif terhadap sumber daya dan dana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu; kontrol positif terhadap pemilihan alat-alat dan cara-cara
untuk memuaskan keinginan-keinginan dan melatih kekuatan berpikir terutama inisiatif serta
mencerminkan kebutuhan terhadap kehati-hatian dan kebijaksanaan melihat jauh ke depan.
Sebagai contoh, sementara kelompok berdasarkan atas hubungan darah (keluarga atau
suku) maka individu demikian kuatnya dibatasi oleh keluarganya atau oleh sukunya sehingga
individu itu tak mampu membebaskan diri dari peraturan bersama dan tabu. Dalam kasus ini
individu tak dapat mengarahkan aktivitasnya menurut kepentingan dirinya sendiri, tetapi
menurut interpretasi kelompok terhadap situasi, kecuali jika individu itu mencapai kepentingan
persoalannya didalam kerangka kepentingan kelompoknya itu. Tradisi sangat menetukan dala
situasi seperti itu, sebagai mana ditunjukkan oleh Malinowski dalam penelitiannya terhadap
kehidupan ekonomi penduduk di Kepulauan Koral, dimana harga tidak mengikuti hukum
permintaan dan penawaran, melainkan menurut tradisi.
Jika saya sedang berjuang untuk mencapai sesuatu yang baik, dimana orang lain juga
ingin mencapainya, masing-masing untuk dirinya sendiri, maka kita berbicara tentang
kepentingan yang sama (like interest). Jika dua orang atau lebih mengejar suatu tujuan yang
mana masing-masing orang tetap merupakan unit-unit dari kesemuanya dan mereka menyadari
sebagai suatu keseluruhan, maka kita berbicara tentang kepentingan bersama (commo interest).
Kepentingan yang sama mendorong terjadinya kompetisi untuk mendapatkan barang sesuatu
yang sama, sedangkan kepentingan bersama mendorong terciptanya kerjasama. Satu masalah
terpenting dalam menciptakan keharmonisan masyarakat ialah bagaimana mengubah
kepentingan yang sama menjadi kepentingan bersama, bagaimana mengubah kompetisi menjadi
kooperasi atau kerjasama. Masalah ini menyangkut bimbingan terhadap pemindahan libido.
Perbedaan penting lainnya ialah antara kepentingan jangka panjang dan jangka pendek.
Jika seseorang mempunyai kebiasaan mengubah-ubah keinginan dan keppentingan maka ia
takkan mampu mengorganisir perilakunya sejalan dengan tujuan jangka panjang. Contoh
perilaku serupa itu ditunjukkan oleh kemanjaan seorang anak yang selalu menuntut dan
menerima pemenuhan keinginannya dalam waktu singkat atau seseorang pengembara yang tidak
mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya. Satu syarat terpenting untuk pertumbuhan
aktivitas yang terorganisir dan syarat terpenting untuk semua epentingan-kepentingan jangka
panjang, dan kekayaan pribadi telah menjadi kekuatan yang sangat berarti sepanjang sejarah
dalam menciptakan kepentingan jangka panjang bagi individu. Setiap sistem produksi yang
kompleks atau organisasi sosial yang kompleks, memerlukan aktivitas jangka panjang dan bagi
kelompok pemimpin aktivitas itu kebanyakan diciptakan melaui kekayaan pribadi. Tetapi
aktivitas jangka panjang itu juga dapat diciptakan dengan mengorganisir kepentingan bersama
yang didasarkan atas kesadaran terhadap kekayaan bersama atau dengan mengutamakan hasil
usaha bersama yang terbesar. Contohnya dapat ditemukan dalam sikap kesetiaan terhadap hukum
atau terhadap cita-cita ideal di Inggris yang terlihat di kalangan tentara, olahragawan, pegawai
pemerintah, dan juga terlihat di Uni Soviet dalam kesuksesan apa yang disebut kompetisi
sosialis. Pemaksaan mendatangkan akibat-akibat buruk, dan perbudakan adalah paling
menyedihkan. Kekayaan pribadi dan usaha yang didasarkan atas intensif berupa penghargaan
atau keuntungan, memberikan hasil yang jauh lebih baik.
Kekayaan pribadi, menekankan kepada perhitungan jangka panjang dan pada gilirannya
mengorganisir perilku individu. Wujud yang tepat dari kepentingan dan pengorganisasian
perilaku, berbeda-beda menurut jenis kekayaan yang dimiliki. Kepentingan terhadap tanah
sebagai contoh, menciptakan fiksasi libido yang jauh lebih besar terhadap obyek yang konkrit
dibandingkan dengan kepentingan terhadap uang yang menciptakan suatu tipe abstrak fiksasi
libido. Kepentingan terhadap tanah sebaliknya mendorong munculnya perasaan kemengangan
hidup dari kesuburan tanah melalui perjuangan pribadi dan melalui pemahaman terhadap bumi
dan penduduk yang mengolahnya.
Penciptaan perilaku yang tidak disenangi dalam masyarakat adalah masalah yang amat
penting yang akan merepotkan kita terus-menerus. Ini dirangsang oleh kenyataan bahwa terdapat
suatu mata rantai yang panjang yang menghubungkan antara langkah pertama dan yang terakhir
dari aktivitas kita. Orang yang termasuk anggota partai sosialis misalnya, mungkin tidak pernah
mempunyai kesempaatan untuk melihat atau memahami tujuan-tujuan dari gerakan yang mana
ia termasuk salah seoraang diantara yang ingin mencapainya selama hayatnya. Dengan demikian
bukan hanya kekayaan pribadi, tetapi setiap jenis kerjasama dan pembagian kerja meningkatkan
kesempatan bagi perilaku yang abstrak, mengembangkan kapasitas untuk memperpanjang
ketegaangan antara keinginan-keinginan dan pemenuhannya.
Integrasi sosial dari keinginan dan sikap sangat besar perbedaannya daripada
pengintegrasian kepentingan. Pengintegrasian kepentingan itu sebgaian besar terbentuk melalui
kompromi, yang berarti bahwa orang yang mempunyai kepentingan yang serupa misalnya yang
berkompetisi untuk mendapatkan suatu keuntungan, melepaskan sebagian dari keuntungan
mereka atas dasar persetujuan rasional. Keseluruhan pertukaran secara barter dilakukan dalam
suatu penolakan terhadap keuntungan yang diharaapkan dalam setiap jenis perserikatan adalah
merupakan hasil dari pengintegrasian kepentingan.
Pengintegrasian sikap sebaliknya terbentuk atas dasar identifikasi secara langsung. Ini
berarti bahwa kita mengidentifikasikan diri kita sendiri dengan anggota lainnya dari komunitas
dan juga antara komunitas yang satu dengan yang lain. Masyarakat modern membentuk
kepentingan jangka panjang, cenderung menekan elemen libido dari bidang kegiatan publik dan
dari pekerjaan, dan ini mungkin merupakan suatu handikap yang serius dalam aktivitas sosial
tertentu dan dalam situasi sosial tertentu.
BAGIAN KEDUA
PROSES-PROSES SOSIAL YANG PALING MENDASAR

BAB III
KONTAK SOSIAL DAN JARAK SOSIAL
Kini kita tidak lagi membicarakan perlengkapan psikologis dari kehidupan individual
tetapi memusatkan perhatian terhadap proses-proses sosial yang mendasar, yyang serta merta
mempegaruhi perkembangannya. Di sini hanya akan dibahas sedikit saja dari proses sosial yang
mendasar itu, namun demikian pentingnya sehingga tak ada kehidupan individual dan kehidupan
sosial yaang dapat dijelaskan dengan sempurna tanpa pengetahuan yang mendasar itu. Proses
yang dimaksud, sebagai contohnya ialah kontak sosial, dan isolasi sosial.
Sosiolog yang hanya lebih mengutamakan mempelajari fenomena yang disebut
masyarakat luas (Great Society) seperti mobilitas sosial, stratifikasi sosial, dan pranata sosial,
tanpa mwnghubungkan studinya dengan penyelidikan yang cermat terhadap proses sosial yang
mendasar ini kemungkinan besar belum dapat menampilkan suatu analisa setepatnya bagaimana
mestinya.

1. KONTAK PRIMER DAAN KONTAK SEKUNDER


Kita mesti membedakan dua jenis kontak sosial. Pertama, kontak primer, yakni kontak
yang dikembangkan secara intim dan mendalam berupa pergaulan tatap muka di mana hubungan
secara visual dan perasaan-perasaan yang berhubungan dengan pendengaran senantiasa
digunakan. Kedua, kontak sekunder, yakni kontak yang ditandai oleh pengaruh keadaan luar dan
jarak yang lebih besar. Orang yang secara mental terbentuk oleh kontak primer, dan oleh ide-ide
primer, mengembangkan ciri-ciri yang berbeda daripada mereka yang di bentuk oleh kontak
sekunder. Sekedar contoh, dapat dibandingkan antara seorang wanita yang fungsi utamanya
sebagai nyonya rumah tangga dan sebagai seorang ibu dengan seorang manajer pabrik atau
dengan seorang politisi. Sudah tentu terdapat hubungan antara ciri-ciri kepcribadian yang
dikembangkan melaui kontak primer dan kontak sekunder. Keinginan untuk menghargai publik
selalu terjadi sebagai pemindahan faktor psikologis, sekurang-kurangnya sebagian, sebagai
pengganti keterbatasan keintiman dari tanggapan yang dialami ditengah-tengah kehidupan
keluarga.
Jelas kiranya bahwa kawasan tempat berlangsungnya kontak sekunder yang sebenarnya
adalah dalam kehidupan kekotaan. Revolusi industri yang melahirkan kota-kota dan yang
memecah kehidupan sosial seperti kehidupan masyarakat desa menjadi unit-unit kecil,
merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan sebagian besar antar hubungan yang
bersifat abstrak dan impersonal. Kontak sekunder, dengan demikian mendorong terciptanya
sikap-sikap yang abstrak. Kontak sekunder ini juga memungkinkan kita untuk membandingkan
kepentingan jangka panjang dan yang penuh perhitungan, karena kecenderungan-kecenderungan
dapat diperkirakan dan disusun, demikian pula sistem kontrol yang baru terhadap publik dapat
diperbuat dan dipergunakan dengan menekankan kepada segi-segi perbedaan peranan yang
dimainkan mereka seperti membedakan mereka selaku pembayaran pajak atau selaku buruh atau
majikan. Situasi hubungan tatap muka, yang menandai kontak primer, dewasa inipun telah
mengalami perubahan.

2. KONTAK BERDASARKAN SIMPATI DAN BERDASARKAN KATEGORIS


Klasifikasi lain dari kontak sosial, dapat pula dibuat atas dasar sudut pandangan
psikologis dan sosiologis. Orang yang tidak termasuk ke dalam kelompok kita sendiri, tidak
termasuk ke dalam bidang kontak primer kita. Kita tidak menganggap mereka sebagai anggota
kelompok kita yang sesungguhnya tetapi kita membuat penggolongan atau kategori terhadap
mereka. Ini berarti bahwa kita mengklasifikasikan mereka dalam pengertian perbedaan derajat
simpati atau antipati terhadap mereka. Di sini kita berhadapan dengan dasar atau asal mula dari
prasangka. Perasaan simpati berhubungan dengan perbedaan kategori dan kelompok-kelompok
menciptakan apa yang dapat kita klasifikasikan misalnya sebagai: orang negro, orang Jerma,
orang Yahudi, orang asing, orang luar, mereka, dan sebagainya.
Fase permulaan proses kategori ini terdapat pada jenis primitif dari penyesuaian diri. Kita
mulai dengan menunjukkan atau menentukan kelompok kita sendiri dengan tanda-tanda yang
baik, disebabkan karena kita tidak mampu menghadapi setiap obyek yang kontak dengan kita,
maka kita membedakan dan memisah-misahkannya. Selanjutnya jika kita pertama kali bertemu
dengan seorang manusia yang belum kita kenal, biasanya kita merasakan suatu perasaan simpati
atau antipati secara tiba-tiba. Ini jelas adalah suatu interpretasi dari sikap-demikian pula
lazimnya dalam dunia binatang-dimana simpati dan antipati adalah sejenis alat untuk menseleksi
pengalaman-pengalaman yang tepat. Pengertian kita, dalam sebagian besar kasus adalah
ditentukan oleh gagasan dan prasangka yang kita miliki. Dasar alamiah dari prasangka adalah
suatu kecenderungan untuk mencocokkan pengalaman-pengalaman baru ke dalam kategori yang
lama dengan mempergunakan generalisasi yang mula-mula untuk menanggulangi pengalaman
baru itu. Setiap pengalaman yang nyata, didasarkan atas kontak yang dekat dan langsung atau
primer. Pengertian atau pemahaman, adalah suatu pertarungan antara penyesuaian diri segera
terhadap versi baru dari pengalaman dan kecenderungan terhadap prasangka. Orang yang selalu
bergerak secara sosial dan secara geografis ( mobilitas vertikal dan horizontal), lebih kritis dan
lebih tidak memihak dalam menilai orang lain, dan dengan demikian kurang berprasangka
karena pengalamannya itu di pergunakannya untuk berhubungan dengan bermaca-macam orang
lain. Seperti kita ketahui, orang yang berurat berakar di satu tempat tertentu saja, lebih tinggi
derajat prasangkanya dibandingkan dengan orang yang banyak bergerak tersebut diatas. Orang
yang banyak bergerak (mobile) dapat lebih mudah beralih dari pengalaman-pengalaman kategori
kepada pengalaman-pengalaman spesifik. Kesan atau impresi penting pertama yang kita peroleh
dari kehidupan kota besar itu bereaksi terhadap kesadaran diri sendiri dan terhadap penilaian diri
sendiri. Kesadaran diri sendiri penduduk kota besar tidak stabil dan tidak kaku. Sedangkan dalam
kehidupan masyarakat desa, prestise atau gengsi didasarkan atas siapa orang tua kita, dari
keluarga mana kita berasal, daan dimana posisi kita dalam komunitas desa itu. Dalam kehidupan
kota besar, prestise sebagian besar didasarkan atas hasil usaha (achievement) personal. Sebagai
akibatnya penduduk kota besar selalu lebih mengisolasi dirinya dan penilaian terhadap dirinya
sendiri di-internalisasikan.
Akibat dari kenyataan serupa ialah fleksibelitas, tetapi juga ketidak-stabilan, ketidak-
sungguhan, dan skeptisme yang terdapat dalam watak penduduk kota besar. Selanjutnya individu
yang relatif anonim sifatnya dalam kehidupan kota besar, memperluas lingkungan kehidupan
sehingga memungkinka kita untuk memindahkan sebagian tanggungjawab kita kepada orang lain
atau kepada institusi lain. Sebagai akibatnya, orang kian lama kian menjadi penonton saja
terhadap situasi yang ada.
Dalam hubungan persahabatan sejati, unsur penggolong-golongan yang terdapat dalam
kontal personal, tidak muncul. Persahabatan sejati ini didasarkan atas hubungan simpati yang
berarti suatu keinginan untuk mengidentifikasikan kepentingan. Ungkapan kita secara tak
langsung menyatakan adanya saling mengidentifikasikan diri masing-masing dan difusi
kepribadian. Ungkapan tetangga kita dalam pengertian tertentu, pada dasarnya berarti kita
sendiri. Semakin individualis seseorang, semakin sukar baginya untuk berusaha
mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. Malahan, perasaan yang mendua atau bercabang
biasanya muncul ditengah-tengah pengidentifikasian diri, dan masing-masing cabang perasaan
itu besar perbedaannya. Persahabatan dan perkawinan, adalah dua jenis antara hubungan yang
sedikit banyak berhasil menyalurkan atau menyatukan perasaan yang bercabang itu.
Tempat pengalaman yang paling awal dari kesatuan sosial dan identifikasi, terdapat pada
kelompok primer atau kelompok tatap muka seperti keluarga, kelompok teman sepermainan,
hubungan tetangga, klub, masyarakat faternal atau sekolah. Perasaan cinta, kepahlawanan dan
keberanian, begitu juga mabisi, kesombongan dan dendam kesumat, kesemuanya dibentuk di
dalam kelompok primer. Menurut C.H. Cooley, perasaan cinta kemerdekaan dan keadilan yang
merupakan cita-cita primer yang mendasari ajaran kristen demokrasi dan sosialisme, ketiganya
didasarkan atas ide-ide dari kelompok primer.
Kontak di dalam dan di luar kehidupan kelompok, telah dianalisa oleh sosiolog seperti
Sumner, Cooley, dan Burgess. Menurut mereka, hubungan simpati internal yang egotisme
kelompok menghasilkan dua standar perasaan yang berbeda. Di satu pihak, kemauan baik,
kerjasama, dan saling percaya di antara sesama anggota kelompok sendiri. Di lain pihak,
perasaan bermusuhan dan kecurigaan terhadapanggota kelompok lain. Hubungan persaudaraan
di kalangan anggota kelompok sendiri dan perasaan bermusuhan terhadap anggota kelompok lain
atau terhadap out-group adalah dua hal yang saling berhubungan. Perlawanan dan permusuhan
yang gawat terhadap orang asing atau terhadap kelompok lain, memperkuat solidaritas di
kalangan sesama anggota kelompok sendiri sehingga perselisihan yang terjadi di kalangan
internal kelompok sendiri, tidak dapat melemahkan permusuhan itu.
Etnosentrisme adalah istilah teknis yang dipakai untuk mengungkap sikap serupa itu.
Bagi anggotanya, kelompok sendiri adalah segala-galanya. Setiap kelompok etnosentrisme
memelihara dan mempertahankan rasa harga diri, kesetiaan, kesombongan, dan perasaan
superioritas yang dimilikinya sendiri, mengagung-agungkan Tuhan-nya sendiri serta memandang
dengan perasaan jijikdan mencela terhadap segala sesuatu yang dimiliki kelompok lain. Kejijikan
itu diekspresikan dengan memakai kata-kata yang menghina, dengan menyebut dan menandai
kelompok lain itu sebagai pemakan babi, tak bersunat, pemakan lembu, daan sebagainya.
Apa yang mendasari penilaian demikian itu, mungkin dapat kita sebut dengan istilah moralitas
kafir. Atas dasar mengkafirkan kelompok lain nasionalisme, juga didasarkan atas sikap
prasangka dan moralitas kafir demikian itu.

3. JARAK SOSIAL
Dalam setiap kontak sosial, secara tak langsung menyatakan suatu jarak sosial. Jarak
sosial itu mungkin berati jarak eksternal atau jarak internal atau jarak mental. Seluruh jenis dan
aneka ragam kehidupan sosial dan kultural tak kan dapat dijelaskan dengan memadai tanpa
mengkategorikan jarak sosial. Tanpa jarak sosial, takkan ada obyek dan takkan ada kehidupan
sosial itu sendiri. Pengambilan jarak, pada waktu bersamaan adalah salah satu dari pada perilaku
yang penting untuk mempertahankan dan untuk melanjutkan otoritas peradaban manusia.
Demokrasi mengurangi jarak sosial. Prestise-prestise komandan ketentaraan misalnya sebagian
besar adalah persoalan jarak sosial. Secara harfiah jarak sosial berarti mengubah barang sesuatu
menjadi terpencil, memindahkan suatu obyek yang dekat kepada suatu posisi yang jauh dari titik
semula. Perkataan jarak berasal dari pengalaman langsung kita terhadap ruang. Anehnya ialah
bahwa pengalaman mngenai ruang juga menyediakan pola bagi pengalaman mental. Behawa
seseorang berada pada jarak 5 meter dari saya misalnya, adalah suatu pengalaman tentang ruang;
tetapi jika saya mengatakan bahwa seseorang mempunyai jarak sosial dari saya, maka ini berarti
bahwa saya mempunyai status sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah dari orang yang
bersangkutan. Ada persamaan tertentu antara kedua jenis jarak ini meskipun keduanya tidaklah
identik. Ahli sosiologi berbicara tentang penciptaan jarak buatan. Lalu apa gerangan yang
dimaksudkannya? Jarak mengenai ruang, yang dapat diukur dengan mudah dalam arti pisik
adalah dapat diubah melalui suatu tindakan dengan sengaja oleh manusia, menjadi barang
sesuatu yang dapat disebut jarak mental. Pengurangan identifikasi termasuk ke dalam penciptaan
jarak mental ini. Bergerak dari tindakan-tindakan yang intim dan simpatik menuju pengasingan
diri tanpa perlu menerapkan tingkah laku yang menggolong-golongkan atau yang bersifat
menyerang.
Baiklah saya berikan contoh di sini di lapangan yang murni pengalaman yang
berhubungan dengan panca-indera tentang bagaimana proses yang fundamental dari
pengambilan jarak itu dapat di selidiki. Seorang pelaut dalam pelayarannya menuju pelabuhan,
mungkin pertama kali menyenagi pemandangan yang jelas terhadap kota pelabuhan yang terletak
di depannya di kejauhan. Tiba-tiba keseluruhan penglihatannya berubah menjadi jauh
disebabkan karena adanya kabut. Sebenarnya kota pelabuhan itu tidaak lebih jauh dari pada jarak
sebelumnya tetapi kabut telah menciptakan suatu kepalsuan ilusi, seakan-akan kota pelabuhan itu
sedemikian jauhnya dalam penglihatan pelaut itu. Dalam contoh ini, jarak bukanlah di ciptakan
oleh subyek, melainkan oleh halimum atau kabut. Keseluruhan jarak mentaal yang akan kita
bicarakan berikut ini berasal dari spontanitas subyek; yang dalam kenyataannya kesemuanya
diciptakan oleh subyek.
Evolusi jarak mental dari jarak ruang dapat ditunjukkan dengan jelas dalam kasus
ketakutan. Kenyataan, jarak yang disebabkan karena rasa takut adalah jarak yang paling
sederhana. Jika saya tetap mempertahankan jarak ruang antara saya dengan orang lain yang lebih
kuat dari saya, maka dalam jarak ruang antara kami ini, berisi jarak mental dari rasa takut itu.
Binatang yang dikurung, dalam situasi tertentu masing-masing memelihara jarak ruang terhadap
yang relatif lebig kuat secara proporsional. Makin pengecut binatang itu, makin jauh jarak ruang
yang diambilnya terhadap binatang yang ditakutinya.
Schjelderup Ebbe yang melakukan penyelidikan yang cermat, menyatakan adanya suatu
hierarki yang teratur di kalangan kehidupan sosial binatang seperti di kalangan ayang betina,
ayam jantan, dan anak ayam. Ebbe meneliti kehidupan ayam itu dalam kelompok yang terdiri
atas 2-25 ekor dan kemudian terhadap kelompok yang terdiri atas 25-100 ekor. Menurutnya hal
pertama yang dikemukakannya ialah bahwa selama mencari makan, selama memakan/makanan
di pot makanan atau pergi bertengger untuk beristirahat atau pergi kesarang , ayam jantan
melihatkan untuk bertelur, ayam jantan memperlihatkan suatu keteraturan yang pasti. Ayam
yang terkuat atau paling jagoan, selalu yang mula-mula sekali datang ke tempat-tempat tersebut
baru kemudian disusul oleh ayam yang lain menurut urutan tingkat keberaniannya terhaadap
sesamanya. Seluruh tempat tersebut selalu diambil oleh ayam yang terkuat itu lebih dulu.
Persoalan yang timbul ialah: bagaimana aturan itu dibentuk.? Penelitian menunjukkan bahwa
aturan itu dibentuk melaui pertarungan antara sesamanya. Jika dua anak ayam bertemu maka
pertama kali yang dilakukannya adalah membuat tingkatan sosial diantara mereka melalui
pertarungan. Anak ayam yang lari pertama kali, akan menjadi taklukan untuk selama-lamanya.
Dengan demikian, suatu urutan lengkap dapat disusun menurut hasil pertarungan itu dan terlihat
pula bahwa hierarki ini dipertahankan dengan keras oleh ayam itu. Penelitian ini juga
menemukan bahwa tingkatan yang teratur ini tidak mengikuti dengan keras perbedaan dalam
segi kekuatan fisik tetapi mengikuti apa yang disebut superioritas psikolgi, di mana aspek
keberanian sangat besar peranannya. Tetapi adalah suatu kenyataan pula bahwa ketakutan selalu
memainkan peranan pula.
Penyelidikan berikutnya mempelajari tingkahlaku khas dari ayam-ayam yang paling
jagoan dan ayam yang ditaklukkannya. Terlihat adanya aturan umum bahwa ayam yang berada
di puncak hierarki, dalam arti yang terkuat, lebih penuh dengan kebajikan debandingkan dengan
ayam yang yang berada di tingkat menengah. Terlihat bahwa sekali jagoan itu mencapai tingkat
jagoan dalam arti mengalahkan semua ayam lainnya, maka ia tak perlu lagi berkelahi untuk
mempertahankan posisi jagoan itu. Dia menjadi jagoan untuk selamanya. Jarak psikologis telah
terbentuk dan berlangsung secara stabil. Tetapi ayam berada di tingkat menengah hierarki, sangat
agresif karena mereka khawatir dalam mepertahankan posisinya yang secara permanen terancam
dari dua fron. Percobaan selanjutnya ialah untuk mengetahui bagaimana cara ayam tersebut
bertingkah laku dalam mengubah kondisi. Jika kita mengambil seekor ayam jantan yang menjadi
pemimpin dari satu kelompok lain dimana ia menjadi salah seekor yang berkedudukan sebagai
anggota kelas mengengah, maka ternyata ia mengubah pola tingkahlakunya. Dari semula penuh
kebajikan, kemudian berubah menjadi lebih agresif. Jelas ini disebabkan karena kekhawatiran
dalam mempertahankan posisinya. Sebaliknya jika ayam yang paling jagoan dari satu kelompok
besar kemudian digabungkan kedalam dan menjadi jagoan kelompok kecil, maka tingkahlakunya
lebih penuh kebajikan dibandingkan dengan tingkahlakunya ketika berada pada posisi sebagai
jagoan kelompok besar. Ujung dari penelitian ini melihat kemungkinan besar bahwa tingkahlaku
ayam itu lebih banyak tergabung kepada posisi sosialnya dibandingkan dengan karakter
bawaannya.
Ebbe kemudian mencoba pula meneliti keteraturan jarak sosial dan tingkahlaku sosial di
kalangan anak sekolah. Peneliti menemukan bahwa dalam suatu hierarki tertentu yang
kesemuanya tak serupa dengan penilaian gurunya tetapi merupakan hasil ciptaan kehidupan
kelompo anak sekolah itu.
Jika pimpinan dari satu kelompok dimasukkan ke dalam kelompok lain dimana ia
menjadi anggota kelas menengah disana, maka tingkahlakunya berubah. Dengan demikian di
antara anak sekolah itu juga supaya tingkah lakunya tergantung kepada sosialnya secara
individual dan juga kepada apa yang disebut: karakter, yang untuk sebagian besar merupakan
hasil dari berbagai situasi sosial.
Adalah jelas sekali trdapat tendensi umum tertentu yang melekat dalam kehidupan
kelompok anak sekolah seperti itu yang berperan menurut aturan yang sama, wlaupun mereka di
ubah oleh perlengkapan mental dari komposisi kehidupan kelompok. Salah satu perbedaan utama
antara tingkah laku binatang dan tingkah laku manusia dalam kehidupan kelompok, terlihat dari
kenyataan bahwa binatang tidak mampu mengatur tindakan yang menjurus ke arah perubahan
secara revolusioner. Hanya ada pemberontakan secara individual yang ada dalam kehidupan
kelompok binatang. Ayam yang ditaklukkan selalu berusaha meningkatkan posisinya melalui
pertarungan baru terutama dalam kasus di mana ayam yang ditaklukkan itu tak harus inferior
secara badaniah tetapi disebabkan karena ketakutan psikologis yang timbul. Dengan mengamati
pertarungannya orang dapat melihat bahwa binatang yang ditaklukkan itu adalah sangat gelisah,
ia berupaya untuk menciptakan kebiasaan dan membangun sikap takluk, menciptakan jarak
ketakutan. Revesz, seorang peneliti di bidang sosiologi binatanng lainnya meneliti tingkah laku
kera yang dikandangkan. Dikandang yang diamatinya itu terdapat seekor kera yang unggul,
empat ekor yang lemah, dan seekor anak kera. Ketika makanan yang dibawa ke kandangnya,
yang terjadi mula-mula ialah perebutan makanan menurut dorongan hati (impulse) masing-
masing kera itu. Tetapi tingkah laku demikian segera membuka jalan bagi situasi di mana kera
yang terkuat mampu memuaskan dirinya sendiri tanpa rintangan, sebagai kera utama. Kera lain
yang rebut makanan yang ada ditepi tiba-tiba rupanya menyadari dan mengingat hasil
pertarungan dan gigitan kera yang terkuat yang terjadi sebelumnya, sehingga kemudian mereka
menghindar ke arah yang berlawanan dan mengakhiri perebutan makanan itu. Segera setelah hal
ini terjadi, anak kera maju ke depan dan menempatkan dirinya berdekatan dengan kera yang
terkuat, mulai memakan pisang yang tersedia dengan tenang tanpa digigit oleh sang jagoan.
Sepanjang anak kera ini tidak mencampuri persaingan kera yang lain itu, maka ia menjadi seekor
kera yang mendapat bagian dalam kompetisi, maka ia segera ditaklukkan dan akan sama
nasibnya dengan kera lain yang berkompetisi. Jelas kiranya bahwa dalam setiap situasi yang
khas, suatu jarak tertentu terus-menerus tercipta dengan sendirinya di kalangan kehidupan
binatang itu. Di sini jarak ruang pada waktu bersamaan mengandung jarak ketakutan dan rasa
hormat. Jarak obyektif cenderung dihubungkan dengan kualitas jarak mental.
Ungkapan bahasa Jerman drei Schritt von Leib (tiga langkah dari manusia) digunakan
untuk menandai sikap pemeliharaan jarak dari seseorang menggambarkan dengan sempurna
keadaan masyarakat dimana jarak ruang pada waktu bersamaan mengungkapkan ketakutan dan
rasa hormat.langkah pertama ialah jarak normal antara anggota dari suatu masyarakat. Jarak dari
tiga langkah selanjutnya, merupakan pemaksaan terhadap orang yang berada di luar kelompok
dominan sebagai tanda dari status yang disubordinasikan di dalam hirarki masyarakat yang ketat.
Jarak yang berlebih ini, yang dapat dipertentangkan dengan keadaan berkurangnya jarak
menggambarkan keintiman. Keintiman yang berhubungan erta dengan keakraban dan kontak
pisik yang terjadi antara individu dalam kelompok, sekali lagi menunjukkan kenyataan bahwa
jarak obyektif cenderung berhubungan erat dengan kualitas jarak mental.
Selama berlangsungnya proses diferensiasi, tipe-tipe jarak yang lebih kompleks muncul
dari jarak ketakutan; sebagai contohnya adalah jarak kekuasaan. Jarak konvensional yang telah
berkembang dengan cepat dalam suatu masyarakat sebagai tanggapan terhadap keperluan akan
keamanan pribadi telah berkembang dengan cepat dalam suatu masyarakat senagai tanggapan
terhadap keperluan akan keamanan pribadi telah berkembng dalam berbagai masyarakat menjadi
suatu simbol antar hungan kekuasaan dan berpengaruh nyata terhadaap hiraarki sosial.
Kita dapat membedakan tiga jenis jarak. Pertama, jarak yang menjamin terpeliharanya
tata sosial dan hirarki sosial tertentu. Kedua, jarak eksistensial. Ketiga, jarak diri sendiri, yakni
jarak yang diciptakan di dalam diri seseorang individu tertentu.

4. PEMELIHARAAN HIRARKI SOSIAL


Struktur hirarkis tata sosial, adanya kelas-kelas dantingkatan dalam kehidupan, dalam
sebagian besar kasus ditunjang oleh sejenis jarak tertentu. Jarak yang jelas kelihatan di dalam
pergaulan sosial dan di dalam penyelesaian obyek kultural yang dimiliki masyarakat, memelihara
suatu stratifikasi sosial melalui peralatan mental yang cenderung menggantikan kedudukan
kekuasaan. Sistem berpakaian yang sangat canggih dan tatakrama, gaya berbicara, sikap dan adat
kebiasaan, dapat dipergunakan untuk memelihara jarak antara kelompok penguasa dan oraang
yang dikuasainya. Tugas tersembunyi sistem tersebut ialah untuk menciptakan jarak dan dengan
demikian untuk mengawetkan kekuasaan minoritas penguasa.
Jarak digambarkan dengan sendirinya oleh bentuk pergaulan sosial dan oleh jarak obyek
tertentu dalam lingkungan kebudayaan masyarakat tertentu. Pergaulan sosial, dapat terbentuk
dalam dua cara. Pertam, dengan membatasi atau meniadakan kerjasama antara dua kelompok
penguasa dan yang dikuasai. Misalnya dengan melarang perkawinan campuran antara aanggota
kedua kelompok atau dengan memantangkan makan bersama pada satu meja atau dengan
memantangkan makan suatu sistem kebiasaan yang canggih, yang menonjolkan jarak antara
strata masyarakat yang berbeda.
Melalui penyatuan mayoritas orang yang tertindas secara mendadak, maka setiap
kelompok penguasa dapat digulingkan. Karena itu prinsip memecah-belah dan kemudian
menguasai-devide and rule-selalu diikuti oleh kelompok penguasa dan bila pelaksanaan prinsip
ini berhasil baik maka stabilitas sistem sosial yang ada akan terjamin. Namun demikian bukan
hanya pergaulan sosial dimana masing-masing strata sosial dan antara strata sosial yang berbeda
saja yang dikendalikan oleh jarak sosial itu. Obyek-obyek sosial dan lingkungan kultural pun
dijaga jaraknya dengan cara yang sama. Jika kita mengamati masyarakat yang berbeda dan
bertanya kepada diri sendiri: apakah yang dapat membuatnya mempunyai jarak, maka kita akan
menemukan bahwa di keduanya terdapat baik manusianya seperti pemimpin dan raja maupun
obyek-obyeknya seperti barang peninggalannya. Dalam masyarakat primitif mislanya, sifat ke-
Tuhanan dari para pemimpinnya atau rajanya sebagian besar dipelihara melalui upacara
seremonial yang rumit yang dapat melindungi pemimpin atau raja itu dan memisahkan mereka
dari rakyat yang diperintahnya. Tokoh orang suci sebaliknya menjadi orang yang dikeramatkan
terutama karena ia meningkatkan jarak dan dengan demikian mengisolasikan dirinya dari
pengikutnya. Selanjutnya pepatah-petitih dan peribahasa dapat sipisahkan dari pemakaian sehari-
hari menjadi mantera-mantera, seperti kalimat yang dipetik dari kitab suci oleh seorang pendeta.
Orang juga dapat memisahkan institusi dan organisasi atau bidang kehidupan dan aktifitas seperti
kesenian atau hari libur.
Ada kesamaan antara jarak sosial dan jarak obyek dari lingkungan kultural. Peningkatan
nilai tertentu secara palsu dan menjaga jarak dalam kebiasaan sehari-hari ditopang oleh sistem
yang sama. Ide kekesatriaan seperti kepahlawanan dan sopan santun, meningkatkan dan
memisahkan pola perilaku tertentu dan meningkatkan kebutuhan yang tak dapat dipenuhi oleh
orang kebanyakan. Jadi ide tersebut mempunyai fungsi sosial yang sama dengan jarak yang
berperan dalam pergaulan sosial.
Evolusi demokrasi ditandai oleh kecenderungan baik dengan mengurangi jarak atau
dengan mengubah metode pengambilan jarak. Sementara dalam masyarakat pra-demokrasi
peraturan-peraturan keras menentukan cara-cara berpakaian yang boleh dikenakan oleh tingkat
sosial yang berbeda, maka masyarakat demokrasi mengganti sistem yang usang itu dengan
mode. Bertingkahlaku dan bergaul menjadi lebih bebas. Suatu proses penyamarataan ke atas
dan ke bawah dikembangkan dan kebebasan menonjolkan diri untuk sebagian besar
menggantikan peraturan seremonial tradisional. Hambatan terhadap kebebasan menonjolkan diri,
juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mempertahankan jarak sosial. Dengan demikian,
orang yang berada pada kedudukan yang lebih tinggi dapat membatasi diri mereka sendiri untuk
mengawetkan jenis tingkah laku martabat tertentu.

5. JARAK EKSISTENSIAL
Jarak sosial jenis ini dapat diamati jika kita mengenyampingkan seluruh tindakan
pengambilan jarak yang berasal dari pergaulan sosial. Dengan demikian akan terdapat suatu
bentuk jarak tertentu yang lain dari jenis jarak sosial yang dapat ditunjukkan melalui contoh
berikut. Jika seorang wanita dari kalangan yang sederhana mengunjungi seorang pendeta demi
untuk maksud pengakuan dosa, maka baginya pendeta itu bukanlah sebagai seorang yang khas
tetapi merupakan suatu kepribadian yang mencerminkan kemampuan untuk meningkatkan status
sosial. Namun pada waktu bersamaan, wanita itu mungkin pula dipengaruhi oleh rasa
keakrabannya terhadap si pendeta atau oleh perasaannya sendiri yang merasa sedemikian
renggangnya dengan pendeta itu. Perasaan terakhir inilah yang kita sebut sebagai jarak
eksistensial itu. Tetapi kedua topeng individual biasanyaa berpengaruh secara serentak. Proses
demokratisasi lazimnya cenderung mengurangi jarak sosial dan membuka hubungan eksistensial
yaang murni antara manusia.
Perbedaan-perbedaan eksistensial merupakan suatu antara hubungan antara individual
yang lahir secara eksklusif dari kualitas kejiwaan manusia. Perbedaan eksistensial ini terlihat
ketika seseorang sekonyong-konyong menyadari keintiman dirinya dengan orang lain, dan ia
mengadakan kontak yang erat dengan batinnya yang paling dalam. Jarak eksistensial ini dalam
sebagian besar masyarakat sejak lama dikacaukan dengan jarak sosial, mislanya dalam
masyarakat berkasta. Kelahiran individualisme akhirnya merobek topeng sosial dari manusia.
6. PENCIPTAAN JARAK DALAM KEPRIBADIAN TUNGGAL
Seorang individu dapat berada sedemikian dekatnya atau jauh dari kepribadian
sebenarnya yang dimilikinya, sama seperti ia juga dapat merasa dekat atau jauh dari kepribadian
orang lain. Kita dapat mengamati dari dalam diri seseorang individu fenomena yang
menunjukkan jauh-dekatnya seseorang dari kepribadiannya sendiri, yang dengan tiba-tiba
kepribadiannya itu menjadi asing bagi dirinya sendiri. Abad demokrasi telah merusak jarak
sosial, namun dengan demikian penonjolan jarak eksistensial menjadi lebih besar. Pengasingan
diri sendiri yang terdapat dalam situasi kultural tertentu merintangi penonjolan diri sendiri secara
individual.
Pengambilan jarak adalah suatu faktor yang amat penting dalam mengubah struktur
kekuasaan menjadi pola mental dan kultural. Sejaraah telah menunjukkan bahwa perubahan
dalam gaya kultural berhubungan erat dengan perubahan dalaam struktur kekuasaan. Sosiologi
kultural membahas masalah ini secara terperinci dan telah menemukan bagaimana organisasi
kekuasaan dalam berbagai jenis perkembangan sejarah berpengaruh terhadap berbagai bentuk
jarak mental.

BAB 1V
ISOLASI

1. FUNGSI SOSIAL DARI ISOLASI


Isolasi adalah situasi marjinak kehidupan sosial. Situasi ini meniadakan kontak sosial.
Bentuk isolasi yang paling sederhana diciptakan oleh rintangan alam seperti
pegunungan,sungai,lautan,hutan,atau padang pasir. Rintangan alam sering mempertahankan
isolasi. Baik individu maupun kelompok dapat terisolasi, dan akibat terpentingnya ialah
timbulnya individualisasi dan perlambatan perkembangan.
Setiap individu atau kelompok yang terkecil dari hubungannya dengan individu atau
dengan kelompok lain cenderung berkembang menjadi individu atau sebuah komunitas yang
menyimpang atau berbeda dengan yang lain. Dikatakan demikian karena individu atau
kelompok itu hanya akan menyesuaikan diri mereka sendiri dengan kondisi mereka yang khas itu
saja tanpa saling mempengaruhi dan saling memberi kesan kapada individu atau kelompok lain.
Akibat dari ketiadaan kontak dengan pihak lain itu maka individu atau kelompok yang
bersangkutan tidak mengetahui perubahan dan perkembangan yang terjadi pada individu atau
pada unit sosial yang lain. Suatu fenimena yang kita sebut `perubahan yang tidak proporsional`
muncul karena tak adanya kontak dengan pihak lain itu. Kontak sosial berperan kurang lebih
sama seperti kontak antara benda-benda fisik dengan tingkat panas yang berbeda. Setiap benda
sejenis yang kontak dengan derajat panas tertentu yang sama, akan mendapat derajat panas yang
sama pula. Hal serupa dapat pula terjadi pada kelas-kelas sosial. Kontak yang sering terjadi
antara kelas bangsawan dengan kelas menengah cenderung menyebabkan mereka dalam
berbagai hal menjadi serupa atau paling sedikit mengurangi ketidaksamaan yang ada diantara
mereka. Sebaliknya isolasi dan pengambilan jarak,meningkatkan perbedaan-perbedaan orisinil di
antara mereka dan mengindividualisasikan mereka. Kejadian seperti ini jelas terlihat dalam
komunitas desa yang diisolasikan oleh pegunungan atau oleh rawa yang luas. ini juga terjadi
terhadap individu yang mengasingkan diri dari pergaulan dengan orang lain dan yang dikucilkan
oleh orang lain. Individu atau kelompok yang mengalami hal demikian akan menjadi individu
atau kelompok yang asing atau aneh.
Isolasi telah terjadi dalam proses evolusi dunia binatang, dan memberikan sumbangan
berharga terhadap terciptanya berbagai spesis binatang. Adaptasi spesis-spesis seperti itu
berhubungan erat dengan adaptasi organisme tertentu terhadap berbagai kondisi geografis. Hal
serupa juga terlihat didalam kehidupan kelompok dan evolusi dan sosial. Sebagai contoh, jika
kelompok penggembara atau domaden dikumpulkan dan dimukimkan pada suatu tempat
tertentu. (sehingga sepintas lalu dapat dikatakan sebagai suatu kesatuan kelompok) maka hasil
yang terlihat dari hasil pemukiman itu adalah bahwa masing-masing sub-kelompok memisahkan
diri satu sama lain dan tanpa mengadakan kontak untuk jangka waktu relatif lama, dan baik
kebiasaan mereka maupun logat bicara mereka tetap berbeda. Demikian itulah, dialek muncul,
sangat mirip dengan kemunculan-kemunculan spesis-spesis dan jenis-jenis dalam kehidupan
binatang. Jadi individualisasi dan spesialisasi merupakan salah satu kemungkinan yang
diakibatkan oleh isolasi.
Kemungkinan akibat isolasi yang lain adalah perlambatan. Jelas sekali bahwa sejumlah
pengisolasian tertentu diperlukan untuk setiap jenis indidualisasi. Individu adakalanya
mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat, mengundurkan diri kedalam dirinya sendiri, jika
keperibadiannya akan dipertahankan dari keretakan dan keterputusan dan hendak dipelihara
keutuhannya. Tetapi jika individu secara sempurna memisahkan diri dari pergaulan masyarakat,
maka perlambatan perubahan evolusinya dapat diperkirakan akan terjadi.
Demikian pula pembentukan ras yang berhasil atau mempertahankan jenis keturunan
binatang tertentu memerlukan suatu perselangselingan antara periode endogami, dalam periode
dmana karakter dibentuk, dan periode eksogami dalam dalam mana tenaga baru diturunkan.
Sekte-sekte yang bertahan hidup ratusan tahun karena mengisolasikan diri dari orang dan
kultur lain, adalah suatu contoh dari kaidah bahwa isolasi mengembangkan kestabilan jenis.
Sebaliknya, percampur-adukan keturunan seperti yang terjadi di Amerika Utara, memperlihatkan
bahwa berkurangnya isolasi tertentu, menciptakan suatu keanekaragaman yang besar dan
ketidakstabilan jenis. Seperti di atas, inti isolasi ialah pengurangan kontak. Dalam seksi 1 ini kita
menyederhanakan pembahasan terhadap bentuk-bentuk isolasi yang rumit itu pada batas proses-
prosesnya yang mendasar saja. Dalam analisa berikut ini akan dicoba menemukan apa yang
berbagai penyebab yang menciptakan isolasi dan menditeksi apa akibat-akibat yang dapat
ditimbulkan dari berbagai bentuk isolasi itu.

2. BERBAGAI JENIS ISOLASI SOSIAL


Ada dua jenis utama isolasi sosial: isolasi ruang dan isolasi organik. Isolasi ruang, dapat
dipaksakan dari luar dengan meniadakan kontak seperti yang terjadi ketika seseorang dikucilkan
dari pergaulan komunitasnya atau dipenjarakan. Akibatnya,individu akan tercabut dari
perlindungan kelompoknya atau dalam kasus seekor binatang,akan terlepas dari gerombolannya.
Sangat menarik bahwa seekor binatang jantan pemimpin gerombolannya jika terpisah dari
sgerombolannya terkenal dikalangan pemburu sebagai binatang buruan yang sangat ganas dan
berbahaya. Ia menjadi lebih agresif dan lebih ganas dari pada binatang yang tetap kontak dengan
gerombolannya. Hal yang agak mirip terjadi pada diri orang yang dikucilkan atau
dipenjarakan,dan hingga derajat tertentu juga terjadi pada orang asing yang berada dalam suatu
masyarakat yang bukan lingkingannya sendiri,memperlihatkan kecenderungan lebih besar untuk
bertingkahlaku anti sosial. Menarik pula,dijerman istilah untuk menyatakan perasaan `tidak
senang` atau `menyedihkan`dan istilah untuk menyatakan `hidup diluar negeri` mempunyai akar
kata yang sama. Tingkahlaku anti sosial dan kadang-kadang juga kehausan untuk membalas
dendam adalah khas merupakan akibat mental dari hukuman penjara dalam kurungan, yang
merupakan bentuk ekstrim dari pengucilan yang dipaksakan. Banyak orang yang berkemauan
baik,yang dipengaruhi oleh tradisi,agama dan pandangan moral di awal abad ke 19 mengira
bahwa pemenjaraan dalam kurungan dan kesepian yang ditimbulkannya, dapat memperbaiki
karakter narapidana,dan akan memudahkan upaya mengubah mereka menjadi orang-orang baik
kembali. Padahal akibat pemenjaraan itu jelas terlihat dalam sebagian besar kasus keadaan
mental yang murung,homosek,kadang-kadang juga halusinasi dan kebiasaan tingkahlaku anti
sosial.
Yang dimaksud dengan isolasi organik ialah gejala keterasingan yang disebabkan bukan
karena ketiadaan kontak yang dipaksakan dari luar,melainkan karena ketiadaan kontak yang
disebabkan karena kecatatan individu seperti kebutaan dan ketulisan. Akibat penting kecatatan
seperti itu ialah kurangnya pengalaman bersama tertentu dengan semua orang normal. Beet
hoven mengatakan: `kecatatan saya memaksa saya hidup dalam pengasingan`. Akibat kecatatan
organik sangat mirip dengan kecatatan sosial seperti perasaan malu yang berlebih-lebihan
curiga,inferior atau superior dan kesukaan menonjolkan kepintaran diri sendiri (kecatatan
terakhir ini selanjutnya disebut :keminter ). Penyimpangan sosial tersebut diatas baik merupakan
akibat maupun merupakan gejala dari isolasi sebelumnya dan ia menciptakan isolasi sebagian.
Akibat keterbatasan pengalaman serupa itu adalah bahwa orang yang tuli,buta dan pemalu,jarang
mendapatkan jawaban yang sempurna dari orang yang normal. Mereka terhalang dalam setiap
komunikasi umum. Mereka dicurigai atau mencurigai,lekas marah dan dengan demikian mereka
juga kurang mempunyai kesempatan untuk mendapatkan teman dan sahabat yang sesuai dengan
mereka. Akibat selanjutnya dari keterbatasan pengalaman ini ialah sempitnya pergaulan orang
cacat itu,hanya sampai pada batas lingkungan orang tertentu saja. Kesemuanya ini dapat
mendorong orang kepada sikap pasrah: individu itu mungkin menyerah saja kepada nasib untuk
mendapatkan posisi yang normal atau mungkin juga menjadi seorang yang patah hati dan patah
semangat, yang menerima peranannya dari bayangan perasaan inferior. Hasil lainnya yang sering
terjadi dari situasi demikian ialah `kompensasi` dan mungkin pula mengenbangkan perasaan
superrior-kompleks. Orang seperti itu mungkin merasakan bahwa `tak seorangpun yang cukup
baik terhadap saya`.
Kompleks-kompleks demikian berhubungan erat dengan sifat suka menonjolkan ilmun
atau kepintaran diri sendiri. Orang keminter seperti itu adalah orang yang hanya merasa dirinya
sendiri sajalah yang aman karena ia berada dibawah perlindungan dan bimbingan yang terandal.
Keteraturan dan kebersihan bagi orang seperti itu dapat berarti sebagai suatu proteksi terhadap
perselisihan yang tak terduga,bentrokan dan kritik. Keminter kebanyakan merupakan gejala yang
menandakan rasa takut terjerumus ke dalam situasi yang tidk diinginkan. Dengan demikian sang
keminter ini mencoba merumuskan setiap situasi menurut caranya sendiri. Ketelitiannya sering
dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan dari nilai kerjasama. Apa yang menjadi
keistimewaan si keminter ini ialah tekanan psikologis,kekacauan berpikir dan kesenangan
terhadap ketelitian.
Perasaan malu menurut pengertian sosiologi adalah sejenis isolasi sebagian yang timbul
dari ketidak-mampuan menciptakan tanggapan yang memadai dalam bidang kehidupan tertentu.
Perasaan ini kebanyakan adalah akibat dari goncangan jiwa ini sering terjadi kanak-kanak.
Goncangan jiwa ini sering terjadi anak-anak mulai meninggalkan pergaulan dengan lingkungan
keluarga dan tetangganya dan memasuki dunia antar hubungan sekunder. Sejenis kegoncangan
jiwa (trauma) sebagai akibat dari perubahan lingkungan pergaulan dari kelompok primer ke
kelompok sekunder demikian itu,dan gangguan kepribadian kronis sebenarnya dapat diteliti.
Bibit perasaan malu yang berkelebihan itu dapat dilihat melalui antara hubungan yang akrab
dengan anak-anak berusia sekitar 5 tahun.
Perasaan malu yang berlebih-lebihan yang mula-mula hanya muncul kadang-kadang saja
cenderung kemudian dibiasakan dan dapat menciptakan seluruh gejala isolasi sebagian. Tahap
awal gangguan terhadap kemampuan sosial demikian dapat ditemukan pada anak-anak kecil dan
kemudian dapat muncul sebagai suatu kegelisahan yang lazim dalam menghadapi setiap situasi
baru. Perasaan demikian timbul,misalnya disaat akan menghadapi ujian atau di dalam kelas
ketika anak takut takkan dapat menjawab pertanyaan yang tak terduga dari gurunya. Jika sikap
ini di alihkan kepada tingkat perkembangan anak selanjutnya,maka sikap ini dapat
menyembunyikan bahkan menghilangkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan ketegasan yang
wajar dari individu. Seseorang yang mempunyai kepribadian tak seimbang, sering mencoba
mengkompensasikan dirinya dengan berbagai cara. Atau jika keluarganya menyokong ketidak-
munculannya,maka biasanya kompensasi itu muncul melalui peledakan perasaan,kadang-kadang
dengan mencari kelembutan, kasih sayang yang berlebihan terhadap orang lain dan dengan
pengungkapan emosi yang hebat lainnya yang serupa.
Jenis lain isolasi sebagian itu timbul ketika suatu kemampuan normal untuk mengadakn
kontak sosial tak dapat menemukan lingkungan sekitarnya yang cocok yang diperlukan untuk
situasi seseorang gadis tua atau perjaka tua yang kadang-kadang membujang sebagai akibat sikap
pemalunya yang berlebih-lebihan. Orang yang dalam situasi demikian akan mencari suatu
pemuasan bagi kerugian yang mungkin dialaminya dalam kehidupan pribadiannya dan dalam
kehidupan sosialnya dengan mencari suatu kegiatan sosial yang bermanfaat,melalui
persahabatan,latihan sepiritual bagi yang mampu melaksanakannya atau mungkin melalui
pemeliharan binatang dan mempertahankan sentimental.

3. BENTUK-BENTUK KERAHASIAAN PRIBADI


Kerahasiaan pribadi (privacy) juga mencerminkan tipe isolasi sebagian tertentu.
Kerahasiaan pribadi secara tak langsung menyatakan bahwa ruang lingkup inti pengalaman
pribadi kita dilindungi dari pengaruh kontak sosial. Orang moderen sering mencoba untuk
menyembunyikan sebagian dari kepribadiannya terhadap kontrol publik. Disini kita berbucara
tentang kerahasiaan pribadi kita sendiri.
Kita dapat melihat suatu perkembangan yang serupa pada latar belakang sosial dan
politki ketika kita mengamati bagaimana negara liberal moderen menahan diri untuk tidak
mencampuri dan mengganggu urusan pribadi individu warganya,sejauh mungkin di pantangkan
mengatur dan mengendalikan keyakinan pribadi, kesadaran pribadi dan perasaan-perasaan yang
bersifat pribadi. Atau dalam kehidupan kota moderen kita melihat perlindungan kehidupan
pribadi warga kota dari penilaian publik. Kehidupan masyarakat desa tak mengenal adanya baik
privasi internal maupun privasi eksternal demikian. Kehidupan masyarakat desa sebagai
keseluruhan biasanya menyangkut pula kehidupan rumah-tangga dan kehidupan perseorangan
petani. Kontrol publik menyelusup sampai jauh ke dalam setiap sudut yang tersembunyi
sekalipun dari kehidupan kekeluargaan individu. Kenapa demikian? Yang jelas karena dalam
komunitas primitif,jarak antara kegiatan seorang individu berhubungan erat dengan bidang
kegiatan keseluruhan komunitas. Pemisahan sosial,penyembunyian kepribadian seorang dalam
kehidupan kelompok demikian itu teramat sulit. Gilda di kota-kota abad pertengahan sama-sama
dapat mengontrol sebagian besar aktivitas eksternal dari setiap individu yang menjadi
anggotanya,seperti pengungkapan kepercayaan agama,aktivitas profesional,bentu-bentuk
pergaulan,aktivitas artistik,upacara penguburan dan sebagainya organisasi moderen seperti
perserikatan profesionel (misalnya:korpri,IDI atau perusahaan,hanya menyentuh sebagian bidang
tertentu saja dari kehidupan individu. Kemungkinan untuk menyembunyikan kerahasiaan pribadi
dalam kehidupan organisasi moderen ini jauh lebih besar dan dengan menyenbunyikan kan maka
manusia moderen berhasil mengisolir sebagian dari kepribadiannya. Isolasi ini berarti
memperkuat individualisasi.
Gerakan keagamaan seperti protestantisme dan puritanisme,menampilkan suatu
kecenderungan untuk mengubah agama publik menjadi agama pribadi dan menjaga agar supaya
bagian-bagian tertentu dari kepribadian orang, aman dari campur tangan dari luar. Puritanisme
juga mencerminkan tendesi yang mengutuk pemberitaan dan meningkatkan penilaian terhadap
urusan pribadi dan pengalaman pribadi individu. Proses penciptaan kerahasiaan pribadi ini
bermula melalui perubahan-perubahan eksternal seperti pemisahan urusan rumahtangga dari
urusan dinas atau urusan kantor. Warga kota di penghujung abad pertengahan atau di zaman
Renaisan,karena makin kaya,mampu menyediakan satu kamar untuk masing-masing anggota
keluarganya dalam satu rumah yang dipergunakan oleh masing-masing anggota keluarga itu
untuk keperluannya sendiri. Ruangan pribadi ini menjadi lingkungan eksternal pertama yang
menciptakan seperangkat sikap dan paresaan yang kini kita sebut privat itu dan ini adalah satu
bentuk individualisasi.
Di sini kita harus membedakan dengan tegas antara sikap yang berhubungan erat dengan
kontak primer, kontak-kontak yang intim, dan sikap yang berhubungan erat dengan kerahasiaan
pribadi. Kerahasiaan pribadi adalah sejenis pengisolasian dalam dunua ke hidupan keluarga atau
di dalam kelompok primer yang lain. Ini merupakan suatu cara melepaskan diri dari kelompok
sosial di mana pengendalian kelompok sangat dekat terhadap individu. Kerahasiaan pribadi
sangat membantu dalam menciptakan individualisasi. Kerahasiaan pribadi ini memelihara
kecenderungan ke arah individualisasi enternal. Salah satu akibat utama kerahasiaan pribadi ini
ialah terciptanya standar norma ganda dari kesadaran orang, baik norma hukum maupun norma
moral. Akibat lainnya ialah munculnya standar ganda dalam pengalaman terhadap waktu.
Pengertian waktu yang dimaksud di sini bukanlah perjalana waktu secara kronologis yang dapat
diukur dengan bantuan suatu skala obyektif, tetapi ialah cara yang menyadarkan kita terhadap
waktu di dalam inti pengalaman kita.
Inti pengalaman kita terhadap waktu, sebagian besar diarahkan kepada pengalaman
kolektif. Sejauh kita akrab dan berhubungan erat dengan sesama manusia melalui tujuan-tujuan
bersama,maka ketegangan yang tertanam dalam perjuangan bersama itu membedakan waktu
dalam suatu cara kolektif bagi setiap peserta perjuangan bersama itu. Orang yang bekerja
bersama-sama untuk mencapai hasil bersama, mengukur waktu menurut aktivitas bersama
mereka. Artulasi dari peristiwa seperti juga waktu, mula-mula diarahkan kepada tujuan bersama
itu. Tetapi kerahasiaan pribadi memisahkan pengalaman individu tertentu dari komunitas,dan inti
pengalaman individu menjadi terpisah dari dunia luar. Sebagai akibatnya, inti waktunya terpisah
dari waktu komunitas. Perlu di ingat bahwa evolusi yang tidak proporsional menciptakan
individualisasi dan pengalaman ditunjukkan ke dalm diri sendiri. Oleh karena adanya
kerahasiaan yang bersifat pribadi dan personal,maka keduanya tidak sama dan sederajat.
Diskriminasi yang teliti dari pengalaman yang berhubungan erat dengan pemusatan perhatian
dan pemikiran terhadap diri sendiri menjadi sumbr dari puisi-puisi yang bersifat subyektif dan
menjdi sumber sunyektivisme pada umumnya.
Bahaya privasi yang berlebih-lebihan ialah bahwa dalam keadaan demikian dapat
mendorong kearah terbelahnya kepribadian. Dunua kesadaran terdalam dari privasi dan dunia
aktifitas bersama, kehilangan hubungannya dan karena itu orang lalu hidup dalam dua dunia
yang saling terpisah. Kretschmer dan shelddon menyatakan bahwa gejala penyakit jiwa dalm
bentuk kesukaan mengasingkan diri (schizofrenia) ini sebagai salah satu ciri dari aliran
psikoanalisa mereka.
Privasi tentu saja juga mempunyai makna produktif bagi kultur, jika ia tidak
menampilkan isolasi absolut tetapi hanya suatu isolasi sebagian. Aspek privasi yang bermanfaat
ini telah di selidiki oleh pemimpin suatu gerakan keagamaan. Hasilnya ternyata bahwa biara bagi
rahip-rahip merupakan suatu alat untuk menciptakan kondisi eksternal tiruan yang dapat
memelihara difasi mereka. Mereka yang hidup dalam biara demikian biasanya adalah orang yang
suka `menyendiri`. Peraturan dikalangan biara ini mengandung anjuran untuk menghindarkan
setiap kontak eksternal. Biara dan peraturannya itu membantu menciptakan kesamaan bidang
pengalaman bersama yang bersifat tiruan. Tujuan yang sama dilanjutkan oleh peraturan biara
yang berhubungan dengan pekerjaan pada waktu senggang. Didalam biaralah kita dapat
menemukan suatu perasaan keagamaan subyektif yang murni. Perasaan seperti itu merupakan
salah satu bentuk awal dari individualisasi yang dibantu perkembangannya oleh privasi.

BAB V
INDIVIDUALISASI

Kerahasiaan pribadi (privasi) hanyalah satu bentuk individualisasi. Banyak jenis kekuatan
sosial yang membantu perkembangan individualisasi, yang dimaksud individualisasi ialah proses
sosial yang cenderung menyebabkan individu kurang lebih terlepas dari kelompoknya dan yang
menciptakan di dalam dirinya suatu kesadaran diri sendiri mengenai miliknya diri sendiri.
Dalam menganalisa bagaimana proses individualisasi berlangsung, maka dua kesalahan
konsepsi perlu dikoreksi terlebih dahulu. Pertama, bahwa individualisasi ialah proses yang
semata-mata dibantu oleh individu itu sendiri. Ini didasarkan atas asumsi bahwa seseorang
membebaskan atau kurang bebas sama sekali dari pengaruh kelompoknya, hanya dengan
menggunakan kualitas mental. Kekeliuruan konsepsi kedua didasarkan atas asumsi bahwa
individualisasi terutama adalah proses mental atau spiritual yang tersebar melalui ide-ide umum
dari satu periode waktu atau tempat tertentu. Jika ahli sejarah misalnya berbicara mengenai
Renaisan maka mereka mengumpulkan kalimat-kalimat yang membuktikan bahwa suatu
penilaian baru terhadap individualitas telah muncul pada waktu tertentu dan kemudian
menunjukkan bahwa ide itu swcara berturut-turut diterima oleh kelompok lain dan oleh individu
lain. Upaya sosiolog tidak hanya sekedar mempelajari bahwa ide demikian itu ada pada waktu
tertentu tetapi berupaya pula menemukan bagaimana ide itu timbul. Kita dapat bertanya kepada
diri kita sendiri,kekuatan-kekuatan sosial apa saja yang menimbulkannya di dalam lingkungan
yang lebih sempit dan perangkat pengaruh sosial yang bagaimana yang mempersiapkan
kelompok manusia yang lebih besar menerina ide-ide itu. Ide itu biasanya hanyalah merupakan
ekspresi mental belaka dari proses individualisasi,yang dasar-dasarnya telah dipersiapkan oleh
perubahan sosial yang cenderung mengarahkannya. Di tengah-tengah jaringan sosial baru yang
demikian itu diungkapkan ide-ide yang memperkuat dan yang secara meyakinkan membentuk
situasi baru tetapi ide-ide itu sendiri tidak menciptakannya ketika saya mengatakan bahwa di
setiap situasi sosial terdapat seperangkat kekuatan sosial, di dalam situasi mana individualisasi
cenderung bekerja,saya menyadari bahwa periode waktu tertentu seperti Renaisan atau periode
Rasionalisme abad ke 18 dan liberalisme abak ke 19 membantu kelangsungan proses
individualisasi sedemikian besarnya dibandingkan dengan periode sejarah lainnya.
Untuk menghindarkan kebingungan terhadap berbagai jenis individualisasi,maka saya
akan memulai dengan menjelaskan perbedaan bentuknya dan mencoba menemukan kekuatan
sosial yang spesifik yang menunjang masing-masing bentuk tersebut.
Saya membedakan empat aspek utama individualisasi,masing-masing sebenarnya masih
dapat dipecah lagi menjadi beberapa sub-aspek.
1. Individualisasi sebagai proses menjadi berbeda dari orang lain.
2. Individualisasi pada tingkat bentuk baru dari penghormatan terhadap sikap sendiri: baik melalui
kesadaran terhadap ke unukan dan kekhasan kepribadian orang lain maupun melalui jenis
penilaian baru terhadap diri sendiri atau pengaturan diri sendiri.
3. Individualisasi dari keinginan-keinginan,yakni mengindividualisasikan hubungan dengan
obyek.,
4. Individualisasi sebagai sejenis perenungan ke dalam diri kita sendiri, yakni sejenis pemusatan
perhatian dan pemikiran terhadap diri sendiri (intriversi) yang secara tak langsung menyatakan
penerimaan pengalaman yang kita miliki sendiri dan meningkatkan kekuatan individualisasi di
sekitar dan di dalam diri kita sendiri. Ini juga dapat dijelaskan sebagai tindakan tidak
menyingkapkan dimensi yang terdalam dari kehidupan seseorang.

Dengan demikian,keempat aspek utama individualisasi itu adalah : menjadi berbeda ;


munculnya jenis penilaian baru terhadap kekhasan kepribadian diri sendiri ; individualisasi
melalui obyek; dan pemasukan kekuatan individualisasi. Keempatnya merupakan fenomena yang
berbeda.

1. PROSES MENJADI BERBEDA.


Perbedaan eksternal dari tipe dan individual menyebabkan terbentunya kelompok baru
dimana ciri-ciri baru ini biasanya di ungkapkan. Munculnya kelompok baru ini dipercepat oleh
adanya pembagian kerja dan dan pembagian fungsi. Pembagian fungsi ini menyebabkan
perkembangnya ciri-ciri profesional. Kelompok baru serupa itu sedikit banyak memungkinkan
individualitas dalam keanggotaannya menurut intensitas dan volume organisasi dan peraturan
internal. Bahkan misalnya perbedaan antara tenaga kerja ahli dan tenaga kerja pelaksna dalam
suatu pabrik. Tenaga kerja ahli bekerja dengan ketrampilan teknik dan dengan peralatan
tersendiri sehingga dengan demikian menjadi lebij individualis. Dalam pabrik ada
kecenderungan pengaturan kerja secara impersonal. Faktor sosial berikutnya yang menimbulkan
tipe diferensiasi eksternal dan tipe individual adalah akibat dari keterbatasan kontak,karena orang
yang dalam keadaan demikian itu akhirnya terhalang untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi
yang berubah.
Dalam masyarakat cina kuno, tindakan orang dalam keseluruhan hubungannya telah
ditetapkan secara pasti oleh ajaran konghucu. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya,
peraturan tingkah laku seorang anak terhadap bapaknya atau si isteri terhadap suaminya, atau
seorang adik terhadap kakak laki-lakinya, telah ditetapkan dengan pasti. Aturan tingkah laku ini
terang mempengaruhi kesempatan-kesempatan yang terbuka bagi anggota kelompok, dan dalam
kenyataan kehidupan yang sesungguhnya dari anggota kelompok. Sebaliknya, demokratisasi
dalam pengertian yang seluas-luasnya di bidang politik, ekonomi dan pedagogik berperan sangat
kuat dalam mengarahkan terciptanya tindakan yang spontan dan tindakan yang tidak tradisional.
Kompetisi secara bebas juga mendorong individu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap situasi
khususnya sendiri, untuk mengambil inisiatif dan tidak menunggu perintah atau tidak lebih
senang diperintah. Khususnya unit sosial yang kecil, jika diorganisir menurut cara-cara
demokratis dapat mendorong pertumbuhan kepribadian. Unit sosial yang kecil seperti itu
terdapat di wilayah Swiserlan bagian tengah, dalam komune merdeka abad pertengahan dan
dalam sekte-sekte keagamaan. Hal yang serupa juga terdapat pada kelompok-kelompok
pendidikan yang terorganisir secara demokratis seperti universitas di abad pertengahan
memudahkan upaya secara individual dan upaya pengambilan keputusan.
Satu contoh yang nyata dari kulit luar suatu situasi yang tidak berpola terlihat dalam kasus
pionir atau pedagang yang bertualang meninggalkan kampung halaman mereka dengan tujuan
menaklukan daerah baru, atau untuk menciptakan pasar baru, atau sama seperti pemuda atau
pemudi yang melepaskan diri mereka dari perlindungan keluarga mereka untuk mencari sumber
penghidupan di tempat baru. Tetapi kompetisi di dalam kehidupan kelompok mendorong setiap
orang untuk bertindak menurut kepentingan individualnya dan untuk mengintegrasikan kembali
situasi dirinya sendiri.
Perkembangan prises individualisasi selanjutnya dibantu oleh peningkatan mobilitas
sosial,terutama oleh mobilitas sosial vertikal yang memungkinkan seseorang tampil pada skala
sosial sebagai individu,dan tidak hanya sebagai seorang anggota belaka dari kelompoknya. Di
dalam situasi demikian itu adalah perlu bagi keberhasilannya untuk membebaskan dirinya sendiri
dari prasangka kelompoknya,meskipun mungkin kemudian ia menyesuaikan diri juga dengan
prasangka kelompok lain. Mobilitas horizontal terlihat misalnya dalam pengembaran individu,
yang secara tak langsung menyatakan keperluannya untuk membuang sudut pandangan
kelompok kecilnya yang sudah usang. Bagaimana, dalam kasus ini terdapat kemungkinan
baginya untuk mengenali sama sekali dirinya sendiri melalui kelompok baru dan melalui cara ini
ia di paksa untuk menemukan pandangannya sendiri secara bebas. Jika seseorang
menggabungkan diri dengan kelompok oposisi, maka orang itu akan kehilangan pandangannya
yang asli dan mencoba mempelajari dan menerima pandangan orang lain.
Situasi seseorang sebagai `orang asing`, apakah secara relatif atau secara mutlak mempunyai
pengaruh individualisasi yang serupa. Contoh keterasingan secara relatif demikian adalah anak
kecil yang diterlantarkan keluarganya atau pemimpin golongan minoritas di dalam suatu
kehidupan kelompok,sedangkan contoh ketersaingan secara absolut adalah orang yang diusir
atau dibuang dari lingkungan kelompoknya dan orang asing yang tidak berasimilasi. Awal dari
kehidupan Hitler, lenin, dan T rotsky atau stalin memperlihatkan sejumlah situasi outsider
demikian itu.
Situasi sosial terakhir yang diperlihatkan dalam kaitannya dengan individualisasi sebagai
suatu`proses menjadi berbeda` adalah melarikan diri dari kontrol sosial satu kelompok kepada
kontrol sosial kelompok yang lain. Dalam setiap kelompok terdapat perbedaan sesuatu yang
disumbangkan yang dipelajari oleh orang yang sama,seperti halnya orang yang berbeda
membentuk jenis kelompok yang berbeda,keluarga,teman sepermainan,klub,universitas,dan
sebagainya. Dengan demikian lingkungan kontak yang diperluas itu dapat memberikan
anekaragam pengalaman yang makin luas pula sehingga individualisasi dapat berkembang
dengan fleksibelitas yang lebih besar.
2. INDIVIDUALISASI (PENGHORMATAN TERHADAP SIKAP SENDIRI)

Dilihat dari satu segi,kepribadian individualistis terdiri dari semakin sadar terdapat kekhasan
karakter kita sendiri dan munculnya jenis penilaian baru terhadap diri sendiri. Dengan demikian,
pengorganisasian terhadap diri sendiri berlangsung sebagai bentuk kemunculan penilaian
terhadap diri sendiri. Contoh proses ini dapat ditemukan dalam sejarah di mana pemujaan
terhadap kepribadian yang kuat menciptakan suatu tipe individualisasi tertentu. Prakondisi
proses ini adalah suatu diferensiasi yang ketat dan pengambilan jarak oleh elite pemimpin,
pengorganisasian kelompok sedemikian rupa sehingga menyediakan kesempatan bagi
sekumpulan orang tertentu untuk menjadi lalim (despotic);adanya lingkungan pergaulan istana
yang tak terjangkau oleh penilaian publik di mana sang penguasa lalim itu dapat berilusi sebagai
seorang yang `maha kuasa`. Ini adalah prakondisi untuk terciptanya seorang penguasa yang
kejam dan lalim yang biasa disebut dengan satu kata `tirani` yang bersandar kepada kekuatan
pisik dan paksaan spiritual (biasanya berdasarkan sikap yang mengira ia memiliki sejenis
kekuatan gaib) bersama dengan kekuatan yang berasal dari pemilikan tanah, uang dan harta
kekayaan lainnya serta prestise dan kemegahan.
Proses serupa terlihat dalam bentuk yang lebih moderat dan dalam lingkungan pergaulan
yang lebih sempit,jika seorang anak menjadi tirani dari suatu keluarga. Dalam kasus di atas
terlihat adanya impuls kecintaan terhadap diri sendiri pada si tiran atau pada si despot itu, dan ini
terima oleh kelompoknya.
Perasaan mengenai keunikan kehidupan seseorang dan karakter yang dimilikinya, dapat
ditemukan pada asal mula pemujaan terhadap otobiografi: pemujaan ini berkembang di
penghujung periode kekaisaran Romawi yang berhubungan erat dengan timbulnya suatu
perasaan bahwa kehidupan dan karakter seseorang adalah unik. Namun asal mula perasaan
demikian ditemukan juga di permulaan kehancuran despotisme di dunia Timur. Di permulaan
tingkat perkembangan individualisasi ini, penilaian terhadap diri sendiri dibangun dengan
membiarkan orang lain menjadi mangsa ketakutan dan hormat kepada kita sendiri. Contoh
kemegahan diri sendiri serupa itu dapat ditemukan dalam riwayat Assurbanipal (885-860 SM)
yang menyatakan ; `Aku adalah raja`.`Aku adalah Tuhan`.`Aku adalah yang maha agung`.`Aku
adalah yang terbesar ,yang terkuat`. `Aku adalah yang termasyhur`. `Aku adalah
pangeran,bangsawan,panglima perang`. `Aku adalah seekor singa.......`Aku adalah wakil Tuhan`.
`Aku adalah senjata yang tak terkalahkan,yang membuat bumi musuh menjadi puing`. `Aku
menangkap mereka hidup-hidup, dan menenggelamkan mereka`. `Aku mencat gunung dengan
darah mereka`. `Aku menguliti mereka dan menutupi dinding istanaku dengan kulit mereka`.
`Aku mendirikan pilar istanaku dengan batok kepala mereka. Dan diantara pilar-pilar itu aku
menggantungi kepala mereka dengan tanaman anggur.....`Aku menyiapkan gambar klosal tokoh-
tokoh keluarga kerajaanku dan menggoreskan kemauanku dan keagunganku padanya...sinar
wajahku terpancar pada puing-puing. Dalam melayani kemarahanku,aku menemukan
kepuasanku`.
Melalui periode terakhir kekaisaran Romawi dan melalui otobiografi filosof Stoa serta
melalui pernyataan lainnya,kita dapat menunjukkan situasi sosial yang menyokong bertambah
kuatnya perasaan keunikan diri sendiri itu. Kita dapat menunjukkan kelemahan organisasi
masyarakat yang besar dan keadaan yang kacau dari kekaisaran,dan sehubungan dengan itu kita
dapat pula menunjukkan kemungkinan bagi individu untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi
dalam skala sosial. Kelemahan organisasi yang besar ialah bahwa kekuatan mengikat normanya
hampir hilang sama sekali. Kita melihat di sini pembubaran cita-cita yang terkandung di dalam
negara-negara kota Yunani (prolis) yang kecil-kecil itu.

3. INDIVIDUALISASI KEINGINAN MELALUI OBYEK


Dalam membangun petunjuk arah dan keteguhan perasaan terhadap obyek dan terhadap
orang lain (apa yang oleh ahli psikoanalisasi disebut penetapan libido atau kathexes) sikap
tradisional dan daya tahan kelompok primer adalah menentukan. Petani dan kaum ningrat yang
menguasai tanah pertanian,lebih terarah dan lebih teguh keimanannya dari pada tipe orang kaya
kota yang mudah bergerak (mobile). Kalangan petani dan ningrat pemilik tanah, mencoba
menetapkan jenis keinginan yang akan dipenuhinya sejauh ia ingin membeli suatu barang
tertentu tetapi ingin menyelang-nyelingi ke mungkinan dalam keterbatasan kemampuan yang ada
padanya. Jarak pilihannya mungkin lebih luas dan pilihannya yang sebenarnya beraneka ragam.
Berbagai faktor meningkatkan keinginannya secara individual dan yang mendadak seperti faktor
kekayaan,yang menciptakan kemungkinan yang bervariasi atau yang menciptakan proses
produksi dan distribusi moderen yang mendorong kompetisi individual dan orang yang pertama
tampil membawa ide-ide baru. Bagaimanapun juga, industri raksasa yang merangsang para
pembeli melalui iklan misalnya juga berusaha untuk menyeragamkan pilihan konsumen. Di
samping itu terdapat mobilitas sosial baik horizontal seperti migrasi maupun secara vertikal
seperti bergerak ke bawah dan ke atas skala sosial, yang cenderung mengikat individu kepada
keinginan-keinginan khusus .
Ada beberapa keinginan yang dimiliki orang. Kita dapat menyederhanakannya menjadi dua
macam. Pertama sikap untuk memilih obyek tunggal dengan penetapan libido yang pasti. Kedua,
penetapan libido terhadap obyek yang abstrak, seperti uang dan persamaan derajat. Selanjutnya
terdapat dua jenis sikap yang menginginkan untuk menyeimbangkan dalam hubungannya dengan
pemilikan; pertama berusaha sekuat tenaga untuk memiliki suatu obyek tertentu yang pasti, dan
kedua berusaha keras untukn keras untuk memiliki berbagai macam obyek. Dalam kasus terakhir
ini libido yang dipastikan terhadap sesuatu obyek,dalam ukuran tertentu adalah dialihkan dari
obyek itu kepada pilihan itu sendiri. Contoh libido yang dipastikan terhadap obyek tertentu ialah
berupa kesukaan seseorang petani terhadap pipa rokok kesayangannya atau terhadap piring
kesayangannya pada waktu makan atau terhadap pemandangan alam di sekitar tempat ia mondar-
mandir dan bermukim. Dalam keseluruhan kasus di atas petani secara pribadi berhubungan erat
dengan barang-barang yang dimilikinya itu atau dengan situasi personalnya. Dalam kasus yang
kedua,dimana libido ditetapkan tidak begitu banyak terhadap obyek tetapi lebih banyak terhadap
pilihan itu sendiri, contohnya dapat diketengahkan tentang sikap orang yang selalu mengikuti
mode, sikap orang liberal atau sikap orang yang individualis dalam masyarakat yang bercorak
kompetitif. Tetapi orang yang bersikap liberal dan anarkis juga dapat memiliki keinginan-
keinginan yang terikat kepada obyek khusus atau kepada orang tertentu.
Penetapan libido individu yang keras terbentuk oleh keluarga kecil. Contohnya libido
terhadap tokoh ibu atau tokoh ayah adalah lebih besar dalam tipe keluarga tertentu daripada
dalam tipe keluarga yang lain. Dalam kelompok keluarga primitif, setiap anak mempunyai
beberapa orang ibu sekaligus karena dalam kelompok keluarga demikian seluruh ibu-ibu yang
setingkat usianya dipanggil ibu oleh semua anak-anak mereka. Dalam keluarga kecil monogami,
kepastiannya lebih besar dan disitu terlihat kasih sayang yang sedemikian mendalam dari
seorang ibu, dan dalam keluarga yang beranak tunggal lebih mencolok lagi dibandingkan dengan
keluarga yang beranak,katakan lah sepuluh orang misalnya.
Salah satu sumber utama libido individual yang mempengaruhi ide tentang keunikan
perseorangan dan cinta yang lebih ideal dapat ditemukan di sini. Cinta yang romantis hanya
dapat di terangkan dalam kaitannya dengan kesukaan memusatkan perhatian kepada diri sendiri
yang dikenal sebagai `introversi`.

4. INDIVIDUALISASI SEBAGAI INTROVERSAL


Melalui pengetahuan tentang individualisasi,dapat diketahui kepribadian yang
mendalam,yang disebut; introyeksi. Tingkatnya dapat ditelusuri. Tingkat merenggang, menjadi
terpencil yang ditandai oleh kenyataan bahwa individu mengundurkan kekuatan libidonya ke
dalam dirinya sendiri. Gejala seperti ini sering ditemukan dalam kehidupan kota besar di mana
dirasakan kurangnya keeratan hubungan persahabatan dan keramahtamahan dan kebingungan
yang disebabkan karena pada umumnya komunitas kehilangan kekuatan ekspresifnya, karena
misalnya bentuk-bentuk pemujaan dan upacara kehilangan makna kebersamaannya dan makna
perseorangannya. Hilangnya jarak aktivitas karena demikian sibuknya,keterbatasan
kemungkinan untuk membagi ekspresi emosional, kesemuanya itu memberikan andil terhadap
merenggangnya hubungan, introspeksi dan pengarahan perhatian ke dalam diri sendiri
(indwardness) dan memberikan andil terhadap sublimasi energi menuju kepada suatu kesukaan
memikirkan diri sendiri daripada memikirkan orang lain (introversion). Proses ini, yang
berkombinasi dengan munculnya kecintaan terhadap diri sendiri,memungkinkan terbentuknya
cinta romantis.
Kemudian berkembanglah suatu penerimaan terhadap privasi dan isolasi sebagian sebagai
suatu cara untuk melarikan dari kontrol eksternal,sama halnya dengan bentuk lain dari
individualisasi berhubungan erat dengan introversi. Pengutamaan introversi adalah salah satu
bentuk individualisasi sejenis introversi ini. Selain dari itu, dalam keadaan terjadinya mobilitas
sosial dan kultural, ketika dengan tiba-tiba diperlukan penilaian kembali yang lebih dalam,maka
suasana batin yang introspektif demikian itu biasanya muncuk terutama di kalangan orang yang
banyak mempunyai waktu terluang untuk bersenang-senang yang dikombinasikan dengan
privasi. Perkembangan harmonis keseluruhan kepribadian adalah bentuk individualisasi yang di
senangi orang demikian itu, yang memandang barang sesuatu tidak secara spesifik tetapi sebagai
yang memperlihatkan keseragaman dan kesatuan pengalaman sekaligus. Bagi orang demikian
itu, jarak sosial dari bidang pekerjaan dan perjuangan sosial mengakibatkan berkurangnya
ketundukan terhadap kekuasaan atau menyelesaikan fakta-fakta eksternal. Seniman-seniman
besar zaman Renaisan,sastrawan dan ilmuwan abad ke 17 dan ke 18 dan beberapa orang ahli
pikir inggris abad ke 20 memperlihatkan sikap serupa itu.

D. INDIVIDUALISASI DAN SOSIALISASI


Di mana kesadaran terhadap diri sendiri adalah dominan maka di situ selalu terdapat
pengutamaan baik terhadap diri sendiri maupun pengutamaan diri kita sendiri terhadap diri orang
lain. Jika kita berbicara tentang seseorang yang suka mementingkan diri sendiri atau yang
memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri, maka kita berfikir mengenai dia sebagai orang
yang kurang mampu melihat barang sesuatu dalam hubungannya dengan sudut pandang orang
lain. Orang serupa itu belum secara keseluruhannya melewati fase awal dari kesadaran sosial di
dalam mana kita melihat barang sesuatu hanya dalam hubungannya dengan kita. Sebagai
contoh,anak yang tak mempunyai saudara kandung laki-laki atau perempuan, sering sekali
menjadi orang yang suka memusatkan perhatian kepada diri sendiri (self centred). Orang yang
demikian itu belum cukup di sosialisasikan. Dengan sosialisasi kita maksudkan sebagai proses
yang berlawanan dengan individualisasi. Sosialisasi ialah proses pengembangan diri sendiri.
Pengembangan diri sendiri ini mengikuti garis tertentu yang dapat disebut sebagai jalan sosial
menuju pengembangan diri sendiri.
Para sosiolig telah menunjukkan tentang adanya berbagai bentuk pengembangan diri dengan
istilah simbolis seperti berikut:
1. Spheric-self. Yakni orang yang tak mau bekerjasama, terutama tak mau cocok dengan orang
yang dekat hubungannya dengannya.orang yang dijauhi oleh orang yang memiliki aspek
kepribadian seperti itu justru adalah orang yang sering memperhatikannya karena mereka sering
melihatnya,sebagai contoh,tetangganya dan pengasuhnya semasa kecil. Tetapi buku-buku
bacaan,perjalananya,kehidupan orang besar,dan stratifikasi sosial dapat merentangkan radius
aktivitas perseorangan dan dengan demikian tak menguntungkan bagi pengembangan
kepribadian yang tak mau bekerjasama ini.
2. Linier-self. Yakni kepribadiaan yang tetap sejalan dengan garis keluarga. Kepribadian ini
mendorong seseorang untuk banyak berkorban agar tidak mencemarkan nama baik nenek
monyangnya atau untuk tidak menjadi halang-perintang bagi anak cucunya. Di sini perasaan
kekeluargaan menjadi saingan bagi perasaan sosial yang lebih luas.
3. Flat-self. Muncul jika perasaan sosial hanya terbatas pada orang yang berasal dari setrata sosial
tertentu di mana ia menjadi salah seorang yang termasuk kedalamnya. Sosialisasi horisontal
demikian ini melemahkan rintangan perasaan iri yang muncul di kalangan kehidupan
bertentangan,jemaah dan di bidang wewenang, tetapi sebaliknya menciptakan perasaan iri yang
baru lainnya. Sementara permusuhan dalam komunitas dapat menghindarkan kerusuhan dengan
jalan saling menghilangkannya satu sama lain, maka pemusuhan antara kelas sosial tak dapat
menghindarkan kontak-kontak sosial dan dengan demikian tak dapat melenyapkan pergeseran-
pergeseran atau friksi antara kelas sosial itu.
4. Vein-self. Dalam kota-kota besar demokratis, persaudaraan dan persahabatan cenderung
mengikuti garis pekerjaan. Contohnya,wartawan surat kabar saling mengenal satu sama lain dan
saling bertemu muka dengan sebagian besar wartawan surat kabar yang lain. Kenyataan bahwa
mereka saling berkompetisi, dikalahkan oleh adanya kepentingan bersama yang terdapat pada
mereka semuanya. Mereka yang tidak memcintai panggilan dirinya sendiri dan mempunyai
profesi yang terlalu banyak dapat mengikuti suatu garis non-profesional dari kepentingan
pribadinya.
5. Star-self. Pengenbangan kepribadian,dalam beberapa hal akan mendapat simpati dari berbagai
jenis orang menurut lapisan yang berbeda.jadi akan timbul kepribadian teladan (star self) yang
memancar ke berbagai bidang. Contohnya dapat ditunjukkan pada kepribadian Goethe, Albert
Schweitzer, dan Betran Rusell.

Diperensiasi fungsional dan kompleksitas kehidupan masyarakat kota, mendorong


pengembangan kepribadian teladan ini. Sejumlah besar persoalan yang memerlukan kerjasama
(team work) terutama didasarkan atas harga yang harus dibayar terhadap spheric-self tersebit di
atas.
Adalah menjadi tugas sosiolog dan para pendidik di masa mendatang untuk meneliti situasi
sosial yang mana yang dapat membantu perkembangan dan perluasan kepribadian yang sesuai
dengan tuntutan kerjasama ini dan berbagai kelemahan sosial lainnya.
Bagaimana juga, adalah penting ditekankan di sini bahwa pengertian-pengertian di atas
hendaknya jangan dihypothesakan sebagai kepribadian yang tepisah satu sama lain. Kelima
pengertian di atas mempunyai keterbatasan penggunaannya secara praktis bagi sosiolog.
Pertanyaan mendasar yang dapat timbul adalah: bagaimanakah sifat dasar kepribadian yang telah
mendapatkan sumbangan pengaruh dari proses individualisasi dan proses sosialisasi itu

BAB VI
E. KOMPETISI DAN MONOPOLI

Salah satu kekuatan sosial terpenting ialah kompetisi. Kita dapaat mengklasifikasikan
kekuatan sosial menjadi dua kelompok. Pertama, kekuatan sosial yang mendorong
perkembangan kerjasama, dan kedua kekuatan yang memaksa orang untuk bertidak bertentangan
dan beroposisi satu sama lain. Kekuatan sosial utama yang mendorong orang untuk bertindak
bertentangan satu sama lain adalah perjuangan. Prjuangan dapat dirumuskan sebagai antar
hubungan sosial di mana kita ingin memaksa orang lain atau kelompok lain dengan kekuatan,
agar supaya bertindak menurt kemauan kita. Melalui perjuangan ini, perlawanan dari orang lain
itu diatasi. Kompetisi, sebaliknya dapat dianggap sebagai sejenis perjuangan secara damai.
Dengan demikian, dapat dirumuskan sebagai suatu upaya secara damao dari beberapa individu
atau kelompok untuk mendapatakan barang sesuatu yang sama.
Kompetisi, seperti perjuangan, adalah suatu kategori universal dari kehidupan. Dalam biologi
kita berbicara tentang : perjuangan untuk mempertahankan hidup dan ini adalah kategori
universal dari kehidupan sosial. Banyak orang yang percaya bahwa kompetisi adalah suatu
fenomena ekonomi murni, yang terutama dilambangkan oleh barter. Namun tak ada yang lebih
keliru daripada pemberian arti yang terbatas seperti itu terhadap istilah kompetisi. prinsip
kompetisi ialah samaa-sama bekerja ketika sejenis perlombaan terjadi, tujuan bersama bagi
setiap orang yang berkompetisi adalah mencoba untuk mencapai tujuan paling dahulu daripada
orang lain. Tetapi adalah juga kompetisi, jika dua sekolah yang berbeda mencoba menyelesaikan
problema ilmiah yang sama,atau juka dua orang laki-laki ingin merebut hati dan mengawini
wanita yang sama. Ini penting untuk diperhatikan bahea semua barang-barang yang berbeda itu
kepunyaan bersama, dan kompetisi bekerja dalam keseluruhan bidang itu. Kompetisi ekonomi
termasuk ke dalam lapangan yang sama dan dalam hubungan ini sekali lagi menjadi jelas bahwa
ilmu ekonomi berhubungan erat dengan sosiologi.
Melihat riwayat ide kompetisi, adalah menarik dicatat bahwa prinsip kompetisi mula-mula
diselidiki dalam ilmu ekonomi, baru kemudian dialihkan ke bidang biologi. Adam smith dan
para penganut aliran physiocrat lainnya adalah orang yang mula-mula melakukan analisa
sistematis tentang kompetisi. Menurut mereka, kemerdekaan dan kompetisi adalah elemen yang
diperlukan dalam mencpai keselarasan kepentingan. Malthus dalam karyanya Essay on the
principle of population (1798) menyatakan suatu pandangan yang mengecilkan hati tentang
adanya suatu kecenderungan umum bahwa pertambahan jumlah penduduk berlangsung menurut
deret ukur sedangkan pertambahan produksi bahan makanan hanya menurut deret hitung.
Charles Darwin adalah orang yang mula-mula mengalihkan ide tentang kompetisi kehidupan
biologi di tahun 1859. Ia menganggap kehidupan makhluk hidup sebagai suatu perjuangan untuk
memepertahankan hidup dan sampai kepada suatu kesimpulan bahwa perjuangan ini mendorong
organisme secara individual untuk menyesuaikan dirinya terhadap situasi khususnya sendiri. Jadi
Darwin yang dipengaruhi oleh esei Malthus, mengembangkan prinsip mengenai seleksi alamiah
melalui perjuangan mempertahankan hidup.

Hendaknya jangan dilupakan bahwa esei Malthus itu adalah suatu reaksi yang pesimis
melawan optimisme teori sosial yang diajukan oleh Godwin dan Condoret yang mempercayai
tentang kesempurnaan yang tak ada akhirnya dan persamaan alamiah umat manusia.
1. FUNGSI KOMPETISI
Kita membedakan antara kompetisi perseorangan dan kompetisi antar kelompok. Walaupun
kompetisi didorong oleh tujuan-tujuan perseorangan tetapi kompetisi itu melaksanakan fungsi
sosial dari seleksi, terutama dalam menetapkan satu tempat untuk setiap orang di dalam sistem
sosial. Alternatif utama bagi kompetisi sebagai suatu cara untuk menetapkan tempat bagi
masing-masing individu di dalam sistem sosial adalah sebagai berikut;
a) Penetapan status sosial melalui warisan turun menurun
b) Penetapan prinsip senioritas
c) Penetapan ukuran kemampuan melalui bentuk-bentuk testing yang bertingkat.
Masyarakat yang merencanakan dan seluruh masyarakat lainnya yang ingin menimalkan
kompetisi, boleh memilih diantara alternatif di atas.
Sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan proses seleksi dalam setiap masyarakat
adalah suatu indek dari kompetisi. Di dalam masyarakat yang statis, di mana biasanya anak-anak
mengikuti pekerjaan orangtuanya; di mana posisi tertentu dipertahankan pleh segelintir kasta,
dimana sistem memilih melalui suatu proses pemilihan tidak dikenal, maka orang hanya
mengorbankan sedikit tenaga untuk menemukan suatu tempat di dalam sistem sosial demikian.
Intensitas kompetisi berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemerdekaan perseorangan, sesuai
dengan tingkat perubahan sosial, dan berkebalikan dengan sifat badan-badan selektif.
Semakin bebas individu dalam memilih tingkat upah yang lebih baik, atau semakin
jarang orang mengalami diskriminasi rasial, keagamaan atau diskriminasi kelas, maka semakin
tinggi tingkat kemajuan umum yang dicapai oleh masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan sosial membuaka kesempatan baru banyak orang, yang dalam keadaan yang
lain orang mungkin harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka ditentukan untuk selama-
lamanya. Contoh menarik dari proses ini ialah pengaruh peningkatan industri mobil di Amerika
Serikat, yang mana selama 25 tahun menyerap tenaga kerja sejuta orang dan sangat sedikit di
antara mereka yang mewariskan pekerjaan mereka kepada anak mereka. Makin baik badan-
badan selektif makin ekonomis dan makin tepat penyaringan terhadap orang-orang yang
berkompetisi.
2. AKIBAT KOMPETISI
Setiap orang yang berkompetisi akan mencoba menyesuaikan diri mereka sendiri sebaik
mungkin dengan kondisi khusus mereka sendiri agar supaya menjadikannya sebagai orang yang
terbaik, dan individualisasi adalah suatu produk dari penyesuaian diri ini, di mana mentalitas
perseorangan dari seorang individu mencerminkan struktur dari situasi dan kekhasan dari orang
yang berkompetisi itu. Kompetisi mempertinggi keanekaragaman kepandaian, kekenyalan dan
mobilitas individu yang terlibat di dalamnya. Kompetisi dalam sebagian besar kasus,
berhubungan erat dengan mobilitas. Hanya jika saya dapat maju menuju kemungkinan mencapai
prestasi terbaiklah maka kompetisi mampu mengembangkan potensi sosial saya. Bagaimana pun
juga, kompetisi individual adalah suatu perantara yang cenderung memecah solidaritas
kelompok.
Pasar adalah tempat di mana kompetisi mula-mula timbul,mula-mula terdapat di kawasan
perbatasan suku, yakni ditempat mana komunikasi antar suku berlangsung. Pandangan yang
timbul di dalam situasi marjinal ini kemudian menerobos ke tengah-tengah masyarakat dan
dengan demikian dimulailah transformasi ke arah situasi masyarakat yang serakah.
Secara psikologis,kompetisi cenderung menciptakan perasaan inferior. Ini adalah
konsekuensi dari cara-cara melalui mana kompetisi itu berlangsung. Di sini dibedakan dua jenis
perasaan inferior yang bersumber pada kompetisi. Pertama, perasaan inferior yang menyebabkan
individu menjadi aktif,yang memaksanya untuk menyesuaikan dirinya sendiri dengan cara yang
lebih baik terhadap situasinya. Perasaan seperti ini menciptakan insentif baru dan mendorong
untuk menghormati kepribadian orang lain. Perasaan inferior kedua, ialah yang melumpuhkan
kekuatan individu dan memaksanya untuk menerima saja perasaan inferiornya itu. Jenis pertama
adalah potensial dan aktual dan dalam kebanyakan kasus di sebabkan karena kompetisi yang
benar-benar bebas. Sedangkan jenis perasaan inferior kedua, terutama dibantu perkembangannya
oleh tingkahlaku yang otoriter dari mereka yang mendominasi individu yang berbeda pada posisi
yang lemah.
Pertanyaan yang timbul di sini adalah seperti berikut: siapakah saingan kompetisi anda?
Bagaimana acaranya anda mengkonpensasikan perasaan inferior anda? Apakah kompetisi itu
meningkatkan kekuatan anda ataukaah situasi kompetisi demikian itu anda hadapi dengan
menarik diri dan lari ke dalam diri sendiri, sehingga anda menjadi seorang pendiam dan
pelamun? Apakah kompetisi itu membesarkan hati dan mendorong anda ataukah mengecilkan
dan menciutkan hati anda dalam berusaha?
Suatu perasaan inferior yang minimum sering perlu untuk menemukan cara-cara
penyesuaian diri yang baru, yang dibutuhkan dalam menghadapi situasi baru. Perasaan
inferiorlah yang menciptakan dalam diri individu suatu desakan untuk mengkompensasikan
perasaan inferiornya sendiri. Mekanisme ini dapat mengubah penampilan yang buruk menjadi
penampilan yang lebih baik di sekolah, di tempat bekerja, dan sebagian. Tetapi sejumlah
perasaan inferior yang berlebih-lebihan melumpuhkan aktivitas individu,karena perasaan
demikian merusak keseimbangan kepribadiannya dan penilaiannya terhadap dirinya sendiri.
Tentu saja juga ada metode untuk menghilangkan perasaan inferior seseorang.
Contohnya, pertama sebagai pengganti pengembangan kemampuan diri kita sendiri, kita
mencoba membatasi lawan berkompetisi kita seperti ketika seorang pimpinan menengah dalam
suatu birokrasi memilih para asistennya dari kalangan orang yang tidak berbakat, dan dengan
demikian menimbulkan kemungkina untuk menguasai perasaan inferior itu. Atau kedua, dengan
mencemarkan ide-ide atau nama baik orang lain yang berkompetisi dengan kita. Menurut cara
ini, kebencian, iri hati, dan dendam kesumat di lawan dengan kepahlawanan, dengan
kekesatriaan. Atau ketika prestasi kita sedang meningkat,kelompok lain yang kurang berefektif
mungkin mencoba menghasut orang lain untuk memusuhi kita yang lebih efisien dan yang lebih
berhasil. Contohnya kasus demikian ini dapat ditunjukkan ketika para bangsawan pemilik tanah
mencoba menciptakan perasaan permusuhan melawan pengusaha industri yang banyak
menghasilkan uang. Pencarian `kambing hitam` juga bukan suatu hal yang taklazim dilakukan
orang; kegagalan yang bersumber sebenarnya pada kelemahan kita sendiri, kita lemparkan
kesalahannya kepada orang lain sebagai biang keladinya.

3. KETERBATASAN METODE KOMPETISI


Sepanjang kompetisi bekerja menurut cara-cara yang konstruktif,maka ia akan memaksa
individu untuk meningkatkan usaha perseorangannya dan mendorongnya untuk berprestasi
semaksimal mungkin. Karena kompetisi berperan sangat efektif,maka sebagai akibatnya
dimungkinkan untuk memilih yang terbaik dri segi tipe manusianya yang paling menonjol dan
dari segi penampilannya yang terbaik dalam pekerjaan. Tetapi ada suatu kemungkinan bahwa
prinsip kompetisi yang sama,justru dapat menghasilkan akibat-akibat yang berlawanan,dan
menjadi alat dari cara-cara pemilihan yang bersifat negatif. Karena itu kompetisi secara bebas
harus selalu disertai dengan peraturan yang mengikat dan standar yang di terima secara umum.
Di sini, fenomena perlakuan yang wajar terhadap semua orang (disebut: fair-play ) termasuk ke
dalam nya.
Perlakuan yang wajar terhadap semua orang berarti bahwa baik dalam keseluruhan
masyarakat atau sekurang-kurangnya dalam salah satu stratanya, suatu kontrol sosial tertentu
berlaku dalam bentuk suatu standar tinhkahlaku yang mempengaruhi mentalitas individu yang
berkompetisi itu. Kejujuran seperti itu dapat dimasukkan ke dalam situasi kompetisi di sekolah,
di dalam dunia usaha, dan di dalam bidang perjuangan politik. Kelompok harus menerima
sekurang-kurangnya harus ditegur oleh beberapa orang anggotanya,dan pemimpin harus pula
menerima suatu standar sosial yang menentukan, yang menjamin kewajaran dan kejujuran
terlaksana di kalansgan orang yang berkompetisi. C.H. Cooley adalah orang yang pertama yang
menyadari arti penting prinsip fair-play ini.

BAB VII
MANUSIA, SAINS, DAN SENI
A. HAKIKAT DAN MAKN SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA
Selama perjalanan sejarah, umat manusia sudah berhasil menciptakan berbagai ragam
kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan, tersaebut hanya meliputi tujuh buah
kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu
Vada pada pokok kebudayaan. masyarakat yang ada dibelahan dunia ini. Menurut Kluchkhon
sebagaimana dikutip Koenjaraningrat (1996), bahwa ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut
meliputi peralatan hidup (teknologi), sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem
kemasyarakatan (organisasi sosial), sistem bahasa, kesenian (seni), sistem pengetahua ( ilmu
pengetahuan/sains), serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada atau
kita ketemukan apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat mana pun di
dunia ini. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat didunia, maka ketujuh unsur pokok dari
kebudayaan yang ada di dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur unsur budaya yang
bersifat universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni), atau yang
disingkat Ipteks, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut.
Maka dapat dipastikan Ipteks akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia
dimana pun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai pada masyarakat yang
masih sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan, pada kehidupan masyarakat purba atau pada
zaman prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebu telah ada, termasuk
Ipteks, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya
universal adalah pada zaman itu manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau teknologi
berupa alat-alat sederhana yang terbuat dari batu maupan dari tulang yang diginakan untuk
mencari makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau
berladang). Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem
kepercayaan yang sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian hidup
manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada gambar gambar mistis berupa lukisan telapak
tanganserta lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian perutnya, yang ditemukan di gua-
gua tempat tinggal mereka. Pad zaman purba, ternyata juga telah dikenal adanya sistem
pengetahuan dalam pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa sesudahnya, pelan tetapi pasti Ipteks terus berkembang
semakin maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia.
Bahkan, kini Ipteks yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu ataupun
teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi
kehidupan manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih
mudah, lancar, efisien, dan efektif,sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu
pengetahuan sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antar manusia, lingkungan, dan
kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia mau
tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki
serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian, Iptek bagi
manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan taraf kehidupannya yang
lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu) istilah Iptek
(ilmu,pengetahuan, dan teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri,
karena masing-masing dari ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-
beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri
tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau
tidak sekolah, sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan
manusia karena dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia
mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan
menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan.
Namun begitu, yang namanya pengetahuan sifatnya acak, dan bagi kita (manusia),
pengetahuan tersebut sangat potensial. Hanya saja, dalam kehidupan yang makin berkembang,
kompleks, serta penuh tantangan ini, pengetahuan yang sifatnya acak tersebut nilai
fungsionalnya tidak sampai mencapai tingkatan yang optimum guna menghadapi tantangan serta
memecahkan masalah yang makin rumit. Oleh karena itu, pengetahuan yang sifatnya acak tadi
perlu ditingkatkan derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan
demikian, pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup
anjang, dapat diorganisasikan dan disusun menjadi bidang bidang seperti filsafat, humaniora,
serta ilmu.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan ilmu. Ilmu itu sendiri secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua buah golongan besar, yakni ilmu eksak dan noneksak, atau ilmu
pengetahuan alam (IPA ) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS ). Jika dilihat dari ciri-cirinya serta
dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan terbuka lainnya, terletak pada adanya unsur
sistematika, obkek kajian, ruang lingkup kajian, serta metode yang diterapkan serta
dikembangkannya. Jadi, ilmu sesungguhnya merupakan pengetahuan yang sudah mencapai taraf
tertentu yang telah memenuhi sistematika, memiliki objek kajian, dan metode pembahasan akan
kajian tersebut.
Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan
menggunakan kekuatan pemikiran, dimana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh
setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki
kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut.
1. Berisi pengetahuan (knowledge)
2. Tersusun secara sistematis.
3. Menggunakan penalaran.
4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Ilmu pengetahuan bersifat fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dengan
pengetahuan, maka pemanfaatan benda, alat, senjata, dan hewan, menjadi lebh mudah serta
terarah guna mencapai hasil atau apa yang diinginkannya. Apalagi setelah pengetahuan itu
tersusun menjadi sebuah ilmu (ilmu pengetahuan), maka fungsi dan penerapannya dalam rangka
memanfaatkan sebuah benda, alat, senjata, atau hewan tadi akan menjadi lebih baik lagi.
Sementara itu, lebih khusus lagi jika pengetahuan dan ilmu pengetahuan tadi diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka untuk menampilkan sesuatu, maka akan
menghasilkan kemampuan apa yang kemudian disebut teknologi. Oleh karena itu, sebagaimana
dikatakan Brown (1980), bahwa teknologi pada hakikatnya merupakan penerapan pengetahuan
oleh manusia guna mengerjakan suatu tugas yang dikehendakinya. Dengan kata lain, teknologi
pada hakikatnya merupakan penerapan praktis pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita
inginkan. Pengertian senada juga pernah ditegaskan oleh Marwah Daud Ibrahim, yang
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu jawaban sistematis atas kata
atau pertanyaan mengapa, sedangkan teknologi adalah jawaban praktis dari pertanyaan
bagaimana. Selanjutnya, dengan teknologi itu orang lalu dapat memanfaatkan gejala alam,
bahkan bisa mengubahnya.
Sebenarnya masih banyak lagi definisi lain yang dibuat oleh para ahli tentang ilmu,
teknologi, serta seni yang dibuat oleh para ahli. Berbagai defenisi itu telah diberikan oleh para
filsuf, ilmuwan serta budayawan, yang mana masing masing seolah membuat defensi sesuai
dengan apa yang mereka kehendaki. Misalnya saja yang paling sederhana mengatakan bahwa
sains atau ilmu pengetahuan yang sistematis. Sedangkan pengertian yang lebih luas dikatakan
bahwa yang disebut sainsadalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui
suatu proses pengkajian dan dapat diterima secara rasio. Jadi, dalam pengertian yang lebih luas
ini sains dikatakanya sebagai suatu himpunan rasionalitas kolektif insani. Seacara etimologis,
kata sains sendiri berasala dari bahasa Latin, yaitu scire, yang berarti mengetahui atau belajar.
Sedangkan sebagaimana sudah kita pahami bersama bahwa kata sains sendiri dalam pengertian
atau terjemahan bahasa Indonesia berarti ilmu pengetahuan.
Sebagaimana juga pernah disinggung sebelumnya, jika dilihat dari segi filsafat ilmu
antara pengetahuan dan sains adalah berbeda (memilki makna berbeda). Pengetahuan adalah
segala sesuatu yang diketahui oleh manusia melalui tangkapan panca indera, intuisi, serta firasat,
sedangkan ilmu pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistemisasi, serta
diinterprestasikan sehingga menghasilkan kebenaran yang objektif, sudah teruji kebenarannya,
serta dapat diulang secara imiah. Dalam sudut pandang filsafat imu, istilah sains juga telah
dipahami oleh masyarakat Indonesia menjadi suatu istilah baku, yaitu ilmu pengetahuan.
Lalu, timbul pertanyaan kapanatu bilamana kira-kira suatu pngetahuan itu dapat
dikategorikan sebagai suatu ilmu (sains/ilmu pengetahuan). Dalam kajian filasafat ilmu, suatu
pengetahuan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu apabila memenuhi tiga kriteria pokok sebagai
berikut.
1. Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek
studi/kajian yang jelas. Dalam hal ini, bahwa yang nama nya objek suatu studi itu haruslah yang
jelas, artinya dapat diindentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat diuraikan sifat nya yang
esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek
formal.
2. Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah
memiliki metode kerja yang lebih jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang
studi, yaitu deduksi, induksi, serta eduksi.
3. Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki
nilai guna. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoritis, hukum,
generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan
koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya
kerancuan, perentangan kontradiktif diantara satu sama lainnya.

Dalam filsafat ilmu, setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Oleh
karena itu, ada seseorang yang hanya mendalami bidang ilmu tertentu dalam masyarakat, yang
kemudian disebut sebagai spesialis, dan ada pula seseorang yang banyak tahu dalam bidang
ilmu, namun tidak sampai mendalam, atau yang kemudian disebut

Anda mungkin juga menyukai