Deskripsi Materi
DESKRIPSI PERKULIAHAN
Dalam matakuliah ini diajarkan mengenai dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya
kepada para mahasiswa agar mampu mengkaji masalah sosial, kemanusiaan, dan budaya. Harapannya
adalah mahasiswa peka, tanggap, kritis, serta berempati atas solusi pemecahan masalah sosial dan
budaya secara arif.
TUJUAN
LITERATUR
1. Joko Tri Prasetya dkk, 2004, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta, Rineka Cipta.
3. L.Dyson, Thomas Santosa, 1999, Ilmu Budaya Dasar, Surabaya, Manyar Jaya
5. Moh. Fathul Hidayat, 2000, Diktat Kuliah Ilmu Budaya Dasar, Tuban, IKIP PGRI Tuban.
7. Ayu Sutarto, Setya yuwana Sudikan, 2004, Pendekatan Kebudayaan dalam Pembangunan Provinsi Jawa
Timur, Jember, Kompyawisda.
11. Djoko Tri Prasetya, dkk, 2000, Tanya Jawab Ilmu Budaya Dasar, Jakarta, Rineka Cipta
12. Jacop Sumardjo, 2001, Menjadi Manusia ( Mencari esensi kemanusiaan perspektif Budayawan ),
Bandung, ROSDA
13. Usman Pelly dan Asih Menanti. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Proyek P&PMTK Dirjen PT.
Depdikbud.
14. Saifuddin Azwar, 1988, Sikap Manusia, Yogyakarta, Liberty.
18. 19. Karl Britton, 2009, Philosophy and The Meaning of Life, Yogyakarta, Arruz Media.
19. 20. Nur Hidayat, 2008, Mati Tapi Hidup ( Renungan inspirasi masalah sehari-hari ), Jakarta, Mizan.
20. 21. Dr. M. Munandar Soelaeman, 2007, Ilmu Budaya Dasar ( Suatu Pengantar ), Bandung, PT Refika
Aditama
21. Drs. Suparto W., MM. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia.
EVALUASI
Test 1 : 15%
Tes 2 : 15%
Tugas : 10%
Kehadiran/Partisipasi : 5%
UTS : 25%
UAS : 30%
nilai akhir mahasiswa bergantung pada hasil total evaluasi tersebut diatas .
NILAI
A : 80 100
B : 70 79
C : 56 69
D : 46 55
E: < 46
KEHADIRAN/ PARTISIPASI
Mengingat materi perkuliahan yang berkesinambungan dan membutuhkan partisipasi aktif para peserta
baik individual maupun kelompok, kehadiran mahasiswa dalam setiap pertemuan sangat penting.
TES 1, TES 2, UTS, DAN UAS
Materi tes 1 bersumber pada topik pertemuan 1, 2, 3 dan 4. Materi tes 2 berasal dari topik pertemuan 7,
8, 9. Materi uts berasal dari pertemuan 1 sampai dengan 6.
TUGAS
Mahasiswa/ kelompok membuat konsep pemikiran dan menyajikannya tentang materi kajian
pokok bahasan yang sudah ditentukan ( ex: materi hakikat manusia, kpb: manusia sebagai
makhluk budaya )
Setiap pertemuan, mahasiswa mengerjakan tugas evaluasi dan studi kasus.
PERATURAN KELAS
Mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti aktivitas perkuliahan atau dianggap absen jika:
tidak memakai sepatu
tidak berpakaian sebagaimana ketentuan perkuliahan yang berlaku di stkip pgri situbondo.
MATERI PERKULIAHAN
I. PENDAHULUAN
Tujuan:
Pengenalan SAP
MATERI PEMBELAJARAN II
1. Hakikat Manusia sebagai mahluk budaya.
2. Apresiasi terhadap kemanusiaan.
3. Etika dan Estetika berbudaya.
4. Memanusiakan manusia.
KATA KUNCI
Lanjutan Bab IV
MATERI PEMBELAJARAN V
VI. TES I
TUJUAN:
mahasiswa dites untuk mengetahui seberapa jauh pemahamannya tentang materi yang telah diberikan
dari pertemuan I sampai dengan pertemuan V.
1. Menjelaskan hakikat dan makna sains, teknologi, dan seni bagi manusia.
2. Menguraikan berbagai dampak penyalahgunaan Ipteks pada kehidupan.
3. Mengemukakan berbagai problematika pemanfaatan Ipteks di Indonesia.
MATERI PEMBELAJARAN IX
XI. TES 2
Mahasiswa Dites Untuk Mengetahui Seberapa Jauh Pemahamannya Tentang Materi Yang Telah
Diberikan
XII. REVIEW
PENDAHULUAN : 10 MENIT
PRESENTASI KELOMPOK: 45 MENIT
- 10 MENIT PENYAJIAN
- 5 KESIMPULAN
Diskusi
Responsi
Studi kasus
Jadilah Manusia Biasa Dan Mengerti Akan Manusia -Jadilah Manusia Yang Paling Manusia Dan
Manusiakanlah Manusia ( Mustofa Bisri )
MATERI PERTEMUAN II
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Bahan penyusunan ini kami ambil, terutama dari buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar oleh Drs.
Hermanto, M.Pd, M.Si dan Winarno, S.Pd., M.Si.
Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan di dunia. Makhluk Tuhan dialam fana ini ada empat
macam, yaitu alam, tumbuhan, binatang, dan manusia. Sifatsifat yang dimiliki keempat makhluk Tuhan
tersebut sebagai berikut.
4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup dibekali nafsu serta akal budi
Akal budi merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk
lain. Kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain terletak pada akal budi. Anugerah Tuhan akan akal
budilah yang membedakan manusia dari makhluk lain. Akal adalah kemampuan berpikir manusia
sebagai kodrat alami yang dimiliki. Berpikir merupakan perbuatan operasional dari akal yang mendorong
untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Jadi, fungsi dari akal adalah
berpikir. Karena manusia yang dianugerahi akal maka manusia dapat berpikir. kemampuan berpikir
manusia juga digunakan untuk memecahkan maslaahmasalah hidup yang dihadapi.
Budi berarti juga akal. Budi berasal dari bahasa Sansekerta budha yang artinya akal. Budi
menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia adalah bagian dari kata hati yang berupa panduan akal dan
perasaan dan yang dapat membedakan baikburuk sesuatu. Budi dapat pula berarti tabiat, perangai
dan akhlak. Sutan Takdir Alisyahbana mengungkapkan bahwa budilah yang menyebabkan manusia
mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan
penilaian objektif terhadap objek dan kejadian.
Kepentingan hidup manusia adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Secara
umum, kebutuhan manusia dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kebutuhan yang
bersifat kebendaan (saranaprasarana) atau badani atau ragawi atau jasmani/biologis. Contohnya
adalah makan, minum, bernafas, istirahat dan seterusnya. Kedua, kebutuhan yang bersifat rohani atau
mental atau psikologi. Contohnya adalah kasih sayang, pujian perasaan aman, kebebasan, dan
sebagainya.
Abram Maslow seorang ahli psikologi, berpendapat bahwa kebutuhan manusia dalam hidup
dibagi menjadi lima tingkatan. Kelima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan psikologis (physiological needs). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar, primer dan vita.
Kebutuhan ini menyangkut fungsifungsi biologis dasar dari organisme manusia, seperti kebutuhan akan
makanan, pakaian tempat tinggal, sembuh dari sakit, kebutuhan seks dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan (safety and security needs). Kebutuhan ini menyangkut
perasaan, seperti bebas dari rasa takut, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang,
kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagaimya.
3. Kebutuhan sosial (sosial needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai
pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerja sama, persahabatan, interaki, dan
seterusnya.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan dihargainya
kemampuan, kedudukan jabatan, status, pangkat, dan sebagainya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk
memaksimalkan penggunaan potensipotensi, kemampuan, bakat, kreativitas, ekspresi diri, prestasi dan
sebagainya.
Menurut Maslow, kebutuhan manusia pertamatama diawali dari kebutuhan psiklogis atau
paling mendesak kemudian secara bertahap beralih ke kebutuhan tingkat di atasnya sampai tingkatan
tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Beliau menjelaskan bahwa kita tidak dapat memenuhi
kebutuhan kita yang lebih tinggi kalau kebutuhan yang lebih rendah belum terpenuhi. Itu berarti
kebuthan nomor lima akan diupayakan pemenuhannya kalau kita sudah memenuhi kebutuhan
kebutuhan sebelumnya. Jadi, kebutuhan manusia bertingkat dan membentuk hirarki.
Dengan akal budi, manusia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga mampu
mempertahankan serta meningkatkan derajatnya sebagi makhluk yang tinggi bila dibandingkan dengan
makhluk lainnya. Manusia tidak sekedar homo, tetapi human (manusia yang manusiawi). Dengan
demikian, manusia memiliki dan mampu mengembangkan sisi kemanusiaannya.
Dengan akal budi manusia mampu menciptakan kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah
hasil akal budi manusia dalam interaksinya, baik dengan alam maupun manusia lainnya. Manusia
merupakan makhluk yang berbudaya. Manusia adalah pencipta kebudayaan.
Istilah kemanusiaan berasal dari kata manusia mendapat tambahan awalan kedan akhiranan
sehingga menjadikan kata benda abstrak. Manusia menunjuk pada benda konkret, sedangkan
kemanusiaan merupakan kata beda abstrak. Dengan demikian kemanusiaan disebut dengan human.
Kemanusiaan berarti hakikat dan sifatsifat khas manusia sebagai makhluk yang tinggi harkat
matabatnya. Kemanusiaan menggambarkan ungkapan akan hakikat dan sifat yang seharusya dimiliki
oleh makhluk yang bernama manusia. Kemanusiaan merupakan prinsip atau nilai yang berisi
keharusan/tutunan untuk berkesuaian dengan hakikat dari manusia.
Hakikat manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam arti parsial. Misalkan manusia
dikatakan sebagai homo economicus, homo faber, homo socius, homo homini lupus, zoon politicon, dan
sebagainya. Namun pandangan demikian tidak bisa menjelaskan hakikat manusia secara utuh.
Hakikat manusia Indonesia berdasarkan Pancasila sering dikenal sebagai sebutan hakikat kodrat
monopluralis.
Monodualis susunan kodrat manusia yang terdiri dari aspek keragaan, meliputi wujud materi argonasis
benda mati, vegetatif, dan animalis, serta aspek kejiwaan meliputi cipta, rasa dan karsa.
Monodualis sifat kodrat manusa terdiri atas segi individu dan segi sosial.
Monodualis kedudukan kodrat meliputi segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang berkepribadian
merdeka (berdiri sendiri) sekaligus juga menunjukkan keterbatasannya sebagai makhluk Tuhan.
Karena manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi maka manusia hendaknya
mempertahankan hal tersebut. Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan harkat dan
martabatnya tersebut, maka prinsip kemanusiaan berbicara. Prinsip kemanusiaan mengandung arti
adanya penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur itu. Semua
manusia adalah luhur, karena itu manusia tidak harus dibedakan perlakuannya karena perbedaan suku,
ras, keyakinan status sosial ekonomi, asalusul dan sebagainya.
Ada ungkapan bahwa the mankind is one ( Kemanusiaan adalah satu ). Dengan demikian, sudah
sewajarnya antar sesama manusia tidak saling menindas, tetapi saling menghargai dan saling
menghormati dengan pijakan prinsip kemanusiaan. Prinsip kemanusiaan yang ada dalam diri manusia
menjadi penggerak manusia untuk berperilaku yang seharusnya sebagai manusia.
Dalam pancasila sila kedua terdapat konsep kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan
yang adil dan beradab berarti sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia
yang sopan dan susila yang berdasarkan atas nilai dan norma moral. Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah kesadaran akan sikap dan perbuatan yang didasarkan pada budi nurani manusia yang
dihubungkan dengan normanorma baik terhadap diri-sendiri, sesama manusia, maupun terhadap
lingkungannya.
Kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang berkaitan dengan budi dan akal. Ada
pendapat lain mengatakan budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi merupakan unsur rohani,
sedangkan daya adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian, budaya merupakan hasil budi dan
daya dari manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu
mengolah dan mengerjakan. Dalam Bahsa Belanda, cultuur berarti sama dengan culture. Culture atau
cultuur bisa diartikan juga sebagi mengolah tanah dan bertani. Dengan demikian, kata budaya ada
hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengelola sumbersumber kehidupan, dalam hal ini
pertanian. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh sebagai berikut
:
1. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari suatu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai super organik.
2. Andreas eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseruhan pengertian, nilai, norma, ilmu
pengetahuan, serta keseluruhan strukturstruktur sosial, religius, dan lainlain, ditambah lagi dengan
segala intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
3. Eward B, Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya mengandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuankemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota suatu masyarakat.
4. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan
cipta masyarakat.
5. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia
yang harus dibiasakan dengan belajar besirat dari hasil budi pekerti
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan sebagai
sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan seharihari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda- benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan berupa benda- benda yang bersifat nyata, misalnya polapola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lainlain, yang kesemuanyan ditujukan untuk
membantu Manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakatnya.
J.J Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai,
norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan bukubuku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
b. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitasaktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia
lainnya menurut polapola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan seharihari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
c. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya
semua manusia dalam masyarakat berupa benda benda atau halhal yang dapat diraba, dilihat dan
didokumentasikan. Sifatnya paling kongkret diantara ketiga wujud kebudayaan,
2. Suatu kompleks aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat
Sedangkan mengenai unsur kebudayaan, dikenal adanya tiga usur kebudayaan yang bersifat
universal. Ketujuh unsur tersebut dikatakan universal karena dapat dijumpai dalam setiap kebudayaan
dimanapun dan kapan pun berada.
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan
7. Sistem religi
Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugerahi akal dan budi daya.
Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangkan kebudayaan. Terciptanya
kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengan segala isi alam raya ini. Hasil interaksi binatang
dengan alam sekitar tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasaan saja.
Hal ini karena binatang tidak dibekali akal budi, tetapi hanya nafsu dan naluri tingkat rendah.
Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah makhluk berbudaya.
Kebudayaan adalah ekspresi eksistesi manusia di dunia. Dengan kebudayaannya manusia mampu
menampakkan jejakjejaknya dalam panggung sejarah dunia.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika adalah ajaran
tentang baikburuk, yang diterima umum atau tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.
Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika
berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalahmasaah yang
berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. Dalam hal ini, etika termasuk
dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baikburuk perbuatan manusia.
Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada tiga jenis makna etika
sebagai berikut :
a. Etika dalam arti nilainilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang
dalam mengatur tingkah laku.
b. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah kode etik)
c. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk . Disini etika sama artinya dengan
filsafat moral.
Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna etika yang pertama.
Nilainilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Nilai etik diwujudkan kedalam norma
etik, norma moral, norma kesusilaan.
Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau
sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup
pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar tebetuk kebaikan akhlak pribadi guna
penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Membunuh, berzina,
mencuri, dan sebagaiya. Tidak hanya dilarang oleh norma kepercayaan atau keagamaan saja, tetapi
dirasaan juga sebagai bertentangan dengan (norma) kesusilaan dalam setia hati nurani manusia. Norma
etik hanya membebani manusia dengan kewajibankewajiban saja.
Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak
ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Batinnya sendirilah yang
mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaaan diluar
dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran norma etik, misalnya pencurian atau
penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar itu rasa penyesalan, rasa malu, takut, dan
merasa bersalah.
Daerah berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh ideologi
masyarakat pendukungya. Perilaku membunuh adalah perilaku yang amoral, asusila atau tidak etis.
Pandangan itu bisa diterima oleh orang dimana saja atau universal. Namun, dalam hal tertentu, perilaku
seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku yang amoral. Etika
masyarakat Timur mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku. Dengan norma etik,
manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan juga mana perilaku yang buruk. Norma etik
menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik. Manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu
baik sesuai dengan normanorma etik.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia yang beretika
akan menghasilkan budaya yang memiliki nilainilai etik pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan
atau keharusan bahwa budaya yang diciptakan manusia mengandung nilainilai etik yang kurang lebih
bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilainilai etik adalah
budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahakan mampu meningktkan harkat dan martabat
manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau
bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu memenuhi
nilainilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung dari paham atau ideologi yang
diyakini masyarakat pendukung kebudayaan . Hal ini dikarenakan berlakunya nilainilai etik bersifat
universal, namun amat dipengaruhi oleh ideologi masyarakatnya.
Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi, bahkan bermesraan
di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan hal demikian bukanlah perilaku yang etis, tetapi
akan ada sebagian orang atau masyarakat yang berpandangan hal tersebut merupakan suatu
penyimpangan etik.
Estetika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika berkaitan dengan
nilai indahjelek (tidak indah). Nilai estetika berari nilai tentang keindahan. Keindahan dapat diberi
makna secara luas, secara sempit, dan estetik murni.
a. Secara luas keindahan mengandung ide kebaikan, bahwa segala sesuatunya yang baik termasuk
yang abstrak maupun nyata yang mengandung ide kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas
meliputi banyak hal, seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indah, dan kebajikan yang
indah. Indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh yang ada apakah merupakan hasil seni, alam,
moral, dan intelektual.
b. Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan (bentuk dan warna).
c. Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala
sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan, pendengaran perabaan dan perasaan, yang semuanya
dapat menimbulkan persepsi (anggapan) indah.
Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai tentang baikburuk,
sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indahjelak. Sesuatu yang estetik berarti memenuhi
unsur keindahan (secara estetik murni maupun secara sempit, baik dala bentuk, warna, garis, kata,
ataupun nada). Budaya yang estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur keindahan.
Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak orang, namun nilai
estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah bagi orang
lain. Misalkan dua orang memandang sebuah lukisan. Orang yang pertama akan mengakui keindahan
yang terkandung dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali tidak menemukan
keindahan di lukisan tersebut.
Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. Kita tidak bisa
memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita. Nilainilai
estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.
Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur
keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan. Di sinilah manusia berusaha berestetika
dalam berbudaya. Semua kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilainilai estetik bagi masyarakat
pendukung budaya tersebut. Halhal yang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan
menciptakan aneka ragam budaya.
Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya, budaya sukusuku bangsa
Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan pakaiannya mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya,
bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak sematamata dalam berbudaya harus memenuhi
nilainilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia (individu atau
masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainya. Keindahan adalah
subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetika dari budaya lain.
Estetika berbudaya yang demikian akan mampu memecah sekatsekat kebekuan, ketidak percayaan,
kecurigaan, dan rasa inferioritas antar budaya.
D. MEMANUSIAKAN MANUSIA
Manusia tidak hanya sebatas menjadi homo, tetapi harus meningkatkan diri menjadi human.
Manusia harus memiliki prinsip, nilai, dan rasa kemanusiaan yang melekat dalam dirinya. Manusia
memiliki perikemanusiaan, tetapi binatang tidak bisa dikatakan memiliki perbintangan. Hal ini karena
binatang tidak memiliki akal budi, sedangkan manusia memiliki akal budi yang bisa memunculkan rasa
atau perikemanusiaan. Perikemanusiaan inilah yang mendorong perilaku baik sebagai manusia.
Memanusiakan manusia berarti perilaku manusia untuk seantiasa menghargai dan menghormati
harkat dan derajat manusia lainnya. Memanusiakan manusia memberi keuntungan bagi diri sendiri
maupun orang lan. Bagi diri sendiri akan menunjukan harga diri dan nilai luhur pribadinya sebagai
manuia. Sedangkan bagi orang lain akan memberikan rasa percaya, rasa hormat, kedamaian, dan
kesejahteraan hidup.
Sebaliknya, sikap tidak manusiawi terhadap manusia lain hanya akan merendahkan harga diri
dan martabatnya sebagai manusia yang sesungguhnya makhluk mulia. Sedangkan bagi orang lain
sebagai korban tindakan yang tidak manusiawi akan menciptakan penderitaan, kesusahan, ketakutan,
perasaan dendam, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bahwa perseteruan, pertentangan, dan
peperangan terjadi diberbagai belahan dunia adalah karena manusia belum mampu memanusiakan
manusia lain, dan sekelompok bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan atau kolonialisme adalah
contoh prilaku satu bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan.
Dewasa ini, perilaku tidak manusiawi dicontohkan dengan adanya kasus kekerasaan terhadap
para pembantu rumah tangga. Misalkan seorang pembantu disiksa, tidak diberi upah, dikurung dalam
rumah,dan sebagainya. Para majikan telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip kemanusiaan.
Sikap dan perilaku memanusiakan manusia didasarkan atas prinsip kemanusiaan yang disebut
the mankind is one. Prinsip kemanusiaan tidak membeda-bedakan kita memperlakukan orang lain atas
dasar warna kulit,suku,agama,ras,asal,dan status sosial ekonomi. Kita tetap harus manusiawi terhadap
orang lain, apa pun latar belakangnya, karena semua manusia adalah makhluk Tuhan yang sama harkat
dan martabatnya. Perilaku yang manusiawi atau memanusiakan manusia adalah sesuai dengan kodrat
manusia. Sebaliknya, perilaku yang tidak manusiawi bertentangan dengan hakikat kodrat manusia.
Perilaku yang tidak manusiawi akan mendatangkan kerusakan hidup manusia.
Tugas
1. Ada kasus wanita yang rela menjajakan diri demi memenuhi kepentingan hidupnya. Mereka bekerja di
klub-klub malam, menjadi wanita panggilan, bahkan bertebaran dipinggir-pinggir jalan pada malam hari.
Menurut pandapat anda, apakah perilaku mereka dikategorikan telah merendahkan harkat dan
martabatnya sendiri sebagai manusia ? Kemukakan argument anda di muka kelas !!
2. Tunjukkan perilaku yang manusiawi dengan perilaku yang tidak manusiawi ! Lakukan dengan cara
mengkliping pemberitaan dan media mengenai dua hal tersebut !!
3. Globalisasi, termasuk globalisasi budaya saat ini tengah melanda diri bangsa Indonesia. Apakah menurut
anda globalisasi budaya itu berdampak positif atau negatif bagi manusia Indonesia ? Kemukakan di
muka kelas !!
hakikat manusia harus dipandang secara utuh, manusia merupakan makhluk tuhan yang
paling sempurna, karena ia dibekali akal budi. manusia memiliki harkat dan derajad yag tinggi.
harkat adalah nilai sedangkan derajat adalah kedudukan. pandangan demikian berlandaskan
pada ajaran agama yang diyakini oleh manusia sendiri . contoh dalam ajaran agama islam surah
at-tin ayat 4 dikatakan sesungguhnya kami (allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.
karena manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi maka manusia hendaknya
mempertahankan hal tersebut. dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan hal tersebut,
maka prinsip kemanusiaan berbicara, prinsip kemanusiaan mangandung arti adanya penghargaan
dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur itu, semua manusia adalah
luhur, karena itu manusia tidak harus dibedakan perlakuannya hanya karea perbedaan
suku,ras,keyakinan,status social ekonomi, asal usul dan sebagainya.
ada ungkapan bahwa the makind is one (kemanusiaan adalah satu). dengan demikian,
sudah sewajarnya antar semua manusia tidaksaling mennindas, tapi saling menghargai dan
menghormati dengan pijakan prinsip kemanusiaan.prinsip kemanusiaan yang ada pada diri
manusia menjadi penggerak manusia untuk berperilaku yang seharusnya sebagai manusia.
dalam pancasila sila kedua terdapat konsep kemanusiaan yang adil dan beradap.
kemanusiaan yang adil dan beradab berarti sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan
kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila yang berdasarkan atas nilai dan norma moral.
kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran akan sikap dan perbuatan yang didasarkan
pada budi murni manusia yang dihubungkan dengan norma-norma, baik terhadap diri sendiri,
sesame manusia, maupun terhadap lingkungannya..
2. manusia dan dan kebudayaannya
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu budhayah yang merupakan bentuk
jamak dari budhi (budhi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal. ada pendapat lain mengetakan budaya berasal dari kata budi dan daya. budi merupakan
unsure rohani, sedangkan daya adalah unsure jasmani manusia. dengan demikian, budaya
merupakan hasil budi dan daya dari manusia.
dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata lain colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. dalam bahasa belanda, cultur berarti sama dengan culture,
cultur atau culture bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. dengan demikian kata
budaya ada hubungannya dengn kemampuan manusia dalam mengelola sumber-sumber
kehidupan, dalam hal ini pertanian. kata culture juga terkadang diterjemahkan sebagai kultur
dalam bahasa Indonesia.
kebudayaan sebagai system pengetahuan yang meliputi system idea tau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan bersifat
abstrak. sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa prilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social,religi,seni, dan lain-lain, yang
kesemuannya ditujukan untuk membentu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakatnya.
C. ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA
jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai yang berkitan
dengan baik-buruk, sedangkan estetika yang berkaitan dengan indah jelek. sesuatu yang estetik
berarti memenuhi unsure keindahan (secaraestetik murni maupun secara sempit, baik dalam
bentuk warna , garismkata, ataupun nada). budaya yang estetik berarti budaya itu memiliki
unsure keindahan.
apabilai nilai etik bersifatrelativuniversal, dalam arti bisa diterima banyak orang, namun
nilai estetik amat subjektif dan particular. sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah
bagi orang lain. misalkan dua orang memandang sebuah lukisan, orang pertama akan mengakui
keindahan yang terkandung di dalam luksan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali
tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. kita tidak bisa
memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita,
nilai-nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.
budaya sebagai hasil karya mausia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsure
keindahan. manusia sendiri memang suka akan keindahan. disinilah manusia berusaha
berestetika dalam berbudaya. semua budaya pastilah dipandang memiliki nilai-nilai estetik bagi
masyarakat pendukung budaya tersebut. hal-halyang indah dan kesukaannya pada keindahan
diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.
namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang di pandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. contohnya, budaya suku-suku
bangsa di Indonesia. tarian suatu suku berikut penari mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya,
bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata dalam berbudaya harus memenuhi
nilai-nilai keindahan. lebih dari itu estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia untuk
menghargai keindahan budayayang dihasilkan oleh manusia lainnya.keindahan adalah subjektif.
tetapi kita akan dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetik.
5. BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KEKUATAN PSIKISNYA
Menurut pandangan aliran psikoanalisa kesenian, kesusasteraan, dan 9segala jenis
idealisme sosial dan politik muncul dari kenyataan bahwa kekuatan psikis yang dapat
ditanamkan di dalam obyek-obyek yang secara sosial dapat diterima, memberiknnya suatu nilai
yang tegas dan pasti. Masalah besar yang dihadapi sosiologi dewasa ini ialah menemukan cara-
cara untuk mempergunakan kekuatan psikis ini sehingga bermanfaat secara kemasyarakatan.
Telah kita pahami bahwa idealisasi dan sublimasi adalah bentuk-bentuk khusus dari apa
yang kita sebut secara lebih umum dengan pemindahan kekuatan psikis, menggunakan
kekuatan psikis yang sama dengan yang digunakan dalam kasus neorosa atau rasionalisasi atau
pembentukan reaksi, namun dengan akibat yang sungguh berbeda. Apakah kekuatan psikis itu
ditanamkan di dalam obyek-obyek yang secara kemasyarakatan dapat diterima, tentu saja
tergantung kepada kepribadian individual, namun demikina mungkin pula tergantung kepada
sifat dari bimbingan kekuatan-kekuatan yang bekerja di dalam masyarakat dimana individu yang
bersangkutan hidup.
Kita kini hidup dalam suatu periode dimana ide perencanaan sosial tidaak lagi merupakan
konsepsi yang asing sama sekali. Mungkin sekali bimbingan terhadap kekiatan psikis kita, cepat
atau lambat akan dianggap sebagai suatu masalah sosial yang penting. Bimbingan demikian tentu
saja bukan berarti bahwa kita dapat atau menghendaki untuk mengatur perkembangan individual
kita secara mekanik atau kita harus mencoba meramalkan perkembangan evolusi dari individdu
tertentu. Peramalan evolusi dari individu demikian itu adalah suatu hal yang tak mungkin dan tak
perlu; namun ada kemungkinan bahwa faktor-faktor umum cenderung membentuk perilaku
manusia dan kondisi pemanfaatan kekuatan psikis yang berlebih-lebihan mungkin ditampung
dan dibimbing karena mempengaruhi kebanyakan orang kearah tingkat tertentu dan kedalam
aturan tertentu. Dalam hal ini orang harus membedakan dua hal. Pertama, kondisi individual
tertentu dalam keadaan sebelum ditentukan, yakni sebelum mendapatkan bantuan dari institusi
tertentu yang menghasilkan tipe khusus individu. Sekiranya ada orang yang mempercayai
terbentuknya kepribadian individu menurut cara ini, maka orang itu tentu berasumsi bahwa
perkembangan masyarakat secara berangsur-angsur dapat diramalkan, dan merupakan suatu yang
tak dapat dielakkan. Tetapi ini sama sekali bukan pendirian kita. Kita berasumsi bahwa kondisi
tertentulah yang menyebabkan timbulnya beberapa pengaruh dengan derajat kemungkinan
statistik tertentu. Namun kebebasan berkembang diluar tipe itu adalah sesuatu yang esensial
terhadap perkembangan yang lebih banyak bersifat tentatif dan yang mudah disesuaikan ini.
Bimbingan terhadap kekuatan psikis dan emosional dalam masyarakat yang lebih
sederhana, pertama terdiri dari penyesuaian kekuatan aktif menurut kebutuhan masyarakat yang
lebih sederhana seperti yang lahir dari proses pembagian kerja dalam masyarakat, dan kedua
dalaam menyelaraskan kekuatan yang berlebihan dengan merangsang pertumbuhan pola
sublimasi dengan mempengaruhi aktivitas yang menyenangkan dan sebagainya. Kita harus
mempelajari dengan sangat hati-hati bagaimana proses sublimasi dan pemindahan kekuatan
psikis dan emosional itu mendapatkan bimbingannya dalam masyarakat yang lebih kuno.
ii. Kepentingan
Sedemikian jauh kita telah menganggap penting unsur-unsur yang tidak disadari dan
yang irrasional dari kehidupan manusia. Meskipun kehidupan sosial tanpa terelakkan dibimbing
sedemikian luasnya oleh faktor-faktor ketidaaksadaran dan emosi, namun adalah suatu
kekeliruan besar bila diabaikan peranan yang dimainkan oleh kepentingan rasional.
Kita akan membedakan dua ide tentang kepentingan. Pertama, kepentingan dalam arti
luas. Contohnya seperti: yang berkepentingan atau berminat terhadap rakyat, terhadap kesenian,
atau terhadap filsafat. Kepentingan demikian ini adalah murni dalam pengertian psikologi.
Kedua, di sebut kepentingan rasional.
Kepentingan dalam arti luas adalah pasangan dari sikap. Menurut MacIver, sikap adalah
keadaan berpikir secara subyektif, mencakup kecenderungan bertindak menurut cara-cara yang
khas, kapan saja suatu stimuli timbul. Sikap seperti itu misalnya sikap cemburu, iri-hati, benci,
jijik, pemujaan, keyakinan atau ketidakyakinan. Seluruh sikap secara tak langsung menyatakan
obyek tertentu, ke arah mana sikap itu di tujukan, tetapi obyek ini menyatakan keadaan pikiran,
bukan obyek seperti yang ditunjukkan dengan istilah sikap/
Sebaliknya, jika kita mengalihkan perhatian kita dari subyek kepada obyek, maka kita
akan berbicara tentang obyek dari kepentingan. Seorang politisi misalnya, adalah obyek
kepentingan dari banyak orang walaupun sikap orang itu terhadapnya mungkin sangat berbeda-
beda.
Kita dapat memulai dengan mengingat suatu obyek kepentingan dari sudut pandangan
elemen subyektif. Sekali kepentingan saya dipusatkan kepada obyek itu maka hubungan obyektif
antara obyek itu dengan saya mejadi semakin penting. Dalam arti luas ini kita dapat
membicarakan tentang kepentingan terhadap obyek kultural seperti terhadap filsafat. Dalam hal
ini kepentingan berarti suatu obyek yang mendapatkan perhatian kita.
Dari kepentingan dalam arti saya berminat terhadap sesuatu, maka kita harus
membedakannya dari kepentingan yang mempunyai implikasi khusus terhadap keuntungan
personal yang kadang-kadang kita sebut kepentingan sendiri. Sebagai contohnya, saya mungkin
menginginkan untuk mencapai sejumlah terbesar kemungkinan dalam bidang kekuasaan, prestise
atau keuntungan ekonomi. Keinginan utama untuk memperoleh keuntungan, mendorong saya
untuk melakukan kegiatan. Ini berarti bahwa kepentingan memaksa saya untuk mengorganisir
tingakah laku saya untuk mencapai tujuan tertentu dan dalam hal ini kita berbicara tentang
makna kedua dari kepentingan yang kita bicarakan, yakni kepentingan rasional. Kepentingan
rasional ini secara tak langsung enyatakan adanya perhitungan dan perjuangan untuk mencapai
tujuan tertentu itu, dan bentuk-bentuk yang kompleks dari penyesuaian diri, karena perhitungan
secara tak langsung berarti memilih cara-cara yang paling efektif dan jalan yang paling singkat
untuk mencapai tujuan itu serta dengan upaya ekonomi yang paling besar. Ini secara tak
langsung menyatakan pula adanya suatu kontrol positif terhadap sumber daya dan dana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu; kontrol positif terhadap pemilihan alat-alat dan cara-cara
untuk memuaskan keinginan-keinginan dan melatih kekuatan berpikir terutama inisiatif serta
mencerminkan kebutuhan terhadap kehati-hatian dan kebijaksanaan melihat jauh ke depan.
Sebagai contoh, sementara kelompok berdasarkan atas hubungan darah (keluarga atau
suku) maka individu demikian kuatnya dibatasi oleh keluarganya atau oleh sukunya sehingga
individu itu tak mampu membebaskan diri dari peraturan bersama dan tabu. Dalam kasus ini
individu tak dapat mengarahkan aktivitasnya menurut kepentingan dirinya sendiri, tetapi
menurut interpretasi kelompok terhadap situasi, kecuali jika individu itu mencapai kepentingan
persoalannya didalam kerangka kepentingan kelompoknya itu. Tradisi sangat menetukan dala
situasi seperti itu, sebagai mana ditunjukkan oleh Malinowski dalam penelitiannya terhadap
kehidupan ekonomi penduduk di Kepulauan Koral, dimana harga tidak mengikuti hukum
permintaan dan penawaran, melainkan menurut tradisi.
Jika saya sedang berjuang untuk mencapai sesuatu yang baik, dimana orang lain juga
ingin mencapainya, masing-masing untuk dirinya sendiri, maka kita berbicara tentang
kepentingan yang sama (like interest). Jika dua orang atau lebih mengejar suatu tujuan yang
mana masing-masing orang tetap merupakan unit-unit dari kesemuanya dan mereka menyadari
sebagai suatu keseluruhan, maka kita berbicara tentang kepentingan bersama (commo interest).
Kepentingan yang sama mendorong terjadinya kompetisi untuk mendapatkan barang sesuatu
yang sama, sedangkan kepentingan bersama mendorong terciptanya kerjasama. Satu masalah
terpenting dalam menciptakan keharmonisan masyarakat ialah bagaimana mengubah
kepentingan yang sama menjadi kepentingan bersama, bagaimana mengubah kompetisi menjadi
kooperasi atau kerjasama. Masalah ini menyangkut bimbingan terhadap pemindahan libido.
Perbedaan penting lainnya ialah antara kepentingan jangka panjang dan jangka pendek.
Jika seseorang mempunyai kebiasaan mengubah-ubah keinginan dan keppentingan maka ia
takkan mampu mengorganisir perilakunya sejalan dengan tujuan jangka panjang. Contoh
perilaku serupa itu ditunjukkan oleh kemanjaan seorang anak yang selalu menuntut dan
menerima pemenuhan keinginannya dalam waktu singkat atau seseorang pengembara yang tidak
mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya. Satu syarat terpenting untuk pertumbuhan
aktivitas yang terorganisir dan syarat terpenting untuk semua epentingan-kepentingan jangka
panjang, dan kekayaan pribadi telah menjadi kekuatan yang sangat berarti sepanjang sejarah
dalam menciptakan kepentingan jangka panjang bagi individu. Setiap sistem produksi yang
kompleks atau organisasi sosial yang kompleks, memerlukan aktivitas jangka panjang dan bagi
kelompok pemimpin aktivitas itu kebanyakan diciptakan melaui kekayaan pribadi. Tetapi
aktivitas jangka panjang itu juga dapat diciptakan dengan mengorganisir kepentingan bersama
yang didasarkan atas kesadaran terhadap kekayaan bersama atau dengan mengutamakan hasil
usaha bersama yang terbesar. Contohnya dapat ditemukan dalam sikap kesetiaan terhadap hukum
atau terhadap cita-cita ideal di Inggris yang terlihat di kalangan tentara, olahragawan, pegawai
pemerintah, dan juga terlihat di Uni Soviet dalam kesuksesan apa yang disebut kompetisi
sosialis. Pemaksaan mendatangkan akibat-akibat buruk, dan perbudakan adalah paling
menyedihkan. Kekayaan pribadi dan usaha yang didasarkan atas intensif berupa penghargaan
atau keuntungan, memberikan hasil yang jauh lebih baik.
Kekayaan pribadi, menekankan kepada perhitungan jangka panjang dan pada gilirannya
mengorganisir perilku individu. Wujud yang tepat dari kepentingan dan pengorganisasian
perilaku, berbeda-beda menurut jenis kekayaan yang dimiliki. Kepentingan terhadap tanah
sebagai contoh, menciptakan fiksasi libido yang jauh lebih besar terhadap obyek yang konkrit
dibandingkan dengan kepentingan terhadap uang yang menciptakan suatu tipe abstrak fiksasi
libido. Kepentingan terhadap tanah sebaliknya mendorong munculnya perasaan kemengangan
hidup dari kesuburan tanah melalui perjuangan pribadi dan melalui pemahaman terhadap bumi
dan penduduk yang mengolahnya.
Penciptaan perilaku yang tidak disenangi dalam masyarakat adalah masalah yang amat
penting yang akan merepotkan kita terus-menerus. Ini dirangsang oleh kenyataan bahwa terdapat
suatu mata rantai yang panjang yang menghubungkan antara langkah pertama dan yang terakhir
dari aktivitas kita. Orang yang termasuk anggota partai sosialis misalnya, mungkin tidak pernah
mempunyai kesempaatan untuk melihat atau memahami tujuan-tujuan dari gerakan yang mana
ia termasuk salah seoraang diantara yang ingin mencapainya selama hayatnya. Dengan demikian
bukan hanya kekayaan pribadi, tetapi setiap jenis kerjasama dan pembagian kerja meningkatkan
kesempatan bagi perilaku yang abstrak, mengembangkan kapasitas untuk memperpanjang
ketegaangan antara keinginan-keinginan dan pemenuhannya.
Integrasi sosial dari keinginan dan sikap sangat besar perbedaannya daripada
pengintegrasian kepentingan. Pengintegrasian kepentingan itu sebgaian besar terbentuk melalui
kompromi, yang berarti bahwa orang yang mempunyai kepentingan yang serupa misalnya yang
berkompetisi untuk mendapatkan suatu keuntungan, melepaskan sebagian dari keuntungan
mereka atas dasar persetujuan rasional. Keseluruhan pertukaran secara barter dilakukan dalam
suatu penolakan terhadap keuntungan yang diharaapkan dalam setiap jenis perserikatan adalah
merupakan hasil dari pengintegrasian kepentingan.
Pengintegrasian sikap sebaliknya terbentuk atas dasar identifikasi secara langsung. Ini
berarti bahwa kita mengidentifikasikan diri kita sendiri dengan anggota lainnya dari komunitas
dan juga antara komunitas yang satu dengan yang lain. Masyarakat modern membentuk
kepentingan jangka panjang, cenderung menekan elemen libido dari bidang kegiatan publik dan
dari pekerjaan, dan ini mungkin merupakan suatu handikap yang serius dalam aktivitas sosial
tertentu dan dalam situasi sosial tertentu.
BAGIAN KEDUA
PROSES-PROSES SOSIAL YANG PALING MENDASAR
BAB III
KONTAK SOSIAL DAN JARAK SOSIAL
Kini kita tidak lagi membicarakan perlengkapan psikologis dari kehidupan individual
tetapi memusatkan perhatian terhadap proses-proses sosial yang mendasar, yyang serta merta
mempegaruhi perkembangannya. Di sini hanya akan dibahas sedikit saja dari proses sosial yang
mendasar itu, namun demikian pentingnya sehingga tak ada kehidupan individual dan kehidupan
sosial yaang dapat dijelaskan dengan sempurna tanpa pengetahuan yang mendasar itu. Proses
yang dimaksud, sebagai contohnya ialah kontak sosial, dan isolasi sosial.
Sosiolog yang hanya lebih mengutamakan mempelajari fenomena yang disebut
masyarakat luas (Great Society) seperti mobilitas sosial, stratifikasi sosial, dan pranata sosial,
tanpa mwnghubungkan studinya dengan penyelidikan yang cermat terhadap proses sosial yang
mendasar ini kemungkinan besar belum dapat menampilkan suatu analisa setepatnya bagaimana
mestinya.
3. JARAK SOSIAL
Dalam setiap kontak sosial, secara tak langsung menyatakan suatu jarak sosial. Jarak
sosial itu mungkin berati jarak eksternal atau jarak internal atau jarak mental. Seluruh jenis dan
aneka ragam kehidupan sosial dan kultural tak kan dapat dijelaskan dengan memadai tanpa
mengkategorikan jarak sosial. Tanpa jarak sosial, takkan ada obyek dan takkan ada kehidupan
sosial itu sendiri. Pengambilan jarak, pada waktu bersamaan adalah salah satu dari pada perilaku
yang penting untuk mempertahankan dan untuk melanjutkan otoritas peradaban manusia.
Demokrasi mengurangi jarak sosial. Prestise-prestise komandan ketentaraan misalnya sebagian
besar adalah persoalan jarak sosial. Secara harfiah jarak sosial berarti mengubah barang sesuatu
menjadi terpencil, memindahkan suatu obyek yang dekat kepada suatu posisi yang jauh dari titik
semula. Perkataan jarak berasal dari pengalaman langsung kita terhadap ruang. Anehnya ialah
bahwa pengalaman mngenai ruang juga menyediakan pola bagi pengalaman mental. Behawa
seseorang berada pada jarak 5 meter dari saya misalnya, adalah suatu pengalaman tentang ruang;
tetapi jika saya mengatakan bahwa seseorang mempunyai jarak sosial dari saya, maka ini berarti
bahwa saya mempunyai status sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah dari orang yang
bersangkutan. Ada persamaan tertentu antara kedua jenis jarak ini meskipun keduanya tidaklah
identik. Ahli sosiologi berbicara tentang penciptaan jarak buatan. Lalu apa gerangan yang
dimaksudkannya? Jarak mengenai ruang, yang dapat diukur dengan mudah dalam arti pisik
adalah dapat diubah melalui suatu tindakan dengan sengaja oleh manusia, menjadi barang
sesuatu yang dapat disebut jarak mental. Pengurangan identifikasi termasuk ke dalam penciptaan
jarak mental ini. Bergerak dari tindakan-tindakan yang intim dan simpatik menuju pengasingan
diri tanpa perlu menerapkan tingkah laku yang menggolong-golongkan atau yang bersifat
menyerang.
Baiklah saya berikan contoh di sini di lapangan yang murni pengalaman yang
berhubungan dengan panca-indera tentang bagaimana proses yang fundamental dari
pengambilan jarak itu dapat di selidiki. Seorang pelaut dalam pelayarannya menuju pelabuhan,
mungkin pertama kali menyenagi pemandangan yang jelas terhadap kota pelabuhan yang terletak
di depannya di kejauhan. Tiba-tiba keseluruhan penglihatannya berubah menjadi jauh
disebabkan karena adanya kabut. Sebenarnya kota pelabuhan itu tidaak lebih jauh dari pada jarak
sebelumnya tetapi kabut telah menciptakan suatu kepalsuan ilusi, seakan-akan kota pelabuhan itu
sedemikian jauhnya dalam penglihatan pelaut itu. Dalam contoh ini, jarak bukanlah di ciptakan
oleh subyek, melainkan oleh halimum atau kabut. Keseluruhan jarak mentaal yang akan kita
bicarakan berikut ini berasal dari spontanitas subyek; yang dalam kenyataannya kesemuanya
diciptakan oleh subyek.
Evolusi jarak mental dari jarak ruang dapat ditunjukkan dengan jelas dalam kasus
ketakutan. Kenyataan, jarak yang disebabkan karena rasa takut adalah jarak yang paling
sederhana. Jika saya tetap mempertahankan jarak ruang antara saya dengan orang lain yang lebih
kuat dari saya, maka dalam jarak ruang antara kami ini, berisi jarak mental dari rasa takut itu.
Binatang yang dikurung, dalam situasi tertentu masing-masing memelihara jarak ruang terhadap
yang relatif lebig kuat secara proporsional. Makin pengecut binatang itu, makin jauh jarak ruang
yang diambilnya terhadap binatang yang ditakutinya.
Schjelderup Ebbe yang melakukan penyelidikan yang cermat, menyatakan adanya suatu
hierarki yang teratur di kalangan kehidupan sosial binatang seperti di kalangan ayang betina,
ayam jantan, dan anak ayam. Ebbe meneliti kehidupan ayam itu dalam kelompok yang terdiri
atas 2-25 ekor dan kemudian terhadap kelompok yang terdiri atas 25-100 ekor. Menurutnya hal
pertama yang dikemukakannya ialah bahwa selama mencari makan, selama memakan/makanan
di pot makanan atau pergi bertengger untuk beristirahat atau pergi kesarang , ayam jantan
melihatkan untuk bertelur, ayam jantan memperlihatkan suatu keteraturan yang pasti. Ayam
yang terkuat atau paling jagoan, selalu yang mula-mula sekali datang ke tempat-tempat tersebut
baru kemudian disusul oleh ayam yang lain menurut urutan tingkat keberaniannya terhaadap
sesamanya. Seluruh tempat tersebut selalu diambil oleh ayam yang terkuat itu lebih dulu.
Persoalan yang timbul ialah: bagaimana aturan itu dibentuk.? Penelitian menunjukkan bahwa
aturan itu dibentuk melaui pertarungan antara sesamanya. Jika dua anak ayam bertemu maka
pertama kali yang dilakukannya adalah membuat tingkatan sosial diantara mereka melalui
pertarungan. Anak ayam yang lari pertama kali, akan menjadi taklukan untuk selama-lamanya.
Dengan demikian, suatu urutan lengkap dapat disusun menurut hasil pertarungan itu dan terlihat
pula bahwa hierarki ini dipertahankan dengan keras oleh ayam itu. Penelitian ini juga
menemukan bahwa tingkatan yang teratur ini tidak mengikuti dengan keras perbedaan dalam
segi kekuatan fisik tetapi mengikuti apa yang disebut superioritas psikolgi, di mana aspek
keberanian sangat besar peranannya. Tetapi adalah suatu kenyataan pula bahwa ketakutan selalu
memainkan peranan pula.
Penyelidikan berikutnya mempelajari tingkahlaku khas dari ayam-ayam yang paling
jagoan dan ayam yang ditaklukkannya. Terlihat adanya aturan umum bahwa ayam yang berada
di puncak hierarki, dalam arti yang terkuat, lebih penuh dengan kebajikan debandingkan dengan
ayam yang yang berada di tingkat menengah. Terlihat bahwa sekali jagoan itu mencapai tingkat
jagoan dalam arti mengalahkan semua ayam lainnya, maka ia tak perlu lagi berkelahi untuk
mempertahankan posisi jagoan itu. Dia menjadi jagoan untuk selamanya. Jarak psikologis telah
terbentuk dan berlangsung secara stabil. Tetapi ayam berada di tingkat menengah hierarki, sangat
agresif karena mereka khawatir dalam mepertahankan posisinya yang secara permanen terancam
dari dua fron. Percobaan selanjutnya ialah untuk mengetahui bagaimana cara ayam tersebut
bertingkah laku dalam mengubah kondisi. Jika kita mengambil seekor ayam jantan yang menjadi
pemimpin dari satu kelompok lain dimana ia menjadi salah seekor yang berkedudukan sebagai
anggota kelas mengengah, maka ternyata ia mengubah pola tingkahlakunya. Dari semula penuh
kebajikan, kemudian berubah menjadi lebih agresif. Jelas ini disebabkan karena kekhawatiran
dalam mempertahankan posisinya. Sebaliknya jika ayam yang paling jagoan dari satu kelompok
besar kemudian digabungkan kedalam dan menjadi jagoan kelompok kecil, maka tingkahlakunya
lebih penuh kebajikan dibandingkan dengan tingkahlakunya ketika berada pada posisi sebagai
jagoan kelompok besar. Ujung dari penelitian ini melihat kemungkinan besar bahwa tingkahlaku
ayam itu lebih banyak tergabung kepada posisi sosialnya dibandingkan dengan karakter
bawaannya.
Ebbe kemudian mencoba pula meneliti keteraturan jarak sosial dan tingkahlaku sosial di
kalangan anak sekolah. Peneliti menemukan bahwa dalam suatu hierarki tertentu yang
kesemuanya tak serupa dengan penilaian gurunya tetapi merupakan hasil ciptaan kehidupan
kelompo anak sekolah itu.
Jika pimpinan dari satu kelompok dimasukkan ke dalam kelompok lain dimana ia
menjadi anggota kelas menengah disana, maka tingkahlakunya berubah. Dengan demikian di
antara anak sekolah itu juga supaya tingkah lakunya tergantung kepada sosialnya secara
individual dan juga kepada apa yang disebut: karakter, yang untuk sebagian besar merupakan
hasil dari berbagai situasi sosial.
Adalah jelas sekali trdapat tendensi umum tertentu yang melekat dalam kehidupan
kelompok anak sekolah seperti itu yang berperan menurut aturan yang sama, wlaupun mereka di
ubah oleh perlengkapan mental dari komposisi kehidupan kelompok. Salah satu perbedaan utama
antara tingkah laku binatang dan tingkah laku manusia dalam kehidupan kelompok, terlihat dari
kenyataan bahwa binatang tidak mampu mengatur tindakan yang menjurus ke arah perubahan
secara revolusioner. Hanya ada pemberontakan secara individual yang ada dalam kehidupan
kelompok binatang. Ayam yang ditaklukkan selalu berusaha meningkatkan posisinya melalui
pertarungan baru terutama dalam kasus di mana ayam yang ditaklukkan itu tak harus inferior
secara badaniah tetapi disebabkan karena ketakutan psikologis yang timbul. Dengan mengamati
pertarungannya orang dapat melihat bahwa binatang yang ditaklukkan itu adalah sangat gelisah,
ia berupaya untuk menciptakan kebiasaan dan membangun sikap takluk, menciptakan jarak
ketakutan. Revesz, seorang peneliti di bidang sosiologi binatanng lainnya meneliti tingkah laku
kera yang dikandangkan. Dikandang yang diamatinya itu terdapat seekor kera yang unggul,
empat ekor yang lemah, dan seekor anak kera. Ketika makanan yang dibawa ke kandangnya,
yang terjadi mula-mula ialah perebutan makanan menurut dorongan hati (impulse) masing-
masing kera itu. Tetapi tingkah laku demikian segera membuka jalan bagi situasi di mana kera
yang terkuat mampu memuaskan dirinya sendiri tanpa rintangan, sebagai kera utama. Kera lain
yang rebut makanan yang ada ditepi tiba-tiba rupanya menyadari dan mengingat hasil
pertarungan dan gigitan kera yang terkuat yang terjadi sebelumnya, sehingga kemudian mereka
menghindar ke arah yang berlawanan dan mengakhiri perebutan makanan itu. Segera setelah hal
ini terjadi, anak kera maju ke depan dan menempatkan dirinya berdekatan dengan kera yang
terkuat, mulai memakan pisang yang tersedia dengan tenang tanpa digigit oleh sang jagoan.
Sepanjang anak kera ini tidak mencampuri persaingan kera yang lain itu, maka ia menjadi seekor
kera yang mendapat bagian dalam kompetisi, maka ia segera ditaklukkan dan akan sama
nasibnya dengan kera lain yang berkompetisi. Jelas kiranya bahwa dalam setiap situasi yang
khas, suatu jarak tertentu terus-menerus tercipta dengan sendirinya di kalangan kehidupan
binatang itu. Di sini jarak ruang pada waktu bersamaan mengandung jarak ketakutan dan rasa
hormat. Jarak obyektif cenderung dihubungkan dengan kualitas jarak mental.
Ungkapan bahasa Jerman drei Schritt von Leib (tiga langkah dari manusia) digunakan
untuk menandai sikap pemeliharaan jarak dari seseorang menggambarkan dengan sempurna
keadaan masyarakat dimana jarak ruang pada waktu bersamaan mengungkapkan ketakutan dan
rasa hormat.langkah pertama ialah jarak normal antara anggota dari suatu masyarakat. Jarak dari
tiga langkah selanjutnya, merupakan pemaksaan terhadap orang yang berada di luar kelompok
dominan sebagai tanda dari status yang disubordinasikan di dalam hirarki masyarakat yang ketat.
Jarak yang berlebih ini, yang dapat dipertentangkan dengan keadaan berkurangnya jarak
menggambarkan keintiman. Keintiman yang berhubungan erta dengan keakraban dan kontak
pisik yang terjadi antara individu dalam kelompok, sekali lagi menunjukkan kenyataan bahwa
jarak obyektif cenderung berhubungan erat dengan kualitas jarak mental.
Selama berlangsungnya proses diferensiasi, tipe-tipe jarak yang lebih kompleks muncul
dari jarak ketakutan; sebagai contohnya adalah jarak kekuasaan. Jarak konvensional yang telah
berkembang dengan cepat dalam suatu masyarakat sebagai tanggapan terhadap keperluan akan
keamanan pribadi telah berkembang dengan cepat dalam suatu masyarakat senagai tanggapan
terhadap keperluan akan keamanan pribadi telah berkembng dalam berbagai masyarakat menjadi
suatu simbol antar hungan kekuasaan dan berpengaruh nyata terhadaap hiraarki sosial.
Kita dapat membedakan tiga jenis jarak. Pertama, jarak yang menjamin terpeliharanya
tata sosial dan hirarki sosial tertentu. Kedua, jarak eksistensial. Ketiga, jarak diri sendiri, yakni
jarak yang diciptakan di dalam diri seseorang individu tertentu.
5. JARAK EKSISTENSIAL
Jarak sosial jenis ini dapat diamati jika kita mengenyampingkan seluruh tindakan
pengambilan jarak yang berasal dari pergaulan sosial. Dengan demikian akan terdapat suatu
bentuk jarak tertentu yang lain dari jenis jarak sosial yang dapat ditunjukkan melalui contoh
berikut. Jika seorang wanita dari kalangan yang sederhana mengunjungi seorang pendeta demi
untuk maksud pengakuan dosa, maka baginya pendeta itu bukanlah sebagai seorang yang khas
tetapi merupakan suatu kepribadian yang mencerminkan kemampuan untuk meningkatkan status
sosial. Namun pada waktu bersamaan, wanita itu mungkin pula dipengaruhi oleh rasa
keakrabannya terhadap si pendeta atau oleh perasaannya sendiri yang merasa sedemikian
renggangnya dengan pendeta itu. Perasaan terakhir inilah yang kita sebut sebagai jarak
eksistensial itu. Tetapi kedua topeng individual biasanyaa berpengaruh secara serentak. Proses
demokratisasi lazimnya cenderung mengurangi jarak sosial dan membuka hubungan eksistensial
yaang murni antara manusia.
Perbedaan-perbedaan eksistensial merupakan suatu antara hubungan antara individual
yang lahir secara eksklusif dari kualitas kejiwaan manusia. Perbedaan eksistensial ini terlihat
ketika seseorang sekonyong-konyong menyadari keintiman dirinya dengan orang lain, dan ia
mengadakan kontak yang erat dengan batinnya yang paling dalam. Jarak eksistensial ini dalam
sebagian besar masyarakat sejak lama dikacaukan dengan jarak sosial, mislanya dalam
masyarakat berkasta. Kelahiran individualisme akhirnya merobek topeng sosial dari manusia.
6. PENCIPTAAN JARAK DALAM KEPRIBADIAN TUNGGAL
Seorang individu dapat berada sedemikian dekatnya atau jauh dari kepribadian
sebenarnya yang dimilikinya, sama seperti ia juga dapat merasa dekat atau jauh dari kepribadian
orang lain. Kita dapat mengamati dari dalam diri seseorang individu fenomena yang
menunjukkan jauh-dekatnya seseorang dari kepribadiannya sendiri, yang dengan tiba-tiba
kepribadiannya itu menjadi asing bagi dirinya sendiri. Abad demokrasi telah merusak jarak
sosial, namun dengan demikian penonjolan jarak eksistensial menjadi lebih besar. Pengasingan
diri sendiri yang terdapat dalam situasi kultural tertentu merintangi penonjolan diri sendiri secara
individual.
Pengambilan jarak adalah suatu faktor yang amat penting dalam mengubah struktur
kekuasaan menjadi pola mental dan kultural. Sejaraah telah menunjukkan bahwa perubahan
dalam gaya kultural berhubungan erat dengan perubahan dalaam struktur kekuasaan. Sosiologi
kultural membahas masalah ini secara terperinci dan telah menemukan bagaimana organisasi
kekuasaan dalam berbagai jenis perkembangan sejarah berpengaruh terhadap berbagai bentuk
jarak mental.
BAB 1V
ISOLASI
BAB V
INDIVIDUALISASI
Kerahasiaan pribadi (privasi) hanyalah satu bentuk individualisasi. Banyak jenis kekuatan
sosial yang membantu perkembangan individualisasi, yang dimaksud individualisasi ialah proses
sosial yang cenderung menyebabkan individu kurang lebih terlepas dari kelompoknya dan yang
menciptakan di dalam dirinya suatu kesadaran diri sendiri mengenai miliknya diri sendiri.
Dalam menganalisa bagaimana proses individualisasi berlangsung, maka dua kesalahan
konsepsi perlu dikoreksi terlebih dahulu. Pertama, bahwa individualisasi ialah proses yang
semata-mata dibantu oleh individu itu sendiri. Ini didasarkan atas asumsi bahwa seseorang
membebaskan atau kurang bebas sama sekali dari pengaruh kelompoknya, hanya dengan
menggunakan kualitas mental. Kekeliuruan konsepsi kedua didasarkan atas asumsi bahwa
individualisasi terutama adalah proses mental atau spiritual yang tersebar melalui ide-ide umum
dari satu periode waktu atau tempat tertentu. Jika ahli sejarah misalnya berbicara mengenai
Renaisan maka mereka mengumpulkan kalimat-kalimat yang membuktikan bahwa suatu
penilaian baru terhadap individualitas telah muncul pada waktu tertentu dan kemudian
menunjukkan bahwa ide itu swcara berturut-turut diterima oleh kelompok lain dan oleh individu
lain. Upaya sosiolog tidak hanya sekedar mempelajari bahwa ide demikian itu ada pada waktu
tertentu tetapi berupaya pula menemukan bagaimana ide itu timbul. Kita dapat bertanya kepada
diri kita sendiri,kekuatan-kekuatan sosial apa saja yang menimbulkannya di dalam lingkungan
yang lebih sempit dan perangkat pengaruh sosial yang bagaimana yang mempersiapkan
kelompok manusia yang lebih besar menerina ide-ide itu. Ide itu biasanya hanyalah merupakan
ekspresi mental belaka dari proses individualisasi,yang dasar-dasarnya telah dipersiapkan oleh
perubahan sosial yang cenderung mengarahkannya. Di tengah-tengah jaringan sosial baru yang
demikian itu diungkapkan ide-ide yang memperkuat dan yang secara meyakinkan membentuk
situasi baru tetapi ide-ide itu sendiri tidak menciptakannya ketika saya mengatakan bahwa di
setiap situasi sosial terdapat seperangkat kekuatan sosial, di dalam situasi mana individualisasi
cenderung bekerja,saya menyadari bahwa periode waktu tertentu seperti Renaisan atau periode
Rasionalisme abad ke 18 dan liberalisme abak ke 19 membantu kelangsungan proses
individualisasi sedemikian besarnya dibandingkan dengan periode sejarah lainnya.
Untuk menghindarkan kebingungan terhadap berbagai jenis individualisasi,maka saya
akan memulai dengan menjelaskan perbedaan bentuknya dan mencoba menemukan kekuatan
sosial yang spesifik yang menunjang masing-masing bentuk tersebut.
Saya membedakan empat aspek utama individualisasi,masing-masing sebenarnya masih
dapat dipecah lagi menjadi beberapa sub-aspek.
1. Individualisasi sebagai proses menjadi berbeda dari orang lain.
2. Individualisasi pada tingkat bentuk baru dari penghormatan terhadap sikap sendiri: baik melalui
kesadaran terhadap ke unukan dan kekhasan kepribadian orang lain maupun melalui jenis
penilaian baru terhadap diri sendiri atau pengaturan diri sendiri.
3. Individualisasi dari keinginan-keinginan,yakni mengindividualisasikan hubungan dengan
obyek.,
4. Individualisasi sebagai sejenis perenungan ke dalam diri kita sendiri, yakni sejenis pemusatan
perhatian dan pemikiran terhadap diri sendiri (intriversi) yang secara tak langsung menyatakan
penerimaan pengalaman yang kita miliki sendiri dan meningkatkan kekuatan individualisasi di
sekitar dan di dalam diri kita sendiri. Ini juga dapat dijelaskan sebagai tindakan tidak
menyingkapkan dimensi yang terdalam dari kehidupan seseorang.
Dilihat dari satu segi,kepribadian individualistis terdiri dari semakin sadar terdapat kekhasan
karakter kita sendiri dan munculnya jenis penilaian baru terhadap diri sendiri. Dengan demikian,
pengorganisasian terhadap diri sendiri berlangsung sebagai bentuk kemunculan penilaian
terhadap diri sendiri. Contoh proses ini dapat ditemukan dalam sejarah di mana pemujaan
terhadap kepribadian yang kuat menciptakan suatu tipe individualisasi tertentu. Prakondisi
proses ini adalah suatu diferensiasi yang ketat dan pengambilan jarak oleh elite pemimpin,
pengorganisasian kelompok sedemikian rupa sehingga menyediakan kesempatan bagi
sekumpulan orang tertentu untuk menjadi lalim (despotic);adanya lingkungan pergaulan istana
yang tak terjangkau oleh penilaian publik di mana sang penguasa lalim itu dapat berilusi sebagai
seorang yang `maha kuasa`. Ini adalah prakondisi untuk terciptanya seorang penguasa yang
kejam dan lalim yang biasa disebut dengan satu kata `tirani` yang bersandar kepada kekuatan
pisik dan paksaan spiritual (biasanya berdasarkan sikap yang mengira ia memiliki sejenis
kekuatan gaib) bersama dengan kekuatan yang berasal dari pemilikan tanah, uang dan harta
kekayaan lainnya serta prestise dan kemegahan.
Proses serupa terlihat dalam bentuk yang lebih moderat dan dalam lingkungan pergaulan
yang lebih sempit,jika seorang anak menjadi tirani dari suatu keluarga. Dalam kasus di atas
terlihat adanya impuls kecintaan terhadap diri sendiri pada si tiran atau pada si despot itu, dan ini
terima oleh kelompoknya.
Perasaan mengenai keunikan kehidupan seseorang dan karakter yang dimilikinya, dapat
ditemukan pada asal mula pemujaan terhadap otobiografi: pemujaan ini berkembang di
penghujung periode kekaisaran Romawi yang berhubungan erat dengan timbulnya suatu
perasaan bahwa kehidupan dan karakter seseorang adalah unik. Namun asal mula perasaan
demikian ditemukan juga di permulaan kehancuran despotisme di dunia Timur. Di permulaan
tingkat perkembangan individualisasi ini, penilaian terhadap diri sendiri dibangun dengan
membiarkan orang lain menjadi mangsa ketakutan dan hormat kepada kita sendiri. Contoh
kemegahan diri sendiri serupa itu dapat ditemukan dalam riwayat Assurbanipal (885-860 SM)
yang menyatakan ; `Aku adalah raja`.`Aku adalah Tuhan`.`Aku adalah yang maha agung`.`Aku
adalah yang terbesar ,yang terkuat`. `Aku adalah yang termasyhur`. `Aku adalah
pangeran,bangsawan,panglima perang`. `Aku adalah seekor singa.......`Aku adalah wakil Tuhan`.
`Aku adalah senjata yang tak terkalahkan,yang membuat bumi musuh menjadi puing`. `Aku
menangkap mereka hidup-hidup, dan menenggelamkan mereka`. `Aku mencat gunung dengan
darah mereka`. `Aku menguliti mereka dan menutupi dinding istanaku dengan kulit mereka`.
`Aku mendirikan pilar istanaku dengan batok kepala mereka. Dan diantara pilar-pilar itu aku
menggantungi kepala mereka dengan tanaman anggur.....`Aku menyiapkan gambar klosal tokoh-
tokoh keluarga kerajaanku dan menggoreskan kemauanku dan keagunganku padanya...sinar
wajahku terpancar pada puing-puing. Dalam melayani kemarahanku,aku menemukan
kepuasanku`.
Melalui periode terakhir kekaisaran Romawi dan melalui otobiografi filosof Stoa serta
melalui pernyataan lainnya,kita dapat menunjukkan situasi sosial yang menyokong bertambah
kuatnya perasaan keunikan diri sendiri itu. Kita dapat menunjukkan kelemahan organisasi
masyarakat yang besar dan keadaan yang kacau dari kekaisaran,dan sehubungan dengan itu kita
dapat pula menunjukkan kemungkinan bagi individu untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi
dalam skala sosial. Kelemahan organisasi yang besar ialah bahwa kekuatan mengikat normanya
hampir hilang sama sekali. Kita melihat di sini pembubaran cita-cita yang terkandung di dalam
negara-negara kota Yunani (prolis) yang kecil-kecil itu.
BAB VI
E. KOMPETISI DAN MONOPOLI
Salah satu kekuatan sosial terpenting ialah kompetisi. Kita dapaat mengklasifikasikan
kekuatan sosial menjadi dua kelompok. Pertama, kekuatan sosial yang mendorong
perkembangan kerjasama, dan kedua kekuatan yang memaksa orang untuk bertidak bertentangan
dan beroposisi satu sama lain. Kekuatan sosial utama yang mendorong orang untuk bertindak
bertentangan satu sama lain adalah perjuangan. Prjuangan dapat dirumuskan sebagai antar
hubungan sosial di mana kita ingin memaksa orang lain atau kelompok lain dengan kekuatan,
agar supaya bertindak menurt kemauan kita. Melalui perjuangan ini, perlawanan dari orang lain
itu diatasi. Kompetisi, sebaliknya dapat dianggap sebagai sejenis perjuangan secara damai.
Dengan demikian, dapat dirumuskan sebagai suatu upaya secara damao dari beberapa individu
atau kelompok untuk mendapatakan barang sesuatu yang sama.
Kompetisi, seperti perjuangan, adalah suatu kategori universal dari kehidupan. Dalam biologi
kita berbicara tentang : perjuangan untuk mempertahankan hidup dan ini adalah kategori
universal dari kehidupan sosial. Banyak orang yang percaya bahwa kompetisi adalah suatu
fenomena ekonomi murni, yang terutama dilambangkan oleh barter. Namun tak ada yang lebih
keliru daripada pemberian arti yang terbatas seperti itu terhadap istilah kompetisi. prinsip
kompetisi ialah samaa-sama bekerja ketika sejenis perlombaan terjadi, tujuan bersama bagi
setiap orang yang berkompetisi adalah mencoba untuk mencapai tujuan paling dahulu daripada
orang lain. Tetapi adalah juga kompetisi, jika dua sekolah yang berbeda mencoba menyelesaikan
problema ilmiah yang sama,atau juka dua orang laki-laki ingin merebut hati dan mengawini
wanita yang sama. Ini penting untuk diperhatikan bahea semua barang-barang yang berbeda itu
kepunyaan bersama, dan kompetisi bekerja dalam keseluruhan bidang itu. Kompetisi ekonomi
termasuk ke dalam lapangan yang sama dan dalam hubungan ini sekali lagi menjadi jelas bahwa
ilmu ekonomi berhubungan erat dengan sosiologi.
Melihat riwayat ide kompetisi, adalah menarik dicatat bahwa prinsip kompetisi mula-mula
diselidiki dalam ilmu ekonomi, baru kemudian dialihkan ke bidang biologi. Adam smith dan
para penganut aliran physiocrat lainnya adalah orang yang mula-mula melakukan analisa
sistematis tentang kompetisi. Menurut mereka, kemerdekaan dan kompetisi adalah elemen yang
diperlukan dalam mencpai keselarasan kepentingan. Malthus dalam karyanya Essay on the
principle of population (1798) menyatakan suatu pandangan yang mengecilkan hati tentang
adanya suatu kecenderungan umum bahwa pertambahan jumlah penduduk berlangsung menurut
deret ukur sedangkan pertambahan produksi bahan makanan hanya menurut deret hitung.
Charles Darwin adalah orang yang mula-mula mengalihkan ide tentang kompetisi kehidupan
biologi di tahun 1859. Ia menganggap kehidupan makhluk hidup sebagai suatu perjuangan untuk
memepertahankan hidup dan sampai kepada suatu kesimpulan bahwa perjuangan ini mendorong
organisme secara individual untuk menyesuaikan dirinya terhadap situasi khususnya sendiri. Jadi
Darwin yang dipengaruhi oleh esei Malthus, mengembangkan prinsip mengenai seleksi alamiah
melalui perjuangan mempertahankan hidup.
Hendaknya jangan dilupakan bahwa esei Malthus itu adalah suatu reaksi yang pesimis
melawan optimisme teori sosial yang diajukan oleh Godwin dan Condoret yang mempercayai
tentang kesempurnaan yang tak ada akhirnya dan persamaan alamiah umat manusia.
1. FUNGSI KOMPETISI
Kita membedakan antara kompetisi perseorangan dan kompetisi antar kelompok. Walaupun
kompetisi didorong oleh tujuan-tujuan perseorangan tetapi kompetisi itu melaksanakan fungsi
sosial dari seleksi, terutama dalam menetapkan satu tempat untuk setiap orang di dalam sistem
sosial. Alternatif utama bagi kompetisi sebagai suatu cara untuk menetapkan tempat bagi
masing-masing individu di dalam sistem sosial adalah sebagai berikut;
a) Penetapan status sosial melalui warisan turun menurun
b) Penetapan prinsip senioritas
c) Penetapan ukuran kemampuan melalui bentuk-bentuk testing yang bertingkat.
Masyarakat yang merencanakan dan seluruh masyarakat lainnya yang ingin menimalkan
kompetisi, boleh memilih diantara alternatif di atas.
Sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan proses seleksi dalam setiap masyarakat
adalah suatu indek dari kompetisi. Di dalam masyarakat yang statis, di mana biasanya anak-anak
mengikuti pekerjaan orangtuanya; di mana posisi tertentu dipertahankan pleh segelintir kasta,
dimana sistem memilih melalui suatu proses pemilihan tidak dikenal, maka orang hanya
mengorbankan sedikit tenaga untuk menemukan suatu tempat di dalam sistem sosial demikian.
Intensitas kompetisi berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemerdekaan perseorangan, sesuai
dengan tingkat perubahan sosial, dan berkebalikan dengan sifat badan-badan selektif.
Semakin bebas individu dalam memilih tingkat upah yang lebih baik, atau semakin
jarang orang mengalami diskriminasi rasial, keagamaan atau diskriminasi kelas, maka semakin
tinggi tingkat kemajuan umum yang dicapai oleh masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan sosial membuaka kesempatan baru banyak orang, yang dalam keadaan yang
lain orang mungkin harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka ditentukan untuk selama-
lamanya. Contoh menarik dari proses ini ialah pengaruh peningkatan industri mobil di Amerika
Serikat, yang mana selama 25 tahun menyerap tenaga kerja sejuta orang dan sangat sedikit di
antara mereka yang mewariskan pekerjaan mereka kepada anak mereka. Makin baik badan-
badan selektif makin ekonomis dan makin tepat penyaringan terhadap orang-orang yang
berkompetisi.
2. AKIBAT KOMPETISI
Setiap orang yang berkompetisi akan mencoba menyesuaikan diri mereka sendiri sebaik
mungkin dengan kondisi khusus mereka sendiri agar supaya menjadikannya sebagai orang yang
terbaik, dan individualisasi adalah suatu produk dari penyesuaian diri ini, di mana mentalitas
perseorangan dari seorang individu mencerminkan struktur dari situasi dan kekhasan dari orang
yang berkompetisi itu. Kompetisi mempertinggi keanekaragaman kepandaian, kekenyalan dan
mobilitas individu yang terlibat di dalamnya. Kompetisi dalam sebagian besar kasus,
berhubungan erat dengan mobilitas. Hanya jika saya dapat maju menuju kemungkinan mencapai
prestasi terbaiklah maka kompetisi mampu mengembangkan potensi sosial saya. Bagaimana pun
juga, kompetisi individual adalah suatu perantara yang cenderung memecah solidaritas
kelompok.
Pasar adalah tempat di mana kompetisi mula-mula timbul,mula-mula terdapat di kawasan
perbatasan suku, yakni ditempat mana komunikasi antar suku berlangsung. Pandangan yang
timbul di dalam situasi marjinal ini kemudian menerobos ke tengah-tengah masyarakat dan
dengan demikian dimulailah transformasi ke arah situasi masyarakat yang serakah.
Secara psikologis,kompetisi cenderung menciptakan perasaan inferior. Ini adalah
konsekuensi dari cara-cara melalui mana kompetisi itu berlangsung. Di sini dibedakan dua jenis
perasaan inferior yang bersumber pada kompetisi. Pertama, perasaan inferior yang menyebabkan
individu menjadi aktif,yang memaksanya untuk menyesuaikan dirinya sendiri dengan cara yang
lebih baik terhadap situasinya. Perasaan seperti ini menciptakan insentif baru dan mendorong
untuk menghormati kepribadian orang lain. Perasaan inferior kedua, ialah yang melumpuhkan
kekuatan individu dan memaksanya untuk menerima saja perasaan inferiornya itu. Jenis pertama
adalah potensial dan aktual dan dalam kebanyakan kasus di sebabkan karena kompetisi yang
benar-benar bebas. Sedangkan jenis perasaan inferior kedua, terutama dibantu perkembangannya
oleh tingkahlaku yang otoriter dari mereka yang mendominasi individu yang berbeda pada posisi
yang lemah.
Pertanyaan yang timbul di sini adalah seperti berikut: siapakah saingan kompetisi anda?
Bagaimana acaranya anda mengkonpensasikan perasaan inferior anda? Apakah kompetisi itu
meningkatkan kekuatan anda ataukaah situasi kompetisi demikian itu anda hadapi dengan
menarik diri dan lari ke dalam diri sendiri, sehingga anda menjadi seorang pendiam dan
pelamun? Apakah kompetisi itu membesarkan hati dan mendorong anda ataukah mengecilkan
dan menciutkan hati anda dalam berusaha?
Suatu perasaan inferior yang minimum sering perlu untuk menemukan cara-cara
penyesuaian diri yang baru, yang dibutuhkan dalam menghadapi situasi baru. Perasaan
inferiorlah yang menciptakan dalam diri individu suatu desakan untuk mengkompensasikan
perasaan inferiornya sendiri. Mekanisme ini dapat mengubah penampilan yang buruk menjadi
penampilan yang lebih baik di sekolah, di tempat bekerja, dan sebagian. Tetapi sejumlah
perasaan inferior yang berlebih-lebihan melumpuhkan aktivitas individu,karena perasaan
demikian merusak keseimbangan kepribadiannya dan penilaiannya terhadap dirinya sendiri.
Tentu saja juga ada metode untuk menghilangkan perasaan inferior seseorang.
Contohnya, pertama sebagai pengganti pengembangan kemampuan diri kita sendiri, kita
mencoba membatasi lawan berkompetisi kita seperti ketika seorang pimpinan menengah dalam
suatu birokrasi memilih para asistennya dari kalangan orang yang tidak berbakat, dan dengan
demikian menimbulkan kemungkina untuk menguasai perasaan inferior itu. Atau kedua, dengan
mencemarkan ide-ide atau nama baik orang lain yang berkompetisi dengan kita. Menurut cara
ini, kebencian, iri hati, dan dendam kesumat di lawan dengan kepahlawanan, dengan
kekesatriaan. Atau ketika prestasi kita sedang meningkat,kelompok lain yang kurang berefektif
mungkin mencoba menghasut orang lain untuk memusuhi kita yang lebih efisien dan yang lebih
berhasil. Contohnya kasus demikian ini dapat ditunjukkan ketika para bangsawan pemilik tanah
mencoba menciptakan perasaan permusuhan melawan pengusaha industri yang banyak
menghasilkan uang. Pencarian `kambing hitam` juga bukan suatu hal yang taklazim dilakukan
orang; kegagalan yang bersumber sebenarnya pada kelemahan kita sendiri, kita lemparkan
kesalahannya kepada orang lain sebagai biang keladinya.
BAB VII
MANUSIA, SAINS, DAN SENI
A. HAKIKAT DAN MAKN SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA
Selama perjalanan sejarah, umat manusia sudah berhasil menciptakan berbagai ragam
kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan, tersaebut hanya meliputi tujuh buah
kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu
Vada pada pokok kebudayaan. masyarakat yang ada dibelahan dunia ini. Menurut Kluchkhon
sebagaimana dikutip Koenjaraningrat (1996), bahwa ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut
meliputi peralatan hidup (teknologi), sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem
kemasyarakatan (organisasi sosial), sistem bahasa, kesenian (seni), sistem pengetahua ( ilmu
pengetahuan/sains), serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada atau
kita ketemukan apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat mana pun di
dunia ini. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat didunia, maka ketujuh unsur pokok dari
kebudayaan yang ada di dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur unsur budaya yang
bersifat universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni), atau yang
disingkat Ipteks, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut.
Maka dapat dipastikan Ipteks akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia
dimana pun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai pada masyarakat yang
masih sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan, pada kehidupan masyarakat purba atau pada
zaman prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebu telah ada, termasuk
Ipteks, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya
universal adalah pada zaman itu manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau teknologi
berupa alat-alat sederhana yang terbuat dari batu maupan dari tulang yang diginakan untuk
mencari makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau
berladang). Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem
kepercayaan yang sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian hidup
manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada gambar gambar mistis berupa lukisan telapak
tanganserta lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian perutnya, yang ditemukan di gua-
gua tempat tinggal mereka. Pad zaman purba, ternyata juga telah dikenal adanya sistem
pengetahuan dalam pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa sesudahnya, pelan tetapi pasti Ipteks terus berkembang
semakin maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia.
Bahkan, kini Ipteks yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu ataupun
teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi
kehidupan manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih
mudah, lancar, efisien, dan efektif,sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu
pengetahuan sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antar manusia, lingkungan, dan
kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia mau
tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki
serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian, Iptek bagi
manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan taraf kehidupannya yang
lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu) istilah Iptek
(ilmu,pengetahuan, dan teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri,
karena masing-masing dari ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-
beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri
tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau
tidak sekolah, sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan
manusia karena dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia
mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan
menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan.
Namun begitu, yang namanya pengetahuan sifatnya acak, dan bagi kita (manusia),
pengetahuan tersebut sangat potensial. Hanya saja, dalam kehidupan yang makin berkembang,
kompleks, serta penuh tantangan ini, pengetahuan yang sifatnya acak tersebut nilai
fungsionalnya tidak sampai mencapai tingkatan yang optimum guna menghadapi tantangan serta
memecahkan masalah yang makin rumit. Oleh karena itu, pengetahuan yang sifatnya acak tadi
perlu ditingkatkan derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan
demikian, pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup
anjang, dapat diorganisasikan dan disusun menjadi bidang bidang seperti filsafat, humaniora,
serta ilmu.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan ilmu. Ilmu itu sendiri secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua buah golongan besar, yakni ilmu eksak dan noneksak, atau ilmu
pengetahuan alam (IPA ) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS ). Jika dilihat dari ciri-cirinya serta
dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan terbuka lainnya, terletak pada adanya unsur
sistematika, obkek kajian, ruang lingkup kajian, serta metode yang diterapkan serta
dikembangkannya. Jadi, ilmu sesungguhnya merupakan pengetahuan yang sudah mencapai taraf
tertentu yang telah memenuhi sistematika, memiliki objek kajian, dan metode pembahasan akan
kajian tersebut.
Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan
menggunakan kekuatan pemikiran, dimana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh
setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki
kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut.
1. Berisi pengetahuan (knowledge)
2. Tersusun secara sistematis.
3. Menggunakan penalaran.
4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Ilmu pengetahuan bersifat fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dengan
pengetahuan, maka pemanfaatan benda, alat, senjata, dan hewan, menjadi lebh mudah serta
terarah guna mencapai hasil atau apa yang diinginkannya. Apalagi setelah pengetahuan itu
tersusun menjadi sebuah ilmu (ilmu pengetahuan), maka fungsi dan penerapannya dalam rangka
memanfaatkan sebuah benda, alat, senjata, atau hewan tadi akan menjadi lebih baik lagi.
Sementara itu, lebih khusus lagi jika pengetahuan dan ilmu pengetahuan tadi diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka untuk menampilkan sesuatu, maka akan
menghasilkan kemampuan apa yang kemudian disebut teknologi. Oleh karena itu, sebagaimana
dikatakan Brown (1980), bahwa teknologi pada hakikatnya merupakan penerapan pengetahuan
oleh manusia guna mengerjakan suatu tugas yang dikehendakinya. Dengan kata lain, teknologi
pada hakikatnya merupakan penerapan praktis pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita
inginkan. Pengertian senada juga pernah ditegaskan oleh Marwah Daud Ibrahim, yang
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu jawaban sistematis atas kata
atau pertanyaan mengapa, sedangkan teknologi adalah jawaban praktis dari pertanyaan
bagaimana. Selanjutnya, dengan teknologi itu orang lalu dapat memanfaatkan gejala alam,
bahkan bisa mengubahnya.
Sebenarnya masih banyak lagi definisi lain yang dibuat oleh para ahli tentang ilmu,
teknologi, serta seni yang dibuat oleh para ahli. Berbagai defenisi itu telah diberikan oleh para
filsuf, ilmuwan serta budayawan, yang mana masing masing seolah membuat defensi sesuai
dengan apa yang mereka kehendaki. Misalnya saja yang paling sederhana mengatakan bahwa
sains atau ilmu pengetahuan yang sistematis. Sedangkan pengertian yang lebih luas dikatakan
bahwa yang disebut sainsadalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui
suatu proses pengkajian dan dapat diterima secara rasio. Jadi, dalam pengertian yang lebih luas
ini sains dikatakanya sebagai suatu himpunan rasionalitas kolektif insani. Seacara etimologis,
kata sains sendiri berasala dari bahasa Latin, yaitu scire, yang berarti mengetahui atau belajar.
Sedangkan sebagaimana sudah kita pahami bersama bahwa kata sains sendiri dalam pengertian
atau terjemahan bahasa Indonesia berarti ilmu pengetahuan.
Sebagaimana juga pernah disinggung sebelumnya, jika dilihat dari segi filsafat ilmu
antara pengetahuan dan sains adalah berbeda (memilki makna berbeda). Pengetahuan adalah
segala sesuatu yang diketahui oleh manusia melalui tangkapan panca indera, intuisi, serta firasat,
sedangkan ilmu pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistemisasi, serta
diinterprestasikan sehingga menghasilkan kebenaran yang objektif, sudah teruji kebenarannya,
serta dapat diulang secara imiah. Dalam sudut pandang filsafat imu, istilah sains juga telah
dipahami oleh masyarakat Indonesia menjadi suatu istilah baku, yaitu ilmu pengetahuan.
Lalu, timbul pertanyaan kapanatu bilamana kira-kira suatu pngetahuan itu dapat
dikategorikan sebagai suatu ilmu (sains/ilmu pengetahuan). Dalam kajian filasafat ilmu, suatu
pengetahuan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu apabila memenuhi tiga kriteria pokok sebagai
berikut.
1. Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek
studi/kajian yang jelas. Dalam hal ini, bahwa yang nama nya objek suatu studi itu haruslah yang
jelas, artinya dapat diindentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat diuraikan sifat nya yang
esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek
formal.
2. Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah
memiliki metode kerja yang lebih jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang
studi, yaitu deduksi, induksi, serta eduksi.
3. Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki
nilai guna. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoritis, hukum,
generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan
koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya
kerancuan, perentangan kontradiktif diantara satu sama lainnya.
Dalam filsafat ilmu, setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Oleh
karena itu, ada seseorang yang hanya mendalami bidang ilmu tertentu dalam masyarakat, yang
kemudian disebut sebagai spesialis, dan ada pula seseorang yang banyak tahu dalam bidang
ilmu, namun tidak sampai mendalam, atau yang kemudian disebut