“BIODIVERSITAS”
DISUSUN OLEH :
Kelompok 1
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah kapita selekta biologi dengan judul
“BIODIVERSITAS” di Universitas Negeri Padang .
kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar….…………………………………………………………………….. I
Bab I PENDAHULUAN
Bab II PEMBAHASAN
ii
Bab I PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Biodiversitas?
2. Apa Prinsip Dasar Taksonomi?
3. Bagaimana Permasalahan yang terjadi pada Biodiversitas Secara Global dan nasional
4. Apa Keterkaitan antara Taksonomi dan Nomenclature ?
2
Bab II PEMBAHASAN
Sebagai contoh keanekaragaman tingkat biotic dapat terjadi karena adanya keanekaragaman
susunan gen. Jadi, perangkat gen itulah yang menentukan ciri dan sifat yang dimiliki oleh suatu
individu. Misalkan perbedaan tipe rambut ada orang yang berambut keriting, lurus, ikal, karena
adanya keanekaragaman tingkat biotic.
4
3. Tingkatan Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya
dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing. Keanekaragaman tingkat ekosistem ini
ditunjukkan dengan adanya perbedaan bioti biotic serta komposisi jenis populasi
organismenya.
Sebagai contoh setiap ekosistem mempunyai keunikan dan ciri khasnya sendiri-sendiri.
Keanekaragaman tingkat ekosistem menggambarkan jenis populasi organisme dalam suatu
wilayah.
Indonesia sebagai negara yang memiliki mega biodiversitas perlu mengambil langkah untuk
menghadapi isu perubahan iklim dan hilangnya biodiversitas Indonesia. Salah satu bidang ilmu
yang berperan besar dalam mengungkap biodiversitas adalah taksonomi (ilmu tentang
pengklasifikasian), yang semakin lama semakin minim peminat
2.3 Permasalahan yang terjadi pada Biodiversitas Secara Global dan nasional
Banyak masalah yang dihadapi dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia
untuk pembangunan nasional, baik berasal dari pemerintah, pengusaha, masyarakat dan lain-lain.
Dalam melaksanakan tugas sektornya, setiap pihak dalam pemerintahan seringkali memerlukan
sumber daya alam hayati, sehingga muncul perbedaan kepentingan. Tumpang tindih minat ini
menjadi lebih rumit apabila unsur kepentingan masyarakat tradisional dan tekanan ekonomi
diperhitungkan.
5
Di sisi lain, ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum memadahi untuk menangani
pemanfaatan/pelestarian keanekaragaman hayati secara seimbang, apalagi mengembangkan
potensi ini secara optimal. Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan,
sebagian baru diketahui potensinya, dan sebagian lagi belum dikenal.
Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat memulihkan diri, namun kemampuan ini bukan
tidak terbatas. Karena diperlukan untuk hidup dan dimanfaatkan sebagai modal pembangunan,
maka keberadaan keanekaragaman hayati amat tergantung pada perlakuan manusia. Pemanfaatan
keanekaragaman hayati secara langsung bukan tidak mengandung resiko.
Dalam hal ini, kepentingan berbegai sektor dalam pemerintahan, masyarakat dan swasta
tidak selalu seiring. Banyak unsur yang mempengaruhi masa depan keanekaragaman hayati
Indonesia, seperti juga tantangan yang harus dihadapi dalam proses pembangunan nasional
secara keseluruhan, khususnya jumlah penduduk yang besar dan menuntut tersedianya berbagai
kebutuhan dasar.
Peningkatan kebutuhan dasar tersebut antara lain menyebabkan sebagian areal hutan alam
berubah fungsi dan menyempit, dengan ratarata pengurangan 15.000-20.000 hektar per tahun
(Soeriaatmadja, 1991). Kawasan di luar hutan yang mendukung kehidupan keanekaragaman
hayati seperti daerah persawahan dan kebun-kebun rakyat berubah peruntukan dan cenderung
menjadi miskin keanekaragaman hayatinya.
Mengingat perusakan habitat dan eksploitasi berlebihan, tidak mengherankan jika Indonesia
memiliki daftar spesies terancam punah terpanjang di dunia, yang mencakup 126 jenis burung,
63 jenis mamalia dan 21 jenis reptil, 38 BIODIVERSITAS Vol. 1, No. 1, Januari 2000, hal. 36-
40 lebih tinggi dibandingkan Brasil dimana burung, mamalia dan reptil yang terancam punah
masing-masing 121, 38 dan 12 jenis. Sejumlah spesies dipastikan telah punah pada tahun-tahun
terakhir ini, termasuk trulek jawa/trulek ekor putih (Vanellus macropterus) dan sejenis burung
pemakan serangga (Eutrichomyias rowleyi) di Sulawesi Utara, serta sub spesies harimau
(Panthera tigris) di Jawa dan Bali.
Populasi spesies yang saat ini sangat rentan terhadap ancaman penjarahan dan lenyapnya
habitat cukup banyak, seperti penyu laut, burung maleo, kakak tua dan cendrawasih. Seiring
dengan berubahnya fungsi areal hutan, sawah dan kebun rakyat, menjadi area permukiman,
perkantoran, industri, jalan dan lain-lain, maka menyusut pula keanekaragaman hayati pada
tingkat jenis, baik tumbuhan, hewan maupun mikrobia. Pada gilirannya jenis-jenis tersebut
menjadi langka, misalnya jenis-jenis yang semula banyak terdapat di Pulau Jawa, seperti nam-
nam, mundu, kepel, badak Jawa dan macan Jawa sekarang mulai jarang dijumpai (Anonim,
1995). Penyusutan keanekaragaman jenis terjadi baik pada populasi alami, maupun budidaya.
Berkurangnya keanekeragaman hayati populasi budidaya tercatat dengan jelas.
6
Indonesia menganut asas pemanfaatan kekayaan alam yang berupa keanekaragaman hayati
secara lestari, seperti disebutkan dalan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada pasal 2 dinyatakan bahwa: konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.
Namun pada kenyataannya, perubahan ekosistem alami terus berlangsung, hingga melebihi batas
kemampuan untuk memulihkan diri. Gejala penyusutan kekayaan alam ini semakin terasa pada
beberapa dekade terakhir. Pemanfaatan ekosistem alami dengan mengubah habitat berlangsung
sangat cepat, sehingga terjadi pelangkaan banyak jenis tumbuhan dan hewan, baik yang hidup di
hutan, sungai, danau, pantai dan lain-lain. Banyak di antara jenis-jenis tersebut belum diketahui
kemanfaatnya, sehingga dikhawatirkan akan musnah tanpa sempat diketahui peranannya dan
tanpa dokumentasi tertulis mengenai keberadaanya. Akibatnya, Indonesia sering kali menjadi
sasaran kecaman, sebagai negara yang telah mengabaikan keanekaragaman hayati, baik dalam
tingkat ekosistem, jenis maupun genetik.
Di Indonesia peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pelestarian
keanekaragaman hayati telah mencukupi, namun implementasinya masih lemah dan kurang
efektif. Sementara itu terdapat pula peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah pusat atau sektor
tertentu yang tidak menampung kepentingan pemerintah daerah atau sektor lain. Di samping itu,
konsep pelestarian yang ada sering tidak padu dengan
pemanfaatannya. Penelitian mengenai keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan oleh
lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia, meskipun hasilnya terserak di berbagai
tempat dan pada umumnya tidak ditujukan untuk pemanfaatan atau pelestarian, serta tidak
mencakup aspek-aspek sosial budaya. Oleh karenanya penggalian, pemanfaatan, pemaduan data
dan informasi mengenai keanekaragaman hayati masih perlu dibudayakan.
7
Menurut data tahun 1987, kawasan yang dilindungi untuk melestarikan keanekaragaman hayati
secara in situ sebanyak 347 lokasi, terdiri dari 184 cagar alam seluas 7.111.880 ha, 69 suaka
marga satwa seluas 5.009.970 ha, 68 hutan wisata seluas 4.665.320. Data terakhir menunjukkan
bahwa jumlah kawasan konservasi in situ meningkat menjadi 475 lokasi seluas 22,6 juta hektar
atau 11,78% dari luas dataran Indonesia (Anonim, 1996). Hail ini mengisyaratkan kemauan baik
pemerintah Indonesia untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Menurut Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (kini: Direktorat Jenderal Perlindungan dan
Konservasi Alam), Departemen Kehutanan tahun 1995, kawasan lindung yang sudah diresmikan
dan sedang disusulkan.
Pelestarian secara in situ nerupakan cara yang ideal, namun pada kenyataanya perlu dilengkapi
dengan pelestarian secara ex situ. Di Indonesia kebun raya, kebun binatang, kebun koleksi dan
sebagainya telah berkembang sejak lama. Sayangnya, lahan tempat pelestarian ex situ itu sering
tergusur untuk peruntukan lain. Oleh karenanya, pelestarian ex situ perlu dimantapkan dan
perpaduan pemanfaatannya dengan keperluan lain perlu diwujudkan.
8
Masyarakat yang langsung memanfaatkan keanekaragaman hayati perlu menyadari kewajiban
untuk ikut melestarikan. Banyak masyarakat tradisional yang memiliki kearifan pelestarian
lingkungan beserta keanekaragaman hayatinya. Kearifan yang berkaitan dengan aspek sosial
budaya setempat ini perlu direkam dan dikembangkan sehingga tidak hilang tertelan zaman.
Setiap sektor dalam pemerintahan perlu memiliki strategi untuk memanfaatkan dan melestarikan
keanekaragaman hayati yang menjadi tanggung jawabnya. Diperlukan pula komitmen bersama
untuk saling memadukan kepentingan sehingga tumpang tindih minat dan tanggung jawab dapat
dihindari. Dalam pembangunan nasional pengawasan melekat merupakan tekat pemerintah.
Dalam pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman hayati pemantauan dan pengawasan semua
kegiatan perlu ditingkatkan. Pada tahun 1989 dengan surat keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No: 60/MNKLH/12/1989 dibentuk suatu kelompok kerja
di Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang khusus menangani
masalah keanekaragaman hayati yaitu kelompok kerja pemanfaatan dan konservasi
keanekaragaman hayati. Kelompok kerja ini mempunyai tugas dan fungsi menyusun
kebijaksanaan pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Klasifikas iadalah suatu cara pengelompokan yang didasarkan pada ciri-ciri tertentu.
Semua ahli biologi menggunakan suatu sistem klasifikasi untuk mengelompokkan tumbuhan
ataupun hewan yang memiliki persamaan struktur. Kemudian setiap kelompok tumbuhan ataupu
hewan tersebut dipasang-pasangkan dengan kelompok tumbuhan atau hewan lainnya yang
memiliki persamaan dalam kategori lain. Hal itu pertama kali diusulkan oleh John Ray yang
berasal dari Inggris. Namun ide itu disempurnakan oleh Carl Von Linne (1707-1778), seorang
ahli botani berkebangsaan Swedia yang dikenal pada masa sekarng dengan Carolus Linnaeus.
Sistem klasifikasi Linnaeus tetap digunakan sampai sekarang karena sifatnya yang sederhana dan
fleksibel sehingga suatu organism baru tetap dapat dimasukkan dalam sistem klasifikasi dengan
mudah. Nama-nama yang digunakan dalam sistem klasifikasi Linnaeus ditulis dalam bahasa
Latin karena pada zaman Linnaeus bahasa Latin adalah bahasa yang dipakai untuk pendidikan
resmi.
Adapun tujuan Klasifikasi makhluk hidup adalah :
1. Mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan ciri-ciri yang dimiliki
2. Mengetahui ciri-ciri suatu jenis makhluk hidup untuk membedakannya dengan makhluk
hidup dari jenis lain
3. Mengetahui hubungan kekerabatan makhluk hidup
4. Emberi nama makhluk hidup yang belum diketahui namanya atau belum memiliki nama.
Selain memiliki tujuan, klasifikasi memiliki manfaat bagi manusia, antara lain :
1. Klasifikasi memudahkan kita dalam mmpelajari makhluk hidup yang sangat beraneka
ragam
2. Klasifikasi membuat kita mengetahui hubungan kekerabatan antarjenis makhluk hidup
3. Klasifikasi memudahkan komunikasi.
9
Banyak makhluk hidup mempunyai nama local. Nama ini bisa berbeda antara satu daerah
dan daerah lainnya. Untuk memudahkan komunikasi, makhluk hidup harus diberikan nama yang
unik dan dikenal di seluruh dunia. Berdasarkan kesepakatan internasional, digunakanlah metode
binomial nomenclature. Metode binominal nomenclature (tata nama ganda), merupakan metode
yang sangat penting dalam pemberian nama dan klasifikasi makhluk hidup. Disebut tata nama
ganda karena pemberian nama jenis makhluk hidup selalu menggunakan dua kata (nama genus
dan species).
Aturan pemberian nama adalah sebagai berikut :
1. Nama species terdiri atas dua kata, kata pertama merupakan nama genus, sedangkan kata
kedua merupakan penunjuk jenis (epitheton specificum)
2. Huruf pertama nama genus ditulis huruf capital, sedangkan huruf pertama penunjuk jenis
digunakan huruf kecil
3. Nama species menggunakan bahasa latin atau yang dilatinkan
4. Nama species harus ditulis berbeda dengan huruf-huruf lainnya (bisa miring, garis
bawah, atau lainnya)
5. Jika nama species tumbuhan terdiri atas lebih dari dua kata, kata kedua dan berikutnya
harus digabung atau diberi tanda penghubung.
6. Jika nama species hewan terdiri atas tiga kata, nama tersebut bukan nama species,
melainkan nama subspecies (anak jenis), yaitu nama takson di bawah species
7. Nama species juga mencantumkan inisial pemberi nama tersebut, misalnya jagung (Zea
Mays L.). huruf L tersebut merupakan inisial Linnaeus.
10
KESIMPULAN
Alam Indonesia sangat kaya akan keberagaman flora dan fauna, keberagaman tersebut dikenal
dengan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup
yang menunjukakan keseluruhan variasi gen, spesies, dan ekosisitem di suatu daerah.
Penyebebab keanekaragaman hayati ada 2 faktor, yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor
genetik relatif konstan / stabilpengaruhnya terhadap morfologi (fenotip) organisme. Sebaliknya
faktor luar relatif labil pengaruhnya terhadap morfologi (fenotip).
Keanekragaman hayati mencakup tiga tingkatan pengertian yang berbeda, yaitu
keanekaragaman gen, jenis, dan ekosistem. Dan tidak ada makhluk hidup yang bisa hiup sendiri,
terpisah dan terasing dari makhluk hidup lain. Manusia, hewan, dan tumbuhan adalah makhluk
hidup, mereka butuh makanan dan tempat hidup yang nyaman untuk hidup. Dengan demikian
terjadi hubungan saling ketergantungan antar makhluk hidup dan juga antar makhluk hidup
dengan lingkungannya. Hubungan saling mempengaruhi yang terjadi antar makhluk hidup
dengan lingkungan untuk membentuk suatu sistem yang disebut ekosistem. Ekosistem terbentuk
dari komponen hidup (biotik), dan komponen tidak hidup (abiotik). Kedua komponen ini sangat
mempengaruhi distribusi persebaran organisme pada tempat yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
https://ruangguru.co/taksomomi-dan-tingkatannya/#Prinsip_Taksonomi
https://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0101/D010107.pdf
https://dauzbiotekhno.blogspot.com/2012/06/klasifikasi-dan-nomenklatur.html
https://brainly.co.id/tugas/3469825
https://www.kanal.web.id/pengertian-keanekaragaman-hayati-biodiversitas
11