Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang
femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-
laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok
(Mansjoer, 2007)

2. Anatomi fisiologi
3. Etiologi
4. Epidemiologi
5. Klasifikasi
6. Patofisiologi
7. Manifestasi Klinik
Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan
pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual,
sulit bernapas, cemas, dan lemas.
a. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
b. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung
akut.
c. Bisa atipik:
1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi
saat aliran listrik diarahkan  menjauh dari jaringan iskemik, lebih
serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST
menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard yang mati tidak
mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal,
mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan
penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q
terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara
elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan
gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard,
elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam
atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai
dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen
ST kembali normal.
Perubahan elektrokardiogram speifik pada infark moikard
transmural akut :
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

b. Enzim-enzim jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh dari gambaran
contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi
cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam sel
otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus
diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH)
dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT)
c. Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah
konduksi dan gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan
ventrikel jantung serta blok jantung.
d. Angiografi
Ters diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung
yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner 
besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e. Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201,
suatu “cold spot” terjadi pada gambaran yang menunjukan area
iskemia.

9. Penatalaksanaan
a. Syok kardiogenetik
1) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat
tanda syok diberikan norepinefrin.
2) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
3) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat
tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
4) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST
atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal
untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam
syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal
dengan tindakan invasif.
5) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan
syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak
mempuyai kontraindikasi trombolisis.
6) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI  dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan
segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
b. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul
s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark
ventrikel kanan:
1) Pertahankan preload ventrikel kanan.
2) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg
(13,6cmH20).
3) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik. 
4) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi.
Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi
simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
5) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah
loading volume.
6) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi
ventrikel kiri.
7) Pompa balon intra-aortik.
8) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
9) Penghambat ACE
10) Reporfusi
11) Obat trombolitik
12) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
13) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu
dengan penyakit multivesel).
c. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular
dapat terjadi tampa tanda bahaya aritmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel :
1) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari
30 detik atau menyebabkan  kolaps hemodinamik) harus
diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan
energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-
300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
2) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik,  menetap yang diikuti
dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90
mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi
awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
3) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani
angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg)
diterapi salah satu regimen berikut :
a) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-
0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total
maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan
infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
b) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit,
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
c) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5
ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit
selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5
mg/menit.
d) Kardioversi  elektrik  synchoronized dimulai dosis 50 J
( anestasi sebelumnya).
d. Penatalaksana fibrilasi  Ventrikel
1) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan
terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J
jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J
dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
2) Fibrilasi  ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang
refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300
mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan  shock
unsynchoronized. (klas Iia)

10. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalam bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark
ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari
ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial
normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya,
terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca
infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE
dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai
kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan : serangan nyeri dada seperti tertekan, berat, diremas
yang timbul secara mendadak atau hilang timbul (residif), nyeri di
interior, perikordial atau substernal yang menjalar ke lengan,
wajah, leher , punggung dan epigastrium.
b. Dapatkan tanda-tanda disritmia, hipotensi, syok, mual, muntah,
dan gagal jantung
c. Klien menunjukan gejala dan tanda seperti fever disritmia
d. Klien tidur memakai bantal lebih dari satu
e. Keadaan lain yang memberikan gambaran adanya fktor predispasi
atau nyeri hebat oleh karena penyakit lain
f. Pekerjaan guna mendapatkan gambaran tantang tingkat stress
baik fisik maupun psikis klien terutama karena aktivitas yang
berlebihan.
g. Catat aktivitas atau hobi yang dapat mengurangi ketegangan
h. Asupan makanan dan minuman
i. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan stress

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tinggi badan, berat badan, letargi, warna kulit, edema dan
temperature.
b. Respirasi pola pernafasan, frekuensi adanya suara nafas abnormal,
seperti reles dan ronkhi.
c. Bunyi jantung (BJ 1, 2, 3, dan 4), distensi vena jugularis dan
denyut nadi perifer.
d. Kulit pucat sianosis, dingin, berkeringat atau diaphoresis.

3. Studi Diagnostik
a. Sel darah putih: leukisitosis muncul hari kedua setelah serangan
infark karena inflamasi.
b. Sendimental meningkat pada hari ke 2 dan 3 setelah serangan
yang menunjukan adanya inflamasi.
c. Kardiak endo enzim menunjukan kerusakan khas untuk
membedakan kerusakan otot jantung seperti (CKMB, CPK,
LDH, dan SGOT).
d. Tes fungsi ginjal peningkatan kadar BUN dan kreatinin karena
penurunan laju inflamasi glomerolus terjadi akibat penurunan
curah jantung.
e. Analisa gas darah melihat oksigenasi jaringan.
f. Kadar elektrolit: menilai abnormalitas kadar natrium dan kalium.
g. Peningkatan kadar serum kolestrol meningkatkan resiko
artelekosis.
h. Kultur darah: mengesampingkan septikoma yang mungkin
menyerang otot jantung.
i. Level obat: menilai derajat loksisitas obat tertentu.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmoner otak.
b. Gangguan pertukaran gas.
c. Nyeri akut

5. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda vital setiap
perfusi jaringan keperawatan selama ... x ... 4 jam
kardiopulmoner diharapkan masalah 2. Monitor tanda dan
otak keperawatan teratasi gejala penurunan
dengan kriteria hasil: kardiopulmoner
a. Diaphoresis hilang 3. Mempertahankan
b. Tidak pucat akral intake cairan
hangat 4. Kolaborasi dengan tim
c. Nadi untuk melakukan
(60-100x/menit) tindakan
d. Pusing berkurang
e. Nafas
(16-20x/menit)
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pernafasan
pertukaran gas keperawatan selama ... x ... klien
diharapkan masalah 2. Atur posisi
keperawatan teratasi memungkinkan
dengan kriteria hasil: ventilasi maksimal
a. Suara nafas normal 3. Anjurkan tidak
b. AGD normal bergerak terlalu
c. Tidak ada tanda- banyak
tanda kesulitan 4. Kolaborasi dengan
bernafas dokter pemberian obat
d. EKG normal
3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi nyeri secara
keperawatan selama ... x ... komprehensif
diharapkan masalah 2. Berikan posisi
keperawatan teratasi semifowler
dengan kriteria hasil: 3. Ajarkan teknik nafas
a. Nyeri skala 0-1 dalam
b. Menungkapkan 4. Kolborasi dengan
perasaan nyaman dokter pemberian obat
setelah nyeri
berkurang
c. Klien rileks
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta EGC


Eliastam, Michael. 2008. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta :
EGC
Nursalam. 2010. Konsep dan Metode Keperawatan. Jakarta : EGC
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Syaifuddin. 2011. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2016. Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai