Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOCARD INFARK (STEMI)


INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

Viki Putri Pradani 170300507

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA

ST ELEVASI MIOCARD INFARK


1. Definisi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum sindroma
koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut (SKA) merupakan satu subset
akut dari penyakit jantung koroner (PJK) (Firdaus I, 2012). SKA merupakan spektrum
klinis yang mencakup angina tidak stabil, infark mikard akut tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI) dan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R,
2011).

Infark miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan
oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir terhadap iskemia miokard
yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami
kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara
aerobic lenyap dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya.
Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion dan natrium yang
akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan simpanan kalium
intrasel dan enzim intrasel., yang mencederai sel-sel di sekitarnya. Protein intrasel mulai
mendapat akses ke sirkulasi sistemik dan ruang interstisial dan ikut menyebabkan edema
dan pembengkakan interstisial di sekitar sel miokardium. Akibat kematian sel, tercetus
reaksi inflamasi, di tempat inflamasi terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor
pembekuan.

2. Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria
akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan
Faktor resiko menurut Framingham:
 Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
 Merokok sigaret : > 20/hari
 Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
 Hipertensi : > 160/90 mmHg
 Gaya hidup monoton

3. Tanda dan gejala


Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan sebagai suatu
desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar, rasanya tajam dan menekan
atau sangat nyeri, nyeri terus menerus, dan dangkal. Nyeri dapat melebar ke belakang
strenum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.

4. Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan
seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang
mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan
yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah
besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri. Infark trasmural
mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial
terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang
infark adalah bagian inferoir, lateral, posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan
bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu anteroseptal,
anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar
seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi ini disebut sebagai infark
biventrikuler.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama


berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark tampak
memar dan sianotik akibat terputusnya alioran darah regional kemudian dalam jangka
waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit.
Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai
terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini
dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan
mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan
jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun, gerakan
dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah
sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir
diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.

5. Pemeriksaan diagnostik
a. Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh
dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST
menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk
repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk,
dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk.
Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona
nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada
awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-
jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark
miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.

Perubahan elektrokardiogram speifik pada infark moikard transmural akut :


Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior. V3R, V4R, V5R

b. Enzim-enzim jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8
jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein
terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus
diobservasi adalah kreatinkinase (CK.
c. Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan
seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d. Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan
visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap
ventrikel kiri.

6. Penatalaksanaa Pasien STEMI


Terapi pada pasien STEMI, meliputi (Firdaus, 2012; Irsad, et al., 2014; PERKI, 2015;
Widimsky, et al., 2010) :
Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran
terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat
dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap
luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan
trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama
(terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan
angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika
terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko
perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk memilih
PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan :
a. Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien <75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik.
Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya
terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

b. Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk
(door to needle time <30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan
utamanya adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat
beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator
(tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus
fibrin.
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala
kualitatif sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI) grading system :
1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada
arteri yang terkena infark.
2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras
melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami
infark ke arah distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan
aliran arteri normal.
4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang
mengalami infark dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena
perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan
hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan laju
mortalitas, selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan
dalam reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita.
Keuntungan ini lebih nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam
pertama setelah timbulnya gejala, dengan anjuran pemberian
streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang
semaksimal mungkin.

Indikasi terapi fibrinolitik :


Kelas I :
1) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan
pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan elevasi ST > 0,1
mV pada minimal 2 sandapan prekordial atau 2 sandapan ekstremitas.
2) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik diberikan pada
pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau
diduga baru.
Kelas II :
1) Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi
fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan
EKG 12 sandapan konsisten dengan infark miokard posterior.
2) Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi
fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset mulai dari < 12 jam
sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemi yang terus berlanjut dan
elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial
yang berdampingan atau minimal 2 sandapan ekstremitas.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien
paska CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah
PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :
Kontraindikasi absolut :
1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2. Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3. Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4. Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5. Dicurigai diseksi aorta
6. Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

Kontraindikasi relatif :
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi
besar (<3 minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Kehamilan
8. Ulkus peptikum aktif

Obat Fibrinolitik :
1. Streptokinase: merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang
pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya
karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah.
2. Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase): Global Use of
Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan
penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan
tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK
dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
3. Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan
keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan
dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
4. Tenekteplase (TNKase): Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator
inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1-B menunjukkan tenekteplase
mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama
dibandingkan dengan tPA.

7. Komplikasi STEMI
Komplikasi STEMI, antara lain (PERKI, 2015; Farissa, 2012) :
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
4. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard.
5. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.

8. Diangnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada kasus STEMI, antara lain:
1. Penurunan Curah Jantung
2. Ketidakefektifan Pola Napas
3. Nyeri Akut
9. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Penurunan Curah Jantung Cardiac Pump Effectiveness Cardiac Care
Domain 4. Aktivitas/Istirahat Domain. Physiologic Helath (II) Domain. Physiological: Complex
Kelas 4. Respon Kardiovaskular/ Class. Cardiopulmonary (E) Class. Tissue Perfusion Management
Pulmonal Definisi: Kecukupsn volume darah yang Definisi: Keterbatasan dari komplikais
Definisi: Ketidakadekuatan darah dipompakan dari ventrikel kiri untuk sebagai hasil dari ketidakseimbangan antara
yang dipompa oleh jantung untuk mendukung tekanan perfusi sistemik. suplai oksigen pada otot jantung dan
memenuhi kebutuhan metabolik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kebutuhan seorang pasien yang memiliki
tubuh. gejala gangguan fungsi jantung.
1x4 jam diharapkan:
Batasan Karakteristik: Aktivitas:
- Perubahan frekuensi/ irama - Tekanan darah sistolik - Pastikan tingkat aktivitas pasien tidak
jantung (aritmia, takikardia, - Tekanan darah diastolik
membahayakan curah jantung atau
bradikardi, palpitasi). - Denyut nadi perifer
- Ukuran jantung emnyebabkan serangan jantung.
- Perubahan preload (distensi vena - Dorong peningkatan aktivitas bertahap
jugularis, kelelahan, edema, mur- - Urin output
- Keseimbangan cairan selama 24 jam ketika kondisi sudah stabil.
mur jantung, peningkatan berat
Skala - Instruksikan pasien tentang pentingnya
badan).
- Perubahan afterload (dispnea, 1: Deviasi berat dari kisaran normal untuk segera melaporkan bila merasakan
kulit lembab, oliguria, pengisian 2: Deviasi cukup berat dari kisaran normal nyeri dada.
kapiler memanjang, penurunana - Evaluasi episode nyeri dada (onset,
3: Deviasi sedang dari kisaran normal
nadi perifer, perubahan tekanan intensitas, durasi, lokasi, radiasi, dan
4: Deviasi ringan dari kisaran normal
darah, perubahan warna kulit). faktor pemicu).
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
- Perubahan kontraktilitas (batuk, - Pantau EKG 12 lead.
bunyi napas tambahan, bunyi - Lakukan penilaian komprehensifterhadap
jantung tambahan, sispnea, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama sirkulasi perifer (nadi perifer, edema,
ortopnea). 1x4 jam diharapkan: pengisian kapiler, warna dan suhu
- Perilaku/emosi (ansietas, - Disritmia ekstremitas).
gelisah). - SuaraAngina - Monitor tanda-tanda vital secara rutin
- Edema paru - Monitor adanya tanda-tanda disritmia
- Edema perifer
jantung.
Faktor yang Berhubungan: - Kelelahan - Catat tanda dan gejala penurunan curah
- Perubahan preload - Intoleransi aktivitas jantung.
- Perubahan afterload - Pucat - Monitor status pernapasan terkait dengan
- Perubahan irama jantung Skala adanya gejala gagal jantung.
- Perubahan frekuensi jantung 1: Sangat berat - Monitor keseimbangan cairan selama 24
- Perubahan stroke volume
2: Berat jam.
- Perubahan kontraktilitas
3: Cukup - Evaluasi perubahan tekanan darah.
4: Ringan - Sediakan terapi antiaritmia jika
5: Tidak ada diperlukan.
- Jadwalkan waktu aktivitas dan istirahat
untuk mencegah kelelahan.
- Monitor toleransi aktivitas pasien.
- Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi
untuk mengurangi kelelahan dan
kecemasan.
2. Respiratory Status: Ventilation Airway Management
Ketidakefektifan Pola Napas Domain. Physiologic Helath (II) Domain. Physiological: Complex
Domain 4. Aktivitas/Istirahat Class. Cardiopulmonary (E) Class. Respiratory Management
Kelas 4. Respon Kardiovaskular/
Definisi: Keluar masuknya udara dari dan ke Definisi: Fasilitasi kepatenan jalan napas.
Pulmonal
Definisi: Inpirasi dan/ atau ekspirasi dalam paru. Aktivitas:
yang tidak memberikan ventilasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama - Posisikan pasien untuk
yang adekuat. 1x14 jam diharapkan: memaksimalkan ventilasi.
Batasan Karakteristik: - Frekuensi pernafasan - Motivasi pasien untuk bernapas dalam
- Bradipnea - Irama pernafasan dan pelan.
- Dispnea - Kedalaman inspirasi - Regulasi asupan cairan untuk
- Fase ekspirasi memanjang - Hasil rontgen dada mengoptimalkan keseimbangan cairan.
- Ortopnea - Suara perkusi napas - Posisikan untuk meringankan sesak
- Penggunaan otot aksesori Skala napas.
pernapasan 1: Deviasi berat dari kisaran normal
- Peningkatan diameter
2: Deviasi cukup berat dari kisaran normal
- Penurunan kapasitas vital 3: Deviasi sedang dari kisaran normal
- Penurunan tekanan ekspirasi 4: Deviasi ringan dari kisaran normal
- Penurunan tekanan inspirasi 5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
- Perubahan ekskursi dada
- Pola napas abnormal (irama,
frekuensi, kedalaman) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
- Takipnea 1x4 jam diharapkan:
Faktor yang Berhubungan: - Penggunaan otot bantu pernafasan Oxygen Therapy
- Hiperventilasi - Suara napas tambahan Domain. Physiological: Complex
- Retraksi dinding dada Class. Respiratory Management
- Dispnea saat aktivitas
Definisi: Pemberian oksigen dan pemantauan
- Dispnea saat istirahat
- Pengembangan dinding dada tidak efektivitas pemberiannya.
simetris Aktivitas:
- Gangguan vokalisasi - Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi
- Akumulasi sputum trekea dengan tepat.
- Orthopne - Siapkan peralatan oksigen dan berikan
Skala melalui sistem humidifier.
1: Sangat berat - Atur jumlah pemberian oksigen sesuai
2: Berat dengan indikasi.
3: Cukup - Monitor tingkat kemampuan pasien
4: Ringan untuk tidak menggunakan oksigen saat
5: Tidak ada sedang makan.
- Monitor efektivitas pemberian terapi
oksigen.
- Observasi adanya tanda-tanda
kelebihan oksigen.

Respiratory Monotoring
Domain. Physiological: Complex
Class. Respiratory Management
Definisi: Sekumpulan data dan analisis
keadaan pasien untuk memastikan kepatenan
jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.
Aktivitas:
- Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
dan kesulitan bernapas.
- Monitor adanya suara napas
tambahan.
- Monitor pola napas.
- Monitor saturasi oksigen.
- Monitor adanya kelelahan otot-otot
diafragma.
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
- Monitor keluhan sesak napas pasien,
termasuk kegiatan yang meningkatkan
atau meringankan sesak napas.
- Monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan
3. Nyeri Akut Pain Control Pain Management
Domain 12. Kenyamanan Domain. Health Knowledge & Behavior (IV) Domain.Physiological: Basic
Kelas 1 Kenyamanan Fisik Class. Health Behavior. Class. Physical Comfort Promotion
Definisi: Sensori yang tidak Definisi: Tindakan pribadi untuk mengontrol Definisi: Pengurangan nyeri sampai pada
menyenangkan dan pengalaman nyeri. tingkat kenyamanan yang dapat diterima
emosional yang muncul secara aktual Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien.
atau potensial kerusakan jaringan 1x4 jam diharapkan: Aktivitas:
atau menggambarkan adanya - Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri - Kaji secara komprehensif tentang
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri - Mengenal onset nyeri nyeri (lokasi, karakteristik dan onset,
Internasional): serangan mendadak - Menggunakan tindakan pengurang nyeri durasi, frekuensi, kualitas)
atau pelan intensitasnya dari ringan tanpa analgesik - Observasi isyarat-isyarat non verbal
sampai berat yang dapat diantisipasi - Melaporkan perubahan gejala nyeri klien terhadap ketidanyamanan
dengan akhir yang dapat diprediksi. - Melaporkan nyeri berkurang - Gunakan komunikasi terapeutik agar
Batasan Karakteristik: Skala pasien dapat mengekspresikan nyeri
- Perubahan tekanan darah 1: Tidak pernah menunjukkan - Tentukan dampak dari ekspansi nyeri
- Perubahan frekuensi jantung 2: Jarang menunjukkan terhadap kualitas hidup, pola tidur, nafsu
- Perubahan frekuensi 3: Kadang-kadang menunjukkan makan, mood, pekerjaan, tanggung jawab
pernapasan 4: Sering menunjukkan - Kaji pengalaman individu tentang
- Diaforesis
5: Secara konsisten menunjukkan nyeri
- Laporan isyarat
- Melaporkan nyeri secara Pain Level - Evaluasi tentang keefektifan dari
verbal Domain. Perceived Health (V) tindakan mengontrol nyeri yang telah
- Perilaku distraksi Class. Symptom Status (V) digunakan
- Mengekspresikan perilaku Definisi: Keparahan dari tingkatan nyeri yang - Berikan dukungan terhadap pasien dan
(misal: gelisah) dapat diamati atau dilaporkan. keluarga
- Masker wajah (misal: mata Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama - Ajarkan penggunaan tenik non
kurang bercahaya) 1x4 jam diharapkan: farmakologis
- Sikap melindungi area nyeri - Frekuensi nyeri berkurang - Tingkatkan istirahat yang cukup
- Perubahan posisi untuk - Lamanya episode nyeri berkurang
menghindari nyeri. - Ekspresi wajah nyeri Analgetik Administration
- Menggosok area yang terkena dampak
Domain.Physiological: Complex
Faktor yang Berhubungan:
Class. Drug Management
- Agen cedera fisik
Skala Definisi: Penggunaan agen farmakologi untuk
1: Sangat berat mengurangi atau menghilangkan nyeri.
2: Berat Aktivitas:
3: Cukup - Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
4: Ringan kualitas dan keparahan sebelum
5: Tidak ada pengobatan.
- Berikan obat dengan prinsip 5 benar.
- Cek riwayat alergi obat.
- Libatkan pasien dalam pemilihan
analgesik yang aan digunakan.
- Pilih analgesik secara tepat.
- Monitor reaksi dan efek samping obat.
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, I. 2012. Pharmacoinvasive Strategy in Acute STEMI. Jurnal Kardiologi Indonesia,


33; 266-271.

Guyton , A.C. & Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.

Anand, S.S., Islam, S., Rosengren, A., Franzosi, M.G., Steyn, K., Hussein, A., et al. 2008.
Risk Factors For Myocardial Infarction In Women And Men: Insights From The
INTERHEART Study, Eur Heart J. 29(7):932-940.

Farissa, I.P. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi (STEMI) yang
Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi (Studi di RSUP Dr.Kariadi
Semarang). Laporan Akhir Hasil Penelitian Karya Tulis Ilmiah, Universitas
Diponegoro: Semarang.

Irsad, A.A., Setianto, B.Y., Taufiq, N., & Hartopo, A.B. 2014. In-hospital Major
Cardiovascular Events between STEMI Receiving Thrombolysis Therapy and
Primary PCI. The Indonesian Journal of Internal Medicine, 46(2);124-130.

Kemenkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.

Myrtha, R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA). CDK 188,
38(7);541-542.

Safitri, E.S. 2013. ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) Anteroseptal pada Pasien
dengan Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Menahun dan Tingginya Kadar Kolestrol
dalam Darah. Medula, 1(4);60-68.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., et al. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Widimsky P., Wijns, W., Fajadet, J., Belder, M., Knot, J., Aaberge, L., et al. 2010.
Reperfusion Therapy For ST Elevation Acute Myocardial Infarction in Europe:
Description Of The Current Situation In 30 Countries, Eur Heart J, 31:943–957.

Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai