Disusun Oleh :
Infark miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan
oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir terhadap iskemia miokard
yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami
kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara
aerobic lenyap dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya.
Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion dan natrium yang
akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan simpanan kalium
intrasel dan enzim intrasel., yang mencederai sel-sel di sekitarnya. Protein intrasel mulai
mendapat akses ke sirkulasi sistemik dan ruang interstisial dan ikut menyebabkan edema
dan pembengkakan interstisial di sekitar sel miokardium. Akibat kematian sel, tercetus
reaksi inflamasi, di tempat inflamasi terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor
pembekuan.
2. Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria
akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan
Faktor resiko menurut Framingham:
Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
Merokok sigaret : > 20/hari
Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
Hipertensi : > 160/90 mmHg
Gaya hidup monoton
4. Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan
seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang
mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan
yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah
besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri. Infark trasmural
mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial
terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang
infark adalah bagian inferoir, lateral, posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan
bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu anteroseptal,
anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar
seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi ini disebut sebagai infark
biventrikuler.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh
dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST
menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk
repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk,
dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk.
Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona
nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada
awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-
jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark
miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
b. Enzim-enzim jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8
jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein
terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus
diobservasi adalah kreatinkinase (CK.
c. Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan
seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d. Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan
visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap
ventrikel kiri.
b. Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk
(door to needle time <30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan
utamanya adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat
beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator
(tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus
fibrin.
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala
kualitatif sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI) grading system :
1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada
arteri yang terkena infark.
2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras
melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami
infark ke arah distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan
aliran arteri normal.
4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang
mengalami infark dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena
perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan
hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan laju
mortalitas, selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan
dalam reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita.
Keuntungan ini lebih nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam
pertama setelah timbulnya gejala, dengan anjuran pemberian
streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang
semaksimal mungkin.
Kontraindikasi relatif :
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi
besar (<3 minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Kehamilan
8. Ulkus peptikum aktif
Obat Fibrinolitik :
1. Streptokinase: merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang
pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya
karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah.
2. Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase): Global Use of
Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan
penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan
tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK
dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
3. Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan
keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan
dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
4. Tenekteplase (TNKase): Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator
inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1-B menunjukkan tenekteplase
mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama
dibandingkan dengan tPA.
7. Komplikasi STEMI
Komplikasi STEMI, antara lain (PERKI, 2015; Farissa, 2012) :
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
4. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard.
5. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
Respiratory Monotoring
Domain. Physiological: Complex
Class. Respiratory Management
Definisi: Sekumpulan data dan analisis
keadaan pasien untuk memastikan kepatenan
jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.
Aktivitas:
- Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
dan kesulitan bernapas.
- Monitor adanya suara napas
tambahan.
- Monitor pola napas.
- Monitor saturasi oksigen.
- Monitor adanya kelelahan otot-otot
diafragma.
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
- Monitor keluhan sesak napas pasien,
termasuk kegiatan yang meningkatkan
atau meringankan sesak napas.
- Monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan
3. Nyeri Akut Pain Control Pain Management
Domain 12. Kenyamanan Domain. Health Knowledge & Behavior (IV) Domain.Physiological: Basic
Kelas 1 Kenyamanan Fisik Class. Health Behavior. Class. Physical Comfort Promotion
Definisi: Sensori yang tidak Definisi: Tindakan pribadi untuk mengontrol Definisi: Pengurangan nyeri sampai pada
menyenangkan dan pengalaman nyeri. tingkat kenyamanan yang dapat diterima
emosional yang muncul secara aktual Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien.
atau potensial kerusakan jaringan 1x4 jam diharapkan: Aktivitas:
atau menggambarkan adanya - Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri - Kaji secara komprehensif tentang
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri - Mengenal onset nyeri nyeri (lokasi, karakteristik dan onset,
Internasional): serangan mendadak - Menggunakan tindakan pengurang nyeri durasi, frekuensi, kualitas)
atau pelan intensitasnya dari ringan tanpa analgesik - Observasi isyarat-isyarat non verbal
sampai berat yang dapat diantisipasi - Melaporkan perubahan gejala nyeri klien terhadap ketidanyamanan
dengan akhir yang dapat diprediksi. - Melaporkan nyeri berkurang - Gunakan komunikasi terapeutik agar
Batasan Karakteristik: Skala pasien dapat mengekspresikan nyeri
- Perubahan tekanan darah 1: Tidak pernah menunjukkan - Tentukan dampak dari ekspansi nyeri
- Perubahan frekuensi jantung 2: Jarang menunjukkan terhadap kualitas hidup, pola tidur, nafsu
- Perubahan frekuensi 3: Kadang-kadang menunjukkan makan, mood, pekerjaan, tanggung jawab
pernapasan 4: Sering menunjukkan - Kaji pengalaman individu tentang
- Diaforesis
5: Secara konsisten menunjukkan nyeri
- Laporan isyarat
- Melaporkan nyeri secara Pain Level - Evaluasi tentang keefektifan dari
verbal Domain. Perceived Health (V) tindakan mengontrol nyeri yang telah
- Perilaku distraksi Class. Symptom Status (V) digunakan
- Mengekspresikan perilaku Definisi: Keparahan dari tingkatan nyeri yang - Berikan dukungan terhadap pasien dan
(misal: gelisah) dapat diamati atau dilaporkan. keluarga
- Masker wajah (misal: mata Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama - Ajarkan penggunaan tenik non
kurang bercahaya) 1x4 jam diharapkan: farmakologis
- Sikap melindungi area nyeri - Frekuensi nyeri berkurang - Tingkatkan istirahat yang cukup
- Perubahan posisi untuk - Lamanya episode nyeri berkurang
menghindari nyeri. - Ekspresi wajah nyeri Analgetik Administration
- Menggosok area yang terkena dampak
Domain.Physiological: Complex
Faktor yang Berhubungan:
Class. Drug Management
- Agen cedera fisik
Skala Definisi: Penggunaan agen farmakologi untuk
1: Sangat berat mengurangi atau menghilangkan nyeri.
2: Berat Aktivitas:
3: Cukup - Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
4: Ringan kualitas dan keparahan sebelum
5: Tidak ada pengobatan.
- Berikan obat dengan prinsip 5 benar.
- Cek riwayat alergi obat.
- Libatkan pasien dalam pemilihan
analgesik yang aan digunakan.
- Pilih analgesik secara tepat.
- Monitor reaksi dan efek samping obat.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton , A.C. & Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.
Anand, S.S., Islam, S., Rosengren, A., Franzosi, M.G., Steyn, K., Hussein, A., et al. 2008.
Risk Factors For Myocardial Infarction In Women And Men: Insights From The
INTERHEART Study, Eur Heart J. 29(7):932-940.
Farissa, I.P. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi (STEMI) yang
Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi (Studi di RSUP Dr.Kariadi
Semarang). Laporan Akhir Hasil Penelitian Karya Tulis Ilmiah, Universitas
Diponegoro: Semarang.
Irsad, A.A., Setianto, B.Y., Taufiq, N., & Hartopo, A.B. 2014. In-hospital Major
Cardiovascular Events between STEMI Receiving Thrombolysis Therapy and
Primary PCI. The Indonesian Journal of Internal Medicine, 46(2);124-130.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.
Myrtha, R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA). CDK 188,
38(7);541-542.
Safitri, E.S. 2013. ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) Anteroseptal pada Pasien
dengan Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Menahun dan Tingginya Kadar Kolestrol
dalam Darah. Medula, 1(4);60-68.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., et al. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Widimsky P., Wijns, W., Fajadet, J., Belder, M., Knot, J., Aaberge, L., et al. 2010.
Reperfusion Therapy For ST Elevation Acute Myocardial Infarction in Europe:
Description Of The Current Situation In 30 Countries, Eur Heart J, 31:943–957.
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.