Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PERAWATAN LUKA


MODERN DENGAN BALUTAN OKLUSI HIDROKOLOID
PADA PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK

DISUSUN OLEH
ILHAM RAMADHAN SIREGAR
08536292133

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONSIA


POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur Kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, atas Rahmat dan Hidayah- Nya
sehingga penulis dapat menyusun Makalah dengan judul “Pengaruh Penggunaan
Metode Perawatan Luka Modern Dengan Balutan Oklusi Hidrokoloid Pada
penyembuhan Ulkus Diabetik”. Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat Perbaikan
Nilai Keperawatan anak pada Program Studi Profesi Keperawatan Poltekkes Medan.

Medan, 2022

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit kronis yang paling banyak
dialami oleh penduduk di dunia. Dalam penelitian yang dilakukan Handayani (2016),
mengemukakan saat ini DM telah menjadi penyakit epidemik, ini dibuktikan dalam 10
tahun terakhir terjadi peningkatan kasus 2 sampai 3 kalilipat. Di Indonesia sendiri data
yang dikemukakan oleh WHO diabetes militus berada di urutan ke 6 sebagai penyakit
penyebab kematian dengan prevalensi 6% dari total populasi dengan jumlah 258,000,000
jiwa. Kematian yang di akibatkan oleh DM pada populasi yang berusia 30-69 tahun
berjumlah 48,300 jiwa dan usia 70+ 51,100 jiwa jumlah total 99,400 jiwa. Indonesia
menempati urutan ke 4 angka kejadian DM di dunia setelah negara India, Cina, dan
Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh pertambahan usia, berat badan, dan gaya hidup
(WHO, 2016).

Secara klinis terdapat dua kategori diabetes yaitu tipe 1 dan tipe 2, DM tipe 1
terjadi akibat penghancuran autoimun dari sel β penghasil insulin di pulau langershans
pada pangkreas yang dikategorikan dengan defisiensi absolut, dan DM tipe 2 merupakan
dampak dari gangguan sekresi insulin dan resistensi terhadap kerja insulin yang sering
kali disebabkan oleh obesitas, dikategorikan dengan defisiensi relative (Bilous dkk,
2015). Dan dijelaskan dari kedua tipe ini yang menjadi kasus terbanyak adalah DM tipe
2. American council on exercise dalam Smeltzer (2008), mengatakan hampir 90-95% dari
keseluruhan kasus DM yang ditemukan adalah DM tipe II.

Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab amputasi ekstremitas bawah


nontraumatik yang paling sering terjadi. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik
mengakibatkan amputasi yang dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Resiko
amputasi ektremitas bawah 15-46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan
dengan orang yang tidak menderita DM (Purwanti dalam Mustafa, 2016).
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading,
dan kontrol infeksi (Kruse, dalam Aryani 2015). Ulkus kaki (UK) pada pasien diabetes
harus mendapatkan perawatan karena beberapa alasan, misalnya untuk mengurangi resiko

1
infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya
pemeliharaan kesehatan. Tujuan utama perawatan UD sesegera mungkin yaitu, agar
mendapat kesembuhan dan mencegahan kekambuhan setelah proses penyembuhan.
Perawatan luka menjadi hal penting dalam proses penyembuhan UD karena dalam
prosesnya akan sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya penyembuhan luka. Untuk itu
diperlukan pemilihan metode perawatan luka yang tepat untuk mengoptimalkan proses
penyembuhan luka.

B. Perumusan masalah
a. Perumusan Masalah Umum
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah di paparkan yaitu
fenomena penderita ulkus diabetes dan metode perawatan luka modern, maka
rumusan masalah umum penelitia ini adalah, apakah metode perawatan luka
modern dengan balutan oklusi hidrokoloid memberikan pengaruh lebih baik
dalam proses penyembuhan ulkus diabetik ?
b. Perumusan Masalah Khusus
Apakah metode perawatan luka modern dengan balutan oklusi hidrokoloid
lebih efektif dalam proses penyembuhan ulkus diabetik?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian serupa telah dilakukan oleh Novriansyah (2008) dalam tesis untuk persyaratan
mencapai derajat sarjana S-2 dan memperoleh keahlian dalam ilmu bedah Universitas
Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan dengan judul perbedaan kepadatan
kolagen di sekitar luka insisi tikus wistar yang dibalut kasa konvensional dan penutup
oklusif hidrokoloid selama 2 dan 14 hari, penelitian ini dilakukan pada 24 ekor tikus
wistar, penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan
menggunakan disain randomized post test only control group. Indikator mengunakan
parameter skoring histopatologi untuk kepadatan kolagen.

2
D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
terkait, antara lain :
1. Teoritis
a. Bagi Ilmu Keperawatan.
Metode perawatan luka modern dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan medikal bedah yaitu untuk mengatasi masalah pada pasien yang mengalami
luka kering, basah dan khusunya luka kaki diabetik.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Diabetes mellitus
1. Pengertian

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme tubuh kronis


yang familiar disebut dengan sebutan kencing manis, karena gejala utama yang khas pada
penyakit ini adalah urine yang berasa manis dan pengeluarannya dalam jumlah besar,
pada penyakit ini terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat dari kurangnya
sekresi insulin atau terjadi gangguan pada aktivitas insulin dan bisa keduanya.
Diabetes adalah penyakit kronis yang komplek dan membutuhkan perawatan medis
berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kontrol gula darah
(American diabetes association, 2017 : 8).
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi baik saat pankreas tidak menghasilkan
insulin secara cukup (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau bila tubuh
tidak dapat secara efektif mengsekresi insulin yang dihasilkannya (world health
organization, 2016

DM adalah sekelompok penyakit dengan karakteristik hiperglikemia yang


berhubungan dengan gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein sebagai
akibat adanya defisiensi sekresi insulin atau penurunan efektivitas insulin maupun
keduanya (American diabetes association dalam fortuna, 2016).

1. Komplikasi

Komplikasi pada DM bermacam-macam, namun Soewondo dalam


Mustafa (2016) menjelaskan secara garis besar komplikasi pada DM dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula dara lebih
rendah dari 60 mg/dl dan gejala yang muncul yaitu palpitasi,

4
takhikardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Hiperglikemia terjadi bila gula darah lebih
tinggi dari 200 mg/dl dan dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik
(KAD), Hiperosmolar Non ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
KAD menempati peringkat pertama komplikasi akut di susul oleh
hipoglikemia. Komplikasi akut ini masih menjadi masalah utama,
karena angka kematiannya cukup tinggi.
b. Komplikasi Metabolik kronis

Komplikasi kronis pada dasarnya terjadi di seluruh pembuluh


darah bagian tubuh dan bisa disebut angiopati diabeti (Waspadji
dalam Mustafa, 2016).
Angiopati diabetik (AD) dapat mengakibatkkan komplikasi
jaringan, terutama komplikasi makroangiopati (makrovaskuler) yang
menjadi aterosklerosis dan mikroangiopati (mikrovaskuler)
menjadi
2. neuropathi, nefropati, dan retinopati , kedua hal ini bisa terjadi secara
bersamaan dan bisa Komplikasi Komplikasi pada DM bermacam-macam,
namun Soewondo dalam Mustafa (2016) menjelaskan secara garis besar
komplikasi pada DM dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula dara lebih rendah dari
60 mg/dl dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhikardi, mual muntah,
lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Hiperglikemia terjadi bila gula darah lebih tinggi dari 200 mg/dl dan
dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non ketotik
(HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
KAD menempati peringkat pertama komplikasi akut di susul oleh
hipoglikemia. Komplikasi akut ini masih menjadi masalah utama, karena
angka kematiannya cukup tinggi.

5
b. Komplikasi Metabolik kronis

Komplikasi kronis pada dasarnya terjadi di seluruh pembuluh


darah bagian tubuh dan bisa disebut angiopati diabeti (Waspadji
dalam Mustafa, 2016).
Angiopati diabetik (AD) dapat mengakibatkkan komplikasi
jaringan, terutama komplikasi makroangiopati (makrovaskuler) yang
menjadi aterosklerosis dan mikroangiopati (mikrovaskuler) menjadi

neuropathi, nefropati, dan retinopati , kedua hal ini bisa terjadi secara
bersamaan dan bisa juga tidak. Dalam penelitian yang dilakukan
Abougalambou dkk (2012), mengungkapkan bahwa Komplikasi
kronik DM terbagi menjadi dua yaitu mikrovaskular yang
menyebabkan komplikasi pada ginjal dan mata, makrovaskular yang
berlanjut pada penyakit jantung coroner, gangguan pembuluh darah
kaki dan gangguan pembuluh darah otak, kedua hal tersebut bisa
menyebabkan neuropati yang akan memudahkan timbulnya UK.

Gambar 2. 1 komplikasi Diabetes mellitus komplikasi Diabetes mellitus

6
B. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah quasi Experimental dengan menggunakan rancangan


penelitian Pretest Posttest one group Design. Dilakukan pada kelompok
intervensi, pada kelompok ini diberikan perlakuan perawatan luka modern
menggunakan balutan oklusi hidrokoloid dengan durasi 7 hari dan penggantian
balutan 3-4 kali (disesuaikan dengan kondisi partisipan). Rancangan penelitian ini
dilakukan dengan pengukuran 2 kali, yaitu sebelum eksperimen (pretest), dan
sesudah eksperimen (posttest).

Pretest perlakuan postest

O1 X1 O2

Gambar 3. 1 Desain penelitian.

C. Populasi dan sample penelitian

1. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah metode time limited sampling,
yaitu setiap pasien yang dirawat di RSUD Tidar Magelang, RST dr Soedjono
Magelang dan puskesmas Magelang utara dalam kurun waktu 6 minggu
terhitung dari 1 Maret 2018 – 14 April 2018. Populasi pada penelitian ini
adalah semua pasien ulkus diabetik di Kota Magelang dan dari 3 pusat
pelayanan kesehatan yang dijadikan tempat penelitian dan didapat 19
partisipan. Sample yang digunakan adalah pasien ulkus diabetik yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan peneliti,4
partisipan tidak dapat dilakukan intervensi perawatan luka sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan dan tidak dapat dilakukan pengambilan data sesuai
dengan yang telah ditentukan, 3 partisipan memiliki prognosis yang kurang

7
baik karena akan dilakukan amputasi. Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi
ditetapkan 12 partisipan dalam Penelitian ini.

Kriteria inklusi

1. Klien diabetes mellitus dengan luka ulkus diabetik grade II sampai


grade IV menurut klasifikasi Wagner.
2. Telah dilakukan debridemen (perawatan dasar luka)
3. Bersedia jadi subjek penelitian.

Kriteria ekslusi

1. Partisipan tidak dapat dilakukan intervensi perawatan luka sesuai dengan


waktu yang telah ditentukan.
2. Partisipan tidak dapat dilakukan pengambilan data sesuai dengan yang
telah ditentukan.
3. Partisipan dengan gula darah tidak stabil.

4. Partisipan mengalami prognosis yang kurang baik.

C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variable yang diteliti adalah :
1. Variabel bebas (Independent)
Variabel independent merupakan variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab dari variabel lainnya. Variabel bebas (independent) dari
penelitian ini adalah metode perawatan luka modern dengan balutan oklusi
hidrokoloid.
2. Variabel terikat (Dependent)
Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat dari
variabel bebas. Variabel terikat (Dependent) dari penelitian ini adalah
penyembuhan ulkus diabetik.

8
Penelitian ini dilakukan dibeberapa pelayanan kesehatan di Kota

Magelang yaitu RST dr Soedjono Magelang, RSUD Tidar Magelang dan

Puskesmas Magelang Utara. Pengambilan data partisipan dilakukan

dengan cara time limit series dalam kurun waktu 6 minggu, terhitung dari

1 Maret – 14 April 2018, dari tiga pusat pelayanan kesehatan ini didapat

19 partisipan dan berdasarkan kriteria inklusi ditetapkan 12 partisipan

dalam Penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

data primer yang di peroleh dari hasil penilaian menggunakan lembar

observasi bates-jensen assessment tools Pada 12 Partisipan dengan Ulkus

diabetik. Data yang telah terkumpul dan telah dianalisa disajikan dalam

bentuk narasi dan tabel.

A. Analisa Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini meliputi distribusi

frekusensi karakteristik partisipan, berikut hasil analisanya:

1. Karakteristik partisipan

Karakteristik partisipan meliputi jenis

kelamin dan umur

dapat digambarkan sebagai

berikut.

9
Table 4. 1. karateristik partisipan berdasarkan jenis kelamin dan
umur
NO Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
f % f %
1 46-55 2 25 2 50 4
2 56-65 6 75 1 25 7
3 65> - 0 1 25 1
Total 8 100 4 100 12

Berdasarkan tabel 4.1 menggambarkan bahwa

sebagian besar partisipan berusia 56-65 berjumlah 7

orang (58,3%), partisipan berusia 46-55 berjumlah

4 orang (33,3%) selebihnya adalah partisipan berusia >65


dengan jumlah 1

orang (8,3).

2. Derajat luka

Karakteristik kondisi luka meliputi tentang

derajat dan kondisi luka partisipan. Berikut hasil

analisanya :

Table 4. 2 karakteristik partisipan berdasarka derajat luka


NO Derajat luka Laki-laki Perempuan
Jumlah
F % F %
1 Derajat I 1 12,5 - 0 1
2 Derajat II 3 37,5 3 75,0 6
3 Derajat III 2 25,0 1 25,0 3
4 Derajat IV 2 25,0 - 0 2
5 Derajat V - 0 - 0 0
Total 8 100 4 100 12

10
Berdasarkan tabel 4.2 menggambarkan bahwa sebagian
besar derajat

derajat III yaitu 3 orang (25,0%) derajat IV yaitu 2 (16,6%) dan


derajat I 1

orang (8,3%).

3. Skor luka sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka

Table 4. 3 Skor luka berdasarkan Bates jansen sebelum dilakukan


intervensi
NO Skor Laki-laki Perempuan
Jumlah
f % f %
1 24 1 12,5 1 25,0 2
2 29 1 12,5 1 25,0 2
3 32 - 1 25,0 1
4 33 1 12,5 1 25,0 2
5 38 3 37,5 - 0 3
6 39 1 12,5 - 0 1
7 42 1 12,5 - 0 1

Total 8 100 4 100 12

Berdasarkan tabel 4.3 menyimpulkan bahwa

hasil pengukuran skor ulkus diabetik sebelum

dilakukan intervensi skor terendah berada pada angka

24 dan tertinggi berada pada angka 42 dengan mean

33,25.

Table 4. 4 Skor luka berdasarkan Bates jansen setelah dilakukan


intervensi
NO Skor Laki-laki Perempuan Jumlah
f % f %
1 16 - 0 1 25,0
2 17 1 12,5 - 0

11
3 20 1 12,5 - 0
4 22 - 0 2 50,0
5 25 1 12,5 1 25,0
6 27 3 37,5 - 0

A. Pembahasan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses

penyembuhan luka. Menurut Arisanty (2015), faktor-faktor yang

mempengaruhi penyembuhan luka dibagi menjadi dua, pertama faktor

lokal meliputi hidrasi, penatalaksanaan luka, temperature luka,

tekanan, gesekan dan benda asing. Kedua faktor umum yang meliputi

usia, penyakit penyerta, vaskularisasi, nutrisi, kegemukan, gangguan

sensasi dan pergerakan, status psikilogi, terapi radiasi dan obat-

oabatan.

1. Karakteristik partisipan

Pada penelitian ini, gambaran umum partisipan penelitian ini

yaitu klien yang mengalami luka diabetik di Kota Magelang

berjumlah 19 dengan jumlah partisipan yang dapat dilakukan

intervensi yaitu sebanyak 12 partisipan yang terdiri dari 8 laki-laki

dan 4 perempuan, Hal ini dikarenakan 4 partisipan tidak dapat

dilakukan intervensi perawatan luka sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan dan tidak dapat dilakukan pengambilan data

sesuai dengan yang telah ditentukan, 3 partisipan memiliki

prognosis yang kurang baik karena akan dilakukan amputasi.

12
Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar

Partisipan berusia 56-65 berjumlah 7 orang (58,3%), hasil

penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Aryani

(2015), bahwa distribusi partisipan dengan usia >50 sebesar

66,7%. Sama halnya dengan Penelitian Sugiarto (2013), yang

menyatakan bahwa partisipan dengan usia >50 tahun lebih rentan

terkena ulkus diabetik. Dalam penelitian tersebut terdapat 23

partisipan (79,3%) berusia >50 tahun terkena ulkus diabetik dan

terdapat hubungan yang signifikan antara usia terhadap terjadinya

ulkus diabetik dengan risiko 18 kali lebih besar menderita ulkus

diabetik dibanding dengan usia <50 tahun, dan menurut Arisanty

(2015), usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

proses penyembuhan luka. Perubahan komposisi tubuh,

menurunya aktivitas fisik, perubahan life-style, faktor perubahan

neuro- hormonal khususnya penurunan konsentrasi DHES dan

IGF-1 plasma, serta meningkatanya stress oksidatif merupakan

faktor-faktor penyebab DM pada usia lanjut. Pada tahap ini terjadi

age related metabolic adaptation oleh karena itu munculnya DM

pada usia lanjut kemungkinan karena age related insulin

resistance atau age related insulin inefficiency sebagai hasil dari

preserved insulin action despite age, Smeltzer (2008)

2. Kondisi luka

Hasil penelitian ini menunjukan sebelum di lakukan

13
perawatan luka derajat luka partisipan sebagian besar pada luka

derajat II dengan presentase

(50,0%). Sebagian besar pada karakterisitik luka pada partisipan

disertai infeksi, fase inflamasi terjadi setelah trauma, pada fase ini

pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan

perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikanya dengan

vasokontriksi, reaksi hemostatis serta terjadi reaksi inflamasi

(peradangan). Peradangan berfungsi mengisolasi jaringan yang

rusak dan mengurangi penyebaran infeksi.

Tahap selanjutnya fase proliferasi dan tahap ini adalah tahap

penyembuhan luka yang ditandai dengan sintesis kolagen, kolagen

disekresi oleh fibroblas sebagai tropokolagen imatur yang

mengalami hidroksilasi untuk menghasilkan polimer stabil,

fibroblas dan sel endotel vaskuler mulai berproliferasi dan

terbentuklah jaringan granulasi yang merupakan tanda dari

penyembuhan, Prabowo dalam Hartiningtyaswati (2010).

Sehingga perbaikan dari derajat luka merupakan tanda dari

perbaikan luka, semakin besar derajat luka menunjukan semakin

parah kondisi suatu luka (Ariyanti, 2014).

3. Pengaruh metode perawatan luka modern dengan balutan oklusi

hidrokoloid terhadap penyembuhan ulkus diabetik.

Hasil uji t test menggambarkan bahwa penyembuhan luka

14
sebelum dan setelah dilakukan perawatan luka menunjukan hasil

yang signifikan dengan p value = < 0,05. Hal ini menunjukan

bahwa perawatan luka modern dengan balutan oklusi hidrokoloid

mempengaruhi proses penyembuhan luka. Metode

perawatan luka dengan mempertahankan isolasi lingkungan luka

agar tetap lembab menggunakan balutan penahan kelembaban,

secara klinis memiliki keuntungan akan meningkatkan proliferasi

dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang tipis,

mengurangi resiko timbulnya jaringan parut dan lain-lain,

disamping beberapa keunggulan metode ini dibandingkan dengan

metode luka yang kering adalah meningkatkan epitelisasi 30-50%,

meningkatkan sintesa kolagen sebanyak 50%, rata-rata re-

epitelisasi dengan kelembaban 2-5 kali lebih cepat serta dapat

mengurangi kehilangan cairan dari atas permukaan luka (Tarigan

dalam Septiyanti 2014).

Hal ini menggambarkan bahwa perawatan luka modern lebih

efektif dalam penyembuhan ulkus diabetik, didukung dengan

penelitian yang dilakukan Ismail (2009), yang menunjukan hasil

adanya perbedaan rerata selisih skor perkembangan perbaikan luka

yang signifikan (p=0,031) pada kedua kelompok, namun

kelompok balutan modern mempunyai perkembangan perbaikan

luka yang lebih baik dibandingkan kelompok balutan

konvensional, yaitu 16,00 dan 8,75.

15
Pada prinsipnya perawatan luka yang diberikan pada klien

harus dapat meningkatkan proses perkembangan luka, salah

satunya dengan cara menjaga suasana luka tetap lembab, kondisi

luka yang lembab pada permukaannya dapat meningkatkan proses

perkembangan luka, mencegah dehidrasi jaringan dan kematian

sel, kondisi ini dapat merangsang dan meningkatkan interaksi

antar sel dan faktor pertumbuhan luka. Oleh karena itu balutan

harus bersifat menjaga kelembaban dan memperahankan

kehangantan pada luka. (Ismail, 2009).

Balutan modern memiliki prinsip menjaga suhu diarea tetap

dalam keadaan lembab, jenis balutan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hidrokoloid. Hidrokoloid merupakan suatu

lebar polimer hidrokoloid pada lapisan busa polyurethane yang

akan membentuk lapisan agar pada permukaan luka, tingkat rata-

rata penguapan oksigen cukup rendah sehingga menyebabkan

kondisi lingkungan diatas permukaan luka lembab, hidrokoloid

akan meningkatkan autolysis debridement dan menstimulasi

angiogenesis akibat dari tekanan oksigenasi lingkungan sekitar

yang rendah (Mustafa, 2008).

Penggunaan oklusi hidrokoloid sangat dipengaruhi oleh

eksudat dalam penelitian ini terdapat dua partisipan yang

dilakukan 4 kali intervensi karena eksudat yang dihasilkan luka

berlebih sehingga hidrokoloid tidak dapat menampung dan

16
akhirnya terlepas, suasana lembab tidak terjadi yang menyebabkan

luka tidak dapat tumbuh dengan cepat karena eksudat menggenang

didalam luka yang mengganggu proses penyembuhan luka.

B. Keterbatasan penelitian

1. Peneliti ini tidak menggunakan kelompok kontrol sehingga

tidak dapat membandingkan dengan baik hasil observasi

penyembuhan luka dengan perawatan luka modern.

2. Partisipan penelitian ini sudah melibatkan total populasi namun

jumlahnya setelah dilakukan seleksi hanya terpilih 12 orang

partisipan.

3. Nilai yang dianalisa dalam penelitian ini hanya skor total dari

13 item dalam Bates Jensen assessment tools

17
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka kesimpulan penelitian


adalah sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Selama kurun waktu 6 minggu terhitung dari 1 Maret – 14 April 2018, di
tiga tempat pelayanan kesehatan yang berada di kota Magelang terdapat 12
partisipan.
2. Terjadi penurunan skor luka yang di ukur dengan Bates Jensen assessment
tools sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka modern yaitu dari
33,25 menjadi 24,42.
3. Ada pengaruh yang signifikan penggunaan Metode perawatan luka
modern dengan balutan oklusi hidrokoloid terhadap penyembuhan ulkus
diabetik dengan p value = < 0,05.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
praktik keperawatan secara menyeluruh dan dapat digunakan sebagai
referensi untuk mengembangkan asuhan keperawatan kepada pasien ulkus
diabetik guna untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
2. Bagi peneliti selanjutnya
Penulis menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk Mengunakan
kelompok kontrol agar dapat membandingkan percepatan penyembuhan
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Waktu penelitian bisa
dibuat lebih lama sehingga partisipan bisa lebih banyak dan penyembuhan
luka bisa lebih terlihat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abougalambou, S, S. I., Hassali, M. A., Sulaiman, S. A. S., & Abougalambou, A.


S. (2012). Prevalence of vascular complication among type 2 diabetes
mellitus outpatiens at teaching hospital in Malaysia. Journal of
Diabetes&Metabolism, 2011.
Agale, S. V. (2013). Chronic Leg Ulcers: Epidemiology, aetiopathogenesis, and
Management. Ulcers, 1-9.
American Diabetes Association. (2017). Standars of Medical care in Diabetes –
2017. Diabetes Care, 37(1).
Arisanty, I. P. (2014). Konsep dasar: Managemen Perawatan Luka. Jakarata EGC.
Ariyani, D. S. (2015). Efektivitas elevasi ekstremitas bawah terhadap proses
penyembuhan ulkus diabetik di ruang melati I Rsud dr. Moewardi.
KOSALA JIK. 3 (1): 1-6.
Armstrong et al. (2017). Identification and Management of infection in diabetic
foot ulcers. Wound international.hal 2
Bilous, R. & donelly, R. (2010). Buku pegangan Diabetes Edisi ke 4. E. K.
Yudha. (2014). Jakarata: Bumi medika.
Benjamin a. Lipsky, anthony r. Berendt, paul b. Cornia, james c. Pile, edgar j. G.
Peters, david g. Armstrong., et.al. (2012). infectious diseases society OF
america clinical practice guideline FOR THE diagnosis AND treatment
OF diabetic foot infections, clinical infectious diseases, 132-147
Dinh, t. (2011). Global Perspective on Diabetic Foot Ulcerations Rijeka, Croatia:
InTech. 66(4).
Fortuna., S. (2016). Studi penggunaan antibiotika pada pasien diabetes mellitus
dengan ulkus gangrene Skripsi. Surabaya: Departemen farmasi klinis, FF
UNAIR Surabaya.
Handayani, H. T. (2016). Studi meta analisis perawatan luka kaki diabetes dengan
modern dressing. The Indonesia journal of health science, 6 (2). 1-11
Hartiningtuyaswati, S. (2010) Hubungan perilaku perilaku pantang makanan
dengan lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di kecamatan

19
Srengat kabupaten Blitar. Skripsi. Surakarta: program studi DlV
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas sebelas Maret Surakarta.
Hastuti, W., Haji, S., Abdillah, Y. (2017) pengaruh senam diabetes terhadap kadar
gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II Di Wilayah puskesmas
kedungwuni II kabupaten pekalong. Jurnal SMART keperawatan sekolah
tinggi ilmu kesehatan (STIKes) Karya Husada Semarang. 4 (1), 1-8.
Hidayat., A. (2017). Pengaruh perawatan luka dengan modern dreesing terhadap
kualitas hidup pasien ulkus diabetikum di griya pusat perawatan luka
caturharjo
.Skripsi. Yogyakarta: program studi ilmu keperawatan, STIKES JENDRAL
ACHMAD YANI YOGYAKARTA.
Ismail., D, (2009). Penggunaan balutan modern memperbaiki proses
penyembuhan luka diabetik. Jurnal kedokteran Brawijaya, 25 (1) 1-5.
International Diabetes Federation., (2013). Diabetes Atlas, Sixth Edition. hal 25.
Mustafa., I. A. H. (2016). Determinan epidemiologi kejadian ulkus kaki diabetic
pada penderita diabetes mellitus Di Rsud dr. Chasan Boesoirie dan
Diabetes Center Ternate. Tesis. Surabaya: Program Studi Epidemologi,
FKM UNAIR Surabaya.
Nontji., W. hariati, H., Arafat, R. (2015). Teknik perawatan luka modern dan
konvensional terhadap kadar intelukin 1 dan interleukin 6 pada pasien luka
diabetik. Jurnal ners. 10 (1) 133-137.
Novriansyah., R. (2008). Perbedaan kepadatan kolagen di sekitar luka insisi tikus
wistar yang dibalut kasa konvensional dan penutup oklusi hidrokoloid
selama 2 dan 14 hari. Tesis. Semarang: program pendidikan dokter
spesialis I ilmu bedah. Program pasca sarjana Magister ilmu biomedik
UNDIP Semarang.
PERKENI., (2011). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta, PERKENI.

20

Anda mungkin juga menyukai